Wallensky Profile picture
May 26, 2023 141 tweets 13 min read Read on X
Horor Series "Titisan Siluman Ular"

* Part 14

IBLIS PENUNGGANG KUDA (Bagian 1)

Lanjutan kisah hidup seorang manusia dengan iblis yang bersemayam dalam dirinya.

@Penikmathorror @HorrorBaca @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror

#bacahorror #ceritahorror #threadhorror #horror Image
Dua titik cahaya itu perlahan bergerak keluar dari balik kegelapan, hingga akhirnya muncul sosok yang kini berdiri menghadang persis di hadapanku..

Ya Allah!

*******
Yudha membuat sebuah kesalahan fatal!

Akibatnya, nyawa dari ratusan bahkan ribuan jiwa jadi terancam!

Apa yang sebenarnya terjadi? lalu mampukah Yudha memperbaiki dan menebus kesalahannya?
Segera posting bersambung di Twitter! Silahkan like, rt, atau tinggalkan jejak supaya nggak ketinggalan updatenya!
Cerita ini sudah tuntas di @karyakarsa_id

Yang mau langsung baca marathon sampai selesai, bisa klik link berikut ini:
Horor series - Titisan Siluman Ular

Part 14

IBLIS PENUNGGANG KUDA

(Bagian 1)

----------------
Huffth…

Batinku mengutuk kesal. Kakiku mulai pegal. Tanganku kebas akibat kelelahan menuntun motor sejak tadi. Sebentar berhenti sekedar menarik napas, lalu lanjut lagi.
Malam ini, aku dalam perjalanan pulang dari desa Tunjung Sari seusai menghadiri acara pernikahan Santoso, salah satu teman kerjaku di pabrik.
Letaknya lumayan jauh, butuh beberapa jam berkendara untuk bisa sampai ke sana. Tapi tak masalah. Aku memang berniat menghadiri pesta itu sekaligus menyampaikan titipan amplop dari teman-teman yang tak bisa datang.
Acaranya sungguh meriah. Santoso nampak sumringah duduk bersanding dengan wanita yang baru saja dinikahinya. Membuatku sedikit iri lantas membayangkan seandainya itu aku yang bersanding dengan Mayang Kemuning.
Tapi seusai berbagi kegembiraan di pesta itu, sekarang situasi malah berbalik. Mulutku tak henti menggerutu saat motorku mendadak mogok begitu melintasi jalan sepi yang membelah hutan ini.
Aku jadi sedikit menyesal kenapa memilih untuk mengambil jalan pintas ini. Padahal tadi Santoso setengah mati melarangnya.
"Jangan nekat Yud. Nggak ada yang berani lewat situ kalau sudah malam. Nggak usah sok jagoan kamu." Ujar Santoso coba menasehatiku sebelum aku pulang.
Namun aku bersikeras. Aku sengaja tak mengindahkan nasihat itu karena tak mau kemalaman bila pulang melalui rute normal yang jaraknya lebih jauh. Dan hasilnya? Apes.
Ditambah lagi sejak tadi ponselku seperti kehilangan sinyalnya. Membuatku tak mampu menghubungi siapa-siapa sekedar untuk minta bantuan.
Malam pun semakin larut. Tenagaku mulai surut. Tapi tak juga kutemukan rumah warga atau tanda kehidupan yang bisa kumintai bantuan. Lagi pula apa yang kuharapkan? Ini di tengah hutan. Sudah malam pula.
Parahnya lagi, sejak tadi tak ada satu pun kendaraan yang melintas. Membuatku merasa seolah ada di dunia lain. Hanya ada bulan purnama di atas langit yang setia menemaniku melewati jalan sepi.
Srek.. Srek..

Langkahku terhenti saat mendengar suara sesuatu yang bergesekan dengan daun di balik semak belukar.
Sejenak kupasang telinga sambil menajamkan mata. Bukan apa-apa, aku merasa seperti sedang diawasi. Aku menduga kalau itu hanya binatang malam. Tapi ternyata aku salah..
AAAAUUUUUU....

"Apa itu?!"

