My Authors
Read all threads
TRAGEDI MANGKUK MERAH
Kalimantan, 1967

Pembantaian Manusia Berdasarkan Ras di Indonesia

a thread
Selalu, disetiap opening cerita sejarah traged-pembantaian, gw akan terus mengingatkan, bahwa tujuan sharing ini bukan untuk membangkitkan lagi dendam masa lalu, bukan juga untuk mengunggah duka suatu golongan tertentu.
Tapi ini sebagai pelajaran, pelajaran bagi kita yg hidup di masa sekarang bahwasanya dahulu, para pendahulu kita pernah terjatuh ke lubang ini dan kita tau endingnya tidaklah baik. Maka sebisa mungkin jangan buat kesalahan dengan terjatuh di lubang yg sama di masa depan..
Pulau Kalimantan, adalah salah satu pulau di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia dan Brunei Darussalam. Kalimantan sejak dulu juga dikenal sangat menerima pendatang baik dari luar daerah bahkan luar pulau.
Keharmonisan ini terus terjaga antar etnis, agama, suku dan budaya. Membuat banyak orang merantau ke pulau ini.
Permulaan tahun 1960, Presiden Soekarno menggelorakan semangat "Ganyang Malaysia" yang saat itu diduga Negeri Jiran tersebut adalah antek asing yang akan membentuk negara federasi di tanah Borneo.
Masyarakat Kalimantan bagian utara yang terdiri dari warga asli dan warga keturunan tionghoa saat itupun menyerukan hal yang sama dan menolak rencana pembentukan negara federasi Malaysia ini.
Presiden Soekarno kemudian mengirimkan salah satu menteri negara dari Kabinet Dwikora I bernama Oei Tjoe Tat guna membentuk kekuatan dan dukungan untuk menggerakan slogan Ganyang Malaysia tersebut.
Oei Tjoe tat yg juga memiliki keturunan Tionghoa itu diterima dengan baik oleh masyarakat setempat yg akhirnya menyetujui pembentukan pasukan pasukan sukarela yg terdiri dari sipil yang legal atas izin pemerintahan pusat.
Dalam pasukan ini tak hanya terdiri dari masyarakat Kalimantan Utara saja, tetapi bergabung pula kelompok2 lain dari Brunei, Singapura dan bahkan masyarakat Malaysia sendiri yg menolak rencana pembentukan federasi Malaysia tersebut.
Akhirnya bergabunglah 2 kelompok besar pasukan rakyat sukarela saat itu yang bernama Pasukan Rakyat Kalimantan Utara yg lebih dikenal dengan Paraku, dan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS). Bergabungnya kedua kelompok ini terjadi tahun 1964 dgn nama gabungan PGRS/Paraku.
PGRS/Paraku bisa dibilang didominasi oleh orang orang keturunan Tionghoa saat itu. Karena memang saat seruan dari Menteri itu datang, masyarakat Tionghoa lah yang paling banyak bergabung.
Untuk membekali para pasukan sukarela ini, tentunya negara perlu persiapan khusus. Maka dari itu dibentuklah pangkalan militer utama di Kalimantan Barat. Wilayahnya antara lain Sambas, Bengkayang, Ledo, Sanggau Ledo, Putusibau, dan kota-kota perbatasan lainnya.
Daerah2 itu dijadikan camp para sukarelawan. Di camp tersebut mereka diberikan pendidikan dan informasi seputar instruksi militer. Wajar jika PGRS/Paraku sedari awal dibentuk memang sebagai sokongan tenaga dan personil untuk berperang melawan pasukan negara tetangga.
Namun ditengah2 persiapan tersebut, Indonesia diterpa kembali kasus baru yang menyebar ke Nusantara hampir secara menyeluruh. Adalah kasus G30S/PKI yang membuat fokus bangsa yang awalnya mengganyang Malaysia menjadi terpecah dan kini mata masyarakat menyoroti PKI.
