Hari itu panas banget. Riko dan Yuji rebahan di sofa, tepat di bawah kipas besar yang ada di ruang keluarga rumah Riko. Tadi pagi cowok-cowok itu mau bantuin Eso, asisten rumah tangga Riko, dan Mang Toji buat benerin kebun.
Namun, di jam 9 pas, Riko dan Yuji udah nyerah. “Woy Gumi!” teriak Yuji yang keringatnya sudah mulai kering. “Udah selesai belom?!” tanyanya.
Di antara teman-temannya, cuma Megumi yang masih bertahan membantu sang ayah angkat-angkat pot bunga.
“Abis ini kelar. Minta bikinin Eso es teh gih!” ujar Megumi lalu kembali menghampiri Mang Toji untuk membantunya mengangkat Bonsai Beringin.
Yuji bangkit menuju dapur sekalian menengok Eso. Mungkin dia bisa bantu-bantu sedikit.
Sementara itu sang Tuan Muda Riko terkapar tak berdaya. Jangankan berdiri, menggerakkan ujung jari saja dia sudah tidak mampu.
“CAPEK BANGET ASUUU!” pekik Riko sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan majalah.
“Ah, lebay lo!” Yuji menendang pelan paha Riko.
Rupanya es teh yang dibuat Eso sudah jadi. Yuji yang membawakan nampannya. Di belakang Yuji, Eso senyum-senyum melihat kelakuan mereka berdua. Ia meletakkan kue spikoe yang sudah dipotong-potong di meja ruang tv.
“Den Gumi juga… ayo istirahat dulu,” panggil Eso dari dalam.
Dengan secepat kilat, isi teko dan spikoe di meja ludes tak bersisa. Pelakunya adalah tiga anak cowok yang sedang duduk lesehan dengan mulut menggembung seperti tupai.
“Eh, ntar kita mau kemana?” tanya Riko setelah menelan spikoenya.
“Billiard yuk?” usul Yuji. Megumi menggeleng tidak setuju. “Billiard mulu lo,” dengusnya.
“Golf aja, golf!” usul Riko antusias. Dia melihat ke arah Megumi untuk meminta persetujuan. Sementara itu Megumi melihat ke arah sang ayah yang baru saja menyelesaikan tugasnya.
“Pak, boleh?” tanya Megumi meminta izin. “Bolehin ajalah, Mang Toji! Atau Mang Toji juga ikut main?” ujar Riko sambil menaik-turunkan alisnya.
Mang Toji tertawa. “Yo mosok aku mainnya sama anak-anak? Ya sana, tapi jangan malem-malem baliknya ya, Le...” Megumi mengangguk.
Riko berteriak “Yess!!” lalu dia menoleh ke arah sohibnya yang satu lagi. “Ji? Lo join gak?”
Namun, Yuji sedang sibuk mengetik di ponselnya dengan dahi mengernyit. “Eh? Iya bentar gue lagi bales chatnya Ara,” jelasnya.
Megumi dan Riko saling berpandangan. Kemudian mereka memilih untuk membiarkan Yuji sibuk dengan urusannya dan mengambil potongan spikoe lagi.
Yuji berdeham. “Katanya, Ara juga mau ikut.” Megumi mengangguk. “Tapi dia minta dijemput,” kata Yuji lagi.
Riko menepok jidat dan mendesah keras-keras. “Yaelah–“
“Dia ngajakin Ines,” buru-buru Yuji menambahkan. Tiba-tiba saja Riko berdiri, membuat kaget Megumi yang duduk di sebelahnya.
“Oke, gue mau siap-siap. Eh, lo berdua buruan mandi gih!”
Dengan kecepatan cahaya ilahi, Riko sudah mengambil handuk dan naik ke atas untuk mandi.
Belum juga pulih dari kelakuan absurd Riko, Megumi lagi-lagi dikagetkan oleh dering ponsel Yuji yang kerasnya ngalahin speaker Masjid di bulan Ramadhan.
“Iya, Ra?” Megumi mencuri dengar percakapan Yuji dengan Ara.
“Iya, Ra. Ntar dijemput ya.”
“Iya, kita mau main golf. Lo sama Ines ikut aja.”
Walaupun samar, tetapi Megumi dapat mendengar suara Ara.
“Tapi aku nggak bisa main golf,” rengek Ara di seberang telpon.
Wajah Megumi mengkerut jelek. Darimana asalnya suara manja Ara itu? Memangnya Ara bisa bikin suara macam itu?!
Yuji tertawa gurih. “Astaga… nggak papa, Ara. Nanti aku ajarin.”
WAIT! HOLD ON FOR A SECOND?!?!
APA YANG BARU SAJA TERJADI?!
Sangking terkejutnya, spikoe yang sedang dikunyah Megumi salah masuk saluran dan membuatnya tersedak.
“Ra, nanti gue telpon lagi ya. Megumi keselek nih sampe mau mati!” ujar Yuji lalu mematikan telponnya.
“Gum! Gumi jangan mati dulu Gum! Bang Sukuna belom confess ke elo, Gum! Megumi andwaeee!”
Batuk Megumi mereda. Dia meminum teh yang disodorkan Yuji kepadanya.
“Anjir…” ujar Megumi dengan pandangan kosong dan wajah penuh penyesalan. “Kenapa di sini cuma gue yang waras?”
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ara tuh walaupun di cirlce quartet kampret cewek sendiri, tapi dia gak canggung. soalnya ara sodaranya cowok semua. kalo itakugi kan jelas-jelas hubungannya romantically.
nah, kalo ara-riko tuh platonic yang kayak ibu-anak. ara paling peduli sama riko. menurut ara, riko itu sensitif bgt. kayak pantat bayi. so please, handle with care! terus ara juga suka bawelin riko ini itu. ngingetin riko ini itu. bener2 kayak mamanya deh.
kalo ara-gumi platonicnya kayak abang-adek. kata ara, gumi itu mirip banget sama adeknya. masih kecil tapi sok dewasa. makanya dia paling suka kalo ngusak2 rambutnya gumi, gemes-gemesin gumi, terus ngisengin gumi.
pada suatu hari, shoyo main ke rumah yachi. yachi bilang dia mau minta bantuan shoyo buat ngereview nasi gorengnya. soalnya dia mau masakin buat si mamah di hari ultah blio.
pas udah jadi, shoyo langsung ambil sendok tapi distop sama yachi. “sabar dulu! aku pindahin ke piring dulu!”
tapi shoyo adalah lelaki sejati. “gak usah! lelaki sejati itu tahan panas.” terus dengan pedenya dia nyendokin nasi goreng yang asapnya masih mengepul ke dalam mulut.
yachi nunggu dengan wajah penuh harap. “gimana?” tapi kok wajah shoyo mengekerut kayak nahan berak. “…haher.” kata shoyo pelan dan nggak jelas. “hah? kenapa sho?”