Beberapa waktu terakhir ibu Sari (bukan nama sebenarnya) kelihatan berbeda
Ibu Sari mulai nampak bicara sendiri. Jika ditanya maka bu Sari bilang dia sedang bicara dengan leluhurnya. Dan leluhur ini memintanya untuk menebus dosa dengan menyakiti diri
Semakin lama perilaku ibu Sari tampak semakin berbeda. Anak-anaknya mulai mengamati bahwa ibu Sari tidak pernah memasak lagi, jangankan memasak mandi saja jarang. Ibu Sari pun terlihat jarang tidur, dan setiap malam hanya berkomat-kamit, entah apa yang sedang dia baca.
Oleh tetangga desa pun ibu Sari diduga kemasukan jin. Ibu Sari dibawa untuk didoakan dan diusir jinnya.
Pada saat didoakan ibu Sari sampai berteriak dan mengeluarkan bahasa-bahasa aneh. Tentu wajar kalau kami sebagai keluarga ibu Sari menduga bahwa dia sedang kesurupan.
Setelah kejadian pengusiran Jin tersebut, beberapa hari kemudian ibu Sari memang tampak lebih tenang. Tidur juga lebih cepat, juga sudah jarang bicara sendiri.
Tapi entah kenapa semakin lama dia semakin diam. Malah tidak mau bicara sama sekali dengan anak-anaknya.
Lalu kami pun membawa ibu Sari berkeliling ke berbagai tokoh agama, orang pintar, untuk mengeluarkan jin yang ada dalam tubuh Bu Sari
Tapi beberapa orang pintar ini mengeluarkan statement yang sama. Bahwa dalam tubuh Bu Sari "ada jin yang sangat kuat", sehingga kami perlu pasrah
Jin ini adalah jenis yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sehingga orang yang ketempelan akan berperilaku begitu seumur hidupnya.
Uang sudah banyak habis untuk pergi ke orang pintar, tapi malah mendengar fakta bahwa ibu Sari akan begini seterusnya
Seorang anak Bu Sari bernama Wiyono pulang dari kota untuk menjenguk ibunya yang katanya sedang sakit ini.
Wiyono adalah satu-satunya orang yang tidak mengikuti perkembangan pengobatan Bu Sari ke berbagai orang pintar. Wiyono adalah satu-satunya orang yang tidak mau menyerah.
Wiyono membawa Bu Sari pergi ke rumah sakit. Awalnya dokter pun bingung, tapi karena itulah dia merujuk ke sebuah poli bernama poli jiwa.
Di Poli jiwa Bu Sari diperiksa, diajak bicara, didengarkan emosinya, dipahami pikirannya, menurut bu dokter Bu Sari menderita gangguan jiwa
Bu Sari mendapatkan obat beberapa jenis, dan oleh dukungan Wiyono bu Sari meminum rutin obat ini.
Perlahan tapi pasti Bu Sari menjadi semakin pulih. Bukan hanya tidak bicara sendiri, tapi perilaku kesehariannya pun mulai membaik. Tidak ada lagi keinginan untuk menyakiti diri
Melihat perkembangan Bu Sari yang terus membaik, Wiyono menjadi senang dan menitipkan ibu kepada keluarga yang lain.
Wiyono kembali ke kota
Wiyono tidak sadar dari sinilah akan mulai bencana
Tetangga mulai bicara tentang Bu Sari.
"Obat itu bikin kecanduan"
"Nanti ginjal dan liver rusak kalau minum obat terus"
"Mau sampai kapan bergantung sama obat"
Bu Sari dan keluarga menjadi takut untuk meneruskan obat ini. Sekalipun mereka tahu kondisi ibu Sari perlahan membaik
Keluarga yang takut memutuskan untuk memberhentikan obat Bu Sari. Wiyono tidak tahu sama sekali tentang kejadian ini.
Ibu Sari yang awalnya sudah melakukan aktivitas sehari-hari, perlahan kembali seperti sebelum dia diobati. Suara yang katanya adalah leluhur itu muncul kembali
Uang sudah habis, minum obat yang gratis pun takut.
Bu Sari pun semakin ingin menyakiti diri sendiri. Berbagai usaha untuk mengakhiri hidup terus-menerus dilakukan.
Keluarga yang takut dengan hal ini kemudian memutuskan untuk mengamankan Bu Sari, dengan diikat
Walaupun diikat bukan berarti Bu Sari membaik.
Pikiran Bu Sari tetap terpikat pada menyakiti diri. Hari-hari terikatnya bukan hanya secara fisik, tapi secara jiwa.
Walaupun diikat bukan berarti bu Sari tidak bisa berpikir
Apakah tetangga yang menakut-nakuti mau ikut bertanggung jawab atas penderitaan Bu Sari? Tidak
Apakah orang yang asal komentar mau ikut menanggung rasa sakit keluarga? Tidak
Apakah bahkan mereka peduli? Tidak
Bu Sari dan keluarga hanya menderita sendiri
Minum obat sudah tidak berani. Hidup pun selalu menderita untuk dijalani.
Saya tidak bisa memahami orang yang asal bicara hingga merusak hidup orang lain seperti ini.
Sayangnya ada banyak yang seperti Bu Sari.
Adakah kamu peduli? Atau demi ego kamu mau rela membohongi?
Wiyono kemarin kembali datang dari kota tapi semua sudah terlalu terlambat.
Ibu Sari ngotot tidak mau dibawa berobat. Takut ginjal dan liver nya rusak akibat minum obat.
Karena omongan tetangga yang tidak mengerti, seseorang kehilangan kesempatan menjalani hidup yang berarti
Demikian kisah Bu Sari dan tetangganya yang tidak perduli
Jangan jadi seperti tetangga Bu Sari ya. Toh kalau ada apa apa kamu ga mau juga ikut tanggung jawab.
