Bandung itu dulunya adalah danau. Apa saja buktinya dan di mana kita bisa lihat jejaknya.
Model di gambar dibikin dari DEM pake Rayshader.
(A thread)
1. Bandung itu morfologinya cekungan, seperti mangkok, dengan satu sungai besar yang menampung semua tetesan hujan yang jatuh ke mangkok tersebut. Itulah Ci Tarum, dasar Cekungan Bandung, sekaligus urat nadi peradaban orang Bandung.
2. Kalau kita berdiri di tengah-tengah dataran Bandung, misal di Masjid Al-Jabbar, terus naik ke menaranya (kalo bisa), lalu lihat ke sekeliling, kita akan lihat hamparan datar yang dikelilingi pegunungan. Sejak zaman Junghuhn pun, dataran ini bukan hutan rimba, tapi rawa2.
3. Manusia jarang hidup dekat rawa-rawa karena banyak penyakit, makanya di Bandung orang sukanya tinggal di lereng-lereng. Di Setiabudi, di Dago, di Ujung Berung, di Cicalengka, di Majalaya, di Soreang.
Tapi kalau sekarang karena gak ada lahan lagi, di mana pun jadi.
Memang ada yang tinggal di pinggir Ci Tarum, misal pusat Bandung jaman dulu itu di Dayeuhkolot, tapi karena sering banjir pada zaman Daendels, harus dipindah lebih ke utara, ke Jalan Asia Afrika sekarang. Banjir ini juga ada kaitannya sama kawan kita si danau purba.
5. Dulu peneliti Belanda berkebangsaan Jerman, namanya Koenigswald, melaporkan temuan2 artefak di sekeliling Bandung, rata2 semua ada di ketinggian >700 mdpl. Paling banyak itu di Dago. Dari temuannya, dia menduga bahwa Manusia Sunda Purba hidup menyaksikan keberadaan danau tsb.
6. Sebaran endapan danau itu kemudian dipetakan. Kemudian diinterpretasi juga di mana kira2 danau itu pantainya. Ada beberapa pendapat, tapi berdasarkan analisis peta topografi, kemungkinan danau gak akan lebih tinggi dari 725 mdpl. Kenapa?
7. Karena akan bocor di sekitar Situ Ciburuy, Padalarang. Lihat gambar di bawah ini, kontur 725 gak ketemu di sekitar Situ Ci Buruy. Kalau lihat peta geologi, letak endapan danau jauh lebih rendah lagi. Dam menduga ketinggian danau di elevasi 690-700 mdpl.
8. Kalau 725 mdpl, garis pantainya itu di sekitar Museum Geologi, Istana Plaza, SMKN 1 Cimahi, Pertemuan Jalan Raya Jatinangor dan Tol Cisumdawu, dst. Gambar di bawah adalah kontur elevasi 725 mdpl di sekitar Gedung Sate, ke barat laut lebih tinggi, ke tenggara lebih rendah.
9. Saiya pernah bikin video ilustrasi Danau Bandung dari elevasi tertinggi sampai dia surut semua. Kalau lihat elevasi, yang surut duluan sebelah barat, sebelah timur belakangan. Ini karena ada Curug Jompong di Nanjung. Tapi ini gak ilmiah ya modelnya.
10. Dasar danau itu di elevasi 650 mdpl, itu letaknya di Ci Tarum sekarang, Dayeuh Kolot, Margahayu, Nanjung. Kalau lagi nongkrong di Perempatan Samsat (675 mdpl) yg lampu merahnya lama itu, ya itu ada di sekitar 50 m dari permukaan danau. Ini contoh peta kontur di Bandung.
11. Endapan danau itu tebal banget. Contohnya ini data penampang geologi Jalan Tol Padaleunyi dari Peta Geologi Kuarter Cekungan Bandung. Yang gambarnya garis2 warna abu itulah endapan Danau Bandung. Yg kayak kerikil2 itu (mungkin) endapan gunungapi.
12. Saya pernah ngetwit yang viral menunjukkan endapan danau Bandung pas pengeboran airtanah di sekitar Margahayu Raya. Sampe kedalaman 30 meter lumpur terus gak ketemu pasir. Lembek, lunak, baunya gak enak.
13. Kalau mau lihat jejak endapan danau bisa susuri Ci Kapundung. Baru akan ketemu di sekitar Sukaati, belakang komplek Batununggal. Ada singkapan yang bagus sekali. Konon kalau disusuri sampai ke Telkom akan ketemu lebih banyak lagi.
