Brii Profile picture
Sep 17, 2020 105 tweets 12 min read Read on X
Gak ada jalan lain, selain harus menghadapi semua, walau nyali sudah ada di batas bawah. Harus tetap menjalankan tugas dan menyelesaikan pekerjan, di tengah cekam hantu di dalam kantor.

Sekali lagi, ada teman yang akan menceritakan pengalaman seramnya di sini, di Briistory.

***
Biasanya jam lima atau paling lambat jam enam sore aku sudah di jalan pulang, tapi hari ini jam sembilan malam masih di kantor. Memang sih, memasuki akhir bulan kantorku semakin tinggi aktivitasnya.
Load pekerjaan semakin tinggi, bukan hanya untuk rekan-rekan sales dan pemasaran saja, tapi nyaris semua divisi, termasuk aku.
Aku Hermila, staff administrasi di salah satu perusahaan property. Sudah hampir tiga tahun bekerja di sini, perusahaan yang berkantor di salah satu gedung di jalan Sudirman, Jakarta Selatan.
Sebagai staf admin, aku juga bertugas menerima laporan hasil penjualan dari personil sales dan pemasaran, lalu membuat laporannya, harian, mingguan, dan bulanan.
Nah, mendekati akhir bulan, biasanya rekan-rekan sales dan pemasaran bekerja dengan “Menginjak pedal gas dalam-dalam”, karena target pencapaian dihitung dalam satu bulan, mereka pontang-panting mengejar target, apa lagi kalau masih belum tercapai.
Itulah salah satu alasan kenapa aku harus pulang malam di akhir bulan, tanggal 30 atau 31 dapat dipastikan aku akan pulang larut.
“Mil, gw ada pameran nih, tutup jam sembilan, lo jangan pulang dulu ya.” Kalimat itu biasanya yang jadi senjata rekan sales untuk merayu aku supaya mau menunggu mereka selesai pameran,
karena penjualan hari itu harus di-input hari itu juga, agar masuk performa bulan berjalan, bulan yang besok harinya sudah berganti.
Ya sudah, aku sih sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, akan menunggu mereka jualan sampai titik darah penghabisan, meminjam istilah mereka, hehe.
Seperti yang kubilang tadi, akhir bulan selalu pulang malam, dan sering kali juga aku menjadi orang terakhir yang meninggalkan kantor.
Kantorku menghuni tiga lantai, 7, 8, dan 16. aku di lantai 8, sales dan marketing di lantai 7, sedangkan para bos memiliki ruangannya masing-masing di lantai 16. Sering kali aku harus naik turun ke lantai 7 dan 16 karena ada keperluan.
Paling ramai ya di lantai 7, di situ banyak banget personelnya, dari manajer pemasaran sampai staff dan salesnya, paling ramai. Lantai 8 agak lebih sepi, karena penghuninya juga lebih sedikit dari lantai 7,
selain itu kami di lantai 8 kebanyakan jobdesc-nya administrasi dan keuangan, lebih banyak diam mengerjakan pekerjaan masing-masing.
Nah, lantai 16 ini yang paling sepi, karena isinya para petinggi perusahaan yang kebanyakan mobilitasnya sangat tinggi, jadi sering gak ada di ruangannya, karena itulah lantai 16 ini lebih sering sepi.
Walaupun di lantai 16 ini ada tiga ruang meeting yang akan ramai apa bila sedang digunakan oleh divisi sales dan marketing, tapi ya tetap saja, selebihnya sepi.
Pada jam kerja, hampir di setiap lantai ada sekuritinya, biasanya pak sekuriti duduk di depan lift atau di mejanya yang bersebelahan dengan meja resepsionis.
Tapi ya itu tadi, sekuriti masing-masing lantai hanya pada jam kerja, paling lama mereka stand by sampai jam tujuh atau jam delapan, lebih dari itu hanya sekuriti gedung yang berjaga, di lobby lantai dasar.

