Potret Lawas Profile picture
Berbagi potret dan cerita. Menziarahi dan mengobrolkan masa lalu, mengingat kini. 📧 potretlawas@outlook.com
Yas! 🧡💙 Profile picture Ujang marasai Profile picture Rio joko pramono Profile picture Nicko Heyri Profile picture Manusia Biasa Profile picture 9 subscribed
Jun 11, 2022 7 tweets 2 min read
Kisah Buya Hamka menemukan sepotong kecil ham, daging babi bagian paha, dalam jambar makanannya yang gurih di sebuah restoran Tionghoa di Denver – dari catatan kenang-kenangan Empat Bulan di Amerika, paruh kedua 1952. Image Hamka yang sadar lupa memberi tahu pemilik restoran memilih berhenti makan.

Namun, ia juga menulis "...kita harus membedakan bentji dan djidjik kepada babi karena didikan dari ketjil, dengan bertemu daging babi! Bertemu daging babi, tidaklah haram, Bung! Memakannja jang haram!"
Dec 18, 2020 4 tweets 1 min read
Datu raja Luwu, We Kambo Daeng Risompa, difoto oleh etnolog Albert Grubauer di Palopo 1911.

Sementara di banyak tempat kepemimpinan perempuan masih tabu, ceritanya berbeda di wilayah selatan Sulawesi – tahun itu saja setidaknya ada 9 perempuan yang memegang kendali pemerintahan. We Kambo Daeng Risompa, dat... Adat yang memungkinkan perempuan bertahta ini bisa ditelusuri hingga berabad sebelumnya. Awal abad 16 misal ada We Banri Gau di Bone dan Karaeng Tumanurung di Gowa.

Tradisi inilah yang bertahan, bahkan setelah kontrak-kontrak politik dg Hindia Belanda kelal diteken.
Oct 14, 2020 4 tweets 2 min read
Mengapa tak semua zaman melahirkan Hatta, Sjahrir, Maria Ullfah, Soekarno, Amir, atau Siti Soendari-nya masing-masing?

Antaranya karena mental "apapun keadaan, para tuan intelektual berprivilése mesti menarik batas dg grudak-gruduk kaum kéré kapiran, membina singgasana sendiri." Image Di alam kolonial, kesadaran kaum intelektual [dalam arti Eropa] untuk hidup dan bekerja dg jelata kebanyakan adl pembeda signifikan. Terutama karena, asalnya, golongan mereka "diciptakan" semata untuk menyokong roda kolonialisme yang bias kelas dan ras.
Aug 11, 2020 6 tweets 2 min read
Empat orang budak raja Buleleng, 1865. Tiga perempuan Bali, seorang yang rambut pendek belian dari Papua.

Selain memelihara, pada masanya budak juga sumber penghasilan penting aristokrat Bali. Antara 1650-1830, pulau ini salah satu pemasok utama niaga budak di Hindia. ImageImage Sebelum VOC bangkrut ujung abad 18, budak Bali tak hanya dikenal di Batavia yang memang pusat niaga budak. Namun juga dibawa ke koloni VOC lainnya, macam Banda, Ceylon, hingga tanah Cape di selatan Afrika.

Budak dibeli lazimnya untuk jadi gundik, pembantu, atau kuli perkebunan.