14. Kalau mau membayangkan bagaimana Bandung ketika masih jadi danau, bisa naik ke puncak2 bukit yang ada di Bandung, yang paling bagus menurut saya ke Bukit Gantole di Cililin. Liat ke arah Bandung, terus lihat Waduk Saguling. Bayangin waduknya menempati area yang lebih luas.
15. Endapan danau Bandung ini sudah dipetakan banyak orang. Pertama oleh Van Bemmelen (1934), kemudian oleh Silitonga (1972), oleh Koesoemadinata (1984), dan terakhir oleh Dam, peta terlampir (1994). Prof. Koesoemadinata mengelompokkan endapan danau itu sebagai Formasi Kosambi.
16. Umur endapannya itu menurut Dam antara 135-20rb thn. Umur manusia Pawon itu paling tua 12 ribu thn. Ini membikin pendapat Koenigswald bahwa manusia Sunda purba menyaksikan keberadaan danau raksasa dan imajinasi bahwa manusia berperahu melintasi danau itu mungkin gak tepat.
17. So what mengerti Danau Bandung? Menurut saya ada beberapa alasan kita harus peduli, apalagi kalau kita tinggal tepat di atas endapan danau ini.
18. Alasan 1. Air.
Lapisan endapan danau ini bukan tempat airtanah yang bagus. Kalaupun berpasir, biasanya tetap akan berlumpur, sehingga air tanah akan kotor dan bau. Kalau mengebor semakin dalam itu tidak sustainable. Akhirnya harus bergantung pada PDAM (jika ada).
19. Alasan 2. Subsidensi.
Lapisan endapan danau umurnya masih muda dan masih mengalami pemadatan. Secara alamiah tanah masih mengalami subsidensi, sehingga tanah akan turun terus. Tanah makin turun, makin rawan banjir, rawan rusak struktur. Foto: Abidin et al, 2015.
20. Alasan 3. Banjir.
Lapisan endapan danau itu kedap air, sehingga air ga meresap cepat. Maka air harus didrainase segera. Celakanya karena berada di wilayah yg datar, seringkali ini ga memungkinkan, sehingga jika terjadi banjir, air bertahan lama.
Ketika terjadi gempa, lapisan yang tanahnya lunak akan bergoyang lebih hebat. Struktur bangunan jadi harus lebih kuat. Mitigasi gempa harus lebih mantap.
22. Banyak yg tanya gimana dgn likuefaksi kaya di Palu? Saya rasa endapan danau ini ga terlalu mengkhawatirkan. Yg rawan likuefaksi itu pasiran. Kalau dia digoyang, kohesi antar butir jadi lemah, sehingga dia jd kayak liquid.
23. Ci Tarum dan endapan danau itu sudah memberi begitu banyak untuk masyarakat Bandung. Sejarah leluhur kita begitu panjang di tepi aliran sungai ini. Ada banyak tinggalan2 purbakala di sepanjang Ci Tarum, misal Candi Bojong Menje, Bojong Emas, dll.
24. Belum lagi temuan-temuan fosil binatang-binatang purba yang dilaporkan hampir 100 tahun yang lalu oleh Stehn dan Umbgrove. Beberapa fosil kini dipajang di Museum Geologi (misal fosil ular). Binatang2 ini tentu tinggal di tepi danau, yg pasti begitu kaya dengan kehidupan.
25. Orang yang tinggal di atas endapan danau tapi tak mengenalinya akan ditelan oleh endapan danau yang punya sifat khusus ini. Bukan karena endapan danau itu jahat, tapi semata karena memang itulah tabiat aslinya, lunak --> bangunan terhisap. Harus sering2 tinggiin rumah.
26. Mari kita lebih awas dengan tempat kita tinggal. Lebih kenali tanah tempat kita berjejak. Hanya dengan mengenali lebih dalam kita bisa mencintai rumah tempat kita tinggal.
Ingat ini bukan referensi ilmiah dan saya bisa keliru. Mohon diiingatkan jika ada yg salah.
Tamat.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Saya baru nemu harta karun, yaitu litografi2 karya Auguste van Pers, seorang pelukis Belanda yang mempublikasikan litografinya tahun 1854 (satu periode dengan Junghuhn). Ada deskripsi persis kaya gini di perjalanan Junghuhn dari Semarang ke Jogja, orang Cina naik tandu beratap.
Gambar ini mengingatkan saya pada cerita Junghuhn di Lamongan, ketika dia melihat para penjaganya berjaga malam, takut akan kehadiran Harimau si Raja Hutan. Ada yang tau gak kira2 si kawan megang tongkat "U" itu untuk apa?