Diriku terkejut ketika mendengar suara lolongan panjang menembus keheningan malam. Segera kutepikan motor dengan hati penuh selidik.
Perlahan ada hawa aneh merayap datang menyelimuti. Bukan sekedar hawa biasa. Tapi sesuatu yang lain.
Kulayangkan pandangan menjelajah sekitar, hingga akhirnya mataku menangkap dua titik cahaya merah di balik pepohonan. Aku tak tau itu apa. Yang jelas itu bukan kunang-kunang.
Kucoba tajamkan mata demi mencari tau. Namun seolah tak sanggup menembusnya. Mata ular yang biasanya mampu menyuguhkan pandangan terang layaknya siang hari, kini tak ubahnya mata manusia biasa.
Dua titik cahaya itu perlahan bergerak keluar dari balik kegelapan, hingga akhirnya muncul sosok yang kini berdiri menghadang persis di tengah jalan..
Grrrhh... Grrrhh... Grrrhh...

Ya Allah!

Di sana, berdiri seekor anjing hitam bertubuh tinggi besar nyaris sebesar kuda. Matanya merah menyala. Dia menggeram memamerkan gigi taringnya yang siap mengoyak…
Sesaat aku menunggu sambil mengawasi gerak-geriknya. Aku belum bisa pastikan apakah dia anjing biasa atau jadi-jadian. Tapi dari bangun tubuhnya yang tak biasa, aku menduga kalau dia bukan anjing sembarangan.
Setengah merunduk, anjing itu perlahan mendekat sambil menggeram dan mendengus. Tatapan matanya sungguh menggetarkan nyali. Namun baru beberapa langkah, mendadak terdengar suara ringkik kuda disusul suara keras yang menggelegar!

Kkiiiiikk.. Kkiiiiikk..

BLAAAARRR!
Laksana kilat menyambar, tanah pun bergetar. Sang anjing besar melolong panjang kemudian melompat ke balik pepohonan lalu hilang ditelan kegelapan malam.
BLAAAARRR!

Kembali terdengar suara bagai sambaran petir bersamaan dengan samburat cahaya yang menerangi langit. Disusul suara derap kaki kuda yang cepat berlari.

Drap.. Drap.. Drap..
Kedua tanganku siap dengan pukulan pemusnah. Pagar pelindung raga pun sudah kokoh melindungi. Aku tak tau apa yang akan kuhadapi. Tapi aku tak mungkin berdiam diri di tengah suasana yang mencekam dan tak pasti.
Suara derap kaki kuda terdengar kian jauh lalu menghilang. Tapi aku tak mau lengah. Dalam situasi seperti ini, apa pun bisa terjadi. Lalu tiba-tiba sayup terdengar suara perempuan yang berteriak minta tolong.

Tolooooong! Toloooooong!
Diriku tergerak untuk segera mencarinya. Namun akal sehatku melarang. Ini di tengah hutan, sudah malam pula. Suara perempuan yang minta tolong terlalu janggal dalam situasi dan tempat seperti ini.
Tapi hati kecilku coba membela rasa kemanusiaan. Bagaimana kalau itu benar-benar suara orang yang butuh bantuan? Apa kamu tega membiarkannya di tempat seperti ini?
Akhirnya batinku yang menang. Aku tak bisa pergi begitu saja. Suara itu terdengar pilu. Aku pun segera masuk ke dalam hutan demi mencari sumber suara.
Toloooooong! Toloooong!

Suara itu kembali terdengar seolah menuntunku untuk menemukannya. Hingga diriku tiba di dekat sebuah jurang kecil, dimana kembali terdengar suara minta tolong yang ternyata berasal dari dasar jurang itu.

