Wah, dah rame ternyata 🤣

Mangke ndalu nggih..
Walau mungkin agak larut, saya usahakan ttp up..

Selamat hari Kamis..
Buat kamu yang manis..
Ayo buat senyum sambil meringis..
Semoga yang punya dagangan larisss..
Manisss..
Assalamualaikum..
Maafkan keterlambatan saya..
Kemarin, saya kedatangan tamu sampai pukul 23.00 WIB. Tamu spesial..

Tamu yang menjelaskan sebenarnya apa yang terjadi dengan saya, dan ada hubungannya dengan thread kali ini..
Mari kita mulai pelan2..

Semoga bisa langsung tamat..
--------
20 - 02 - 2020
19.15 WIB

"Kuuung kuuung"
Klakson kereta yang baru saja ku tumpangi berbunyi. Pertanda ia akan melanjutkan perjalanannya menuju stasiun berikutnya.
Malam ini hujan gerimis mengguyur stasiun M. Koper dan tas kuangkut di tangan kiri ku. Tangan kananku kugunakan untuk menuntun ibuku.

Kami baru kembali ke tanah Jawa, setelah seminggu aku menemani ibuku berobat di salah satu kota di tanah Sunda. Berobat? Ya.
----
Sudah sekitar 23 tahun ibuku mengeluhkan sakit. Namun, menginjak tahun 2020, rasa sakitnya semakin parah. Sudah banyak rumah sakit, dokter umum, dokter spesialis jantung, organ dalam, ortopedi dll yang ibu datangi. Tapi mereka tak menemukan kejanggalan apapun di dalam tubuh ibuku
Semua cek lab, baik USG, XRay, dll sudah dilakukan, namun hasilnya nihil.

Sampai suatu ketika, ibu bertemu dengan seorang dokter terkemuka di kotaku. Dokter itu sampai bingung harus menjawab keluhan ibuku dengan apa. Akhirnya, yang bisa ia katakan "Sudah, ibu ke kyai saja".
Dokter pun menyerah.

Akhirnya kami membanting stir dan mencoba pengobatan alternatif. Namun, hasilnya bukan membaik, namun memperburuk keadaan.
Hingga suatu hari, teman ibu menyarankan untuk mencoba pengobatan herbal di suatu rumah sakit yang ada di tanah Sunda. Alhamdulillah setelah seminggu dirawat, kesehatan ibu sudah mengalami peningkatan.
Jeda sepuluh hari, ibu pergi lagi selama seminggu untuk dirawat di sana. Aku.
Anak perempuan satu-satunyalah yang dipasrahi untuk menemani dan merawat ibu.
---
Di pintu keluar stasiun, ternyata Om ku sudah menunggu. Om Mus namanya. Ia adalah adik ibu. Anak ke 9 dari nenekku. Ia membantuku membawa koper dan tas ke dalam mobilnya.
Ternyata di dalam mobil, adik ibu yang lain, Tante Inung telah menunggu kami. Tante Inung adalah anak ke 8. Kakaknya Om Mus.
Ban mobil menggelinding menembus kabut yang disebabkan hujan gerimis. 10 menit berlalu, sampailah kami di kediaman tante Inung. Malam ini aku dan ibu menginap disini.

Ya..
Kami tak langsung pulang ke rumah kami sendiri.
21 - 02 - 2020
07.00 WIB
Aku berpamitan pada ibu, tante Inung dan anak-anaknya. Aku akan pulang sendiri ke rumah yang berada 80km ke arah timur kota kelahiran ibuku ini mengendarai bus.

Tujuanku ialah, mengambil mobil dan menjemput bapakku untuk kembali ke rumah tante Inung.
20.30 WIB
Aku sampai kembali di rumah tante Inung bersama bapak. Ternyata ibu sudah istirahat di kamar yang telah disediakan untuk kami.

