Brii Profile picture
Sep 10, 2020 115 tweets 13 min read Read on X
Sebagai pekerja kita harus terus berjuang mencari nafkah, bergulat dengan situasi dan keadaan.

Terkadang harus menghadapi kenyataan, memaksa nyali menyentuh titik terendah, menghadapi satu dimensi seram di perkantoran Jakarta.

Simak beberapa kisahnya di sini, di Briistory..
*** Image
Malam ini, Restu masih akan melanjutkan cerita tentang seramnya kantor tempat dia bekerja.

Setelahnya, giliran Aldo akan berbagi cerita tentang pengalaman seram ketika datang memenuhi panggilan wawancara kerja.

Yuk simak yuk..

***
Setelah kejadian itu, kejadian ketika melihat hantu perempuan di gudang, aku jadi semakin percaya dengan cerita kejadian seram yang dialami oleh teman-teman kantor.
Ada yang hanya sekadar merasakan kehadiran "mereka", sampai yang paling menyeramkan yaitu melihat langsung, bertatapan, atau malah sampai berbincang.

Iya, ada teman kantor yang pernah sampai berbincang dengan sosok hantu di kantor, tentu saja bukan dengan kesengajaan.
Ada temanku, kami sama-sama di lantai dua tapi beda department, sebut saja namanya Dedes.

Dedes seorang sfaff HRD, perempuan cantik berusia 27 tahun ini kebetulan sering ditunjuk oleh atasannya untuk melakukan wawancara tahap awal kepada calon karyawan baru yang datang melamar.
Oh iya, aku dan Dedes masuk di kantor ini nyaris bersamaan, hanya beda beberapa minggu.

Dedes ini termasuk dekat denganku, sering kali kami berbagi cerita sehari-hari, hal apa pun juga, tentu saja termasuk berbagi cerita tentang pengalaman seram yang kami alami di kantor.
Nah, kali ini aku akan menceritakan dua kejadian aneh yang pernah Dedes alami.

***
Hari itu Dedes sudah mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara kepada calon karyawan baru, menyiapkan bahan pertanyaan dan tabel form yang harus diisi oleh pelamar.
Jam delapan pagi dia sudah di mejanya di lantai dua. Jam 8.30 wawancara sudah harus dimulai, di ruang meeting kecil lantai satu.

Setelah memastikan semua siap, Dedes memutuskan untuk turun ke lantai satu, dia berniat untuk menaruh form isian pelamar di meja resepsionis.
Pagi itu, kantor sudah cukup ramai, sebagian besar karyawan sudah datang, karena memang jam masuk adalah jam delapan.
Ruang meeting kecil, yang akan digunakan untuk wawancara, letaknya di ujung depan lorong panjang, tepat sebelum pintu keluar. Setelah pintu keluar, ada meja resepsionis dan ruang tunggu.
Namanya juga ruang meeting kecil, ukurannya memang kecil, tapi gak kecil banget juga, kira-kira muat untuk 10 orang.
Di pintu ruang meeting ini ada celah kaca, melalui celah yang gak terlalu besar ini kami bisa melihat ke dalamnya, bisa tahu kalau ada orang atau memang dalam keadaan kosong.

Begitulah gambaran ruang meeting kecil.
Kembali ke Dedes.

Setelah menuruni tangga, di lorong lantai satu Dedes berbelok ke kiri, menuju ruang meeting kecil.
Dia sambil memperhatikan juga kalau ruangan staf lantai satu sudah ramai, dinding pembatas ruangan itu terbuat dari kaca, makanya dengan leluasa Dedes dapat melihat ke dalam.

Sambil memperhatikan, Dedes terus melangkah menuju ruang meeting kecil.
Masih jam delapan lewat sedikit, kemungkinan besar para pelamar belum akan ada di dalam ruang meeting. Kalaupun sudah ada yang datang, mereka pasti akan duduk menunggu di ruang tunggu depan meja resepsionis.
Makanya, Dedes berniat untuk ke meja resepsionis terlebih dahulu untuk menyerahkan form isian kepada Ucie (resepsionis) untuk nantinya dibagikan kepada pelamar.
Hingga akhirnya, Dedes sampai juga di depan ruang meeting kecil, sambil lalu dia terus melangkahkan kaki menuju lobby karena yakin kalau ruangan itu masih dalam keadaan kosong.
Tapi, setelah sudah beberapa langkah melewati ruang meeting, Dedes berhenti, lalu berdiri diam sebentar.