Tolooooong! Tolooooong!
Aku bergegas mendekat lalu melongok ke dasar jurang yang tak terlalu dalam. Di bawah sana, ada seorang gadis remaja yang duduk bersimpuh tak berdaya. Dia langsung kaget namun segera berteriak memohon kepadaku.
"Tolong saya! Tolong keluarkan saya dari sini!" Pekiknya sembari memegangi kakinya yang nampak terluka.
Sejenak kuperhatikan dengan seksama. Dia demit atau manusia? Tapi indra keenamku tak memberikan sinyal yang mencurigakan. Membuatku yakin kalau dia benar-benar gadis malang yang butuh bantuan.
"Iya sebentar. Saya akan keluarkan kamu dari sana." Jawabku coba menenangkannya.
Aku segera merambat turun sembari berpegangan pada akar-akar pohon yang tersembul di dinding jurang. Sebentar saja aku telah sampai di dasarnya. Gadis itu meringis kesakitan sambil memegangi kakinya yang berdarah.
"Kamu kenapa? Apa yang terjadi?" Tanyaku pada gadis itu.
"Aduh kak, nanti saja ceritanya. Sekarang lebih baik bantu saya keluar dari sini." Protes gadis remaja itu coba mengingatkanku.
"Baiklah. Saya akan gendong kamu naik ke atas. Kamu pegangan yang kuat." Jawabku lalu membantunya berdiri kemudian menggendongnya di punggungku.
Tak kusangka, tubuhnya yang langsing ternyata lumayan berat. Aku jadi sedikit kesulitan menggendongnya sembari merambat naik berpegangan pada akar-akar pohon. Namun setelah bersusah payah, akhirnya kami berhasil naik juga.
"Terima kasih ya kak." Ucap gadis itu sembari meringis memegangi kaki lalu duduk di rerumputan.
"Kaki kamu terluka. Apa kamu penduduk sekitar sini? Biar saya antar kamu pulang."
"Iya. Saya orang sini. Kampung saya ada di bagian hutan sebelah sana. Tolong bawa saya pulang." Jawab gadis itu.
Aku kembali menggendongnya dengan hati penuh tanya. Siapa gadis ini? Lantas suara apa yang menggelegar tadi? Dan suara ringkik kuda? Aku pun coba menanyakan semua itu pada gadis belia yang kini hinggap menggelayut di balik punggungku.
"Nama kamu siapa? Bagaimana kamu bisa sampai jatuh di jurang itu?" Tanyaku sembari melangkah hati-hati agar kakiku tak tersandung akar pohon.
"Nama saya Sumi. Saya biasa cari daun dan akar untuk obat di hutan ini. Tapi sejak sore tadi saya terperosok masuk ke dalam jurang waktu coba meraih akar yang ada di tepinya."
“Lalu suara petir tadi? Apa kamu juga mendengarnya?” Tanyaku lagi.
Sumi tak langsung menjawab. Aku pun menoleh demi bisa melihat ekspresi wajahnya. Dia nampak tegang. Namun akhirnya dia kembali bicara setengah berbisik.
"Itu suara cambuk dari iblis penguasa tempat ini. Kata orang-orang, tempat ini dihuni iblis penunggang kuda yang membawa cambuk api. Dia sering muncul bila malam tiba. Tapi seumur hidup saya belum pernah ketemu. Baru tadi saya bisa mendengar suara kuda dan cambuknya."
"Iblis penunggang kuda?"
"Iya. Kata bapak saya, dia mahluk jahat yang tak segan-segan membunuh siapa pun yang dijumpainya. Makanya dari dulu kami warga kampung tak ada yang berani keluar rumah bila malam hari. Saya saja baru kali ini ada di luar rumah malam-malam begini. Itu juga karena saya jatuh."
Aku terdiam. Meski sejak dulu diriku terbiasa bersinggungan dengan hal yang tak masuk akal, tapi penuturan Sumi tadi masih meninggalkan sejumlah pertanyaan.
"Kakak sendiri siapa? Kenapa malam-malam begini ada di hutan ini?" Ucap Sumi balas bertanya dengan suara yang terguncang-guncang di balik punggungku.
"Nama saya Yudha. Motor saya mogok waktu lewat di jalan sana. Tapi tadi saya sempat bertemu dengan anjing yang aneh. Lalu tak lama terdengar suara petir dan ringkik kuda. Belum sempat apa-apa, tiba-tiba saya dengar suara kamu yang minta tolong."
"Anjing aneh?" Tanya Sumi terdengar heran.
"Iya. Tadi di jalan sana saya dihadang seekor anjing yang aneh. Tubuhnya besar sekali. Memangnya kenapa?"
"Nggak. Nggak apa-apa. Saya malah baru tau kalau di hutan ini ada anjing macam begitu. Kak Yudha ini pasti bukan orang sini ya? Kalau orang sini, pasti nggak bakal berani lewat sini malam-malam begini." Balas Sumi coba menerka.
"Iya. Kamu betul. Saya bukan orang sini. Saya sengaja lewat jalan itu sepulangnya dari desa Tunjung Sari." Jelasku pada Sumi.
Obrolan kami pun terputus saat tiba di tepi sebuah desa. Sumi lantas memberitahukan kalau kami sudah sampai di tempat tujuan.
"Ini kampung saya. Rumah saya ada di ujung jalan itu." Jelas Sumi sembari menunjuk dari balik punggungku.
Aku tak terlalu menggubis. Mataku coba menjelajah area sekitarku. Kampung ini begitu gelap. Tak ada satu pun nyala lampu. Membuat suasananya terasa suram dan mencekam.