Esok adalah hari pernikahan kakak sepupuku.
22 - 02 - 2020
07.00 WIB

Sebuah pernikahan meriah diselenggarakan di salah satu kota, disudut Provinsi Jawa Tengah. Ijab kabul dilaksanakan dengan khikmad. Sekitar 70 orang memenuhi mushola, menyaksikan prosesi sakral.
Pemindahan tanggung jawab terhadap seorang anak perempuan, dari seorang ayah, kepada laki - laki yang akan disebut sebagai suami. Pernikahan Mas Pram dan Mba Ci berjalan lancar.
Mas Pram adalah kakak sepupuku, dari pihak ibu. Ibu sendiri adalah anak ke 6 dari 10 bersaudara. Hari itu, seluruh keluarga besar ibuku ikut menghadiri pesta pernikahan tersebut. Bisa dibayangkan betapa ramainya acara tersebut. Tak terkecuali Pakdhe Sur.
Pakdhe Sur adalah kakak ipar ibu. Suami dari Budhe Ir, si anak ke 5.

Sebelum acara ijab, Pakdhe Sur meminta bapak menemaninya mengisi bensin untuk mobilnya. Mereka kembali ke tempat acara setelah prosesi ijab selesai.
Aku, ibu dan saudara2 yang lain tidak melewatkan prosesi sakral tersebut. Hingga siang, acara berjalan sesuai agenda.
12.30 WIB

Lepas acara resepsi Mas Pram, entah kenapa aku merasa pusing, dan tidak enak badan. Firasatku mengatakan aku akan jatuh sakit. Kuputuskan untuk kembali ke rumah Tante Inung. Aku butuh istirahat.

Memang beberapa hari ini aku terlalu lelah. Baik fisik maupun psikis.
15.00 WIB

Ibu dan bapak sudah bersamaku. Aku menggiring gerobak roda empat kami meninggalkan kota kelahiran ibu. Di tengah perjalanan, kami mengobrol dan bercanda seperti biasa. Hangat.
Ohya, aku anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adikku laki - laki. Kebetulan adik pertamaku sedang ada kuliah, sedangkan adikku yang kecil masih sekolah. Jadi, hanya aku yang bisa menemani kedua orang tuaku.
Di tengah obrolan :
Ibu : "Bapak tadi ngapain di kamar sama Mas Sur?"
Bapak : "Bapak dirajah."
Aku : "Kok bisa?"

Bapak menjelaskan, ternyata pagi tadi, ketika Pakdhe Sur meminta bapak menemaninya mengisi bensin, mereka mampir le toko minyak wangi. -
-Bapak menyodorkan uangnya untuk membelikan Pakdhe Sur minyak wangi. Pakdhe Sur berterima kasih akan hal itu.

Setelah membeli minyak wangi, mereka langsung kembali ke lokasi acara Mas Pram.
Siangnya, ketika aku sedang istirahat di rumah Tante Inung, Pakdhe Sur mencari bapak, namun bapak sedang ada di rumah Om Mus. Namun, akhirnya mereka bertemu di rumah Tante Ani, adik bungsu ibuku.
Sampai di rumah tante Ani, Pakdhe Sur mengajak bapak masuk ke salah satu kamar di rumah tante Ani. Di dalam kamar, Pakdhe Sur meminta bapak untuk membuka bajunya, kemudian mengolesi tubuh bapak dengan minyak wangi yg dibelinya pagi tadi sambil membacakan doa-doa.
Pakdhe Sur berniat memberikan rajah pada Bapak.

Usai melakukan ritualnya, Pakdhe memberikan ijazah kepada bapak, berupa amalan-amalan seperti dzikir dan sholat hajat. Kata Pakdhe Sur itu untuk membantu bapak agar bisa melindungi keluarganya. Terutama ibu, yg sedang diuji sakit.
Terlihat normal dan baik.

Namun, bagiku itu semua terasa aneh. Ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Menurutku akan terjadi sesuatu yang buruk nantinya. Entah apa itu.
Kutegur bapak : "Kok bapak mau sih? Apa tujuannya Pakdhe ngerajah bapak? Emang gurunya Pakdhe Sur itu siapa? Apakah dia pernah belajar agama/mondok? Dia dapetin amalan-amalan begitu dari siapa? Darimana?"
Pertanyaanku lumayan kritis.
Jawaban bapak tidak memuaskanku.
Jawabnya : "Bapak nggak tau siapa guru Pakdhe. Dapat amalan darimana pun bapak nggak tau."