Dedes berpikir, sekilas dia melihat kalau ada orang di dalam, kelihatan dari celah kaca pintu.
“Kok kayak ada orang di dalam.” Begitu pikir Dedes.

Sedikit bingung, karena proses wawancara seharusnya dimulai jam 08.30. kenapa masih jam delapan sudah ada orang di ruang meeting?
Penasaran, Dedes akhirnya mundur beberapa langkah, kembali ke depan pintu ruang meeting.

Benar, Dedes melihat kalau ada orang yang sedang duduk di kursi, duduk menyamping di depan meja.
“Nah kan benar, ada orang, semangat sekali pelamar ini, sudah sampai jam segini.” Begitu pikir Dedes lagi.
Kenapa dia bisa mengambil kesimpulan cepat kalau yang di dalam itu adalah pelamar? Karena Dedes sama sekali gak kenal dengan perempuan itu, dapat dipastikan kalau dia bukan karyawan.
Perempuan? Iya, perempuan, yang duduk di dalam ruang meeting kecil adalah perempuan.

Perempuan berumur sekitar 20 tahunan, cantik, rambutnya hitam panjang, mengenakan baju terusan berwarna merah.

Tanpa pikir panjang, Dedes langsung mengetuk pintu lalu masuk ke dalam.
“Selamat pagi, saya Dedes yang akan interview. Kamu datang pagi sekali, hehe. Sambil menunggu yang lain, silakan diisi form ini dulu ya, kalau sudah selesai bisa diserahkan ke mba Ucie di depan.” Ucap Dedes sambil memperkenalkan diri.

Pelamar itu hanya mengangguk tersenyum.
“Kamu ada pulpennya?” Tanya Dedes lagi.

Si pelamar menggelengkan kepalanya, lagi-lagi sambil tersenyum.

“Ya sudah, pakai punya saya saja.” Dedes menyerahkan pulpen di tangannya.
“Saya tinggal dulu ya, kalau sudah selesai serahkan ke mba Ucie.”

Setelah itu Dedes melangkah ke luar ruangan, menuju lobby kantor, ke meja resepsionis.
“Cie, ini formulirnya ya, nanti pelamar suruh isi di ruang tunggu aja, jangan dulu disuruh masuk ke ruang meeting.” Kata Dedes kepada Ucie sesampainya dia di meja resepsionis.
“Iya Bu, itu juga baru dua orang yang datang.” Kata Ucie sambil menunjuk ke dua orang laki-laki yang sedang duduk di ruang tunggu.

“Tiga dong Cie, kan ada satu orang yang udah kamu suruh masuk ke ruang meeting.” Jawab Dedes menyangkal.
“Tiga orang? Baru dua Bu. Saya belum nyuruh siapa-siapa untuk masuk ke ruang meeting, pelamar yang sudah datang ya baru mereka ini. Ruang meeting harusnya masih kosong.”

Lagi-lagi Ucie memberi penjelasan sambil menunjuk dua pelamar di ruang tunggu itu.
“Loh, barusan saya ke ruang meeting Cie, ada pelamar perempuan, saya suruh isi formulir.” Suara Dedes mulai meninggi.

Terjadi debat kusir, satu-satunya cara menyelesaikannya adalah mereka berdua harus memeriksa bersama-sama ke ruang meeting kecil.
Benar, mereka berdua lalu menuju ruang meeting.

Sesampainya di ruang meeting, benar kata Ucie, ternyata ruangan dalam keadaan kosong, gak ada siapa-siapa, gak ada pelamar perempuan.
Masih penasaran, Dedes akhirnya memastikan lagi ke pos sekuriti depan, mereka pasti mencatat nama dan keperluan tamu yang masuk ke dalam kantor.
Sama, di dalam buku tamu sekuriti juga yang tercatat baru ada dua pelamar yang datang, keduanya laki-laki, gak ada nama REVINA tercatat di dalam buku tamu.