Kursi milik Bung Karno guncang. Beliau yang selama ini memberikan izin dan terkesan mendukung partai tersebut dipertanyakan arah politiknya. Akhirnya dukungan untuk Soekarno perlahan lahan meredup. Rasa percaya rakyat pada sang proklamator kini dibayang2 keraguan.
Soeharto saat itu muncul sbg arah baru pergerakan Indonesia. Ia yg berbasis militer mulai menyuarakan perang terhadap PKI dan antek2nya karena telah berani mengganggu keamanan masyarakat dan mengancam kestabilan negara. Seruan Ganyang Malaysia pun berubah menjadi Ganyang PKI.
Melihat kemesraan Soekarno dgn PKI sebelumnya, makan banyak org beranggapan bahwa setiap organisasi buatan Soekarno adalah bibit2 komunis yang akan membantu PKI kelak, karena landasan itulah PGRS/Paraku pun dituding salah satunya.
Entah atas alasan apa, militer yang saat itu berada di Kalimantan memanfaatkan pelemahan kedaulatan Soekarno dan isu PKI ini dengan menyebarkan isu dan secara tidak langsung mengarahkan masyarakat untuk menyerang PGRS/Paraku yg diduga pro komunisme.
Militer dan warga yg terhasut saat itupun bergerak sedikit demi sedikit. Demi memuluskan komando Ganyang PKI yg berhembus dari pusat. Masyarakat Tinghoa baik yang bergabung dengan PGRS/Paraku ataupun tidak, akhirnya merasa terdesak karena diskriminasi ini.
Merasa terus terdesak, ditindas dan dituduh tanpa bukti serta diburu oleh para militer karena dianggap pro komunis, akhirnya kelompok sukarela yg dilatih oleh militer ini melakukan perlawanan balik.
Pertengahan Juli 1967, pasukan gerilyawan PGRS/Paraku
menyerbu lapangan udara TNI-AU di Singkawang dan Sanggau Ledo, Kal Bar. Menurut catatan Indonesia Merdeka, serangan tersebut menewaskan 5 orang anggota militer. Selain itu,154 pucuk senjata dan amunisi TNI jg berhasil direbut.
Militer mencoba membalas serangan itu namun kesulitan. Mereka kalah secara jumlah dan peralatan tempur yg ada saat itu direbut oleh para anggota PGRS/Paraku. Selain itu pihak geriliyawan juga mendapatkan pasokan senjata dari para pedagang senjata ilegal di pedalaman.
Para pemasok inilah yg menyuplai senjata para geriliyawan ini sehingga menjadi ancaman serius bagi militer di Kalimantan.
Hal ini memperburuk keadaan, jika sebelumnya mereka hanya "dituduh" sebagai pro komunis, maka akibat dari serangan ke pangkalan militer itu seakan membuktikan bahwa hal itu bukanlah tuduhan semata.
Pemerintah pusat dibawah kendali Soeharto saat itu segera merespon serangan tersebut. Bahkan dikatakan, bahwa dalam kelompok tersebut memang sudah berbaur para kelompok komunis yg mengaku sebagai sipil biasa.
Akhirnya Soeharto mengirimkan pasukan bantuan sebagai pertahanan sekaligus serangan balasan. Walaupun disebut "bantuan", tapi jumlah pasukan yg dikirim terdiri atas 9 kesatuan militer. Nama misi pembasmian PGRS/Paraku ini dikenal dengan "Operasi Sapu Bersih".
Militer terus mencoba mendesak kekuatan PGRS/Paraku di tanah Kalimantan namun cukup kesulitan dikarenakan banyaknya jumlah pasukan tersebut dan sistem yg bergerilya.
Akhirnya Militer mulai menghembuskan provokasi demi membangkitkan "kekuatan" besar yang akan membantu menumpas PGRS/Paraku. Yakni mengerahkan suku asli tanah Kalimantan, Dayak.
Awalnya warga Dayak dan Tionghoa tinggal berdampingan dengan rukun. Beberapa daerah bahkan memiliki titik2 yang dihuni oleh banyak Tionghoa.

