Ketika Ada Luka yang Belum Sembuh
.
.
.
Cara Menyembuhkan Luka Batin dengan Self-Healing, a Thread
Kalau bicara soal luka di hati, rasanya semalaman pun gak cukup untuk ngebahas luka apa aja yang pernah kita alami.
Misalnya aja, luka karena cintanya ditolak atau lamaran kerjanya ditolak. Terdengar sederhana bagi sebagian orang, cuma sulit bgt utk sembuh bagi korbannya.
Sama kayak luka fisik, luka hati kalo dibiarin terbuka tanpa dirawat bisa membuatnya semakin kompleks.
Yg jadi pembeda adalah hal yg memperparah penyakitnya. Jika utk luka fisik, bakteri dan kuman adalah pemicunya, hal yg memperparah luka hati adalah berbagai emosi negatif.
Mungkin lo pernah ngerasain perasaan negatif seperti ini di masa-masa tergelap hidup lo: “Lo tuh emang ga ada gunanya ya?”, “Hidup kok gini amat sih.”
Kalo lo ngerasa punya luka di hati yg blm sembuh dan bikin lo benci diri sendiri, simak thread ini sampai habis, ya.
Sebenernya, kasus yg tertulis di atas bisa terjadi karena kita ngelakuin self-loathing, kritik ekstrim terhadap diri sendiri.
Saat self-loathing, rasanya semua hal yg kita lakuin itu salah, ga ada gunanya, dan kita ga pantas buat dapetin hal-hal yang baik dalam hidup.
Kita kyk merasa gak pantes buat dapetin temen dan pasangan yang baik dan bisa dibanggakan gitu. Rasa-rasanya, diri kita yang sampah ini cuma layak punya temen atau pasangan yang juga sampah.
Pertanyaannya, kenapa sih seseorang bisa sebenci itu sama dirinya sendiri?
Kalo kita ngomongin penyebab perilaku dalam aspek psikologis, jawabannya pasti banyak bgt. Susah bagi kita untuk nentuin penyebab utama atas luka psikologis kita.
Tapi berdasarkan riset, ternyata ada beberapa faktor penyebab self-loathing yg lazim muncul. Apa aja faktornya?
Pertama, luka batin bisa muncul karena kejadian menyakitkan, atau bahkan karena trauma.
Misalnya, kita punya pengalaman disakiti secara fisik, emosional, atau seksual oleh seseorang. Pengalaman menyakitkan itu sering bgt “membekas” dan menjadi luka di hati yg sulit disembuhkan.
Kedua, ekspektasi dan harapan yg terlalu tinggi.
Sebagai manusia, wajar bgt klo kita punya harapan pengen jadi populer atau orang sukses. Tapi, kadang kita menaruh harapan tsb terlalu tinggi yg cenderung membuat kita ngerasa kecewa luar biasa ketika harapan tsb gak terwujud.
Semakin tinggi ekspektasi kita, semakin rentan kita sama rasa sedih
Ya, simple aja sih logikanya. Makin tinggi kita terbang karena harapan yang ada di kepala kita, makin sakit jatuhnya pas gak kejadian.
Ketiga, sifat perfeksionis.
Ketika seseorang memiliki sifat perfeksionis, dia jd cenderung sulit nerima kesalahan sekecil apapun. Buat dia, kesalahan kecil bisa dianggap sebagai kegagalan, sesuatu yg memalukan. Dan menurutnya, orang-orang bakal ngerendahin dia karena itu.
Keempat dan terakhir, yang sering banget dilakuin adalah ngebandingin diri dengan orang lain.
Kita fokus mikirin update kesuksesan orang2 di LinkedIn atau Instagram. Tapi kita suka ga mikir, apakah start kita sama dengan mereka? Kita ga mikirin proses mereka mencapainya.
Ketika luka-luka tadi menumpuk di hati, kita jadi terbiasa mikir bahwa kita adalah orang yg ga berharga. Kita jd mudah membenci diri.
Dampaknya gimana? Penelitian menunjukkan, kesulitan untuk nerima keadaan diri nantinya cenderung merusak kondisi kesehatan mental kita.
Tapi lo gak perlu khawatir.
Sama kayak luka fisik, luka hati juga ada obatnya. Buat ngatasin luka di hati, kita bisa ngelakuin “self-healing” alias proses penyembuhan luka batin yang dilakukan oleh diri sendiri.
Untuk rasa benci pada diri, penyembuhan yang manjur adalah self-acceptance, penerimaan diri secara utuh terlepas dari kelebihan dan kekurangannya.
Ketika lo merasa diri lo negatif, lo bisa memulai self-acceptance dengan cara menjadi lebih objektif saat menilai diri.
Lo bisa coba pikirin baik-baik, apakah benar kita seburuk itu? Apakah kita gak akan bisa jadi lebih baik lagi? Nah, bisa jadi kitanya aja yang terlalu keras sama diri sendiri.
Hal pertama yg hrs kita terima saat melakukan proses ini adalah menerima rasa sakit itu sendiri. Menerima bahwa kita emg terluka krn sesuatu atau seseorang.
Iya, terima aja bahwa lo tuh punya hati, dan hati lo terluka, dan lukanya dalam, makanya susah sembuh sampai sekarang.