Tidak beres!
Aku punya perasaan tak baik tentang ini.
"Bapak, besok-besok lagi bapak jangan pernah mau dikasih rajah atau amalan apapun itu oleh Pakdhe Sur. Kalau bisa menghindar saja. Jangan terlalu mendengarkannya" ucapku.

Suasana hening menyelimuti kami bertiga.
Ibuki tidak ada komentar apa - apa.
Mobil kami sudah meninggalkan kota kelahiran ibu jauh di belakang. Kini kami sudah memasuki kabupaten yang membatasi kota lahirku dan ibu. Sekitar 45 menit lagi, kami akan sampai di rumah.
17.00 WIB

Akhirnya kami sampai di rumah kembali. Mobil ku parkirkan di halaman depan rumah. Matahari sudah mulai beringsut dari singgasananya. Sudah hampir petang. Saat kubuka pintu kemudi, kepalaku semakin terasa pening. Kurasa tubuhku sudah mencapai batasnya.
Sesampainya di rumah, kami bertiga melaksanakan sholat Ashar berjamaah. Selesai sholat, aku berpamitan kepada bapak ibu untuk rebahan sebentar di kamar, dan meminta mereka untuk membangunkanku ketika adzan Maghrib.
Adzan Maghrib berkumandang. Bapak membangunkanku. Segera kuambil wudhlu. Bapak dan ibu sudah menungguku di ruang sholat.

Selesai sholat, aku merasa tubuhku semakin demam. Suhu tubuhku meningkat. Kepalaku pusing.
Kuletakkan kepalaku di pangkuan ibuku. Diusap - usapnya kepalaku, sambil membacakan surat-surat pendek. Annas, Al Falaq, ayat Kursi dan surat - surat pendek lainnya.

Namun apa yang kurasakan?
Mataku serasa panas seperti terbakar. Kepalaku sakit sekali seperti diinjak injak. Dan entah kenapa aku merasa sedih yang sangat luar biasa. Sehingga tak terasa air mataku mengalir deras. Aku menangis dan berteriak kencang.

"Hu hu hi huu.. Ibuu.. Sakitt"
Ibuku terlihat bingung. Ibu menatap bapak, dan berkata ; "Mas, ini bocah kok jadi gini?"

"Dah, bawa aja ke kamar. Suruh istirahat. Sepertinya dia hanya kecapekan." Jawab bapak.
Aku masih sadar. Aku bisa mendengar percakapn mereka dg jelas. Namun aku tak bisa mengendalikan tubuhku. Air mataku masih mengalir.

Ibu memapahku kembali ke kamar. Ia memintaku tidur dan banyak membaca istighfar. Ibu dan bapak kembali ke ruang sholat untuk melanjutkan dzikirnya.
Tidak berselang lama, tiba-tiba aku merasa sangat ketakutan. Seperti ada yang mengawasiku dari segala penjuru kamarku. Aku tak bisa melihat mereka. Tapi aku bisa merasakan perasaan pengap dan sesak berada di tengah2 kerumunan mereka yang tak kasat mata.

"Ibuu, Tika takut!!"
Namun, bibirku tak mampu berkata, yang keluar hanyalah suara teriakan dan tangisan. Cukup kencang. Membuat ibuku tergopoh - gopoh kembali ke kamarku.

"Nengopo nduk?" Tanyanya.
Aku hanya bisa menatapnya nanar. Air mata masih membasahi pipiku. Mulutku terkunci.
Suhu tubuhku semakin panas. Tubuhku mengejang, seluruh sendi terasa kaku. Jari - jari tanganku mengepal. Ibu mencoba melepaskannya, namun tak bisa. Kuku - kuku jariku ternyata menekan telapak tanganku cukup kuat. Membuatku merasa sakit. Namun aku tak bisa membuka telapak tangan.
"Bapak! Tolong Tika Pak!" Teriak ibu dari dalam kamarku.