Revina? Siapa itu Revina?
Sebelumnya, ketika Dedes dan Ucie bersama-sama ke ruang meeting untuk memastikan keberadaan pelamar perempuan, ruang meeting memang dalam keadaan kosong, tapi di meja tertinggal pulpen Dedes dan Form isian yang seharusnya diisi oleh pelamar.
Pada form isian itu, di kolom nama, tertulis REVINA.
Setelah kejadian itu, Dedes jadi agak trauma dengan ruang meeting kecil.

Oh iya, sejak kejadian itu juga, kami jadi punya nama panggilan untuk sosok hantu perempuan di kantor, kami memanggilnya dengan sebutan Revina.

***
Cerita kedua, aku masih akan menceritakan kejadian aneh yang Dedes alami, tapi sepertinya gak ada hubungannya dengan Revina.

Masih berhubungan dengan proses penerimaan karyawan baru, pada tahap wawancara, tapi kali ini sudah masuk ke tahap wawancara kedua.
Seperti biasa, pelamar yang sudah lolos seleksi tahap pertama dipanggil kembali untuk datang ke kantor.

Tahap kedua ini biasanya wawancara dilakukan oleh user, oleh departemen yang membutuhkan personil baru,
karena waktu itu perusahaan sedang membutuhkan karyawan untuk ditempatkan di bagian HRD karena itulah akhirnya yang mewawancara adalah Dedes lagi.

Sama seperti sebelum-sebelumnya, proses wawancara dilakukan dimulai sejak pagi.
Seperti biasa juga, wawancara dilakukan di ruang meeting kecil.

Waktu itu gak banyak, Dedes bilang hanya empat pelamar saja yang akan diwawancara.
Awalnya semua berjalan normal, pelamar satu selesai, pelamar dua selesai, pelamar tiga selesai.

Hingga akhirnya tiba waktunya untuk wawancara pelamar terakhir.

“Cie, yang terakhir suruh masuk ya.” Kata Dedes kepada Ucie, sambil melongokkan kepala dari pintu ke meja resepsionis.
“Balum dateng Bu.” Jawab Ucie.

“Ya sudah, saya ke atas dulu ya, kasih tau aja kalo sudah datang.”

Gak mau membuang waktu karena sudah nyaris jam sebelas siang, Dedes kembali ke mejanya untuk mengerjakan hal lain.
Tapi gak lama, kira-kira setengah jam kemudian telpon berdering, lalu Dedes mengangkatnya.

“Bu, udah dateng nih, sudah saya suruh masuk ke ruang meeting kecil ya.” Kata Ucie di ujung telpon.
Ya sudah, Dedes langsung bersiap lagi untuk turun.
Singkatnya, Dedes akhirnya sudah berada di lantai satu, terlebih dahulu dia mampir ke ruangan staff lantai satu untuk menyelesaikan sesuatu, setelah itu Dedes baru menuju ruang meeting.
“Selamat pagi, dengan Dewi ya?” Sapa Dedes setelah dia sudah di ruang meeting dan bertemu dengan pelamar.

“Selamat pagi Bu, Iya Bu saya Dewi, maaf terlambat.” Jawab si pelamar, dia mengulurkan tangan mengajak Dedes bersalaman.
“Kamu kelihatan pucat, tangan kamu juga dingin, kamu sedang sakit?” Tanya Dedes ketika mereka sudah duduk di kursi masing-masing.

“Iya Bu, gak enak badan sedikit.” Jawab Dewi.
Kemudian dimulailah wawancaranya.
Menurut Dedes, Dewi ini anak yang pintar, menjawab pertanyaan dengan baik, mungkin karena sudah berpengalaman di HRD pada perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya.
Tapi ada yang aneh, Dewi selalu menjawab dengan nada datar, sering kali terlihat melamun, tatapannya kosong.

