"Wah…pisangnya bagus-bagus Mbah…"
kataku sembari berjongkok di depan perempuan sepuh yang berjualan di pinggir jalan depan pasar.
"Lha monggo _dipundut", (dibeli)..
kata perempuan itu riang.
Tapi suaranya cemengkling masih nyaring), riang. Giginya terlihat masih utuh.
"Ini kepok kuning bagus dikolak. ini kepok putih, utk digoreng sangat manis. Lha kalau itu pisang pista, kulit tipis.
Aku hanya diam memperhatikan gerak tangannya yang cekatan, meskipun telah "ndredheg" (gemetar.)
"Sudah lama jualan, Mbah ?"
"Belum, ini ngejar rejeki buat lebaran."
"Putranya berapa Mbah?"
"Kathah (banyak, pada kerja)"
"Lha nggih, ini karena siyam niku tho , nggak boleh istirahat. Mumpung Gusti Allah paring (beri) sehat"
Aku tercenung dgn jawaban si Mbah. Kulihat tangannya mengelap kening dan dahinya bercucuran) keringat.
Padahal hari itu panas luar biasa.
"Kalau pulang jam berapa Mbah?"
"Jam tiga sudah pulang, lha ada kewajiban nyiapkan wedang (minum) buat buka anak2 TPA"
"Nggih kula, (ya saya sendiri)"
"Oo, begitu. Setiap hari, selama puasa?"
“Inggih, wong cuma anak lima puluhan"
"Wah panjenengan (anda) hebat nggih Mbah"
"Halah cuma wedang sama jajanan kecil. Sing penting bocah2 rajin ngaji"
Aku makin tercekat.
Kumasukkan semua pisang yang ditawarkan ke dalam tas kresek.
"Kok banyak banget, mau buat apa, mas? tanya si Mbah heran.
Aku hanya tersenyum. "Semua berapa Mbah?"
"Mboten (ah enggak), itu sudah pas, ini bukan pisang kulakan (dari beli), tapi panen kebun sendiri"
"Nggih,matur nuwun" kataku sembari mengulurkan uang.
"Saya tukar dulu Mbah",
Aku sengaja meninggalkannya.
Pisang telah kuletakkan di mobil.
Mesin mobil pun kunyalakan.
Agak menjauh dari Simbah. Kumasukkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan yang masih baru, ke dalam amplop,
yang katanya berjumlah 50 anak tadi. Penutup lem amplop kubuka lalu kurapatkan.
"Ini Mbah, sudah saya tukar, sudah pas nggih."
Perempuan sepuh itu menerima amplop masih dgn tangan dredheg.
Tanpa menunggu jawaban, aku segera pergi.
"Mbahe kok nggak jualan Mbak?"
"Oh nggak, beliau jualan kalau panen pisang aja, Sampeyan tho yang kemarin ngasih amplop" ?
Barangkali yang dimaksudkan adalah Lailatul Qodar.
Malam yang konon lebih baik dari 1000 bulan.
Para malaikat turun dari langit. Ke langit hati kita. Menyelesaikan segala urusan.
Barangkali Simbah inilah yang mendapatkannya.
Tapi dialah pelaksana dari yang katanya ‘hanya’ bisa *fatihah* itu, kesungguhan I’tikaf, bertindak, berlaku, dan berpasrah dalam keikhlasan dan keriangan rasa.