Bapak datang.
Ia memegang tanganku. Mencoba melepaskan genggamanku dengan memijit pelan tanganku. Tapi setiap sentuhan tangan bapak serasa sperti paku yang menusuk nusuk tanganku.
SAKIT!!!
Tak henti hentinya lantunan doa dibacakan oleh ibu. Aku hanya bisa mendengarnya. Mulutku terkunci. Tubuhku kaku. Kepalaku pening seperti diinjak dan mataku serasa terbakar. Semakin kucoba memberontak untuk mengambil alih tubuhku lagi, semakin kaku pula tubuhku.
Ditambah lagi leherku serasa dicekik. Sehingga bernafaspun susah. Apalagi mengeluarkan kata - kata.

Ibu : "Ta, sabar.. Jangan dilawan.. Sabar, sabar..* kata ibu sambil mengelus-elus kepalaku yang panas.
Kucoba menuruti perkataan ibu. Aku mencoba ikhlas dan menerima apa yang terjadi pada tubuhku. Lambat laun rasa ikatan/cekikan di leherku serasa merenggang. Aku bisa bernafas kembali. Mulutku pun sudah dapat berbicara.

"Astaghfirulloh hal 'adzim, Alhamdulillah" ucapku.
Akhirnya aku bisa bicara lagi. Kuucapkan permintaan maafku kepada bapak dan ibu. Sambil menangis ku tatap bapak dan ibu bergantian.
"Ibu, maafaken Tika nggeh, huhuhu.. Bapak, maafaken Tika nggeh, huhuhu" (ibu, bapak, maafin Tika ya) kataku sambil menangis.
"Nggeh, Mba" ucap bapak. (Ya, Mba)
"Wes, ibu bapak mpun maafna Tika. Tika sing sabar. Akehi istighfar" (Dah, ibu sama bapak sudah memaafkanmu. Tika yg sabar, perbanyak istighfar) kata ibu sambil mengelus dadaku. Air mata ibu ikut memvasahi pipinya.

"Astaghfirulloh hal 'adzim" ucapku berulang ulang.
Sedangkan bapak masih berusaha memijit tanganku agar lemas. Namun, tanganku serasa ditusuk2 paku.

"Bapak, tangan Tika sakit kayak ditusuk paku" kataku.

"Astaghfirulloh" ucap bapak. Wajah bapak tampak bingung.

"Pak, Tika kenapa ini?" Tanya ibu.

Bapak terdiam.
"Baca istighfar terus mba. Yang sabar, yang ikhlas. Jangan melawan". Ucap bapak.

Aku mengangguk.
Setelah beberapa kali kuucapkan istighfar, perlahan badanku yg kaku melemas. Termasuk jari - jariku yg sedari tadi menggenggam perlahan bisa dilepaskan.
Kupikir semua sudah berakhir. Ternyata tidak!

Tiba - tiba badanku merasa lemas sekali, seperti tak bertulang. Serasa seperti seonggok daging yang dapat berbicara, yang tergeletak di atas kasur.
Ibuku membaca Ashmaul Husna (nama2 Allah). Aku mengikuti ibu. Dipertengahan bacaan, lagi - lagi aku merasa ada sesuatu yang mencekik leherku, kembali aku tak bisa bernafas. Sesak sekali.

"Hookkkk.. Ekkkk"
Ibu mengusap2 leherku. Bapak membaca doa2. Memohon kepada Allah agar aku bisa segera melewati ini semua.

Tangis ibuku menyertai doanya. "Ya Allah.. Tolong Tika.. Jauhkan Tika dari gangguan makhlukmu Ya Allah"

Air mata ibu mbasahi pipiku.
"Hoek.. Hoekk.. Hoek.."
Aku memuntahkan isi perutku.

Plong!!

Cekikan di leherku terlepas. Aku tak sadarkan diri beberapa saat.
Posisi duduk ibu ada di samping kiri kepalaku. Bapak di sisi kanan tubuhku. Masih memijatku.

"Bapak, bapak ngaji teng mriki, Pak. Teng kamare Tika." (Bapak baca Quran disini, di kamarku) pintaku pada bapak.
Bapak meninggalkan kamarku, membawa segelas air dan Quran. Beliau duduk di depan pintu kamarku. Bapak membaca Quran.

Kini ibu mengompres kepalaku.

