#SobatHidup sgt penting sekali untuk tau batasan, kapan istirahat dan juga berhenti "membahagiakan org lain"
Kmrin abis sesi ada yang nanya, "Kak, bagaimana jika ada orang lain yang menggantungkan kebahagiaannya kepada kita? Aku selama ini merasa berat dengan tanggung jawab ini"
Saya jawab,"Yah tentu itu berat. Saat kamu izinkan org lain gantungkan kebahagiaan ke kamu, maka kamu sdg ajarkan 3 hal :
1. Ajarkan orang tersebut bhw dia tdk perlu bertanggungjawab atas kebahagiaannya sendiri. 2. Ajarkan orang tersebut bahwa kamu tdk masalah menderita demi dia
3. Membiasakan diri kamu seolah2 kamu tdk layak atas kebahagiaanmu sendiri tnp hrs dibebani kebahagiaan orang lain."
Jd ya penting sekali berikan batasan. Kita sama2 berjuang tentukan & "gapai" kebahagiaan kita. Kita sama2 dukung, tp jgn sampai kebahagiaan kita jd beban org lain
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Ga dicover BPJS untuk perawatan luka2 fisiknya yah, btw. Kalo perawatan psikiatrik/psikologis di-cover sesuai dengan cakupan dan batasannya yang lagi2 yah ditentukan kebijakan~
Trus solusi yg ditawarin: sediain peer counsellor & support group.
Yah klo ada emotional space dan waktu yah pasti bisa saling support, masalahnya kita semua juga dah banyak yg kegencet sana sini krn govt. Trus itu ngadain training & support group mo dari siapa?
Make alasan bad mood/trauma/urusan tak terselesaikan/inner child/luka masa lalu, buat melukai org lain itu udah last year banget. Please, belajar tanggungjawab dengan pulihkan luka/kelola diri tanpa lukai orang lain. Semua org punya lukanya sendiri, bukan kita doank.
Minta maaf pas buat salah, termasuk saat gak punya kapasitas u/ kendalikan diri, & tunjukkan kemauan u/ berkembang serta kelola diri dgn lebih baik ke depan. Ampuni dirimu, akui kesalahanmu, lalu minta maaf ke org lain yg disakiti agar kita tidak perkuat siklus kekerasan & trauma
Kita semua rentan atas penderitaan, namun sayangnya, kita semua juga rentan membuat kesalahan. Karena itu, mari kita hargai proses pemulihan dari penderitaan masing2 dgn tidak menambahkan derita org lain hanya karena kita lebih mudah berbuat salah di tengah kita menderita.
Mau pesan apapun terkait motivasi ngegym, ngevegan, meditasi, tes HIV, atau apapun self care/perilaku kesehatan yg baik bagi diri kita, kalo dibawakan dengan cara menyalahkan (apalagi pake data irelevan), nambahin stigma & penghakiman, bukannya mencerahkan. Wajar org jd antipati.
Coba dicek deh niatannya kalo mo kek gini, promosi edukasi kesehatan jangan dijadiin alasan buat holier-than-thou atau bullying orang.
Empasis "dibawakan dengan cara menyalahkan". Betul mood orang bisa swing & reaksi warga Twitter bisa beragam, tapi kalo menurutmu, cara bawainnya dgn menyalahkan, respon & mood apa yg kemungkinan besar akan terbentuk?
Kita semua menginginkan pemulihan diri dan perubahan dunia menjadi lebih baik. Kita semua juga tau bahwa dibutuhkan kekuatan yang begitu besar untuk bisa memulai itu semua.
Namun, kita seringkali terlalu takut mengeksplorasi diri, melihat luka dan ketidaksempurnaan kita, sebagaimana kita juga takut atas risiko untuk mempercayai sesama kita serta kesia-siaan dari upaya untuk perubahan.
Ketakutan ini berasal dari proses pembelajaran kita atas norma, budaya dan sistem yang tak mendukung proses pribadi kita. Sangat wajar juga untuk ketakutan ini terus menghantui kita, saat tidak hadirnya landasan yang kuat untuk kita memulai proses perubahan yang asing bagi...
Hanya karena sudah minta izin ke pasien/dampingan, bukan berarti tindakan membagikan kisah pasien/dampingan tidak punya konsekuensi negatif. Pun, pasien/dampingan bisa saja berikan izin karna lagi kalut dgn kondisinya dan merasa ada relasi kuasa dgn nakes/pendamping.
Apalagi kalo membagikan kisahnya lebih dengan nada dramatisir/stigmatisasi suramnya kehidupan dengan kondisi kesehatan tertentu. Mau edukasi emang penting gugah emosi, tapi plis lebih banyakan data dan cara komunikasiinnya tuh diberesin dulu biar gak backfire ke dampingan/pasien.
Sorry, untuk memperjelas, ini membagikan kisahnya sebagai konten di medsos yah.
Jadi, sudah seberapa lelah kamu mengorbankan kebutuhanmu sendiri, hanya untuk memenuhi kebutuhanmu agar diterima dan dicintai oleh orang lain?
Kebutuhan untuk diterima dan dicintai ini memang segitu kuat dan mengakarnya yah, sampai kita bisa mengorbankan kebutuhan di aspek lain hanya untuk penuhi kebutuhan dicintai itu. Makhluk sosial dan relasional sekali memang.
Peluk untuk semua yang kehilangan dirinya, mengabaikan kebutuhannya, dan bahkan tidak mengindahkan kehidupannya sendiri hanya untuk dapat berbahagia dicintai oleh orang lain.