Begitulah..
Nah, saatnya kita masuk ke pembahasan yang seru.
Sama seperti gedung perkantoran lainnya, gedung tempatku bekerja ini juga memiliki banyak cerita-cerita aneh, janggal, atau juga seram, yang beredar di kalangan karyawan.
Gedung yang letaknya persis di depan kawasan GBK ini memang termasuk yang sudah lama berdiri, termasuk gedung tua, punya banyak cerita dan sejarah panjang.
Waktu awal-awal masuk, aku sudah banyak mendengar cerita-cerita seram tentang gedung ini dari Mbak Retno, rekan kerjaku yang lebih senior, dia sudah bekerja di sini lima tahun sebelum aku masuk.
Kebetulan meja kami bersebelahan, jadinya aku jadi lebih sering berbincang atau keluar makan siang dengannya.
“Coba lo perhatiin deh, kalo nanti lembur. Lantai lain mana ada yang berani kerja sampai malam? Kalo ada pun karna terpaksa, dan paling malam jam delapan. Gak ada yang berani lebih dari itu.”

“Paling tarakhir kejadian di lantai tiga, ada yang kesurupan sampe pingsan.”
“Ada juga yang cerita kalau dia ngeliat lantai 11 rame banget, padahal udah jam 10 malam, ternyata hantu semua.”

“Ada juga yang kerja lagi kerja lembur, ditemenin sama kuntilanak yang duduk di sebelah dia. Hiiiiii, serem, makanya gw paling gak mau lembur sendirian sampe malam.”
Begitulah beberapa penggalan cerita dari Mbak retno.

Aku yang waktu itu baru masuk kerja, jadi agak parno dan ketakutan, tapi ya mau gimana lagi.
Sampai akhirnya, pekerjaan memaksaku untuk pulang larut, memaksaku untuk menghadapi peristiwa sungguh membuatku nyaris pingsan karenanya.

***
Awalnya memang aku gak pernah merasakan atau malah melihat hal-hal yang menyeramkan ketika harus lembur sampai malam sendirian, hanya sesekali perasaan seperti ada sesuatu yang aneh, atau tiba-tiba bulu kuduk berdiri sendiri,
tapi ya hanya itu saja, gak ada penampakan yang aku lihat langsung, gak ada.

Karena belum pernah merasakan atau mengalami apa-apa itulah akhirnya aku jadi semakin percaya diri, semakin gak ada ragu untuk pulang larut malam.
Sampai akhirnya aku merasakan semuanya, mengalami hal yang aneh, janggal, sampai akhirnya sangat menyeramkan. Gak langsung frontal, tetapi perlahan-lahan, setahap demi setahap.

Begini kejadian yang pertama:
Entah waktu itu sudah keberapa kalinya kerja sampai larut malam, tapi yang pasti sudah beberapa bulan lamanya aku bekerja di kantor ini, sudah enam bulan kalau gak salah. Jadi, malam itu bukan yang pertama kali aku harus lembur.
Masih ingat dalam ingatan, waktu itu akhir bulan, nyaris jam 10 malam, di ruangan hanya tinggal aku dan Andre.
Posisi duduk kami agak berjauhan, berseberangan, aku di ujung sini Andre di ujung sana, tapi kami masih bisa saling melihat satu sama lain.
Di antara tempat kami, ada ruang meeting kecil di sebelah kanan, ruangan berdinding kaca yang waktu itu sudah dalam keadaan gelap.

Kami asik dengan pekerjaan masing-masing.

Oh iya, sebagian lampu sudah mati, ruangan sudah agak redup karenanya.
“Mil, lo belum beres? Tungguin gw ya, jangan balik dulu.” Kata Andre dari kejauhan.

“Iya Ndre, ini juga belum kelar.” Jawabku.

Lalu kami kembali lanjut kerja, suasana kembali hening.

Hening..

Cukup lama hening.
Sampai akhirnya, tiba-tiba terdengar suara printer.

“Lo Nge-print Ndre?” Tanyaku.

“Nggak.” Jawab Andre.

Lalu kami saling memandang sebentar, menunjukkan wajah keheranan.
“Trus siapa yang nge-print?” Tanyaku, gak membutuhkan jawaban.

Kemudian kami melanjutkan pekerjaan, mencoba untuk gak terpengaruh.

Suasana kembali hening..

Sepi, sampai beberapa saat lamanya.
Tapi akhirnya, ada sesuatu lagi terjadi, mesin poto kopi menyala dengan sendirinya.

Kembali aku dan Andre saling berpandangan, dengan wajah keheranan.

Tiba-tiba, telponku bordering, ketika aku lihat layarnya muncul nomor ext Andre.
“Buruan selesain Mil, udah aneh nih ruangan, penghuninya mulai rese.” Kata Andre di ujung telpon sebelah sana, sambil agak berbisik.
“Ah mungkin lagi eror kali printer sama mesin potokopinya Ndre, udah ah, gak knapa-knapa, Ini gw lagi nanggung nih, belum kelar.” Jawabku coba menenangkan Andre, dan coba menenangkan aku juga sih sebenarnya.
“Ya udah, tapi gw bentar lagi kelar nih.” Kata Andre lagi.