-----bersambung-----
"Kenapa gelap begini?" Tanyaku pada Sumi sambil melangkah menyusuri jalan tanah. Sama seperti tadi, mata ularku coba menembus gelap, namun sia-sia.
"Sejak dulu kami memang dilarang untuk menyalakan pelita bila malam tiba. Kata orang, nyala api bisa mengundang mahluk berkuda tadi untuk datang." Sahut Sumi sambil membenarkan pegangannya di pundakku.
Aku tertegun. Lagi-lagi kutemui situasi semacam ini. Rasanya belum lama aku berurusan dengan Nyi Arum Dalu, sosok penari gaib yang meneror desa Randu Kembar, kini diriku kembali berada di sebuah kampung yang diteror oleh mahluk menakutkan. Huffth.. seolah tak ada habisnya.
Aku terus melangkah sambil menggendong Sumi yang posisinya terus melorot. Maklum saja. Tubuhku letih, tanganku sudah pegal sejak tadi. Ditambah lagi harus menggendong Sumi mulai dari dalam hutan sana. Tapi mau bagaimana lagi? Kasihan dia.
"Nah, itu rumah saya." Sumi menunjuk sebuah rumah panggung berdinding kayu beratapkan rumbia, sama seperti rumah-rumah lain yang ada di sekitarnya.
Namun lagi-lagi sepi. Seolah tak ada kehidupan di tempat ini. Lantas kusadari, sejak tadi tak kujumpai satu orang pun. Apa mereka benar-benar ketakutan hingga tak berani keluar rumah seperti cerita Sumi?
"Buu.. Ibu... Buka pintunya..." Ucap Sumi setengah berbisik di depan pintu.
Klek..

Pintu pun terbuka. Muncul sosok wanita setengah baya yang langsung kaget begitu melihat kedatangan kami.
"Ya ampun Sum! Kamu kenapa?" Pekik wanita itu dengan wajah yang terkejut.

"Sumi jatuh ke jurang bu."
"Ealaaah! Kok bisa? Ya sudah. Ayo cepat masuk!" Sahut sang ibu meminta kami bergegas masuk lalu menutup pintunya rapat-rapat.
"Di sini saja." Pinta Sang ibu menunjuk lantai kayu beralaskan tikar jerami, memintaku untuk menurunkan Sumi dari gendongan.
"Ahh.."

Tubuhku menggeliat demi meregangkan punggung serta tangan yang terasa kaku. Kulayangkan pandangan menyapu ruangan redup yang hanya diterangi lampu minyak mungil di atas meja.
Sang ibu langsung mengambil secawan air dan kain lap untuk membersihkan luka di kaki Sumi hingga gadis remaja itu meringis menahan sakit.
"Aduh.. Pelan-pelan bu. Perih.."