Yang Dedes ingat, baju yang dikenakannya kelihatan lusuh dan kotor. Yang sangat menarik perhatian juga, rambut Dewi juga sedikit gak rapih.
Dedes pikir, semua itu mungkin karena Dewi datang dari jauh dengan menggunakan angkutan umum, mungkin begitu.
Tapi mengesampingkan semua itu, Dewi merupakan pelamar yang paling menonjol, pengetahuan dan pengalamannya lebih baik dari pelamar lain.
Singkat kata proses wawancara selesai, Dewi dipersilakan pulang dan menunggu panggilan berikutnya, sementara Dedes kembali ke mejanya di lantai dua.
Sore harinya, sekitar jam empat sore, setelah berdiskusi dengan atasannya, Dedes memutuskan untuk memanggil kembali Dewi untuk tahapan terakhir, benar dia yang paling baik dari pelamar yang lain.
“Ucie, tolong telpon pelamar yang terakhir tadi ya, yang namanya Dewi, suruh dia datang lusa untuk wawancara terakhir.” Kata Dedes, menelpon Ucie resepsionis.

“Baik Bu.” Jawab Ucie di ujung telpon.
Tapi, setelah beberapa menit berlalu, Dedes dikagetkan dengan kahadiran Ucie di hadapannya dengan tiba-tiba, wajahnya pucat, kelihatan shock.

“Kenapa kamu Cie? Kaya baru liat setan, hehe.” Tanya Dedes.
“Iya bu, saya baru liat setan, kita berdua baru liat setan, tadi pagi Bu.” Kata Ucie dengan suara setengah berbisik.

“Jangan becanda Cie ah, ada apa sih?” Tanya Dedes penasaran.
“Tadi kan ibu nyuruh saya telpon pelamar terakhir yang namanya Dewi kan? Nah barusan saya telpon Bu.” Kata Ucie.

“Iya, terus kenapa? Dia bisa dateng kan besok lusa?” tanya Dedes semakin penasaran.

“Dia gak akan bisa datang lusa Bu.”

“Loh kenapa?”
“Tadi pas saya nelpon, yang angkat ibunya. Ibunya bilang, Dewi kecelakaan kotor ketika mau berangkat wawancara ke sini, kecelakaannya jam 9 pagi tadi, dewi meninggal di tempat.” Sambil menahan tangis Ucie bercerita.
Sekali lagi, Dedes shock, lagi-lagi dia mengalami proses aneh dalam perekrutan karyawan baru.

Ternyata pelamar yang bernama Dewi itu sudah meninggal kecelakaan sebelum wawancara dilakukan.

***
Iklan sebentar ya 🤭

Ada yang baru di youtube gw,

Silakan mampir, sekalian subscribe sekiranya berkenan, hehe.

Trimakasi.. Image
Lanjut ya..

Berikutnya, kita simak cerita dari Aldo, tentang peristiwa seram yang dia alami ketika datang memenuhi panggilan wawancara.

***
"Nih Do, lo telpon aja coba, siapa tahu masih ada lowongan."

Begitu kata Elvan, gak sengaja kami bertemu ketika aku sedang mengurus perpanjang SIM di kantor polisi.

"Thanks Van, semoga rejeki gw ya. Gak enak banget kelamaan nganggur, hehe."
Pertemuan saat itu gak terlalu lama, kemudian kami berpisah setelah bertukar nomor ponsel.
Oh iya, aku Aldo, karyawan satu perusahaan yang berkantor di bilangan Simatupang Jakarta.

Peristiwa yang ingin aku ceritakan ini terjadi pada tahun 2012. Waktu itu sudah nyaris satu tahun setelah lulus kuliah, aku masih saja belum dapat pekerjaan.
Sampai akhirnya, ada kebetulan yang menyenangkan, tiba-tiba aku bertemu dengan Elvan, teman semasa kuliah. Kami bertemu tanpa sengaja yang kemudian berujung ke percakapan singkat namun padat.
Kami saling bercerita tentang kabar masing-masing, kebetulan Elvan sudah bekerja di satu perusahaan Jasa. Sampai akhirnya Elvan tahu kalau aku masih menganggur, maka dari itulah dia memberikan aku nomor telpon perusahaan yang menurutnya sedang membutuhkan karyawan baru.
“Lo coba aja, siapa tau rejeki, bukan perusahaan gede sih, tapi gajinya lumayan. Temen gw pernah kerja di situ.” Begitu kata Elvan menutup pertemuan.