“Ya udah, lo duluan aja deh.” Jawabku.

Lalu kami sama-sama menutup telpon.

Kemudian suasana kembali hening, dan sepi.
Tapi hanya beberapa saat lamanya, sampai ada sesuatu lagi yang terjadi..

Rrrrrrr, rrrrrr…

Terdengar suara seperti itu.

Lagi-lagi aku dan Andre saling berpandangan.
Suara apa itu?

Rrrr, rrrrr..

Kedengaran lagi,

Setelah itu kami sama-sama kompak memandang ke ruang meeting kecil di sebelah kanan ruangan. Sepertinya sumber suaranya berasal dari situ.
Ketika sedang sama-sama memandang ke ruang meeting, suara itu muncul lagi,

Rrrrrrr, rrrrrr…
Ternyata itu suara kursi yang bergeser sendiri di dalam ruang meeting, roda kursi menghasilkan suara seperti itu.

“That’s it, selesai, gw pulang Mil.” Andre bilang begitu sambil membereskan barang-barang di mejanya.
Hanya beberapa detik kemudian, Andre sudah berjalan mendekat ke mejaku.

“Ayok pulang Mil, lo gak takut apa?” Begitu katanya.
“Sebentar lagi Ndre, 15 menit lagi gw pulang.”

Memang meperjaanku belum selesai, tanggung, hanya tinggal beberapa laporan lagi.

“Ya udah, gw duluan ya, tiati lo ah.” Kata Andre, lalu dia meninggalkan ruangan, pulang.
Tinggal aku sendirian.

Kenapa aku memaksakan diri? Karena ya itu tadi, tanggung.

Waktu sudah di jam 10 lewat, aku kembali melanjutkan membuat laporan.
Sepeninggal Andre, praktis tinggal aku sendirian di lantai 8 ini, tapi ya itu tadi, aku sudah terlalu percaya diri karena gak pernah merasakan hal-hal aneh di sini.
Ruangan sangat sepi, suara yang terdengar hanya ketikan jemari tanganku di atas keyboard komputer, selain itu gak ada suara lagi.

Tapi gak lama, berikutnya mulai muncul suara-suara lainnya.
Ada suara samar tapi terdengar, sayup-sayup tapi ada.

Aku merasa kalau ada orang yang sedang berbincang di luar, di lorong depan dekat meja resepsionis.

Mencoba untuk menajamkan pendengaran, tapi tiba-tiba suara itu menghilang.
“Ah, paling Pak sekuriti.” Begitu pikirku dalam hati
Lalu aku melanjutkan pekerjaan.
Tiba-tiba terdengar suara lagi, kali ini lebih jelas, gak samar, tapi sangat jelas.

Aku mendengar suara langkah kaki di lorong depan, langkah kaki yang semakin mendekat ke ruangan tempat ku berada.

Suaranya semakin mendekat, aku terus saja menajamkan pendengaran.
Langkah kaki semakin jelas terdengar, tapi sang pemilik langkah sama sekali gak kelihatan, kosong, gak ada siapa-siapa.
Sampai akhirnya suara langkah kaki itu seperti sudah berada di dalam ruangan, di sini aku mulai merinding, ada suara langkah tapi gak ada orangnya.

Aku terus saja menajamkan pendengaran, coba menerka-nerka ke mana langkah kaki itu menuju setelah sudah berada di dalam.
Ternyata menuju ruang meeting kecil..

Ketakutanku semakin memuncak, suara kaki tak bertuan semakin terdengar jelas, masuk ke dalam ruang meeting.

Setelah sepertinya sudah benar-banar berada di dalam, suara langkah kaki berhenti dan menghilang.

Kembali hening seperti semula.
Aku yang sejak tadi diam memperhatikan, pelan-pelan mulai membereskan barang-barang, berniat untuk meninggalkan ruangan. Takut..

Tapi beberapa detik kemudian ada yang terjadi lagi..

Rrrrrrr, rrrrr..
Kembali terdengar suara kursi yang bergeser, sontak aku langsung memandang ke ruang meeting.

Benar, aku melihat kalau ada kursi yang bergerak berpindah tempat dengan sendirinya.

