Dalam kasusku, usia 18 tahun itu secara angka lebih dekat ke ketidakberadaanku tp rasanya spt baru kemarin (sementara dr usia 0 hingga 18 tahun terasa lama). Ini menjelaskan 2 hal: 1. 0-18 tahun tiap momen berharga 2. 18-53 tahun tiap momen lewat saja
Saat kuamati putriku dr 0-16 tahun, waktu berjalan cepat. Mungkin begitu juga saat orang tuaku mengamatiku dr 0-18 tahun. Hanya perasaanku saja yg mengatakan itu periode itu lambat.
Ini menambah misteri tentang Waktu & Kesadaran
Ini juga menjelaskan bahwa proses penyadaran tentang banyak hal terasa lebih lama dr proses menambah pengetahuan. Karena kata pakar2, nilai2 dibentuk sampai usia kita 17 tahun (1 tahun tambahan u/ kunikmati kesadaran2 baru). Selebihnya: menambah pengetahuan
1. Waktu itu relatif secara obyektif & subyektif 2. Kesadaran sbg consciousness itu mutlak secara subyektif (cuma aku yg bisa memastikan bahwa aku ada) 3. Kesadaran sbg consciousness mendahului kesadaran sbg awareness. Keduanya mendahului berpengetahuan
4. Hidup berpengetahuan tak bermakna kuat jika tak didahului awareness (rasa mawas). 5. Cara mencari makna adalah aksi (membaca, berdiskusi & bertindak) yg diikuti refleksi (mencari awareness/rasa mawas) & kontemplasi (memeriksa kesadaran sbg consciousness)
6. Ada 2 prinsip menjalani hidup:
A. "Fear of Missing Out" (FOMO) atau perasaan takut ketinggalan
B. "Thanks for Being Late" (TFBL) atau rasa syukur karena terlambat.
FOMO berorientasi kecepatan (aku pengemudi), TFBL berorientasi arah (aku navigator)
Manusia hidup dgn 2 peran itu, pengemudi & navigator. Yg membedakan antarorang adalah dia menekankan yg mana.
Yg menekankan TFBL, susah menang tp juga susah dikalahkan, yg menekankan FOMO dia bisa cepat menang & cepat kalah
Makin kecil jarak 2 prinsip itu (FOMO & TFBL) di diri seseorang, dia makin sukses. Makin lebar jaraknya, makin gagal.
Awali hidupmu hingga remaja sbg navigator, saat dewasa jd pengemudi. Jika sebaliknya, kamu cuma jd petualang.
Menang banyak tp kesepian
Cuma manusia yg bijak (#HomoSapiens) atau yg bermain (#HomoLudens) yg bisa hidup dgn TFBL & FOMO sekaligus. #KecerdasanBuatan cuma hidup dgn FOMO.
Ini keunggulan manusia yg harus dipertahankan.
Cuma manusia yg bisa reuni sekolah & tetap ngehek saat reuni
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sudah saya ingatkan: mencari kasus korupsi uang negara di #BukitAlgoritma itu lebih mustahil dr menunggu hujan salju di pantura Pulau Jawa. Itu proyek swasta. Tp mungkin ada yg butuh meyakinkan orang2 bahwa Budiman itu korup dgn cara mencari kasus mengada2😊
Saya pejabat publik juga bukan tp ketakutan orang2 itu mirip ketakutannya penguasa Orde Baru yg 25 tahun lalu gak bisa tidur karena mimpi buruk kelakuan mereka.