"Tahan sedikit. Ini sudah mau selesai." Sahut sang ibu.
Selesai mengobati Sumi, perhatian sang ibu kini beralih kepadaku. "Ini siapa?"
"Ini kak Yudha. Dia tadi yang menolong Sumi keluar dari jurang." Jawab Sumi mendahuluiku.
Aku hanya bisa mengangguk. Namun sedikit tak nyaman dengan tatapan matanya yang penuh curiga. Senyumannya pun seolah dipaksakan.
"Bapak kemana bu?" Tanya Sumi membuyarkan suasana yang sempat hening.
"Bapakmu sejak tadi pergi mencari kamu. Dia khawatir."

"Sendiri?"

"Iya. Memang kenapa?"
"Aduh bu, sekarang Sumi yang jadi khawatir. Asal ibu tau, tadi si Iblis penunggang kuda muncul! Tapi Sumi cuma dengar suara kuda dan cambuknya saja. Nyeremin banget bu!"
Demi mendengar hal itu, wajah sang ibu langsung berubah. “Duh Gusti! Ibu jadi kepikiran. Takut bapakmu kenapa-napa!”
"Lalu kita harus bagaimana bu?" Sahut Sumi yang jadi ikut khawatir.
Sang ibu hanya diam sambil menggeleng. Dia nampak cemas sembari meremas-remas jemarinya.
"Maaf bu, apa tidak sebaiknya ibu minta tolong warga kampung untuk mencari bapak?" Ucapku coba memberikan saran. Sumi pun nampak mengangguk tanda setuju.
"Nggak mungkin nak. Mereka pasti nggak mau. Nggak bakal ada yang berani keluar rumah malam-malam begini, apalagi sampai masuk ke dalam hutan sana." Jawab sang ibu.
Aku terdiam mendengar jawaban ibu. Apakah si penunggang kuda benar-benar semenakutkan itu hingga mampu menghilangkan rasa peduli dalam jiwa penghuni kampung ini? Jujur saja. Aku sedikit gusar mendengarnya.
Mendadak pintu rumah digedor bersamaan dengan suara lelaki yang memanggil-manggil di luar sana.
Dug! Dug! Dug!

"Bu! Buka pintunya! Ini bapak!"
Sang ibu pun bergegas membukakan pintu dan langsung sumringah melihat lelaki yang ada di hadapannya.
"Ealah pak! Bapak kemana aja? Itu Sumi malah sudah pulang." Ucap sang ibu begitu melihat suaminya yang datang terengah-engah.
Sang bapak hendak menjawab. Namun ucapannya tertahan saat melihatku yang duduk bersila di dekat Sumi.
Dia nampak terkejut. Tapi dia seperti berusaha bersikap setenang mungkin untuk menutupi air mukanya yang tegang.
"Kamu darimana Sum? Setengah mati bapak mencari kamu." Tanya sang bapak namun matanya tak lepas terus memandangiku.
"Sumi tadi jatuh ke jurang pak. Untung ketemu sama kak Yudha ini. Dia yang menolong Sumi lalu membawa Sumi pulang." Jawab Sumi.
Tapi bukannya ucapan terima kasih, malah tatapan mata tak bersahabat dari sang bapak yang kudapatkan.
"Pak.." Tegur sang ibu seolah mengingatkan suaminya untuk menjaga sikap. Lelaki itu bagai tersadar dan langsung mendekat lalu menjabat erat tanganku.
"Maaf ya nak. Saya cuma kaget. Terima kasih sudah menolong Sumi." Ucapnya namun diiringi tatapan mata yang masih penuh curiga.
"Sama-sama pak." Balasku sembari melirik bajunya yang nampak sedikit koyak.
"Bu, tolong ambilkan bapak minum. Sekalian untuk tamu kita." Pinta sang bapak.
"Nggak usah pak. Saya harus segera pulang. Rumah saya masih jauh dari sini. Saya juga meninggalkan motor saya yang mogok di jalan sana." Sahutku coba menolak halus.
"Eh, jangan pulang dulu kak! Bahaya! Kan tadi kak Yudha lihat sendiri? Jangan nekat kak. Lebih baik kak Yudha menginap saja untuk malam ini. Boleh kan pak?" Pinta Sumi.
Sang bapak malah terkejut mendengar permintaan putrinya. Dia pun langsung melirik ke arah ibu seolah minta persetujuan.
Ibu balas mengangguk pelan. Akhirnya sang bapak ikut mengangguk lalu berkata padaku.