Rrrrrrr, rrrrrr…

Rrrrrrr, rrrrrr…
Aku langsung berdiri dan lari keluar ruangan, gak berani melihat ke belakang. Lalu masuk lift turun ke lobby, pulang.

Itulah pertama kali aku merasakan keganjilan di kantor, kejadian berikutnya akan lebih gila lagi.

***
Beberapa bulan setelahnya kejadian itu, kembali aku harus pulang malam.

Waktu itu akhir bulan, harus menyelesaikan semua laporan yang memang sudah jadi tugasku, termasuk menunggu rekan-rekan sales selesai berjualan di pameran.
Di lantai 8 ini kami memiliki mushala sendiri, jadi gak perlu harus ke basement kalau ingin sholat.

Mushala letaknya di paling ujung, berlawanan dengan meja tempat kerjaku berada, ujung ke ujung jadinya, aku di ujung barat, mushala di ujung timur, kira-kira seperti itu.
Jadi kalau mau ke mushala, aku harus berjalan cukup jauh, keluar masuk dua ruangan besar, melewati lorong panjang, lewat depan meja resepsionis dan sekuriti juga.
Di waktu shalat maghrib, mushala masih banyak orang, masih banyak karyawan yang sholat di mushala.

Situasinya sangat berbeda ketika aku hendak shalat isya, sudah sepi, sangat sepi malah, karena memang aku juga shalat agak terlambat, nyaris jam sembilan malam.
Ruangan besar tempat aku berada pun sudah nyaris kosong hanya tinggal Reni dan Andre, mereka masih kelihatan bekerja di mejanya, di ujung ruangan.

“Hai hai, aku sholat dulu yaaaa..” Aku menyapa mereka ketika hendak menuju mushala.

“Ok Mil.” Jawab mereka.
Seperti kubilang tadi, untuk menuju mushala cukup jauh harus melangkah. Pertama dituju adalah pintu keluar ruangan, setelah itu belok ke kiri, gak jauh dari situ akan sampai di depan meja resepsionis dan sekuriti, di depan lift,
setelah itu aku masuk ke ruangan besar lagi, ruangan besar yang sudah kosong melompong, ruangan ini biasanya diisi oleh beberapa sales manajer dan staf-stafnya, di ujung ruangan inilah mushala berada.

Benar kan, mushala sudah sangat sepi, hanya ada aku seorang diri.
Setelah berwudhu, aku langsung sholat, sendirian.

Sendirian? Iya, harusnya sendirian.
Tapi, nantinya perasaanku gak bilang demikian.

Aku sholat di tengah mushala sebelah kiri, pintu masuknya ada di belakang sebelah kanan.

Mulailah aku sholat.
Awalnya semua berjalan mormal, gak ada apa-apa.

Nah, ketika masuk ke rakaat ketiga, ketika sedang dalam posisi sujud yang pertama, aku merasa seperti ada orang masuk, aku merasakannya.
Ternyata benar, setelah bangkit dan duduk di antara dua sujud aku melihat ada seseorang lelaki yang sedang mendirikan shalat. Dia berdiri di pojok kanan depan, mengenakan pakaian seperti karyawan pada umumnya, kemeja putih celana panjang.
Hanya sebentar aku melihatnya dari ujung mata, karena berikutnya aku harus sujud lagi.
Nah, ketika bangun dari sujud kedua inilah ada keanehan terjadi.

Laki-laki itu hilang, gak ada lagi di tempatnya. Ke mana tuh orang? Aku gak tahu. Ya sudah, masih tanpa beban aku terus melanjutkan sholat sambil berusaha untuk khusu'.
Pada rakaat terakhir, lagi-lagi ada kejadian aneh, kali ini sudah menjurus seram, ketika aku bangkit dari posisi ruku.

Kaget, jatungku seperti berhenti seketika, ketika sudah berdiri dari ruku.
Dari sudut mata, aku melihat lelaki itu lagi, dia tiba-tiba muncul lagi, kali ini posisinya duduk bersila bersandar ke dinding, menghadap ke arahku.
Sangat terlihat jelas kalau wajahnya sedang menghadap aku, matanya memperhatikanku. Jarak kami cukup dekat, aku masih bisa menangkap semuanya walaupun dari ujung mata.