Sebenarnya itu cuma mimpi kami tp itu jd mimpi buruk mereka, sebab mereka kurang berimajinasi😎
Jika aku berpolitik hanya membawa/berbekal uang yg banyak, orang2 itu tak akan takut. Karena mereka selalu punya bekal uang yg jauh lebih banyak dr aku. Mereka hanya takut pada imajinasi. Mereka paling banter hanya bisa bermimpi buruk
Bola mata spt #LubangHitam bentuknya. Rupanya kata peneliti, #LubangHitam itu jg berfungsi spt mata manusia..menghancurkan keadaan kuantum bahwa sesuatu yg ada di banyak poisisi jd ajeg posisinya dlm ruangwaktu. Skala kecil atau besar quantamagazine.org/black-holes-wi…
3. Apa #Singularitas (pemadatan ruangwaktu & apapun secara tak terhingga) jd sumber dekoherensi? Apa mata manusia pun menyimpan sejenis #Singularitas yg memungkinkan benda2 yg dilihatnya runtuh keadaan kuantumnya shg misalnya jelas mobil & HP-ku ada di mana?
Pak @jokowi adalah pemimpin bervisi kemajuan & merakyat (progresif populis). Warisannya cuma bisa diselamatkan dgn visi kemajuan & berkeahlian (progresif teknokratik). Jika penerusnya sama2 progresif populis, rakyat jenuh. Bisa kalah o/ konservatif populis
Bangsa yg dipimpin progresif popukis & diganti konservatif populis, tak kan ke mana2. Kiri kanan, kiri kanan tp tak spt naik2 ke puncak gunung karena sistem Indonesia belum sekokoh gunung. Ia masih serapuh gundukan pasir. Mudah koyak kalau digeser kiri kanan
Tragedi spt ini terjadi banyak negara Amerika Latin sehingga mereka terjebak jd negara2 berpendapatan menengah. Tak kunjung jadi negara maju. Jika pun industrinya maju, kesenjangan sosialnya melebar. Proses tumbuh & pemerataannya diasuh ideologi2 yg berbeda
Apa yg diharapkan dr seorang matematikawan yg lebih baik dr Paul Erdős? Tak punya rumah & pengangguran u/ berkeliling mencari kolaborator2 utk membuat 1500 papers matematika.
Dialah #HomoLudens (Manusia Bermain) sejati
Erdös penggila angka. Keliling dunia membongkar bocoran buku Tuhan (yg dia sebut Fasis Tertinggi) berjudul "The Tansfinite" (Melampaui Ketakberhinggaan) yg berisi rahasia2 matematika. Dia mengetuk pintu rumah orang2 u/ ngerjain problem2 matematika sampai mati
Tiap dia mengetuk pintu rumah matematikawan2 di Eropa, Amerika, Asia & Australia u/ mengajak mereka memecahkan problem2 matematika, dia mengawalinya dgn berucap, "Otakku Selalu Terbuka". Dan dia pun tinggal berbulan2 di rumah kolaborator matematikanya itu
Teaser acara CNN TV Indonesia ttg refleksi #25TahunReformasi (sekali lagi abaikan dulu narasinya yg dramatis ya 😊)
Jika wawancara #25TahunReformasi tadi terlalu singkat, tuips bisa menyimak wawancara saya dgn NET TV: "Dalam perjuangan demokrasi atau kebangsaaan, selalu ada resiko 3B yg harus dihadapi:
BUI, BUANG, BUNUH".
Bisa simak di sini =>
Tanpa buku, aku cuma seonggok bocah di kampung kecil di tepi sawah. Dengan buku aku jd warga dunia.
Tanp buku, aku cuma jd pemberang & pemarah. Dengan buku, aku mengubah keadaan dgn ide.
Kuasa tanpa buku adalah pesawat tanpa radar
Orang yg tak menyisihkan sebagian pendapatannya tiap bulan utk bisa membaca (entah koran, jurnal, buku atau paket data utk dapat informasi berlimpah), adalah orang yg tak bertanggungjawab dgn hidupnya.
Membaca buku adalah bukti kamu HIDUP DENGAN PANTAS
Sampai SMA aku membaca buku dr halaman pertama sampai terakhir. Itu periode mengumpulkan referensi & melatih analisa. Setelahnya, membaca buku pd bab2 tertentu saja & mulai INDEPENDEN menyimpulkan sendiri.
Nalarku sumber pikiranku, bukan lagi cuma buku