Ada satu peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia pada bulan Juni, yaitu hari lahirnya #Pancasila. Tepatnya pada tanggal 1 Juni Sukarno membaca pidato berjudul 'Lahirnya Pancasila' yg menjadi dasar rumusan Pancasila sebagaimana selama ini kita kenal.
Pancasila membawa arah Indonesia menuju sebuah babak baru, yaitu bangsa majemuk yg terdiri dari berbagai suku bangsa. GUSDURpedia bulan ini diterbitkan dlm rangka memperingati hari lahirnya Pancasila dg tujuan mengenalkan gagasan Gus Dur terkait dengan kebangsaan-keindonesiaan.
Ada lima tulisan yang kami muat. Pertama tulisan panjang Gus Dur berjudul "Nilai-nilai Keindonesiaan: Apakah Keberadaannya Kini?" yang membahas kebangsaan dari tinjauan sejarah dan prediksi masa depan.
Tulisan kedua adalah tulisan dari @ahmad_inung berjudul "Sukarno, Gus Dur, & Komitmen Kebangsaan Kaum Nasionalis dan Agamis". Kami memuat pula tulisan singkat @gusmusgusmu di balik penerimaan Pancasila sbg asas tunggal bernegara oleh Nahdlatul Ulama yg diprakarsai oleh Gus Dur.
NU adalah ormas Islam pertama yang menerima asas tunggal Pancasila. Bagi NU, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
Tulisan keempat merupakan resensi buku Nur Khalik Ridwan yang berjudul "Gus Dur dan Negara Pancasila". Tulisan terakhir adalah tulisan menggelitik @AlissaWahid berjudul "Karpet Lebaran".
Alissa melihat bagaimana masyarakat dan tokoh politik di negara ini masih berwatak (mental set) feodal. Apa maksudnya? Simak selengkapnya di e-newsletter GUSDURpedia edisi 11 bulan Juni.
Pernyataan Sikap Jaringan GUSDURian: Menolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan
Peraturan Pemerintah untuk memberi izin tambang kepada ormas keagamaan ini BERTENTANGAN dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (cont.)
yang di dalamnya mengatur tentang pemberian izin usaha tambang, di mana penerima izin usaha tambang adalah badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang.
Berbagai liputan media massa juga menengarai adanya proses pengambilan keputusan penyelenggara negara yang berpotensi penyalahgunaan kewenangan. Industri pertambangan di Indonesia penuh dengan tantangan lingkungan dan etika, termasuk degradasi lahan, penggundulan hutan,
Ada alasan mengapa Gus Dur menghapus dwifungsi ABRI. Saat itu tentara bisa menempati jabatan sipil tanpa pemilu. Sistem negara jadi tdk transparan.
Pencabutan dwifungsi artinya mengembalikan tentara pd tugas pertahanan. Kalau mau tugas sipil, bisa mundur dari tentara & jadi PNS.
Ada apa sih di dwifungsi? Apa yang disebut multifungsi (bantuin petani, kesehatan, dll) bukanlah dwifungsi yg dihapus Gus Dur. Itu lebih gotong royong. Yang dihapus Gus Dur adalah kewenangan tentara masuk urusan sipil. Dulu bupati, gubernur, jaksa, dll isinya kebanyakan tentara.
Di lapangan, konflik yg melibatkan ABRI seringkali terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM yang tidak mungkin diusut karena supremasi sipil lemah. Padahal di negara demokrasi, supremasi sipil adalah bagian yang sangat penting. Jika ini hilang, maka tidak ada demokrasi.
Membicarakan Imlek di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sosok Gus Dur. Lho, kok bisa? Begini...
Mulai 1967 hingga tahun 1999, kita tidak bisa menikmati pertunjukan Liong dan Barongsai. Tak ada lampion di mal dan tempat umum.
Kita juga tidak bisa berbicara dalam bahasa Mandarin. Nama 'berbau’ Cina pun dilarang. Warga Tionghoa bahkan dipaksa untuk memilih satu dari lima agama resmi di Indonesia.
Ya, di masa itu, kita tak lagi bisa menjumpai nama-nama seperti Soe Hok Gie, Ong Tjong Bing, Lie Eng Hok,
Liem Swie King, dan sejenisnya. Sebab, mereka harus mengubahnya menjadi nama-nama ‘pribumi’ seperti Hartono, Wijaya, Kusuma, dan lainnya. Kita juga tak bisa menjumpai sekolah-sekolah Tionghoa, surat kabar berbahasa Mandarin, dan apa pun yang berhubungan dg Cina.
Setiap malam Natal, Gusmin selalu ingat dengan sosok Riyanto, seorang anggota Banser yang wafat ketika menyelamatkan ratusan manusia yang sedang beribadah di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, tahun 2000 silam.
Utas
Muslim, kok, jaga gereja? Mungkin itu yang banyak dipertanyakan orang. Bahkan beberapa tokoh menyebut tindakan menjaga gereja adalah tindakan yang berlebihan. Mengapa harus jaga gereja jika kita punya aparat keamanan?
Orang yang pertama kali menginstruksikan agar Banser menjaga gereja adalah Gus Dur. Perintah Gus Dur ini merupakan respons dari pembakaran gereja di Situbondo, Jawa Timur, pada 1996. Pasca kejatuhan Soeharto, stabilitas keamanan semakin menjadi pekerjaan rumah bangsa Indonesia.
Siapa yang tidak mengenal kalimat Tuhan Tak Perlu Dibela”? Kalimat itu terkenal sekali, hingga menjadi judul buku dan sampai sekarang masih dikutip, jadi kaus, jadi meme, jadi status Facebook, bahkan jadi “dalil”.
Ya, kalimat Gus Dur itu mungkin yang paling terkenal, setelah “gitu aja kok repot”. Dari manakah kalimat itu berasal?
Ternyata, Gus Dur memarnya dari kalimah seorang sufi agung, al-Hujwiri. Berikut ini kalimat lengkapnya:
“Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau yang merumuskan, hakikatnya engkau sudah kafir. Allah tidak perlu disesali kalau Dia mnyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela jika orang menyerang hakikat-Nya.”
Lima Rekomendasi Jaringan GUSDURian untuk Indonesia
A thread
Pada Jumat hingga Minggu 14-16 Oktober 2022, Jaringan GUSDURian menyelenggarakan Temu Nasional GUSDURian (TUNAS) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.
TUNAS merupakan agenda pertemuan rutin tiga tahunan yang diadakan untuk mengonsolidasikan komunitas dan jejaring GUSDURian.
Acara tersebut dihadiri oleh keluarga, sahabat, murid, pengikut, serta pengagu, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari berbagai kalangan.
Beberapa tokoh yang hadir di antaranya istri Gus Dur Sinta Nuriyah, Alissa Wahid, Inaya Wahid, budayawan Zawawi Imron, Menteri Agama RI 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.