Sampai akhirnya terjadi suatu kasus pembunuhan warga Dayak di sebuah daerah yg berdampingan dgn etnis Tionghoa.
Tanpa investigasi atau penyelidikan lebih lanjut, militer menunjuk anggota PGRS/Paraku sebagai dalang dari kasus pembunuhan itu.
Hal seperti ini terjadi di daerah Ledo, Seluas, Pahauman, Bengkayang, dan hampir di seluruh wilayah yang terdapat komunitas etnis Cina. Walaupun tidak diketahui siapa pembunuh misterius itu, tapi pihak militer untuk menunjuk PGRS/Paraku sebagai dalangnya
Masyarakat Dayak yang memang kuat kesatuan antar sukunya itupun serentak merapatkan barisannya bergabung bersama militer untuk menghabisi para pelaku terduga pembunuh saudara saudara mereka..
Memanasnya hubungan masyarakat Dayak dgn warga keturunan Tionghoa di Kalimantan bagian utara dan barat dimanfaatkan pihak militer. Mereka meminta dukungan dari mantan Gubernur Kal Bar sekaligus tokoh yg sangat disegani oleh msyrakt Dayak, Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray.
Hal ini disebutkan oleh Superman, penulis Jurnal Historia :
orang² Dayak diimbau ikut berpartisipasi bersama tentara untuk menumpas PGRS/Paraku. Militer menggulirkan bola api dengan menyebarkan isu bahwa orang² komunis tidak menyukai sistem adat Dayak.
Para petinggi2 dari kalangan orang Dayak pun direkrut dgn dalih PGRS/Paraku akan menguasai Kalimantan Barat dan rakyat harus bertahan agar tidak terusir atau tertindas.
Disebutkan pula para pemuka Dayak diprovokasi dan ditanamkan mindset bahwa PGRS/Paraku adalah pasukan komunis yg tidak beragama, dan orang Dayak tidak akan bisa hidup bersama dgn komunis.
PGRS/Paraku disebut sebagai golongan "Cina-Sarawak" yang ingin memecah-belah keamanan wilayah Indonesia. Bergabungnya para tokoh dalam misi inipun memberikan dampak besar. Rakyat berbondong2 menerima seruan itu.
Melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI) Pontianak pada 21 September 1967, Oevaang Oeray mengultimatum warga peranakan Tionghoa untuk meninggalkan wilayahnya dan pindah ke kota Kecamatan terdekat.
Pada 11 Oktober 1967, diumumkan kepada seluruh kepala kampung agar menghadiri pertemuan besar dan bersiap melakukan "Gerakan Demonstrasi". Walaupun pada prakteknya, alih alih " Demonstrasi" Ini lebih mirip sebagai perang.
Banyak peneliti sejarah meragukan bahwa pesan itu berasal dari Oevaang Oeray. Ada yg meyakini pengumuman yg mencatut nama Oevaang itu adalah bentuk provokasi oleh Pelaksana Penguasa Perang Daerah (Peperalda) dan Kodam XII/Tanjungpura.
Di luar persoalan intrik politik yang sangat mungkin terjadi kala itu, masyarakat Dayak disana sudah terlanjur tersulut. Dan tidak main main, perang besar akan terjadi dgn mengerahkan seluruh suku dayak akan dikerahkan, demi mempertahankan tanah lahir mereka.
Hal ini ditunjukkan dgn dilaksanakannya Tradisi mangkuk merah, yang merupakan simbol dimulainya perang besar besaran dalam tradisi Dayak.
Mangkuk merah digunakan untuk memanggil orang2, sbg sarana komunikasi yang digunakan selama masa darurat. Ketika seorang membawanya dari satu suku ke suku lain, itu berarti mereka ingin menyampaikan pesan,

