Buda Cemeng Ukir, Buda Cemeng Warigadean (selikur galungan), Buda Cemeng Langkir, Buda Cemeng Merakih, Buda Cemeng Menail, Buda Cemeng Klau. Pertemuan antara sapta wara (buda) dengan panca wara (wage) disebut dengan Buda Wage (Buda Cemeng).
Hari ini disebut rerahinan (hari suci), karena pada hari ini payogan Sanghyang Manik Galih. Beliau turun ke dunia muncul dari Sanghyang Ongkara Merta. Pada hari ini “sang gama tirtha” (umat sedharma) maprakerti / melakukan pemujaan kehadapan Sanghyang Sri dgn menghaturkan canang
sari di sanggah / merajan, di “luhuring aturu” (di atas tempat tidur / plangkiran tempat tidur), dan di lumbung, memohon kehadapan Sanghyang Sri / Sanghyang Manik Galih / Sanghyang Sri Sedana / Sanghyang Rambut Sedana agar menganugrahkan kesuburan dan kesejahteraan di dunia.
Demikian pula Sang Pandita dan para wikan / widnyana / penekun spiritual, hari ini adalah hari yang baik untuk melakukan yoga samadi untuk mendapatkan yang namanya “budi utama suksma jati hening”. Yoga samadi dilakukan pada “malam hari” / peteng / cemeng.
Itulah sebabnya mengapa Buda Wage juga disebut Buda Cemeng (cemeng = ireng = peteng = gelap = malam = hitam). Bude Cemeng = Buda Ireng.
Itulah sebabnya mengapa pada hari Buda Cemeng (buda wage) banyak dijadikan sebagai “tegak” / hari odalan di pura maupun sanggah / merajan.
Demikian adanya di Cakepan Gama Tirtha, Sapta Gama dan Sunar Igama. Ampura. I Jugul Punggung Mabet Ririh. Si Dungu yang sok tahu.
Sumber : kanduksupatra.blogspot.com/2018/02/mengap…
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
🕉️ Om Swastiastu, Rahajeng semeng semeton sami, dumogi setate kenak lan ngemangguhang kerahayuan sareng sami 🙏
Nabe ( Sang Guru )
Dalam tradisi hindu di Bali ada yg disebut Sang Sulinggih (Ida Pedande), mereka (dia) yg telah melewati upacara madwijati (masuci,madiksa,mabersih,
mapeningan, atau juga ada yg menyebut dgn mapodgala). Mereka itu yg berkeinginan menjadi Sang Sulinggih telah menyiapkan dirinya secara sekala dan niskala. Sang sisia, setelah memantapkan dirinya bersiap untuk berkosentrasi mempelajari ajaran suci.
Di Bali dlm tradisinya, bagi
laki-laki biasanya menyiapkan diri setelah melewati masa produktif kerja dan menikah (grhasta); memasuki yg dlm idealnya disebut wanaprasta, di Bali wanaprasta bagi sang sisia ini justru dimulai pula masa brahmacari, tahap proses belajar kerohanian. Bandingkan dengan pengertian
AGNI (API)
Agni ini memang tak sederhana; bahwa api juga dilambang sebagai nafsu yang berkobar², tak kenal siapapun disaat murka; akan menghancurkan apapun tanpa kenal ampun. Agni juga mendapat gelaran sarwa baksa; pemakan segalanya. Namun jika api dipahami,
maka seperti api takep, yg dibuat dari dua belah serabut kelapa, dasarnya ada tapak dara; lambang harmoni inilah juga oleh para cendekiawan disebut Yoga Jiwatman; yg menolak dari segala godaan. Dikenali pula prakpak dan obor; keduanya adalah penenang bhuta kala,
penunjuk arah kemana bhuta kala itu harus menuju, kemudian dikenal pula api tetimpug, dibuat dari tiga potong bambu, jika bambu itu dibakar akan menimbulkan ledakan; namun syaratnya di ujung bambu itu dibuatkan sampian; symbol bahwa bambu itu telah dihidupkan.