Masih berusaha untuk tetap khusu’, aku melanjutkan shalat yang sebentar lagi selesai.
Ketika sedang duduk di antara dua sujud, sosok itu masih ada, lebih menyeramkan malah, karena kali ini dia memperhatikanku sambil tersenyum.

Setelah itu, di sujud terakhir, aku menyelipkan doa kepadaNya, semoga sosok menyeramkan ini cepat-cepat pergi.
Alhamdulilah, doaku dikabulkan, ketika bangkit dari sujud dia sudah gak ada lagi.

Setelah selesai, aku sempatkan untuk membaca doa dan berdzikir sebentar.

Selesai? Belum..

Ketika aku hendak meninggalkan mushala, ada kejadian lagi.
Di depan mushala ada lorong panjang, ke sebelah kiri ada ruang meeting besar, lalu buntu, gak ada jalan lain. Ke kanan menuju ruangan besar yang aku ceritakan di awal tadi, menuju pintu keluar juga.
Nah, ketika sedang berada di depan mushala memakai sepatu, aku menoleh ke ujung lorong sebelah kanan, karena ada yang menarik perhatian.
Ternyata, ada seseorang sedang berdiri di ujung lorong, di depan ruang meeting.

Lorong sudah dalam keadaan gelap, hanya mengandalkan lampu dari dalam mushala dan ruang besar di belakangku.
Tapi walaupun gelap, aku masih bisa melihat sosok itu, seorang laki-laki yang perawakan dan pakaiannya persis sama dengan sosok yang ada di dalam mushala tadi.

Dia berdiri diam menghadapku, berdiri di ujung lorong..
Kali ini aku langsung balik badan dan pergi dari situ, gak berani menoleh ke belakang, lari menuju pintu keluar, ketakutan.
Setelah sudah di luar ruangan, aku melihat ada satu sekuriti gedung yang kebetulan sedang patroli.

“Ada apa Mba? Kok ngos-ngosan?” Tanya dia.

“Bisa periksa ke dalam gak Pak? Ada laki-laki gak saya kenal ada di dalam situ.” Kataku.
Lalu Pak sekuriti langsung bergegas masuk, aku memperhatikan dari luar, gak berani untuk ikut masuk.

“Gak ada siapa-siapa Mba, kosong.” Begitu katanya setelah memeriksa di dalam.
“Di Mushala Pak, lorong ruang meeting.” Setengah berteriak aku bilang begitu.

Lalu Pak sekuriti terlihat berjalan masuk ke lorong mushala.
Beberapa menit kemudian dia keluar.

“Gak ada siapa-siapa mbak, kosong, mushala kosong, ruang meeting juga kosong. Cuma mbak doang tadi, gak ada siapa-siapa lagi.”
Hmmm, satu-satunya pintu keluar dari mushala dan ruangan itu hanya pintu di mana aku sedang berdiri berbincang dengan Pak sekuriti ini, gak ada jalan keluar lain.

lalu siapa laki-laki tadi?

***
Berikutnya, aku mengalami kejadian yang menurutku sangat menyeramkan.

Terjadinya baru beberapa minggu yang lalu, masih sangat menempel dalam ingatan.
Karena adanya pandemi covid19, kantorku menerapkan work from home bagi karyawannya. Tapi WFH gak setiap hari, kami bergantian wfh dan wfo dengan rekan kerja lainnya. Aku kebagian tiga hari WFH, selasa dan kamis aku bekerja di kantor.
Inilah sebabnya kantorku menjadi sepi, hanya beberapa karyawan saja yang bekerja di kantor secara bersamaan.
Waktu itu akhir bulan, hari kamis malam jumat.

Mumpung sedang di kantor, aku berniat untuk menyelesaikan semua laporan, karena kalau dikerjakan di rumah menurutku lebih repot, lebih enak menyelesaikannya di kantor.
Hari yang sangat melelahkan, kamis itu seharian aku nyaris gak bisa bernafas, begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
Untung saja, perusahaan kami masih bisa berjalan normal di masa pandemi seperti ini, walau ada sedikit gejolak, tapi masih bisa terus berjalan.

Waktu itu hanya ada aku dan Reni di dalam ruangan, belum terlalu malam, masih jam setengah delapan.
“Mil, gw duluan balik ya, laki gw udah di bawah tuh.” Kata Reni.

“Yaahh, gw sendirian dong.” Kataku.

“Ya maap, hehe.”

“Gw ikut ke bawah deh Ren, mau beli kopi.”

“Ya udah ayok.”