Kupikir semua sudah berakhir.
Ternyata aku salah, Ferguso!
Penderitaan sesungguhnya baru dimulai!
"Hokkk"
Dadaku terasa nyeri sekali. Seperti ditusuk dengan pasak.

"Ibu, dada Tika sakit kayak ditusuk2"
Ibu menatap bapak. "Pak, apa kita minta bantuan Om Bud saja?" Tanyanya.

"Coba saja bu, ditelpon" jawab bapak.

Ibu menelpon Om Bud, menceritakan semua yang terjadi padaku. Beliau bersedia untuk membantuku.

Namun, ternyata tak ada hasilnya. Aku masih mengerang kesakitan.
***
NB : Aku pernah sedikit bercerita tentang Om Bud di thread sebelumnya.

Om Bud adalah orang yang sempat membantu keluargaku mengatasi keluhan2 yang diluar nalar manusia.

Namun, kali ini hasilnya nihil. Entah apa yang menghalanginya.
Tubuhku kembali mengejang seperti sebelumnya. Tanganku kembali terkepal. Seolah2 sedang menggenggam sesuatu yang sangat penting dan tak ingin melepaskannya. Sampai kuku-kukuku melukai tanganku.

Lagi2 leherku serasa dicekik. Namun aku masih bisa berbicara terbata2.
Tiba2 datang sosok hitam, menembus tembok dan memasuki kamarku. Sosok hitam itu menyerupai bayangan Om Mus. (Adik ibuku yg menjemput di stasiun kemarin lusa).

Kuamati. Namun, tenyata bayangan hitam itu berubah menjadi besar, kepalanya menyentuh langit2 kamarku.
Matanya merah. Matanya itu api yg menyala merah, semerah darah. Dia hanya berdiam diri di pojok kamarku.

Sosok itu berada di depan bapak yang masih mengaji di depan pintu kamarku.

"Ibu, cepetan telpon Om Mus" pintaku.
"Ini ibu dah minta tolong sama Om Bud" jawab ibu.
"Om Mus bu.. Om Mus.. Cepetaaannn" cercau ku.
"Iya iya.. Ibu coba telpon"

Sementara makhluk hitam itu masih saja memperhatikanku dengan matanya yang mengerikan.

Namun Om ku ternyata sulit dihubungi, karena masih menjamu tamu di acara tasyakuran pernikahan Mas Pram pagi tadi.
Ibu masih berusaha menelpon Om Mus, dengan meminta bantuan saudara yang lain.

Disaat yang sama, aku merasa jiwaku ada di tempat lain. Disitu aku berdiri di sebuah jalan setapak jang gelap gulita, hanya diterangi cahaya malam bulan purnama. Kulihat ada bapak disisiku.
Aku dan bapak berjalan beriringan, sampai tiba di suatu kebun. Di tengah2 kebun tersebut ada sebuah rumah jawa, dengan lampu bohlam kuning menerangi terasnya.

Bentuk rumahnya mirip sekali dg ilustrasi gamabr dibawah.

Source : google
Kulihat bapak masih nerdiri di sampingku. Aku agak lama memperhatikan rumah di tengah kebun tersebut. Seolah2 seperti mengundangku untuk mampir kesana.

Namun aku terlalu takut untuk melintasi kebun yang gelap tersebut. Logikaku berkata, belum tentu juga di dalam rumah tersebut-
-ada orang. Atau belum tentu penghuni rumah itu adalah orang baik, atau ternyata rumah itu adalah rumah setan.

Ketika aku mengalihkan pandangan ke samping & sekitar, ternyata bapak sudah tidak ada. Bapak mengilang. Aku ditinggal sendirian di tempat gelap seperti ini.

Aku takut!
Disisi lain:
Akhirnya ibu berhasil menghubungi Om Mus. Ibu menceritakan semuanya kepada Om Mus. Lalu Om Mus menyarankan kepada ibu untuk melakukan sesuatu.

Namun tiba2..

"Tika wedi! Tika wedi! Tika wong apik! Ojo ganggu Tika!"(Tika takut! Tika orang baik! Jangan ganggu Tika).
Aku menceracau, sambil mengibas2kan tanganku. Seolah2 sedang mengusir sesuatu yang ada dihadapanku.

