My Authors
Read all threads
A Thread Kisah Romantis yang Memilukan
Bikin Meleleh, Kisah Cinta Sang Mayor yang Tewas di Usia Muda
Daan Mogot dan Hadjari Singgih
Sumber:
1. tirto
2. malangtimes
3. indonews
#romanmelaks #melaksbercerita
Versi podcastnya:
Daan Mogot (lahir di Manado, Sulawesi Utara, 28 Desember 1928 – meninggal di Lengkong, Tangerang Selatan, Banten, 25 Januari 1946 pada umur 17 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dan mantan anggota (dan pelatih) PETA di Bali dan Jakarta pada tahun 1942-1945.
Setelah Perang Dunia ke-2 selesai, ia menjadi Komandan TKR di Jakarta dengan pangkat Mayor. Bulan November 1945 mendirikan sekaligus menjadi Direktur Pertama Akademi Militer Tangerang (MAT) dalam usia 17 tahun. Ia gugur di Hutan Lengkong, di selatan Kota Tangerang,
bersama 36 orang lainnya dalam pertempuran melawan tentara Jepang saat hendak melucuti senjata mereka di Hutan Lengkong di Tangerang.
Daan Mogot lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada tanggal 28 Desember 1928 dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang (Mien),
diberi nama Elias Daniel Mogot dan dipanggil Daan Mogot. Ayahnya ketika itu adalah Hakim Besar Ratahan. Ia anak kelima dari tujuh bersaudara. Saudara sepupunya antara lain Kolonel Alex Kawilarang (Panglima Divisi Siliwangi, serta Panglima Besar PERMESTA) dan
Inspektur Jenderal Polisi A. Gordon Mogot (mantan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Utara).
Pada tahun 1939, ketika ia berumur 11 tahun, keluarganya pindah dari Manado ke Batavia (sekarang Jakarta) dan
menempati rumah di Van Heutsz Plein (sekarang bernama Jalan Cut Mutia di Jakarta Pusat). Di Batavia, ayahnya diangkat menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat Hindia Belanda).
Kemudian ayahnya diangkat sebagai Kepala Penjara Cipinang di timur Meester Cornelis (sekarang Jatinegara, Jakarta Timur).
Usia Daan Mogot tak sepanjang usia Jalan Daan Mogot. Jalan ini sudah ada lebih dari 20 tahun, Daan Mogot usianya tak sampai 20 tahun.
Orang-orang yang tinggal dan rajin wara-wiri di Jakarta Barat dan Tangerang, Banten kenal nama Jalan Daan Mogot. Jalan sepanjang 27,5 km ini melintasi 13 kelurahan. Mulai dari Sukarasa, Tanah Tinggi, Batuceper, Kebon Besar, Kalideres, Cengkareng Barat, Cengkareng Timur,
Kedaung Kali Angke, Wijaya Kusuma, Kedoya Utara, Duri Kepa, Jelambar, Tanjung Duren Utara.
Sedari zaman Soeharto, jalan ini cukup ramai. Usia jalan ini lebih panjang ketimbang usia pemuda yang namanya menjadi nama jalan ini.
Elias Daniel Mogot, alias Daan Mogot, jelas bukan asli Tangerang atau Jakarta Barat.
Ada dua orang Manado terkenal dengan nama Daan Mogot, yakni Daan Mogot yang terlibat dalam Permesta dan satu lagi Daan Mogot yang gugur di Lengkong di awal Revolusi Indonesia.
Daan Mogot kedua inilah yang namanya diabadikan menjadi nama jalan.
Menurut Bode Talumewo, sejarawan Manado yang mendalami budaya Manado bertahun-tahun dan menulis Pahlawan Minahasa Mayor Daan Mogot (2007), Daan lahir di Manado pada 28 Desember 1928.
Sementara menurut Adrianus Kojongian, sejarawan dan jurnalis asal Sulawesi Utara, ayah Daan, Nicolaas Fredrik Mogot alias Nico Mogot, pernah menjabat Hukum Besar, yang memimpin sebuah distrik di Amurang dan Ratahan. Pada Juli 1939,
Nico terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat), menggantikan Sam Ratulangi. Usia Daan kala itu hampir 11 tahun. Dari Tanah Minahasa, keluarga Mogot itu pindah ke Jakarta.
Bergabung dengan PETA
Ketika Hindia Belanda bertekuk lutut, usia Daan hampir 14 tahun. Itu merupakan usia rata-rata anak sekolah lulus sekolah dasar. Sebagai anak seorang pejabat pemerintah, Daan tentunya bisa bersekolah di sekolah dasar elite macam Europeesche Lagere School.
