Luta ✪ Profile picture
Jul 19, 2023 24 tweets 5 min read Read on X
Hebatnya di masa Nabi Muhammad Saw hukuman rajam terhadap pezina tidak dilakukan kecuali atas pengakuan pelaku sendiri. Bukan karena tidak ada perzinahan, tapi mereka tidak sibuk dengan dosa orang lain. Hebatnya lagi Nabi Muhammad Saw tidak ujug-ujug langsung menegakkan -[cont]
Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi, Al-Jami' Shahih Muslim, (Riyadh: Daar al-Hadlarah li al-Nasyr wa al-Tawazi', 2015) h. 557.
hukuman atas mereka. Kisah Ma'iz bin Malik di atas adalah contoh betapa Nabi tidak langsung terburu-buru melaksanakan hukuman terhadapnya. Nabi malah menyuruhnya pulang, menutup aibnya, dan langsung memohon taubat kepada Allah. Ini terjadi sampe empat kali, bukan hanya sekali.
Hingga yang keempat kali, Nabi nanya "Kamu ini gila? Kamu sedang mabuk?". Seorang sahabat mendekat ke Maiz, mencium napasnya dan memastikan bahwa tidak ada aroma khamr yang tercium dari napasnya Maiz. Dalam riwayat yang lain bahkan Nabi sampai mendatangi kaumnya Maiz -[cont]
untuk menanyakan apakah Maiz termasuk orang yang dapat dipercaya atau suka berbohong. Sebab hukuman hadd itu tidak boleh sembarang ditegakkan, apalagi tanpa bukti-bukti yang valid. Setelah itu barulah hukuman rajam ditegakkan pada Maiz.
Dalam riwayat yang lain sebelum Maiz bin Malik bertemu dengan Nabi, ia lebih dahulu bertemu dengan Abu Bakar. Ia diminta oleh Abu Bakar untuk menutup aibnya. Tak puas dengan jawaban tersebut ia menuju Umar bin Khattab, jawaban yang sama malah ia dapatkan.
Hingga tatkala ia berjumpa dengan Nabi, ia mengulangi pengakuannya hingga empat kali—eperti riwayat sebelumnya— sebab Nabi selalu memalingkan wajahnya. Setelah itu empat kali membuat pengakuan, barulah Nabi menanyakan segala hal yang rinci. Karena jangan-jangan Maiz -[cont]
hanya sekadar meraba dan menyentuh. Tapi Maiz menggeleng. Ia mengatakan bahwa apa yang terjadi adalah seperti masuknya ember ke dalam sumur yakni penetrasi, bukan sekadar menyentuh. Akhirnya Nabi menegakkan hukum hadd pada Maiz bin Malik.
Dalam kasus yang lain ada seorang perempuan dari bani al-Ghamidiyah yang datang menemui Nabi Saw dan mengakui dirinya berzina. Apa yang Nabi lakukan? Nabi menyuruhnya untuk pulang. Tapi perempuan ini besoknya datang lagi dan meminta supaya hukum hadd diberlakukan atas dirinya. Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi, Al-Jami' Shahih Muslim, (Riyadh: Daar al-Hadlarah li al-Nasyr wa al-Tawazi', 2015) h. 557.
Perempuan tersebut menunjuk perutnya dan mengatakan bahwa dirinya sedang hamil. Nabi menyuruhnya pulang lagi dan menunggu sampai bayi itu lahir. Setelah lahir datang kembali tapi lagi-lagi Nabi menyuruhnya pulang dan meminta ia untuk menyusui anaknya hingga menyapihnya.
Berlalu waktu perempuan ini menghadap Nabi lagi sambil membawa kabar bahwa anaknya sudah selesai masa menyusui dan sudah dapat memakan roti. Kemudian anaknya diserahkan pada sahabat yang berada di situ. Nabi memerintahkan agar dibuatkan lubang setinggi dada.
Kedua-duanya dinyatakan bertaubat. Lalu Nabi memberikan kabar gembira bahwa taubatnya mereka apabila dibagikan ke suatu kaum maka itu sudah cukup mengampuni kaum tersebut. Ini untuk meleraikan perdebatan di antara dua kubu yang saling berbeda pendapat, apakah mereka -[cont]