Ya sudah, setelahnya tanpa berlama-lama aku langsung menelepon perusahaan itu.
“Halo, selamat siang, PT. Anggoro.” Suara perempuan menjawab di ujung telepon.

“Selamat siang Bu. Saya Aldo, dari informasi yang saya dapat katanya perusahaan ini sedang membuka lowongan kerja, benarkah Bu?”
“Oh, benar. Masnya bisa datang langsung saja ke sini.” Jawab perempuan itu dengan ramah.
Setelahnya, ketika aku menanyakan kapan kiranya bisa datang untuk wawancara, perempuan itu bilang keesokan harinya aku bisa datang, ditunggu jam empat sore, kemudian beliau memberikan alamatnya dengan lengkap.
Kantor yang akan aku datangi ini letaknya di daerah pasar minggu, cukup jauh dari tempat tinggalku, tapi gak apa, aku tetap akan mendatanginya. Sudah terlalu jenuh menganggur, aku berniat untuk menerima pekerjaan apa saja yang tersedia.

***
Keesokan harinya jam dua siang aku sudah siap berangkat, transportasi umum menjadi andalan.

Perkiraanku, perjalanan menuju kantor tempat wawancara di pasar minggu akan memakan waktu paling lama dua jam, gak akan terlambat.
Terik panas Jakarta gak menyurutkan niatku untuk datang menjemput rejeki, insyaAllah.
Singkatnya, aku akhirnya sampai juga di tujuan.
Kantor PT. Anggoro ini letaknya persis di Pinggir jalan besar, tapi bukan jalan utama. Dari luar, gedungnya terlihat cukup besar walau gak besar sekali, bertingkat lima lantai.
Pagarnya tinggi dan besar, pintu besi yang sepertinya diperuntukkan untuk keluar masuk orang ada di pojok sebelah kanan, aku lalu berjalan ke situ.

Pintu besinya dalam keadaan gak terkunci, dengan leluasa aku bisa masuk.
Setelah sudah berada di dalam, aku memperhatikan sekeliling, ada pos kecil di dekat pintu gerbang yang sepertinya adalah pos sekuriti, tapi kosong, gak ada orang sama sekali di dalamnya.
Halaman kantor ini luas, ada beberapa pohon besar dan rindang di beberapa sudutnya.

Halaman seluas itu, gak ada kendaraan yang parkir, sama sekali gak ada, aku hanya melihat ada satu motor yang terparkir di samping gedung, selain itu kosong.
“Ini kantor apa sih, sepi amat.” Aku bertanya-tanya dalam hati.

“Ini kan hari kerja, bukan hari libur, kenapa sepi.” Lanjutku bersungut. Sambil berkali-kali memastikan alamat kantor ini lagi, benar atau salah.
Tapi, akhirnya perhatianku tertarik dengan pintu besar di tengah-tengah gedung, aku yakin kalau itu pintu masuk utama. Pintu besar itu kelihatan sedikit terbuka, aku langsung berjalan mendekati.
Setelah persis sudah berada di depan pintu, aku sedikit mendorongnya, lalu pintu bergeser terbuka. Aku jadi bisa melihat ke dalamnya setelah pintu sudah setengah terbuka, terlihat ada meja resepsionis yang dalam keadaan kosong, sekitarnya juga kosong, gak ada orang sama sekali.
Ah ya sudah, mungkin para karyawannya sedang bekerja di dalam.

Tiba-tiba, pintu yang ada di samping meja resepsionis ada yang membukanya dari dalam, kemudian muncul seorang perempuan dari balik pintu.
“Mas Aldo ya? Silakan duduk dulu mas.” Begitu kata perempuan itu dengan ramah ketika melihatku sedang berdiri di depan pintu.

“Terima kasih Bu,” Jawabku, lalu melangkah masuk menuju kursi panjang di depan meja resepsionis.
“Tunggu sebentar ya.” Ucapnya lagi, lalu dia masuk kembali ke dalam melalui pintu yang tadi.

Lagi-lagi aku sendirian..
Ruang tunggu yang cukup besar, ada lemari kaca besar di sebelah kanan ruangan, berisi plakat seperti panghargaan, ada juga benda-benda yang beraneka ragam.