Betapa malu kaum suku Sakya, mendengar junjungannya meminta², duduk ditepi jalan, mengancungkan batok kelapa. Rasanya, ambruk seluruh hati suku Sakya. Kasak-kusuk di pasar mulai mendengung," barangkali putra raja Sakya, sdh gila. Menghilang begitu saja,
muncul-muncul jadi pengemis..." Belum lagi tuduhan lain, mendengung di seluruh negeri-negeri. Tak kuasa rasanya suku Sakya menahan sakit hati dan panas isi kepala, lelah menjelaskan,"itulah ada bagian laku spiritual, itu untuk memahami, menyelamai derita, bagaimana sakitnya
menanti pemberian...bagaimana rasanya merasa tak memiliki apa², selain diri yg hanya bergantung pd isi perut!"
Gautama, tertegun lama, utusan dari kerajaannya berdatangan, menyembahnya dgn penuh duka, airmata mengalir deras memenuhi seluruh wajah utusan itu, suaranya mengisak,
Jika di Bali sabung ayam disebut sebagai Tajen yg berasal dari kata Taji alias pisau kecil yg diikatkan pd kaki ayam, di Lombok sabung ayam memiliki sebutan berbeda, yaitu Gocekan.Tentu agak mengherankan jika di kedua tempat yg memiliki
akar budaya yg sama ini, sabung ayam yg berasal dari ritual Tabuh Rah memiliki sebutan berbeda. Jika Tajen berasal dari Taji, lantas dari mana asal Gocekan? Pd zaman kerajaan Karangasem Lombok, tersebutlah seorang warga keturunan saudagar Cina bernama Goh Tjek Ang.
Orang Tionghoa ini gemar berjudi, terutama sabungan ayam. Di mana ada perjudian, di sanalah Goh Tjek Ang berada. Suatu kali, Goh Tjek Ang masuk ke dalam puri. Di dlm puri ini kebetulan sedang berlangsung sabungan ayam. Setelah sabungan ayam berakhir, di hadapan para pesabung yg
Ibu saya sudah berumur 90-an kini, sudah pikun dan senang main ceki. Dia ibu yang asyik dalam soal mengajarkan anak-anaknya megame alah nak Bali. Ibu saya tidak pernah menakuti-nakuti soal apapun jika berkaitan dengan betare, kawitan,
soal membanten; ibu saya termasuk ibu yang sangat relaks. Bahkan kadang membuat saya tersenyum jika mengingat; hal-hal kecil yg membuat logika, nalar saya tersentak, suatu hari, ibu menata canang dan segehan, sejumlah yg akan dihaturkan di seluruh rumah. Ibu saya memercikan air,
kemudian pelukatan, kemudian tirta. Lalu memasang dupa diantara apitan canang-canang. Lalu segehan itu ditaburi garam, diperciki arak berem; Ibu saya kemudian berucap pelahan; "Tiang leleh pisan, ten nyidayang keliling, niki titiang ngayat sareng sami sane nuwenang jagat, sane
MENGAPA ‘NAK’ HINDU BALI MENCAKUPKAN TANGAN BILA SEMBAHYANG
Saya masih muda belia ketika beberapkali melakukan perjalanan ke India. Teman-teman saya saat itu, hampir semuanya penulis, setengah berbisik ketika memasuki sebuah kuil bertanya mengapa cara sembahyang mereka
(orang-orang di kuil itu berbeda dengan kamu?). Dlm pikiran teman² saya, India adalah ‘ibu’ dari ajaran Hindu, mestinya cara sembahyangnya sama dgn yg ada di Bali, namun dlm kenyataannya, cara sembahyang saya berbeda.
Begitu juga ketika saya pergi ke Malaysia,dan beberapa negara
lain, bila tidak bertemu dgn komunitas orang bali Hindu, maka yg saya temukan cara sembahyang yg berbeda.
Tahun berganti, ketika transportasi begitu cepat, internet membuat informasi melaju mendekat.