"Datang, dan Bantulah kami"
Secara umum, Mangkuk Merah ini punya fungsi sebagai alat komunikasi antar sesama rumpun Dayak dan juga jadi media untuk berhubungan dengan roh nenek moyang. Tapi, tak hanya itu, Tradisi Mangkok Merah juga punya kekuatan untuk mengajak semua orang Dayak terlibat dalam peperangan.
Benda/tradisini ini dilakukan kalau akan terjadi hal-hal besar yang menakutkan. Maka dari itu, dimulainya proses ini jadi penanda akan terjadinya hal-hal buruk yang mengancam masyarakat Dayak.
Menurut adat istiadat Suku Dayak, peperangan wajib melibatkan ritual tertentu. Dalam adat Mangkok Merah, prosesinya meliputi musyawarah sampai pemberangkatan pasukan yang dilaksanakan secara relijius. Jadi sangat sakral sekali.
Selain itu, adat Mangkok Merah juga bersifat memaksa atau mengikat. Maksudnya, pihak pihak yang dituju atau yang sudah menerima berita mangkok merah wajib ikut bergabung dalam pasukan perang.

Akhirnya terbentuklah sebuah pasukan besar dari suku suku asli kalimantan kala itu..
Konflikpun pecah. Warga Tionghoa yang berada di Kalimantan bagian Barat dan Urara diburu. Pasukan Dayak menyisir satu demi satu wilayah permukiman warga peranakan Tionghoa. Salah satunya pada akhir Oktober 1967 yang menyasar wilayah Anjungan, Mandor, dan Menjalin.
Sayang, serangan ini tidak hanya menyerang para kelompok PGRS/Paraku, tapi justru membantai para keturunan Tionghoa dengan dalih bahwa gerakan tersebut identik dengan orang Tionghoa. Masyarakat dari etnis tersebut tanpa pandang bulu menjadi korban dari “gerakan demonstrasi".
Pada 14 November 1967, bergabung sejumlah sub-suku Dayak lainnya dari pedalaman untuk menyambut panggilan "mangkuk merah" yg sampai pada mereka. Aksi kekerasan pun semakin besar dan meluas. Alat alat berburu mereka pakai untuk menghabisi nyawa etnis Tionghoa.
Pembakaran toko toko dan rumah masyarakat Tionghoa terjadi dimana mana, begitu pula korban tewas yang berjatuhan dan dibiarkan jasadnya di tepian jalan
Beberapa dari korban yg jatuh memang berasal dari pasukan PGRS/Paraku namun beberapa dari mereka hanyalah masyarakat yang tidak tau menau mengenai gerakan PGRS/Paraku.. mereka menjadi korban hanya karena etnis yg mereka miliki..
Peristiwa Mangkuk Merah diperkirakan secara langsung menewaskan 2.000 sampai 3.000 orang. Namun, dampak secara tidak langsung diperkirakan lebih besar lagi...

Dan semua berawal dari sebuah provokasi yang berhasil mengadu etnis yang selama ini hidup damai dan berdampingan.
Dampak secara tidak langsung adalah terjadinya gelombang warga peranakan Cina yang mengungsi dari lokasi konflik. Awalnya, para pria berniat tetap tinggal dan bertahan, tapi pada akhirnya mereka terpaksa ikut mengungsi karena keadaan yg terus memburuk dan ancaman keselamatan.
Sementara kaum perempuan dan anak-anak melarikan diri atau bersembunyi dari penyerangan di berbagai tempat.
.
Diperkirakan, antara 50.000 sampai 80.000 orang Tionghoa bergerak menuju pesisir Kalimantan Barat, yakni ke Pontianak dan Singkawang untuk mencari perlindungan.
Dari jumlah tersebut, Lebih dari 5.000 orang pengungsi itu kemudian meninggal krn masalah kesehatan, kebersihan, dan kekurangan pangan. Mereka meninggal dlm keadaan masih di perjalanan maupun meninggal dunia di tempat pengungsian. Sebagian lagi mengalami trauma dgn peristiwa tsb.
“Lima ribu orang meninggal di pengungsian di Pontianak dan Singkawang lantaran minimnya fasilitas sanitasi, kesehatan, dan keterbatasan pasokan pangan," ungkap Tony Wong, saksi hidup yang juga tokoh masyarakat Tionghoa di Kalimantan Barat.
Sayang, sebagaimana kebanyakan kasus kemanusiaan lainnya, Setelah puluhan tahun berlalu, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Kalimantan bagian barat dan utara yang tergolong amat berat ini belum terungkap sepenuhnya..
Peristiwa Mangkuk Merah pada 1967 menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan bernuansa politis dan SARA yang pernah terjadi di Indonesia. Dan semoga cukup menjadi sejarah saja tanpa terulang lagi di masa yang akan mendatang..
jauhi provokasi, telaah setiap berita yg masuk, hindari kebencian terhadap suatu suku, agama dan ras tertentu. Dan mari bersama2 saling bahu membahu menciptakan Indonesia yang aman, damai dan berperikemanusiaan dengan sikap toleransi yang ideal..
Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh.

Enjoying this thread?

Keep Current with mwv.mystic

Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

Twitter may remove this content at anytime, convert it as a PDF, save and print for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video

1) Follow Thread Reader App on Twitter so you can easily mention us!

2) Go to a Twitter thread (series of Tweets by the same owner) and mention us with a keyword "unroll" @threadreaderapp unroll

You can practice here first or read more on our help page!

Follow Us on Twitter!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3.00/month or $30.00/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!