termasuk orang yang celaka dan merugi karena maksiat atau mereka termasuk orang yang beruntung karena bertaubat. Hebat, bukan? Hingga pelaku maksiat yang bertaubat namanya pun dibersihkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Ironisnya, bila melihat kondisi sekarang, ghirah (semangat) beragama tidak berbanding lurus dengan pemahaman atas agama, terutama yang menyangkut pada persoalan Fiqih Jinayat (Fiqih Pidana). Seolah-olah penegakkan hukum rajam bisa dilakukan dengan sembarang dan buru-buru.
Penegakkan hukum rajam sulit dilakukan sebab ada syarat yang juga sulit untuk dipenuhi. Kenapa sulit? Karena ada nyawa yang harus dihilangkan dalam hukuman itu. Maka rajam tidak boleh menjadi satu hal yang zalim dalam pelaksanaannya. Salah satu syaratnya adalah empat orang saksi.
Empat orang saksi ini juga ada syaratnya; harus aqil, baligh, adil, tidak pernah melakukan dosa besar, dapat melihat dengan awas, matanya lengkap ada dua, tidak rabun, ingatannya kuat, dan melihat secara langsung penetrasi penis ke dalam vagina. Ingat! Melihat langsung!
Bagaimana caranya melihat langsung? Apakah dengan cara mengintip? Menjebak? Menggerebek orang yang ditengarai berzina? Tentu tidak. Allah melarang untuk ber-tajassus, yakni mengintip atau mencari-cari kesalahan orang, termasuk mengintip orang yang berzina. Image
Bahkan Imam Abu Hamid al-Ghazali mengatakan bahwa hendaklah kemungkaran tersembut nampak secara jelas di depan mata tanpa perlu mengintip-intip. Sebab siapapun yang melakukan kemaksiatan di dalam rumahnya lalu ia mengunci pintunya maka kita terlarang untuk mengintipnya. Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya 'Ulumuddin, (Beirut: Daar Ibn Hazm, 2005) h. 802.
Dalam halaman yang sama, Umar bin Khattab pernah berjalan dengan Abdurrahman bin Auf. Lalu menemukan satu rumah yang penuh dengan suara berisik. Umar bin Khattab dan Abdurrahman bin Auf mendekati rumah tersebut untuk melihat. Rumahnya terkunci. Umar memanjat rumah itu -[cont]
dan menemukan mereka sedang bermaksiat. Ia turun dan bertanya pada Abdurrahman bin Auf, apa yang harus dilakukan? Abdurrahman bin Auf malah mengingatkan bahwa bila dirinya hanya melakukan satu dosa, maka Umar sudah melakukan tiga jenis dosa sekaligus. Umar kaget dan -[cont]
bertanya, apa ketiga dosa itu? Abdurahman bin Auf menjawab; (1) Umar telah melakukan Tajassus yang dilarang Allah (Al-Hujurat; 12); (2) Umar melanggar perintah Allah untuk masuk lewat pintu (Al-Baqarah; 189), dan; (3) Umar melanggar perintah Allah untuk tidak masuk -[cont]
ke dalam rumah orang kecuali setelah mengucapkan salam dan mendapatkan izin (An-Nur; 27). Umar bin Khattab yang menyadari kekeliruannya kemudian mengajak Abdurrahman bin Auf untuk meninggalkan tempat tersebut lalu ia memohon ampun kepada Allah.
Kondisi terbalik malah hadir hari-hari ini. Dengan semangat yang menggebu-gebu tak jarang kita temui orang asal menerobos masuk dalam ruang privat sesamanya. Seolah-olah pelaku zina memang pantas diadili lewat mekanisme penggerebekan, kemudian ditarik pada hukum rajam.
Padahal sekuat tenaga Nabi menghindari hukum hadd atas perzinahan. Bukan karena Nabi tidak mau menegakkan hukum, tapi yang terjadi di dalam ruang privat biarlah menjadi urusanmu dengan Tuhanmu. Itu sebabnya—sependek pengetahuan saya mengapa di masa Nabi masih hidup tidak -[cont]
ada yang dihukum hadd karena digerebek oleh Nabi dan sahabat. Semua yang dihukum—setidaknya ada enam orang dan empat kasus—adalah mereka yang membawa pengakuan atas dirinya sendiri.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Luta ✪