Ini adalah salah satu alat yg sering dipake pada era itu. Itu buat nangkep orang ngamuk! Orang kepalanya disodok pake itu biar dia gak kabur. Nama alatnya canggah. Ingat, kata dari Jawa yang diserap ke dalam bahasa Inggris, Amok. Sampe ada alat khusus, berarti sering kejadian.
Ada satelit yang mendeteksi emisi Metana. Satelitnya baru beroperasi beberapa bulan, tapi dia sudah bisa mengindentifikasi beberapa hotspot emisi Metana.
Di Jawa ada tiga titik yang sudah teridentifikasi.
Asalnya? Dari Tempat Pembuangan Sampah. Mari kita lihat
Franz Junghuhn dalam 20 Sketsa: Perjalanan Junghuhn dari Bogor ke Banyuwangi 7 Agustus - 22 November 1844.
Perjalanan ini dimuat dalam buku Java Volume II, yang khusus bercerita tentang gunung-gunung di Jawa dan Hindia Belanda.
Mari ikuti rangkumannya dalam thread berikut
Junghuhn memulai perjalanannya dari Tajur di Bogor, melewati Jalan Raya Pos menuju Cianjur dan Bandung. Dalam setiap sketsanya dia selalu membuka dengan kutipan2, terutama dari Schiller, Goethe, Alexander von Humboldt, Shakespeare, dll.
Sketsa 1 pendek saja, dari Bogor ke Bandung, ia menceritakan tentang jalur Megamendung yang perkembangannya begitu pesat, juga Ci Sokan dan Ci Tarum, yang ia sebut sebagai morfologi sungai unik di Jawa, mirip dengan sungai-sungai di Dataran Tinggi di Sumatera.
Waktu saya kuliah S2 si Jerman ada jenis ujian yg bagus banget buat mengatasi joki. Dosen kasih kumpulan 300 soal yg gak pernah dia ganti bahkan dia kasih di awal kuliah. Dia akan kasih oral exam dan setiap mahasiswa cuma perlu jawab 3 atau 5 pertanyaan dari list itu.
Kalo ngikutin kuliah dari awal kita catetin tuh semua jawaban dari 300 soal tersebut. Kalo males ya udah ada jawaban soal dari tahun lalu. Dari mahasiswa yg udah ambil kuliahnya tahun lalu. Kalau mau dapet nilai sempurna ya apalin tuh semua 300 soal dan jawabannya.
Lebih mudah juga buat dosen untuk meng-emphasis materi2 yg penting untuk diingat mahasiswa. Mahasiswa juga mau gak mau ya harus baca dan belajar 300 soal itu beserta jawabannya kalau mau dapet nilai bagus.
Franz Junghuhn pertama kali datang ke Bandung pada tanggal 23 Juli 1837. Gada yg spesial dari Bandung waktu itu, kotanya baru didirikan 26 tahun sebelumnya, masih sepi. Junghuhn cuma menulis dua baris deskripsi tentang Bandung.
Kata Junghuhn, "...Bandong, desa kecil yg terletak di dataran tinggi 2350 kaki di atas permukaan laut, di lereng selatan Gunung Tangkuban Parahu."
Waktu itu Junghuhn pergi dengan bosnya, Dr. Fritze. Tujuan dinas sebenarnya untuk survey kesehatan, karena mereka berdua dokter.
Tapi dua2nya gila menjelajah alam, makanya orang sakitnya malah ga ada diceritain, cuma cerita gunung, hutan, dan bentang alam saja.
Memang wajar, keduanya orang Jerman yg kerja di Hindia Belanda. Orang Jerman pada waktu itu lagi tergila2 dengan Aufklarung, pencerahan.
Ada satu jenis ekosistem di Kalimantan yg jangan diganggu gugat, karena sekalinya diganggu, ekosistem ini sangat-sangat-sangat sulit memulihkannya kembali.
Nama ekosistemnya adalah Ekosistem Kerangas. Contoh gambar ini di sekitar Rungan, utaranya Palangka Raya.
Why?
Kerangas atau dalam bahasa Inggris disebut Heath Forest diambil dari bahasa Dayak Iban, yg merujuk pada jenis tanah yg gak bisa dipake nanam padi. Lihat aja gambar, tanahnya pasiran, kaya silika, sangat miskin unsur hara. Tanaman yg hidup di sana harus sangat bandel untuk survive
Di Kalimantan kerangas ini tersebar cukup luas, misal di utara Palangka Raya, di antara Sampit -Pangkalan Bun, di pesisir Seruyan - TN. Tanjung Puting, dan banyak tempat lagi. Misalkan ini contoh di Kasongan.