Jangan halangi orang lain berobat, karena itu jahat
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Beberapa hari lalu saya dapat tawaran kerjaan membawakan sebuah kelas. Saya suka membawakan kelas itu sebenarnya, tapi saya sedang punya project lain untuk dikerjakan. Sehingga akan sangat sulit untuk mengerjakan kelas ini
Tapi ini teman baik saya, dan saya ga bisa menolak...
Saya tahu saya perlu menolak, tapi ada sebagian dari diri saya yang sangaaattt takut menolak. Sangat takutnya itu ga wajar sampai saya ga berani buka WhatsApp
Dalam titik ini saya tahu ada yang ga beres yang saya rasakan. Karena biasanya saya ga takut menolak
Saya sudah buat draft chat di aplikasi notes, tapi sekadar untuk copy paste ke whatsapp itu sampai gemeteran keringat dingin
Ini sensasi yang sudah sangat lama ga saya rasakan
Akhirnya saya memutar buat berkenalan sama sang takut. Sang takut ini terasa tinggal di perut...
Kalau kata orang-orang, ketika ada emosi yang ga menyenangkan maka kita harus cari hobi, atau cari hal yang menyenangkan.
Tanpa kita sadari, terus-menerus mencari hal menyenangkan itu bisa bikin masalah lho. Kamu ga percaya? Coba baca lanjut dulu deh
A 🧵
Misal yang ga nyaman adalah perasaan bosan, terus kita ingin menghilangkan bosan dengan hal yang menyenangkan. Misalnya lagi kita memilih aktivitas ngemil. Bosannya hilang, perasaan jadi enak.
Tapi kalau ngemilnya keterusan, kira-kira bagaimana?
Kalo tiap stres kita rebahan, atau tiap bete kita scrolling, atau tiap berantem pasangan kita cari lawan jenis lain buat cerita, bukankah ini perasaan menyenangkan? Dan bukankah ini semua akan menjadi masalah jika diteruskan?
Ada bagian saya setuju, tapi saya juga mau jelasin ga setujunya. Kenapa memang benar urusan cinta bisa membuat orang mengalami gangguan kejiwaan, tapi kenapa sebenarnya ini bukan cuma urusan cinta.
Jika seseorang tinggal di lingkungan penuh polusi, maka dia berisiko lebih besar mengalami masalah pernapasan. Ini faktor predisposisi (1)
Lalu setelah 5 tahun di lingkungan penuh polusi, suatu hari orang ini makan es cendol. Setelah makan es cendol, dia batuk batuk tidak berhenti selama 1 bulan. Es cendol ini adalah faktor presipitasi/ pencetus/ trigger
Batuk 1 bulan ini bukan sekedar urusan cendol saja
“Untuk apa anak-anak sering diajak jalan-jalan? Kan mereka tidak akan mengingatnya saat dewasa”
pertanyaan ini mungkin tercetus karna kita ga tau kalo ada dua jenis memori. Yuk kenalan sama dua jenis memori
A thread
Memori eksplisit adalah jenis memori yang dapat diakses secara sadar dan disengaja. Ini mencakup memori tentang fakta-fakta atau informasi yang telah dipelajari, seperti nama seseorang atau tanggal ulang tahun mereka,
Atau contoh memori eksplisit lain adalah pengalaman yang telah dialami, seperti peristiwa penting dalam hidup seseorang atau liburan yang diambil di masa lalu. Memori eksplisit memerlukan upaya yang disengaja untuk diingat dan dapat diakses melalui pemikiran dan perenungan.
Abis nonton the Glory lalu ngobrol sama temen, beberapa orang penasaran kenapa kok bisa ada orang sejahat tokoh Yeon-Jin? Kok bisa ada orang yang ga merasa bersalah padahal salahnya udah kriminal?
Paling tidak ada 3 alasan kenapa Yeon-Jin bisa sejahat itu
1. Alasan pertama karna pola asuh. Di awal-awal episode tampak Yeon Jin mengalami kekerasan fisik dan verbal dari ibunya.
Salah satu peran penting pengasuhan di awal kehidupan adalah: membangun hubungan yang sehat, sehingga seseorang bisa merasakan rasa nyaman dalam interaksi
Kalau seseorang gagal menumbuhkan nyaman yang terkait dengan interaksi manusia, maka risikonya bisa melakukan kekerasan.
Rasa nyamannya didapatkan dari kekuatan, dominansi, atau popularitas. Tapi bukan dari hubungan otentik antar manusia itu sendiri. Makanya ga ngerasa salah.
Beberapa saat lalu saya disuruh netizen baca buku (yang udah lama saya selesai baca) soal trauma, dan disuruh belajar konsep (yang saya pernah jadi editor proceeding) psikoneuroimunologi.
Saya merasa kesal dan ingin membuktikan diri, padahal ga kenal ini siapa. Ini adalah ego.
Ingin dianggap, diakui, jadi pusat atensi. Padahal ya untuk apa juga?
Ketika saya sadar ini dorongan ego, saya berhenti sejenak mengambil jeda dan tidak merespon apa-apa. Sambil pelan pelan menyadari nafas yang masuk dan keluar, pelan pelan dorongan inipun mengendur
Ingin menunjukkan bahwa saya lebih mengerti dari orang lain. Supaya apa? Ternyata saya ingin sensasi superior, sensasi punya power.
Padahal lebih tahu itu cuma sebatas lebih dulu belajar. Bukan berarti menjadi pemilik pengetahuan, karna pengetahuan tidak punya pemilik.