"Seperti yang dibilang Sumi, untuk malam ini lebih baik nak Yudha menginap saja. Terlalu bahaya untuk kembali ke hutan itu." Ucap sang bapak sembari melirik ke arah ibu.
Sejenak diriku menimbang-nimbang. Saran Sumi dan bapak terdengar masuk akal.
Aku Bukannya takut pada si penunggang kuda atau pun anjing itu, tapi tubuhku yang letih memang butuh istirahat.
Ditambah lagi perutku terasa lapar karena terlalu malu-malu untuk makan di pesta tadi. Selama di sana, aku hanya makan kue kecil dan minum air putih saja. Sekarang malah jadi kelaparan.
"Nggak perlu sungkan. Nak Yudha kan sudah menolong Sumi, jadi ijinkan kami untuk membalas budi. Tapi maaf, nak Yudha hanya bisa tidur di lantai. Mungkin agak kurang nyaman, tapi memang beginilah keadaan rumah kami." Ucap sang ibu menambahkan.
"Baiklah bu. Terima kasih sudah mengijinkan saya untuk menginap." Jawabku mengamini permintaan mereka.
"Kak Yudha sudah makan belum? Sepertinya kak Yudha ini kelaparan?" Tanya Sumi.
"Eh, nggak usah repot-repot. Saya nggak lapar kok."
"Masa? Sejak digendong tadi, saya dengan perut kak Yudha bunyi. Nggak usah malu-malu. Nanti dimasakin sama ibu." Sahut Sumi sambil tersenyum geli.
Aku pun balas tersenyum. Tapi sang ibu dan bapak malah saling lempar pandangan. Aku tak tau kenapa sikap mereka begitu aneh sejak tadi. Tapi aku tak mau berprasangka yang tidak-tidak. Mungkin mereka masih kaget dengan semua kejadian malam ini.
Selesai berganti baju, sang bapak duduk bersila di sampingku. Sebentar kutengok ponselku untuk melihat jam, tapi rupanya ponselku mati kehabisan daya.
"Maaf pak, apa boleh saya numpang ngecas? Hp saya mati kehabisan baterai."
"Ngecas? Apa itu nak?" Jawab sang bapak malah balik bertanya. Membuatku jadi kebingungan sendiri.
"Ini pak, Hp saya mati kehabisan baterai. Kalau boleh, saya minta ijin untuk mengisi daya." Sahutku sembari menunjukkan ponselku.
Sang bapak nampak terheran-heran sambil mengerenyitkan dahi memandangi ponselku. Sebentar dia berpikir, kemudian menjawab malu-malu.
"Maaf nak, saya nggak tau itu benda apa. Tapi kalau memang benda itu butuh listrik, di kampung ini nggak ada."
Aku sempat heran mendengar jawabannya. Dari sikapnya, seolah-olah dia belum pernah melihat ponsel.
Namun lantas aku memaklumi. Mungkin karena letaknya yang ada di pelosok hutan, membuat kampung ini belum tersentuh perkembangan jaman. Bahkan pakaian yang dikenakan lelaki ini terbilang kuno.
Lalu sang ibu datang sambil membawakan pincuk daun pisang berisi makanan serta kendi air minum. "Maaf nak. Cuma ini yang kami punya. Silahkan."
Aku tersenyum sambil mengangguk. Namun langsung heran begitu melihat apa yang disuguhkannya dalam pincuk daun pisang.
Beberapa iris daging yang nampak dimasak alakadarnya. Bahkan terlihat belum matang. Aku jadi bingung harus bagaimana.
"Terima kasih bu." Akhirnya hanya ucapan itu yang meluncur dari mulutku.
Aku tak tau jenis olahan daging macam apa yang disuguhkan untukku. Tapi aku tak mau mengecewakan hati sang ibu. Akhirnya kucicipi sepotong daging yang masih nampak kemerahan ini.
Mulutku setengah mati coba mengunyah dan menelan daging hambar setengah matang yang terasa alot. Untungnya tak terlalu banyak irisan daging yang disediakan. Kalau tidak, entah bagaimana menghabiskannya.
Sang bapak tak henti terus memandangiku. Membuatku jadi risih diperhatikan macam begitu. Tapi aku coba memaklumi. Mungkin dia tak terbiasa menerima orang tak dikenal di rumahnya.
Selesai makan, sang bapak langsung bertanya padaku. "Maaf nak. Bagaimana ceritanya sampai nak Yudha ini ketemu sama anak saya?"
Aku pun menceritakan semuanya sejak awal. Tentang motorku yang mogok hingga aku bertemu dengan anjing aneh tadi, juga tentang sang iblis penunggang kuda yang hanya kudengar suara ringkik kuda serta cambuknya yang menggelegar, sebelum akhirnya menemukan Sumi di dalam jurang.
"Hmm, begitu. Ya sudah. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih karena telah menolong Sumi. Silahkan nak Yudha beristirahat. Tapi maaf, lampu minyaknya harus saya matikan. Bisa bahaya." Ucap sang bapak.
"Iya pak. Nggak apa-apa. Saya biasa tidur gelap-gelapan kok." Balasku lagi.
Sang bapak pun mematikan lampu lalu pergi meninggalkanku sendirian dalam ruangan yang gelap.