Kemudian kami turun.
Sesampainya di bawah, Reni pulang, sementara aku ke kedai kopi di sebelah gedung. Aku butuh segelas latte untuk menyegarkan mata dan pikiran.

Setelah gelas latte sudah di tangan, aku kembali menuju lantai delapan.
“Mbak Mila, tinggal sendirian di lantai lapan ya? Mau saya temani?” Kata Pak Andi sekuriti di depan Lift.

“Oh makasih, gak usah Pak, saya paling setengah jam lagi pulang,” Jawabku sambil tersenyum, kemudian masuk lift.
Sesampainya di lantai delapan, seperti sebelumnya ketika aku lembur sendirian, sangat sepi.

“Ah buruan selesain kerjaan ah, biar cepet pulang.” Gumamku dalam hati.
Di dalam ruangan, sendirian, sebagain lampu sudah mati, ruangan jadi agak redup.

Benar-benar sepi, aku sendirian.

Benar sendirian.

Sesampainya di meja, aku langsung menyalakan komputer lagi.
Tahu gak apa yang terjadi? Aku sangat kesal ketika komputer sudah menyala.

Entah aku lupa save sebelum turun tadi atau bagaimana, ternyata laporan yang sedang aku kerjakan sejak sore hilang semua.

Hilang semuanya.

Dengan begitu aku harus mulai dari awal lagi.
Kesal, capek, ngantuk..

Aku hanya bisa merebahkan kepala di atas meja, “Ah gimana iniiiii…”
Nah ketika sedang meratapi nasib, merebahkan kepala di atas meja, aku merasakan dan mendengar sesuatu.
Aku merasa kalau ada seseorang yang sedang berdiri di belakang, perasaanku bilang demikian. Tiba-tiba bulu kudukku berdiri, perasaan semakin gak enak..

Sampai akhirnya aku mendengar sesuatu..

“Hihihihihi…"
Ada suara cekikikan perempuan di belakangku, sangat jelas terdengar.
Awalnya ragu, mungkin saja aku salah dengar, tapi kemudian suara cekikikan itu kedengaran untuk yang kedua kali, “Hihihihihi…”

Entah apa yang ada di pikiran ketika itu, akhirnya aku malah menoleh ke belakang.
Benar, ada yang sedang berdiri di belakang, berdiri dekat dinding ruangan, berdiri dalam gelap.

Ada sosok perempuan, walaupun sebagian wajah tertutup oleh rambut panjang tapi aku masih bisa melihat sorot mata dan senyumnya.
Beberapa detik lamanya kami saling bertatapan, sampai akhirnya sekali lagi sosok itu mengeluarkan suara, “Hihihihihi…”

Aku langsung lari ke luar ruangan, menuju lift, turun ke lobby, lalu pulang.

***
Hai, Balik ke gw lagi ya, Brii.

Selesai cerita malam ini, sampai jumpa di lain kesempatan.
Tetap sehat, supaya bisa terus merinding bareng.

Met bobok ya sayang, semoga mimpi indah.

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Sep 26
Seperti suara, ada tapi gak terlihat. Susuran ruang dan waktu sering kali gak sesuai capaian akal, atau mungkin kita belum sampai ke tahapan itu.

Raka akan bercerita tentang perjalanannya ke Jogja yang berbelok entah ke mana.

Simak semuanya di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti biasa, beberapa belas menit sebelum stasiun Lempuyangan aku terbangun, menghela nafas sebentar berusaha memaksimalkan kesadaran setelah tidur cukup lama.
Di luar gerimis, jendela kereta basah tapi gak terlalu. Atap rumah-rumah yang terlewati kelihatan basah, begitu juga jalanan. Lampu kota gak seterang malam awal, apa lagi ini bukan Jakarta, penerangan seadanya, rumah-rumah hanya menyalakan lampu kecil, banyak juga yang malah nggak ada penerangan, tapi semuanya akan sedikit berubah ketika kereta mulai memasuki Jogjakarta.
Read 94 tweets
Aug 15
(Katanya) Ada banyak lapisan dimensi di alam ini, tapi gak banyak orang yang bisa masuk dan merasakan berada di dalam dimensi lain.

Menurut kamu, apakah Niko sedang menembus antar dimensi ketika tersesat di kaki Gunung Kerinci seperti ceritanya di bawah ini?

Simak di sini, hanya di Briistory.
***Image
Tersesat, aku benar-benar tersesat..