Pendudukan Jepang tak bisa membuat Daan sekolah menengah dengan normal.
Daan salah satu pemuda yang terpilih untuk mengikuti latihan Seinen Dojo (pelatihan pemuda) di Tangerang. Latihannya tentu lebih keras dan lebih militer ketimbang di Seinendan (Barisan Pemuda).
Kawan-kawan Daan yang belakangan terkenal adalah Jenderal mantan Duta Besar Yugoslovakia Kemal Idris, Jenderal dan Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah, dan Pemimpian pemberontakan PETA Blitar Supriyadi. Bapak Intelejen Indonesia, Zulkifli Lubis juga kawan satu angkatan.
Mereka angkatan pertama di Seinen Dojo. Lulusannya belakangan masuk dalam Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA).
Pangkat Daan ketika itu adalah Shodancho setara letnan. Tampaknya dia tergolong paling muda karena baru berusia sekitar 15 tahun ketika jadi perwira PETA.
Menurut pengakuan Kemal Idris, dalam Bertarung dalam Revolusi (1996), Daan Mogot juga pernah menjadi asisten instruktur pendidikan PETA di Bogor dan Bali. Kemal juga pernah menjadi asisten instruktur yang sama.
PETA kebanyakan berisi orang-orang Jawa. Orang Manado termasuk langka di PETA. Orang Manado, yang kebanyakan beragama Kristen, termasuk orang-orang yang tidak dipercayai oleh militer Jepang di Jawa karena dianggap dekat dengan Belanda.
Sebagai remaja, ikut Seinan Dojo lalu jadi perwira pertama PETA untuk mengisi masa mudanya. Jika pun harus bersekolah, kualitas pendidikan di era Jepang tak begitu baik. Anak-anak sekolah terlalu banyak baris berbaris dan latihan perang-perangan.
Kepala mereka pun juga harus botak, tak jauh beda dengan tentara.
Di masa pendudukan Jepang, Daan berteman dekat dengan Kemal Idris dan Zulkifli Lubis. Mereka bertiga termasuk mantan Seinen Dojo yang ikut bergabung dalam Tentara Republik setelah proklamasi.
Sepupu Daan, bernama Alexander Evert Kawilarang, yang bekas letnan KNIL, ikut juga ke pihak Republik. Ibu Alex dari marga Mogot juga. Alex mengingat Daan Mogot dalam biografinya, Untuk Sang Merah Putih (1988), yang ditulis Ramadhan K.H.
“Seorang pemuda, famili dari pihak ibu saya, muncul. Ia mengenakan peci hijau, menaiki sepeda motor. Saya masih mengenalnya. Tak banyak berubah dia. Itulah Daan Mogot,” aku Alex dalam biografinya.
Kepada Alex, Daan bercerita soal revolusi. Alex ingat ketika itu usia Daan sekitar 18 tahun dan belum bergabung dengan tentara Republik. Dia tak hanya mendapat berita buruk soal ayahnya yang tenggelam ketika ditawan Jepang, tapi juga disiksa Jepang di Sumatera.
Kepada Alex, Daan juga bercerita soal ayahnya yang dibunuh dan tak jelas siapa pembunuhnya. Kondisi Indonesia pascarevolusi tergolong kacau. Jelang akhir hidupnya, Nico pernah menjadi kepala penjara Cipinang. Ia meninggal pada tahun 1945 di usia ke-49, diduga akibat dibunuh.
Jenazahnya lalu dimakamkan di makam keluarga Mogot di Langowan.
“Banyak benar anarki di sini,” celetuk Alex.

“Memang. Itu yang mesti kita bereskan. Dan untuk itu, senjata harus di tangan kita. Kita orang Manado, jangan berbuat yang bukan-bukan. Awas, hati-hati.
Kita mesti benar-benar menunjukkan di pihak mana kita berada,” kata Daan pada Alex.
Kepada Alex, Daan juga bercerita ide untuk melatih calon perwira Republik. Akademi Militer darurat yang dinamai Militaire Academie Tangerang itu berdiri pada 18 November 1945.
Daan yang yakin Alex berada di pihak Republik kemudian memberi informasi agar datang ke Jalan Cilacap No. 5 jika ingin bergabung tentara Republik. Petunjuk itu diikuti Alex dan dia pun ikut gerilya di Bogor. Alex termasuk perwira kepercayaan petinggi militer di Yogyakarta.