Kalau aku perhatikan lebih seksama, lemari itu seperti sudah lama gak dibersihkan, warnanya kusam tertutup debu tipis.
Gak terlalu memikirkan akan hal itu, aku lalu melanjutkan memperhatikan sekeliling.

Persis di sebelah lemari katu besar itu tadi, aku melihat ada tangga, yang aku yakin tangga itu menuju lantai dua dan seterusnya.
Hanya sebatas itu saja aku bisa melihat-lihat, selebihnya berbatas pintu tertutup dan tangga.
Menit terus berjalan, aku gak juga dipanggil untuk masuk.

Sesekali terdengar ada suara orang berbincang di balik pintu, tapi hanya itu saja, setelahnya gak ada yang muncul membuka pintu untuk memanggilku.
Sampai akhirnya jam sudah menunjukkan pukul lima sore.

Kesabaranku hampir habis, kalau sampai lima menit lagi gak juga diwawancara, aku akan pergi meninggalkan tempat itu, pulang.
Tapi, beberapa saat setelah berpikir seperti itu, akhirnya perempuan yang tadi muncul lagi dari balik pintu.

“Mas silakan naik ke lantai dua ya. Nanti masuk saja ke ruangannya.” Begitu katanya, sambil tangan menunjuk ke arah tangga.

“Ok Bu, terima kasih.”
Kemudian aku menaiki tangga yang letaknya di pojok ruangan, tangga tinggi dan berbelok ke kiri.
Gak lama, aku sampai juga di lantai dua.

Lagi-lagi sepi, aku gak melihat ada orang sama sekali. Tapi di ujung kanan ada pintu, mungkin itu pintu yang dimaksud oleh perempuan di bawah tadi, lalu aku melangkah menuju pintu itu.
Perempuan tadi bilang, aku boleh masuk ke dalam ruangan, ya sudah aku langsung membuka pintunya.
Sukurlah, setelah pintu terbuka, akhirnya aku melihat ada kehidupan, di dalam ruangan lantai dua aku melihat banyak orang yang sedang berlalu lalang sepertinya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Mereka berada di dalam ruangan besar yang terang benderang, berdinding kaca, aku berada di sebelah dinding kaca, di ujung lorong panjang, sementara mereka para karyawan berada di dalam ruangan besar itu.
Di dekat pintu, di sebelah kanan tempatku berdiri, ada ruangan kecil, pintunya memiliki bagian yang berbahan lagi-lagi kaca, sehingga aku dapat mengintip ke dalamnya.

Sepertinya ruangan kecil inilah yang akan jadi tempat aku diwawancara, sepertinya.
Ketika masih agak kebingungan, ada seorang laki-laki keluar dari dalam ruangan besar di samping kiri, dia melihatku dari jauh.

Laki-laki berpakaian layaknya pekerja kantoran, berkemeja putih, celana panjang berwarna krem.
Setelah melihat aku dari jauh, kemudian dia menunjukkan gestur tubuh seperti mempersilakan aku untuk masuk ke ruangan kecil di sebelah kanan.

Setelah mengangguk, aku menuruti permintaanya, masuk ke ruangan kecil.
Di dalam, aku lalu duduk di kursi yang ada di samping meja yang bentuknya bundar.
Aku baru sadar, kalau ternyata di ruangan ini agak gelap, gak ada lampu sama sekali, penerangan hanya bersumber dari cahaya luar.

Ditambah, udaranya juga pengap, gak ada AC atau exhaust fan.
Tapi ya sudahlah, mungkin lampu dan AC pendingin ruangannya sedang rusak, lalu aku meneruskan melamun menunggu pewawancara.
Hmmm, waktu terus berjalan, lagi-lagi aku dibiarkan menunggu, sudah nyaris 30 menit lamanya aku duduk di ruangan pengap ini.

Keringat mulai bercucuran membasahi tubuh karena panas dan pengapnya ruangan.
“Aaaahh, pulang aja ah. Gila, ditanem gw di ruang pengap ini.”

Kesabaranku sudah habis, lalu berniat untuk pergi saja dari tempat itu.