"Tika, Tika! Istighfar nduk.. Istighfar!" Sambil mengusap2 dadaku.

Dadaku masih nyeri. Sakit seperti ditusuk tadi belum hilang.
Seperti ditarik, kesadaranku sudah kembali. Aku sudah berada di kamarku lagi dengan ibu disamping kepalaku.

"Astaghfirulloh hal 'adzim".. Berang kali kuucapkan.
Om Mus meminta bapak untuk mengambil daun pisang. Dicuci, lalu gunakan daun pisang yang basah itu untuk membasuh wajahku dan diletakkan di dadaku yang sakit.

Tanpa menunggu lama, bapak segera keluar rumah, menuju pekarangan yang ada di samping rumah untuk mengambil daun pisang.
Lagi - lagi.
Aku bisa melihat bapak yang sedang berjalan keluar rumah, menuju pekarangan, menuju salah satu pohon pisang yang tertanam disana.

Dan!

Ternyata di depan rumah, di pekarangan, dipenuhi oleh makhluk halus dengan berbagai macam bentuk. Mereka memperhatikan bapak-
-dengan tatapan yang sangat mengerikan.

Bapak mendekati salah satu pohona pisang. Dibalik pohon pisang tersebut berdiri beberapa sosok mengerikan. Sosok mbak kun dg muka yang hancur, sosok permen sugus dg wajah gosong dan mata merah menyala,-
Sosok hitam berbulu dg mata kuning sebesar lampu bohlam, dan berbagai macam bentuk yang sangat sangat sangat menjijikan dan mengerikan.

*aku mual mengingatnya 😫🤢🤢
"Bapak! Baca doa Pak! Baca doa!" Teriakku dari dalam kamar. Berharap bapak tidak sedikitpun memberikan celah kepada mereka untuk mengganggu bapak.

"Ya Allah.. Lindungi bapak dari gangguan mereka ya g buruk rupa. Dari para makhlukmu yang jahat" doaku.
Tidak berselang lama, bapak kembali ke kamarku membawa daun pisang yang sudah dicucinya. Satu lembar digunakan untuk mrngusap wajahku, satu lembar lagi diletakkan di dadaku.
Tak pakai lama.

Alhamdulillah dengan seijin Allah, aku sudah tidak melihat makhluk hitam yang menunggui ku di pojok kamar. Aku sudah bisa mengendalikan tubuhku lagi. Rasa sakit di dadaku sudah lenyap.

Namun, suhu tubuhku masih tetap tinggi. Sepertinya aku benar2 sakit.
Aku sudah bisa tenang. Mereka2 sudah tidak menggangguku lagi. Raut wajah bapak dan ibu terlihat lega, aku sudah kembali stabil. Meskipun mereka masih dihinggapi banyak tanda tanya.

Adzan isya berkumandang. Aku bangun dari tempat tidurku. Ambil wudhlu dan sholat berjamaah.
Setelahnya, aku kembali tidur.

Keesokan harinya, aku masih sakit. Seperti biasanya aku sakit. Demam dan flu batuk. Normalnya aku sakit.

Dan, gangguan dari mereka2 sudah tidak ada.

-------------------------------------------
-TAMAT-
Cerita tentang apa yang terjadi padaku ini selesai.
********
Sekarang kita beralih ke pembahasan. Sebenarnya apa yang terjadi. Dan hal ini, disampaikan oleh Om Mus semalam.

Semalam Om Mus berkunjung ke rumahku. Untuk menengok sebenarnya apa yang terjadi disini. Beliau bertanya tentang apa yang terjadi padaku pada hari itu.
Kuceritakan semuanya pada Om Mus. Aku pun bertanya.
"Sebenarnya kenapa? Aku tuh kenapa?"

Om Mus hanya melemparkan senyum padaku. "Kamu lagi diuji".

Lalu ia menjelaskan banyak hal. Kurangkum disini saja.
Satu hal yang pasti. Ada sesuatu antara Pakdhe Sur dan keluargaku. Om Mus tak membahas itu terlalu dalam. Mungkin, Pakdhe Sur bermaksud ingin membantu keluargaku dengan caranya sendiri.