Mati Muda di Lengkong
Ketika mendirikan Militaire Academie Tangerang, pangkat Daan adalah mayor. Begitu juga Kemal Idris. Tempat belajar perwira Republik berada di wilayah tempur Resimen Tangerang. Hingga awal 1946,
Resimen Tangerang punya masalah serius soal adanya serdadu-serdadu Jepang yang tak mau menyerahkan senjatanya kepada pihak republik, padahal mereka sudah kalah. Serdadu-serdadu Jepang itu biasanya hanya mau menyerah pada militer Inggris.
Daan Mogot kebagian tugas melakukan pendekatan ke Kapten Abe dari pasukan Jepang yang bertahan di Lengkong, yang tak koperatif itu. Usaha damai itu gagal. Sementara ada isu tentara Belanda yang berada di Parung berencana menyerang Tangerang.
Markas serdadu Jepang bersenjata itu akan direbut. Begitu direbut, tentu saja senjata-senjata itu akan jatuh ke tangan militer Belanda. Sementara pihak Republik membutuhkan senjata-senjata tersebut.
Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo pun putar akal. Mereka hendak menipu serdadu-serdadu Jepang itu dengan membawa 8 serdadu militer Inggris asal India yang sudah berpihak ke militer Republik, dan juga puluhan Taruna Militaire Academie Tangerang.
Seolah-olah terlihat sebagai operasi gabungan antara pihak Inggris dengan Indonesia untuk melucuti tentara Jepang yang sudah kalah itu.
Semula keadaan menguntungkan Daan Mogot dan kawan-kawan pada 25 Januari 1946, tepat hari ini 73 tahun lalu, itu.
Daan dan perwira lain seperti Mayor Wibowo, Letnan Subianto dan Letnan Sutopo berhasil masuk dan meyakinkan perwira Tentara Jepang di Lengkong. Serdadu-serdadu Jepang itu percaya dan mau menyerahkan senjata mereka ke pihak Daan Mogot.
Tiba-tiba terdengar letusan senjata dan suasana jadi kacau. Beberapa senjata yang sudah diserahkan pun berusaha dirampas kembali oleh serdadu-serdadu Jepang itu. Tentu saja taruna-taruna didikan Daan Mogot itu tak mau dan melawan serdadu-serdadu Jepang. Pertempuran pun pecah.
Banyak senjata yang masih dikuasai tentara Jepang, termasuk senapan mesin, membuat banyak taruna dan perwira Republik jadi korban dan tertawan setelah pertempuran.
Daan Mogot, Soebianto, Soetopo beserta 33 taruna jadi korban dalam pertempuran tersebut.
Satu dari 33 taruna itu adalah Sujono, adik Letnan Soebianto. Sujono dan Soebianto adalah adik dari Soemitro Djojohadikoesoemo dan anak dari pendiri Bank Negara Indonesia, Margono Djojohadikoesoemo. Keduanya paman dari politikus Prabowo Soebianto.
Setelah ada gencatan senjata para taruna dan perwira Republik yang tewas itu dimakamkan Taman Makam Pahlawan Taruna.
Di bekas lokasi pertempuran Lengkong, berdiri Monumen Lengkong sejak 1993. Berdasarkan perintah Kepala Staf Angkatan Darat, Ryamizard Ryachudu,
melalui Surat Telegram KSAD Nomor ST/12/2005 bertanggal 7 Januari 2005, tanggal 25 Januari pun dijadikan Hari Bakti Taruna Akademi Militer Magelang. Hari itu untuk mengenang peristiwa Lengkong beserta para taruna dan perwira yang gugur, termasuk Daan Mogot.
Tentu saja banyak pihak yang sedih atas kematian Daan Mogot, termasuk salah seorang gadis yang memiliki hubungan istimewa dengannya. Menurut Alex Kawilarang, Daan Mogot di tahun 1945 pernah tinggal di rumah keluarga Besar Singgih.
Mr. Singgih punya anak perempuan bernama Hadjari Singgih yang suka berdiskusi politik.
Menurut Rosihan Anwar dalam Belahan jiwa: memoar kasih sayang percintaan Rosihan Anwar dan Zuraida Sanawi (2011), Hadjari Singgih punya hubungan istimewa dengan Daan Mogot.
Beredar cerita kematian Daan Mogot membuat Hadjari memotong rambutnya yang sepanjang pinggang lalu menguburkannya bersama jenazah Daan Mogot.
Kisah Pilu dan Pengorbanan Sang Kekasih

Lengkong, Tangerang Selatan, Banten, tahun 1928. Pertempuran tidak seimbang antara pejuang kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Jepang berkecamuk.