Berdiri dari tempat duduk, lalu aku melangkah mendekat ke pintu.
Pada pintu ruang kecil ini ada lubang kaca memanjang dari atas ke bawah, dari lubang kaca ini aku dapat mengintip, melihat ke luar.
Jantungku seperti berhenti berdetak, keringat turun semakin deras, ketika aku melihat pemandangan di luar ruangan kecil di mana aku sedang berada.
Ketika aku perhatikan benar-benar, ternyata sangat menyeramkan, ruangan besar yang di awal tadi aku lihat banyak orang yang sedang bekerja dan terang benderang, ternyata sudah berubah menjadi ruang kosong gelap dan berantakan, sama sekali gak ada orang di dalamnya, KOSONG!.
Badanku gemetar ketakutan..
Semakin ketakutan lagi ketika tiba-tiba aku melihat ada sosok yang datang entah dari mana, lalu dia masuk ke dalam ruangan besar, sosok berkemeja putih itu berjalan melayang masuk ke dalamnya.
Dia berhenti sebentar, lalu mamalingkan wajahnya ke arahku, melihat ke tempat aku sedang mengintip, aku semakin ketakutan.

Beberapa detik kemudian, dia bergerak lagi, berjalan melayang menuju ke tempatku.

Melayang mendekatiku..
Sontak aku langsung membuka pintu, lalu berlari keluar ruangan, tanpa menoleh lagi ke belakang.

Berlari terus menuruni tangga menuju lantai satu, keluar gedung menuju halaman.

***
Ketika sudah berada di depan gerbang utama, ada teriakan memanggilku.

“Mas!!”

Aku menoleh, ada seorang laki-laki sedang berjalan ke arahku.
“Mas dari mana? Kok lari dari dalam?” Tanya bapak itu.

“Saya baru dari dalam Pak, mau wawancara, tapi ternyata gak ada orang.” Jawabku masih gemetaran.
“Wawancara apa? Ini gedung kosong, sudah lama kosong, gak ada siapa-siapa di dalam, apa lagi perusahaan, gak ada.” Kata bapak itu lagi.

Aku langsung terduduk lemas mendengarnya..

***
Hai, balik lagi ke gw ya, Brii..

Cukup sekian cerita malam ini, sampai juma lagi di lain kesempatan.

Tetap jalankan protokol kesehatan, terus gunakan masker kalau harus keluar rumah.

Stay safe and healthy.

Met bobok, semoga mimpi indah,

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Sep 26
Seperti suara, ada tapi gak terlihat. Susuran ruang dan waktu sering kali gak sesuai capaian akal, atau mungkin kita belum sampai ke tahapan itu.

Raka akan bercerita tentang perjalanannya ke Jogja yang berbelok entah ke mana.

Simak semuanya di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti biasa, beberapa belas menit sebelum stasiun Lempuyangan aku terbangun, menghela nafas sebentar berusaha memaksimalkan kesadaran setelah tidur cukup lama.
Di luar gerimis, jendela kereta basah tapi gak terlalu. Atap rumah-rumah yang terlewati kelihatan basah, begitu juga jalanan. Lampu kota gak seterang malam awal, apa lagi ini bukan Jakarta, penerangan seadanya, rumah-rumah hanya menyalakan lampu kecil, banyak juga yang malah nggak ada penerangan, tapi semuanya akan sedikit berubah ketika kereta mulai memasuki Jogjakarta.
Read 94 tweets
Aug 15
(Katanya) Ada banyak lapisan dimensi di alam ini, tapi gak banyak orang yang bisa masuk dan merasakan berada di dalam dimensi lain.

Menurut kamu, apakah Niko sedang menembus antar dimensi ketika tersesat di kaki Gunung Kerinci seperti ceritanya di bawah ini?

Simak di sini, hanya di Briistory.
***Image
Tersesat, aku benar-benar tersesat..

Jarak pandang jadi sangat pendek karena tertutup kabut tebal, jalan setapak yang tidak rata serta licin jadi medan berat yang harus dilalui. Tas ransel besar di punggung makin terasa berat. Udara sangat dingin.

