Teman-teman yang baik, tidak disangka, hampir 8 bulan sejak kasus pertama COVID-19 ditemukan. Dengan simpang siurnya badai informasi, tidak heran jika kemudian ada yang meragukan kondisi COVID-19 ini sebenarnya. Saya akan menjabarkan sebisanya, berdasarkan pengetahuan saya.
Dgn berat hati saya harus bilang bahwa COVID-19 ini memang ada, dan bukan manipulasi media, apalagi buatan lab. COVID-19 terjadi karena ekosistem virus di alam liar mendekat ke manusia, shg virus yang bersarang di hewan liar, dapat hinggap, berubah, dan berbahaya bagi manusia.
Hal ini terjadi karena berbagai faktor, termasuk kerusakan hutan, perubahan iklim, dan sebagainya, namun intinya adalah eksploitasi yang menyebabkan kerusakan alam. Pesan nenek moyang soal jangan merusak alam? Sayangnya, penunggu hutan itu benar adanya, dan bukan makhluk halus.
Apakah benar COVID-19 semengerikan yg diceritakan di media? Saya tidak tahu; mengerikan itu relatif. Walaupun bacaan kita sama, interpretasi bisa berbeda. Yg jelas, per 27 Juli, terdapat 16 juta kasus positif, dan 646 ribu kasus meninggal. Penambahan kasus 200.000 perhari.
Sbg gambaran, jumlah penduduk Jakarta 11 juta jiwa. Kasus kematian akibat HIV di dunia adalah 770 ribu pada tahun 2018. Seperti itu kurang lebih kontekstualisasi dari angka kasus COVID-19. Dan ini terjadi dalam kurun waktu 8 bulan, dengan segala macam usaha pencegahan.
Jadi, jika tidak ada orang yang anda kenal yang terkena COVID-19, anda sungguh beruntung. Maksud saya, benar-benar beruntung dalam hal anda punya privilese yang tidak dimiliki sebagian besar manusia di dunia ini. Privilese? Sayangnya, iya.
COVID-19, seperti halnya penyakit menular lainnya (dan juga penyakit tidak menular), lebih berdampak kepada mereka yang terpinggirkan. Kelompok pekerja informal yang tak kerja maka tak makan, keluarga miskin yg hrs tinggal berhimpit-himpitan di wilayah kumuh, ....
Perempuan yang harus mengorbankan karirnya atas nama keluarga dan anak, lansia dengan berbagai penyakit komplikasi, dan sebagainya. Saya bicara aspek mudah tertularnya, maupun dampak sosial dari COVID-19 itu sendiri. Bersyukurlah yg pny tabungan, bisa WFH, dan gaji tdk dipotong.
Maka sebagai manusia yang baik, berbaik hatilah dan lakukan apapun yang anda bisa lakukan untuk tidak menambah beban hidup mereka yang terpinggirkan. Jangan memperburuk kondisi COVID-19, karena anda tidak pernah tahu anda pembawa atau bukan. Bisa saja anda akan menulari mereka.
Atau sebaliknya. Bagaimana caranya? Tidak bosan-bosannya saya mengatakan: pakai masker, #DiRumahAja, cuci tangan secara rutin, dan menjaga jarak. Tujuannya simpel, perlambat laju penularan virus, sehingga sistem kesehatan punya kesempatan untuk bekerja.
Sekarang ini adalah adu balap-balapan antara sistem kesehatan dan persebaran virus. Dalam hal belum adanya obat yang efektif, maka kunci pencegahan penularan adalah test, trace, isolate, and support. Biarkan sistem kesehatan bekerja, jangan sampai mereka kewalahan.
Jika anda masih belum percaya juga, saya hanya ingin menekankan bahwa menipu 216 teritori itu tidak segampang menipu anak bahwa Sinterklas itu nyata. Hampir tidak mungkin membuat sebuah konspirasi yang melibatkan 216 teritori dan ratusan lembaga internasional.
Maka jauh lebih masuk akal jika kenyataannya adalah kemungkinan yang paling sederhana, bahwa COVID-19 itu benar adanya. Dan sebenarnya, bukan berarti kengerian dari COVID-19 ini hanya bisa membuat kita pasrah. Tidak sama sekali.
Karena sebenarnya, COVID-19 bisa dikendalikan dengan sebuah gotong royong yang sederhana, sekali lagi; pakai masker, cuci tangan rutin, jaga jarak, dan #DiRumahAja.
Salam sehat dan sejahtera untuk kita semua.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sedikit meluruskan; minuman beralkohol (minol) memang terbukti menyebabkan 3 juta kematian dan 5,1% beban penyakit dunia, termasuk di antaranya berupa sirosis (pengerasan) hati, kanker, gangguan jiwa (2016). NAMUN, minol legal TIDAK menyebabkan kebutaan akibat keracunan alkohol.
Kebutaan terjadi krn kerusakan akut saraf penglihatan dan sel epitel di permukaan retina, yang disebabkan oleh keracunan alkohol jenis metanol. Berbeda dgn alkohol dalam minol yaitu etanol, metanol tdk menimbulkan efek mabuk. Jadi, di mana biasa ditemukan metanol, dan buat apa?