Merasa sulit mencobanya? It’s okay. Lo gak sendirian kok.
Satu persen akan selalu ada di sini buat nemenin lo menerima dan menyembuhkan luka-luka lo. Semangat ya, kita lewatin ini bareng-bareng :-)
Cara lain biar lo bisa lebih menerima diri sendiri adalah dengan “Self-Distancing”.
Ini adalah teknik buat meredam kritik dari dalam diri. Gimana caranya? Tiap kali lo mengatakan suatu hal buruk ke diri lo, lo coba ambil sudut pandang orang ketiga.
Misal, lo dapet IP yang sebenarnya bagus, tapi ada temen yang dapet lebih tinggi. Akhirnya lo mikir “Kok gue ga bisa kayak dia ya? Apa gue enggak pinter?”
Nah, drpd terjebak dlm pikiran negatif kyk gitu, coba deh pake sudut pandang orang ketiga.
Di mata diri lo, IP 3.3 mungkin jelek krn lo kalah dr temen lo yg bs dapet 3.5. Tp, bisa jd temen2 lo justru bangga sm lo krn lo dpt IP sebesar itu di smt yg terbilang sulit.
Dgn cara pikir seperti itu, lo bisa dapet perspektif baru.
Lo jd akan lebih mensyukuri apa yg lo dapet, dan berhenti mengkritik diri lo secara negatif.
Instead of, “Hah, gagal bgt gue jd orang kali ini…”, lo bisa berpikir “Oke, IP gue bukan yg terbaik tp udh di atas rata-rata. Gapapa, lain kali bs kita tingkatin!”
Yang perlu dicatat, proses menerima diri itu butuh waktu dan mungkin tidak mudah. Tidak ada salahnya juga kok buat minta bantuan.
Kalo lo ngerasa butuh bantuan buat nyembuhin luka-luka di hati lo, lo bisa daftar konsultasi bersama Mentor Satu Persen di bit.ly/mentoringtwt
Jika lo butuh suatu “kelas” yg bisa membantu lo belajar cara mencintai diri sendiri, lo jg bisa mendaftarkan diri di Kelas Online “Tips Jitu Berdamai dengan Diri Sendiri”.
Stop Menunda!
.
.
.
Pekerjaan Nggak Selesai Karena Asik Main Sosmed, A Thread
Kalo lo denger notif hp atau aplikasi chat, respon pertama lo apa? Langsung ngecek atau biarin aja? Apalagi kalo notifnya dari doi hahaha
Nah, notifnya tuh muncul pas lo lagi ngerjain sesuatu. Kira-kira, lo termasuk orang yang tetep fokus ngerjain atau malah tergoda buat ngecek?
Misal, lagi ngerjain tugas terus dapet notif di sosmed.
Niatnya sih ngecek bentar tapi malah keterusan main, nggak sadar udah satu jam keasikan scrolling! Tugas belum selesai, tapi waktunya malah abis buat main sosmed.
Motivasi Hidup
.
.
.
Belajar Growth Mindset dari Haikyuu, A Thread
Pict: Pinterest
Anime Haikyuu nyeritain tentang Hinata, anak baru SMA yang pengen jadi pemain voli hebat, tapi tingginya cuma 163 cm.
Tim voli SMA-nya, Karasuno, punya cita-cita buat jadi tim yang hebat juga, tapi mereka nggak punya pelatih dan fasilitasnya pun biasa aja.
Dari awal cerita, Hinata udah diperlihatkan kalo dia ngalamin kekalahan telak. Padahal, itu pertandingan voli pertamanya setelah dia SMP, karena pas awal masuk isi timnya cuma dia sendiri.
Ini bisa ikut juga setelah ngajakin temen yang sebenarnya anak basket dan sepak bola.
Buat Lo yang Masih Negative Thinking
.
.
.
Belajar Mindset Positif, A Thread
Pict: Yan
Akhir-akhir ini, kayaknya masalah tuh umum banget sampe orang jadi ngedumel setiap hari.
Nggak jarang juga akhirnya mereka nyebarin negative vibes sama orang-orang di sekeliling mereka, walaupun kadang mereka tau kalau masalah itu bisa diselesain.
Ketika seseorang terlalu fokus sama hal buruk, ada kemungkinan besar mindset yang kebentuk jadi negatif juga.
Mindset negatif kaya kebiasaan suatu ngeluh ini disebut The Tetris Effect. Fenomena psikologis yang pertama kali dikenalkan sama Jeffrey Goldsmith.
Lawan Overthinking dan Insecure
•
•
•
Merencanakan Waktu Overthinking, A Thread
Pict: Spencer Selover
Pernah nggak sih lo semaleman nggak bisa tidur karena banyak pikiran?
Misalnya, insecure mikirin kekurangan diri sendiri. Mungkin mikir, "Kalo dibandingin orang lain, gue nggak ada apa-apanya." Nggak jarang itu dipikirin terus.
Kenapa bisa gitu? Seringkali otak nggak bisa bedain antara takut sama cemas. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda.
Merasa takut itu saat sesuatu yang berbahaya emang benar-benar nyata. Kalo rasa cemas itu ketika ada hal yang lo anggap ancaman padahal belum tentu terjadi.