Aku tidak tahu harus melangkah ke mana..
Jalan setapak ini kadang menanjak, kadang menurun, tapi sepertinya lebih banyak menurun jadi sepertinya ini sudah ke arah yang benar, yaitu ke kaki gunung. Syukur-syukur kalau bisa menemui sungai, aku bisa menyusuri arusnya menuju hilir yang sudah pasti ada pemukiman di sana. Tapi, entah sudah berapa jam berjalan tanpa arah seperti ini, aku belum juga menemukan aliran sungai, suara air mengalir pun tidak terdengar, apa lagi pemukiman penduduk, tidak ada sama sekali.
Read 177 tweets
Feb 22
Mungkin penghuni lama hanya ingin berkenalan, menunjukkan eksistensi kepada kita yang baru datang. Tapi sering kali, caranya sangat menguji nyali.

Indra, ingin berbagi pengalaman seram ketika bekerja di pergudangan tua di Cianjur.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
“Emang begini keadaannya, tinggal dibersihin dikit aja udah enak deh, hehe,” kata Kang Ijal, sambil cengengesan.

Buset, ini si udah kayak gudang gak keurus, berantakan banget, akan kerja keras aku membereskannya.
“Nanti, Mas tinggal di sini bareng Pak Rony, dia di kamar depan, sekarang orangnya lagi mudik, biasanya nanti malam atau besok pagi udah balik lagi ke sini,” kata Kang Ijal lagi.

Aku masih terus memperhatikan ruangan yang nantinya akan aku gunakan sebagai kamar tempat tinggal.
Read 108 tweets
Feb 8
Kadang kita disuguhi kejadian seram ketika berkendara melintas malam, tertuang dalam fragmen gelap berbalut kengerian.

Salah satu teman akan berbagi cerita klasik seram ketika melintas di Jalur Purwakarta Bandung pada tahun 1996.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Normalnya, Purwakarta Bandung bisa ditempuh dalam kisaran satu sampai dua jam saja, tapi kalau aku biasanya santai, jadi seringnya sampai dua atau malah tiga jam lebih kalau harus beristirahat makan dulu di satu rumah makan.
Belum terlalu lama aku rutin berkendara sendiri rute Jakarta Bandung, semua berawal dari dua bulan lalu ketika harus berkantor di Jakarta, sementara Istri dan anak-anak tetap tinggal di Bandung.
Read 97 tweets
Dec 7, 2023
Pedalaman Sumatera menyimpan banyak cerita, jejak seram tergelar nyaris di setiap sudutnya.

Salah satu teman akan menceritakan pengalamannya ketika mengalami kejadian mengerikan di perkebunan bambu di dalam hutan Sumatera, simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
“Satu batang lagi, ah”

Aku bergumam sendiri, sambil memandang jalanan di depan yang kosong, gak ada kendaraan sama sekali, hanya gelap tanpa penerangan.

Aku duduk sendirian di depan gubuk kecil pinggir jalan yang letaknya di tengah-tengah antah berantah di belantara Sumatera.
Gak tahu pasti di daerah mana aku berada saat ini, hampir jam dua belas tengah malam, ponselku mati kehabisan baterai, sempurna.
Read 130 tweets
Sep 28, 2023
Panti Asuhan yang terletak di tengah-tengah hutan kecil, banyak cerita dan peristiwa seram di dalamnya. Dalam rentang waktu pertengahan 1990-an, semuanya akan tertuang di series “Panti Asuhan” ini.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti di tengah-tengah hutan, walaupun terbilang kecil tetapi hutan ini cukup banyak menampung pepohonan, berbagai jenis pohon ada, dari yang kecil sampai yang menjulang tinggi, dari yang jarang sampai yang lebat dedaunan, rumah panti asuhan berdiri hampir di tengah hutan kecil ini. makanya, sepanas apa pun kondisi cuaca, lingkungan panti tetap terasa relatif sejuk dan segar udaranya.
Akan makin terasa suasana hutan di waktu pagi, udara sejuk terbilang dingin di mana embun tebal menghias permukaan lingkungan panti dan sekitarnya, sampai sang embun menghilang terkikis oleh hangatnya sinar mentari.
Read 57 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(