Metanol banyak digunakan sbg campuran etanol yg digunakan utk antiseptik medis maupun bahan bakar (spiritus). Masalahnya, fungsi antiseptik di sini ada di etanol, juga etanol menyalurkan energi lebih besar. Jadi, fungsi metanol yg dioplos dalam spiritus dan antiseptik itu apa?
Jadi, saya punya dua anak. Sehingga saya (dan istri) memutuskan utk berhenti menambah populasi di permukaan bumi ini dan kami memutuskan untuk kontap. Kontrasepsi mantap alias permanen. Dan kami memutuskan bahwa saya akan d̷i̷k̷e̷b̷i̷r̷i̷ divasektomi.
And I will tell you why.
Saya akan cerita sbg k̷o̷r̷b̷a̷n̷ pasien, bukan dokter. Saya tdk akan cerita bhw menurut WHO, vasektomi jauh lebih efektif dibandingkan sebagian besar kontrasepsi, bahkan tubektomi, kontap pada perempuan. Atau vasektomi lebih cepat, lebih aman. Tidak. who.int/news-room/fact…
Keputusan utk vasektomi itu cepat dan alasannya sederhana; tidak mungkin saya membiarkan istri yg sudah melahirkan dua anak, dan di antaranya memakai IUD, harus menjalani operasi berupa tubektomi, because I can't keep it in my pants (well, she's my wife, but still). So snip snip.
Data menunjukkan bahwa jam sekolah yg ideal utk remaja adalah 08.30 pagi, dengan lama tidur 9-9.5 jam. Tidur yg kurang berakibat kpd gangguan emosi dan perilaku, meningkatkan risiko gangguan neurohormonal, meningkatkan perilaku berisiko, juga prestasi di sekolah.
Akibatnya, kebijakan yg memaksa kaum muda utk tdk cukup istirahat akan meningkatkan risiko depresi, obesitas, diabetes, hipertensi, imunitas lemah, s.d. risiko kecelakaan lalu lintas dan perkelahian. Juga menyebabkan penurunan kemampuan belajar di sekolah. doi.org/10.1016/j.sleh…
Ya makanya tidur cepat biar cukup tidur! Tidak bisa begitu; data menunjukkan bahwa jam tubuh remaja memang berbeda dengan dewasa; remaja secara biopsikososial memang lebih aktif di malam hari. doi.org/10.1016/j.sleh…
Terlepas dari video terkait, "Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin," is a shitty way for Breaking Bad News, IMO, karena menempatkan dokter sebagai subjek utama, bukan pasien dan keluarga pasien. Wajar kalau dokter pesinetronan jadi meme.
Delete the first post karena katanya mirip dengan salah satu dokter beneran.
Kalau kamu--baik awam maupun koas--mau tahu seperti apa Breaking Bad News yg baik dan benar, ada yang namanya SPIKES; Setting up, Perception, Invitation, Knowledge, Empathy, Strategy/Summary. Lebih detilnya bisa ditonton di sini:
Selamat Capgomeh! Capgomeh di Indonesia sering diramaikan dgn parade tatung; "dukun" yang bisa dirasuki dewa (atau setan, tergantung persepsi masing2) sehingga bisa melukai diri sendiri dan kebal senjata, dari silet lidah, tusuk pipi, jalan di bara, tanpa nyeri. Kok bisa?
Fenomena "tatung" tidak eksklusif Tionghoa dan Dayak, Hindu Tamil juga merayakan Thaipusam dgn ritual serupa, juga ada kuda kepang dari Jawa. Ada juga fenomena berserkergang & amok, di mana para warrior Odin dan Asia Tenggara berperang dalam battle trance; fearless, painless.
Kata kuncinya ada di "trance". Human brain is powerful; dgn ritual tertentu, bervariasi dr budaya satu ke yg lain, manusia bisa masuk dalam keadaan "trance", keadaan setengah sadar "terhipnotis" yang bisa menekan persepsi nyeri. Ya kalau mau percaya ada "yg masuk" juga gapapa.
Ini salah kaprah. Stunting itu kurang gizi jangka panjang, terjadi di 1000 hari pertama kehidupan; hamil s.d. usia 2th. Gejala paling mencolok memang tinggi badan di bwh standar; namun dampak paling besar adalah kecerdasan. Stunting tidak bisa dicegah di usia sekolah. Tapi ....
Fokus penanganan anak stunting bukan mengejar tinggi badan, namun kecerdasan, dgn stimulasi adekuat dgn Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Yg penting lagi adalah stunting bukan ukuran klinis, per anak, di mana anak stunting perlu penanganan khusus, melainkan potret ....
Dari kondisi kesehatan masyarakat dan kemiskinan scr luas; keamanan pangan sehat, akses air bersih dan MCK layak, akses layanan kesehatan, lingkungan layak anak, bahkan kesetaraan gender dan kondisi ekopol. who.int/publications/m…