Pertempuran yang akhirnya membuat 33 taruna dan 3 perwira gugur serta 10 taruna luka berat. Sisanya 20 orang taruna lainnya ditawan. Yang ditawan juga diperintahkan oleh Jepang untuk membuat liang kubur bagi teman-temannya sendiri.
Satu pejuang berpangkat mayor dan berusia 17 tahun saat itu gugur juga di hutan karet Lengkong. Dialah Elias Daniel Mogot atau lebih dikenal dengan Daan Mogot, seorang pejuang kemerdekaan kelahiran Manado, Sulawesi Utara, tanggal 28 Desember 1928.
Dari Daan Mogot, juga lahir sebuah cerita menyentuh hati. Cerita percintaan yang kandas karena maut lebih dahulu merebutnya. Cerita yang mungkin bila di-film-kan akan membuat kita meleleh.
Menahan isak tangis atas kesedihan yang menimpa percintaan sang mayor muda dengan seorang perempuan bernama Hadjari Singgih.
Kematian Daan Mogot juga tentunya membawa kepedihan tersendiri bagi kekasihnya.
Sebab, bagi anak muda lainya, usia 17 tahun akan diperingati sebagai masa yang indah bersama sang kekasih.
Namun bagi perempuan cantik bernama Hadjari Singgih, yang memiliki umur yang sama dgn kekasihnya Mayor Daan Mogot, adl sebuah pengorbanan yang sangat berarti bagi negeri ini
Seorang perempuan yang memiliki rambut panjang sepinggang. Perempuan yang cintanya akhirnya ikut terkubur seiring tewasnya sang kekasih. Peluru Jepang menghajar paha dan dada Daan Mogot.
Ia pun memberikan kadonya yang terindah kepada sang pahlawan yakni dengan memotong rambutnya yang panjang mencapai pinggang dan mengubur rambut itu bersama jenazah Daan Mogot.
Dari berbagai kisah yang tak tercatat dalam buku-buku sejarah di sekolahan, tewasnya sang direktur pertama Akademi Militer Tangerang (MAT) dalam usia 17 tahun itu membuat siapa pun terisak.
Pada 29 Januari 1946, saat pemakaman ulang bagi para pahlawan yang gugur di Hutan Lengkong itu, sang kekasih Daan Mogot memotong rambutnya yang mencapai sepinggang.
"Potongan rambutnya ikut dikuburkan di liang lahat Daan Mogot. Semenjak itu, Hadjari Singgih tidak pernah lagi memanjangkan rambutnya," tulis berbagai kisah tentang pemakaman yang membuat haru-biru yang melihatnya.
Tewasnya Daan Mogot terjadi dalam peristiwa pelucutan persenjataan Jepang tanggal 25 Januari 1946. Dalam peristiwa itu, Daan Mogot memimpin 70 taruna MAT dan delapan tentara Gurkha serta beberapa perwira polisi tentara untuk mendahului KNIL-NICA Belanda
yang sudah di Sukabumi untuk menuju Jakarta. Pasukan di bawah pimpinan mayor muda yang juga pelatih PETA di Bali dan Jakarta itu berupaya mendahului jangan sampai senjata tentara Jepang yang menyerah kepada Sekutu terambil Belanda. Tepat di markas tentara Jepang, mereka,
yaitu Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan taruna Alex Sajoeti, masuk ke kantor Kapten Abe. Sedangkan pasukan taruna menunggu di luar.
Dalam pembicaraan tersebut, Kapten Abe yang memahami kedatangan pasukan Daan Mogot untuk melucuti senjata Jepang meminta waktu.
"Kami belum mendapatkan perintah atasan untuk itu. Beri waktu saya menghubungi atasan di Jakarta," ucap Kapten Abe.
Belum selesai perundingan, di luar terdengar bunyi tembakan yang disusul oleh rentetan tembakan
dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang tersembunyi yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Tembakan tersebut hanya butuh waktu singkat menjadi pertempuran.
Pertempuran tidak seimbang tersebut membuat Daan Mogot dan pasukan terdesak ke dalam hutan karet Lengkong. Di Lengkong-lah, para tentara Jepang dengan persenjataan lengkap dan jumlah banyak menuntaskan perlawanan Daan Mogot dan pasukannya.
Untuk mengenang perjuangannya, dibangunlah sebuah monumen Lengkong yang terletak di BSD (Bumi Serpong Damai) Tangerang. Selain itu, namanya diabadikan dalam pemakaian nama Jalan Daan Mogot, sebuah jalan yang menghubungkan wilayah Tangerang dengan Jakarta.
untuk mendengarkan suasana harunya, silahkan tonton versi podcastnya:
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with melodius_aksara

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!