Bahkan, kita akan geleng-geleng kepala melihat sisi-sisi humor para kudus bahkan ketika nestapa dan kekejaman sedang di hadapi.
Laurensius mati karena dipanggang di atas bara. Ketika ia mulai diletakkan di atas pemanggangan, ia berkata kepada algojonya: "Hei, bagian badan yang bawah sudah matang. Tolong dibalik supaya sebelah yang lain lebih matang."
Bhahaha!
Ia mati dipenggal. Sebelum algojo mengayunkan pedang u/ memenggalnya, ia berkata: "Eh, bisa minta tolong menyingkirkan jenggotku? Ia tidak bersalah".
Kalau km algojonya, pasti komen: "mau ketawa tapi takut ...."
Halah, khas perilaku warga +62!
Humor menunjukkan keutamaan keberanian kristiani.
Jawab Paus: "Kamu harus sungguh-sungguh belajar untuk menjadi polisi. Tidak bisa berimprovisasi. Tapi jadi paus itu mudah. Semua orang bisa. Nyatanya, aku bisa jadi paus."
Begini doanya: "Tuhan, berilah aku kemurnian, tapi jangan sekarang."
Tentu, yang paham sisi kelam St. Agustinus pasti akan tersenyum membaca doa itu.
Maka, harus serius, marah-marah ((bilamana perlu)). Halah!
Menjadi orang kristen adalah sukacita dalam roh (Rom 14:17). Semestinya kita bersukacita senantiasa. Bersukacita dalam Tuhan!
Tentu saja, boleh. Kehilangan rasa humor bukanlah tanda kekudusan!
Kita telah menerima begitu banyak dari Tuhan untuk dinikmati (1 Tim 6:17), sehingga kesusahan dpt mjd tanda tiadanya rasa syukur.