~Menikahi Wanita Ahlul Kitab~
Alhamdulillah, yang menjadi landasan dalam masalah ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat al-Ma’idah ayat 5,
Para ulama berselisih pendapat tentang penafsiran Ahlul Kitab dalam ayat ini.
Di antara yang berpendapat demikian adalah al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, sebagaimana dinukilkan oleh al-Baihaqirahimahullah dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar(5/309).
“Siapa pun yang berasal dari Bani Israil yang memeluk agama Yahudi dan Nasrani maka wanitanya boleh dinikahi dan sembelihannya boleh dimakan.
(lihat Jami’ Ahkamin Nisa, 3/125)
Para ulama yang berpendapat seperti ini, ingin menggabungkan ayat ini dengan ayat ke-221 dari Surat al-Baqarah,
“Dan janganlah menikahi wanita-wanita musyrik sampai mereka beriman.” (al-Baqarah: 221)
Mereka mengatakan jika seorang wanita mempersekutukan Allah subhanahu wa ta’ala maka dia haram utk dinikahi, meski dia Yahudi atau Nasrani.
(asy-Syarhul Mumti’, 5/218, terbitan Darul Atsar)
Asy Syaukani rahimahullah dalam Fathul Qadir(2/15)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah dalam Taisirul Karimir Rahman(hlm. 221—222)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam asy-Syarhul Mumti’ (5/218).
Ayat ini bersifat umum dan tidak ada dalil yang mengkhususkannya untuk Bani Israil, sebagaimana dikatakan oleh asy-Syaukani.Ayat ini merupakan takhshish(pengkhususan) dari ayat al-Baqarah: 221,
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.”
Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala menghalalkan wanita Ahlul Kitab dalam ayat ini dan di sisi lain Allah subhanahu wa ta’ala juga menerangkan-
(Lihat asy-Syarhul Mumti’)
(Fathul Bari, 1/38—39)
Yang dimaksud adalah ‘afifah (yang menjaga diri dari perbuatan zina).
(lihatFathul Qadir).
Ini adalah pendapat jumhur, sebagaimana disebutkan dalam Fathul Qadir dan dirajihkan oleh asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah. Mereka berdalilkan dengan firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 25,
“Dan barang siapa di antara kalian (orang merdeka) tidak memiliki kesanggupan harta untuk
Sisi pendalilannya adalah ketika Allah subhanahu wa ta’ala mengizinkan seorang lelaki merdeka untuk menikahi budak wanita dengan dua syarat,
Bersambung...