Luta ✪ Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @kentutisme

Mar 1
Untuk laki-laki yang ingin, sudah atau akan menikah, ini ada satu nasihat agung yang datang dari Abu Thalib al-Makki dalam karyanya Qūt al-Qulūb fī Mu'āmalah al-Mahbūb.

Kira-kira begini nasihatnya.
Simak baik-baik!

"Sungguh, aku bersumpah! Sesungguhnya perempuan..."

UTAS 🧵 Image
"...membutuhkan kelebihan dalam hal kesabaran dari diri laki-laki, juga kebijaksanaan yang lembut sehingga ia bisa menjadi teladan tanpa perempuan merasa sedang digurui, tak kaku sehingga bisa memberikan hiburan saat sedih melanda, ramah juga mesra dalam bersikap..."
"...keluasan hati (tidak pelit) dalam memberi nafkah, akhlak yang baik dalam berinteraksi, dan kelembutan dalam bertutur kata. Semua itu tidak akan dapat dilakukan dengan baik kecuali oleh laki-laki yang berilmu dan penyantun, serta tidak akan mampu menunaikannya kecuali..."
Read 18 tweets
Nov 24, 2024
Halo, Kak. Pasti Kakaknya butuh penjelasan atas kegelisahan ini, 'kan? Kalau memang iya, apa yang kamu gelisahkan itu sudah dijawab dengan sangat tuntas oleh Syaikh Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi dalam kitabnya "Tilka Hiya al-Arzaq".

Baik... Kita mulai, ya. Begini...

UTAS 🧵 Image
"Kok bisa ya orang yg gk pernah sholat bahkan ngaji pun gk bisa, trus knp bisa seberuntung itu? :)"

Pertanyaan itu ternyata juga diajukan oleh Syaikh al-Sya'rawi dengan model retoris. Ketika seseorang yang tidak beriman kepada Allah ternyata sukses, apakah kita berharap -[cont] Image
bahwa Allah tidak akan memberinya rezeki berdasarkan usaha yang telah dilakukan olehnya? Kata Syaikh al-Sya'rawi: Tidak. Justru di situlah letak keadilan Allah. Tentu saja Allah akan memberikan mereka hasil dari usaha yang telah mereka lakukan di dunia ini dengan berbagai -[cont]
Read 21 tweets
Feb 15, 2024
Dulu sewaktu mahasiswa, saya begitu bangga dengan romantisme gerakan 1998. Hingga saya sadar, Soeharto enggak pernah takut dengan gerakan mahasiswa; mulai dari Malari 1974, ITB 1989, UGM 1992, BPPC 1992, SDSB 1993, Belangguan 1993, semua bisa diatasi dengan mudah.
Harusnya begitu juga dengan aksi Reformasi 1998. Tapi kenapa Soeharto mundur? Karena ada Social Unrest yang dipicu oleh meroketnya inflasi dan menyebabkan harga bahan pokok ikut naik. Penjarahan terjadi di mana-mana. Mall di bakar. Toko-toko milik orang Tionghoa digasak.
Kalau cuma urusan mahasiswa, saya yakin Soeharto bisa menyelesaikan dengan tangan besinya. Tapi perut yang lapar akan menghilangkan akal sehat. Dendam kesumat rakyat pinggiran terhadap kelas menengah yang selama ini hidup enak, bisa meledak tiba-tiba. Semuanya karena lapar.
Read 11 tweets
Dec 4, 2023
Sebenernya keruwetan kita dalam memahami poligami berakar pada ketidaktahuan kita pada konteks sosio-historis di mana Nabi Muhammad melakukan poligami. Orang hanya berbicara pada tataran hukumnya, tapi lupa pada sosiologi hukumnya -[cont]

A Thread
sehingga enggan untuk mulai mempertanyakan mengapa poligami menjadi sesuatu yang lumrah terjadi di masanya dan mendapatkan legitimasi ilahiah?

Di Masyarakat Arab sendiri—pada saat itu dan di Indonesia juga demikian—hubungan perbesanan sebagai konsekuensi logis dari -[cont]
adanya pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan dihormati. Besan akan dianggap masuk ke dalam daftar keluarga karena memiliki hubungan kekerabatan melalui pernikahan. Itu sebabnya orang tua pasangan adalah orang tua kita; kakak pasangan adalah kakak kita; dst.
Read 20 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(