Jarak pandang jadi sangat pendek karena tertutup kabut tebal, jalan setapak yang tidak rata serta licin jadi medan berat yang harus dilalui. Tas ransel besar di punggung makin terasa berat. Udara sangat dingin.

Aku tidak tahu harus melangkah ke mana..
Jalan setapak ini kadang menanjak, kadang menurun, tapi sepertinya lebih banyak menurun jadi sepertinya ini sudah ke arah yang benar, yaitu ke kaki gunung. Syukur-syukur kalau bisa menemui sungai, aku bisa menyusuri arusnya menuju hilir yang sudah pasti ada pemukiman di sana. Tapi, entah sudah berapa jam berjalan tanpa arah seperti ini, aku belum juga menemukan aliran sungai, suara air mengalir pun tidak terdengar, apa lagi pemukiman penduduk, tidak ada sama sekali.
Read 177 tweets
Feb 22
Mungkin penghuni lama hanya ingin berkenalan, menunjukkan eksistensi kepada kita yang baru datang. Tapi sering kali, caranya sangat menguji nyali.

Indra, ingin berbagi pengalaman seram ketika bekerja di pergudangan tua di Cianjur.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
“Emang begini keadaannya, tinggal dibersihin dikit aja udah enak deh, hehe,” kata Kang Ijal, sambil cengengesan.

Buset, ini si udah kayak gudang gak keurus, berantakan banget, akan kerja keras aku membereskannya.
“Nanti, Mas tinggal di sini bareng Pak Rony, dia di kamar depan, sekarang orangnya lagi mudik, biasanya nanti malam atau besok pagi udah balik lagi ke sini,” kata Kang Ijal lagi.

Aku masih terus memperhatikan ruangan yang nantinya akan aku gunakan sebagai kamar tempat tinggal.
Read 108 tweets
Feb 8
Kadang kita disuguhi kejadian seram ketika berkendara melintas malam, tertuang dalam fragmen gelap berbalut kengerian.

Salah satu teman akan berbagi cerita klasik seram ketika melintas di Jalur Purwakarta Bandung pada tahun 1996.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Normalnya, Purwakarta Bandung bisa ditempuh dalam kisaran satu sampai dua jam saja, tapi kalau aku biasanya santai, jadi seringnya sampai dua atau malah tiga jam lebih kalau harus beristirahat makan dulu di satu rumah makan.
Belum terlalu lama aku rutin berkendara sendiri rute Jakarta Bandung, semua berawal dari dua bulan lalu ketika harus berkantor di Jakarta, sementara Istri dan anak-anak tetap tinggal di Bandung.
Read 97 tweets
Dec 7, 2023
Pedalaman Sumatera menyimpan banyak cerita, jejak seram tergelar nyaris di setiap sudutnya.

Salah satu teman akan menceritakan pengalamannya ketika mengalami kejadian mengerikan di perkebunan bambu di dalam hutan Sumatera, simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
“Satu batang lagi, ah”

Aku bergumam sendiri, sambil memandang jalanan di depan yang kosong, gak ada kendaraan sama sekali, hanya gelap tanpa penerangan.

Aku duduk sendirian di depan gubuk kecil pinggir jalan yang letaknya di tengah-tengah antah berantah di belantara Sumatera.
Gak tahu pasti di daerah mana aku berada saat ini, hampir jam dua belas tengah malam, ponselku mati kehabisan baterai, sempurna.
Read 130 tweets
Sep 28, 2023
Panti Asuhan yang terletak di tengah-tengah hutan kecil, banyak cerita dan peristiwa seram di dalamnya. Dalam rentang waktu pertengahan 1990-an, semuanya akan tertuang di series “Panti Asuhan” ini.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti di tengah-tengah hutan, walaupun terbilang kecil tetapi hutan ini cukup banyak menampung pepohonan, berbagai jenis pohon ada, dari yang kecil sampai yang menjulang tinggi, dari yang jarang sampai yang lebat dedaunan, rumah panti asuhan berdiri hampir di tengah hutan kecil ini. makanya, sepanas apa pun kondisi cuaca, lingkungan panti tetap terasa relatif sejuk dan segar udaranya.
Akan makin terasa suasana hutan di waktu pagi, udara sejuk terbilang dingin di mana embun tebal menghias permukaan lingkungan panti dan sekitarnya, sampai sang embun menghilang terkikis oleh hangatnya sinar mentari.
Read 57 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(