--Bersambung ke bagian 2--

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Wallensky

Wallensky Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @wallensky10

Nov 16
--- RAHASIA PRIYO ---

Bab 1

@Penikmathorror @HorrorBaca @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror_id

#bacahorror #ceritahorror #threadhorror #horror Image
Sang iblis melambaikan tangan meminta Priyo untuk mendekat. Priyo menghela napas lalu melangkah memenuhi panggilan itu. Dalam hati dia panjatkan do'a-do'a, padahal dia tau apa yang dilakukannya takkan pernah direstui oleh Tuhan...

***
Kisah seorang lelaki yang memperjuangkan cintanya dengan cara yang tak benar.

Dia rela menduakan Tuhan,
Dia rela mengorbankan nyawa manusia,
Bahkan dia rela menggadaikan darah dagingnya sendiri.

Tapi ternyata itu semua tak cukup...
Read 74 tweets
Sep 15
SEKAR GEDANG

Bab 9 - end

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 9 (end)

***

Dalam situasi terdesak, Samsuri teringat dengan mbah kuncen. Sudah lama dia tak berkabar dengan lelaki tua itu. Samsuri lalu memutuskan untuk mengunjungi mbah kuncen sekedar silaturahmi sekaligus minta solusi.
Read 73 tweets
Aug 28
SEKAR GEDANG

Bab 8

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 8

***

Samsuri melirik Sri yang duduk manis bersanding dengannya di pelaminan. Hari ini, mereka resmi menjadi pasangan suami istri.
Read 86 tweets
Aug 9
SEKAR GEDANG

Bab 7

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 7

***

Samsuri termenung di ruang tamu. Sudah dua minggu Ninik dan bu Sopiah tak ada kabarnya. Kemana mereka? Samsuri benar-benar bingung dibuatnya.
Read 97 tweets
Jul 27
SEKAR GEDANG

Bab 6

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 6

***

Ninik terbangun saat mendengar adzan Subuh berkumandang. Dia kaget mendapati dirinya tidur di ranjang berhiaskan bunga-bunga bersama seorang lelaki yang berbaring di sampingnya.
Read 88 tweets
Jul 12
SEKAR GEDANG

Bab 5

@Penikmathorror @IDN_Horor @ceritaht @bacahorror Image
SEKAR GEDANG - Bab 5

***

Samsuri termenung, kepalanya tertunduk dalam-dalam. Lantunan ayat suci dari para jamaah pengajian di sekitarnya seolah terdengar sayup dan jauh. Dia memang membaur, tapi seperti ada di tempat lain.
Read 89 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(