Namun, cara yang digunakan kurang tepat, kurang cocok dengan ajaran Islam. Sehingga-
-mengundang hal lain.

Bapak menambahkan, ketika selesai di rajah, Pakdhe Sur mengatakan, bahwa semua makhluk ghaib akan tahu tanda yang ada di tubuh bapak, bahwa bapak adalah orang Pakdhe Sur.

Menurutnya, hal itu akan menjauhkan bapak dari gangguan makhluk ghaib.
Disini Om Mus menjelaskan, bahwa di dalam rajah yang diberikan Pakdhe Sur kepada bapak, terdapat khodam.

Khodam sendiri adalah makhluk ghaib, entah itu malaikat atau jin,yang menyukai sesuatu. Dapat berupa benda, maupun amalan2/doa2 tertentu.
Namun disini, khodam yang mengikuti rajah yg diberikan Pakdhe Sur adalah Jin. Bisa dikata, jin tersebut bukanlah jin putih/jin muslim. Namun lebih cenderung hitam.
Kemudian, jin tersebut tidak suka / tersinggung dengan perkataanku ketika di perjalanan pulang. Disisi lain tubuhku sedang lemah saat itu, sehingga terjadilah hal yang sudah terjadi.
Om Mus mengakui, memang beberapa kali Pakdhe Sur mengganggu kegiatannya dalam menolong orang. Om Mus sendiri, diusianya yang berada di akhir 30an, sudah banyak dipercaya oleh warga sekitar untuk menolong yang berhubungan dg hal2 yang diluar nalar.
Beberapa kali aku main ke rumah Pakdhe Sur, setiap kali aku numpang sholat di ruang sholatnya, selalu ada bekas bakaran dupa dan kemenyan.

Ibu pernah menegurnya. Dan Pakdhe menjawab bahwa itu adalah salah satu sarana dia memberi makan jin2 yg sudah membantunya.
Jujur saja setiap aku berada/bertemu beliau, aku berusaha menjauh, dan sebisa mungkin tidak berkontak dengannya.
Disini, aku hanya ingin mengingatkan kepada teman2 semua.
1) Barangsiapa ada yang mengajarkan, menyarankan melakukan suatu amalan ibadah yang kurang umum, kita harus teliti dan berhati2.

Selalu tanyakan "asalnya?"

Jika asalnya jelas, dengan berujung nasab sampai Rasululloh-
-InsyaAllah itu benar. Namun, apabila yang memberi amalan tersebut orang yg doyan "main2 dg jin", kemenyan, dupa dll, harap berhati2.

Jangan sampai apa yg kita amalkan, yg kita bertujuan memohon pertolongan kepada Allah SWT, Sang Pencipta Makhluk, ternyata meleset.
2) Tetap jaga ucapan (baik lisan ataupun ucapan dalam hati) dan juga tingkah laku. Selalu permisi setiap melangkah ke tempat lain. Yg udah hati2 aja bisa kena sial, apalagi yg sengaja sembrono.
3) Apapun yg saya sampaikan disini adalah dari perspektif saya sendiri / orang2 disekitar saya. Jadi apabila ada perbedaan pendapat, mohon dimaklumi. Dan mohon jangam dipercayai sebagai suatu keyakinan.

4) Segala sesuatu pasti ada resikonya.
Semoga apa yang terjadi padaku, tidak menimpa kalian juga.
Aamiin
Ah, semalam Om Mus menceritakan satu kisah ttg "KETEMPELAN" lagi yg dialami salah satu pasiennya. Besok InsyaAllah kubuatkan Part 2 nya.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Young Lady

Young Lady Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @Lt12342

3 May 20
Tadi..
Kau datang, mengucap salam, mengetuk pintu..

Dengan wajah yang pucat pasi..
Rasa bersalah itu tak bisa kau tepiskan dari wajahmu..
Mana keberanianmu dulu saat memulai?
Kenapa kau begitu ketakutan ketika ingin mengakhiri?
Kesulit itukah kejujuran?
Aku tahu kau manusia yang ingin bahagia..
Meskipun bahagiamu bukan denganku..
Read 6 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(