Hari ini kita memperingati #HariPerdamaianInternasional. Gus Dur pernah mengatakan bahwa perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi. Bagaimana wajah perdamaian di negeri kita? Gusdurian.net menerbitkan 5 esai terkait dengan gagasan perdamaian.
Lima esai terbaik edisi khusus Hari Perdamaian ini mengulas seputar pengalaman personal lintas iman dan pemikiran tokoh yang mendorong hubungan lintas agama secara positif.
Pertama, esai berjudul "Keberagaman di Bumi Gayatri: Sebuah Perjumpaan dengan Penghayat Kepercayaan di Tulungagung" oleh Rizka Hidayatul Umami. Selengkapnya. ttps://gusdurian.net/keberagaman-di-bumi-gayatri-sebuah-perjumpaan-dengan-penghayat-kepercayaan-di-tulungagung/
Kedua, esai tulisan Ahmad Shalahuddin Mansur berjudul "Perjalanan Merengkuh Sang Liyan: Kisah Seorang Muslim Belajar Teologi di Kampus Kristen". Selengkapnya di gusdurian.net/perjalanan-mer…
Ketiga, esai berjudul "Teladan Gus Dur di Kolese Kanisius" tulisan Ageng Yudhapratama. Selengkapnya di gusdurian.net/teladan-gus-du…
Keempat, tulisan Arina Rahmatika berjudul "Dari Tetangga Tionghoa, Hingga Kunjungan ke Gereja: Sebuah Pengalaman Lintas Iman Seorang Muslimah". Selengkapnya di gusdurian.net/dari-tetangga-…
Kelima, "Cak Nur dan Pentingnya Islam Inklusif di Tengah Kemajemukan Umat Beragama" tulisan Renanda Ardi. Selengkapnya di gusdurian.net/cak-nur-dan-pe…
Esai terpilih bercerita perjumpaan para penulis dengan realitas keberagaman yang ditemui di kehidupannya. Dengan melihat keberagaman, mereka menemukan indahnya kehidupan yang penuh warna. Yaps, damai itu indah.
Perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi - Gus Dur
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Pernyataan Sikap Jaringan GUSDURian: Menolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan
Peraturan Pemerintah untuk memberi izin tambang kepada ormas keagamaan ini BERTENTANGAN dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (cont.)
yang di dalamnya mengatur tentang pemberian izin usaha tambang, di mana penerima izin usaha tambang adalah badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang.
Berbagai liputan media massa juga menengarai adanya proses pengambilan keputusan penyelenggara negara yang berpotensi penyalahgunaan kewenangan. Industri pertambangan di Indonesia penuh dengan tantangan lingkungan dan etika, termasuk degradasi lahan, penggundulan hutan,
Ada alasan mengapa Gus Dur menghapus dwifungsi ABRI. Saat itu tentara bisa menempati jabatan sipil tanpa pemilu. Sistem negara jadi tdk transparan.
Pencabutan dwifungsi artinya mengembalikan tentara pd tugas pertahanan. Kalau mau tugas sipil, bisa mundur dari tentara & jadi PNS.
Ada apa sih di dwifungsi? Apa yang disebut multifungsi (bantuin petani, kesehatan, dll) bukanlah dwifungsi yg dihapus Gus Dur. Itu lebih gotong royong. Yang dihapus Gus Dur adalah kewenangan tentara masuk urusan sipil. Dulu bupati, gubernur, jaksa, dll isinya kebanyakan tentara.
Di lapangan, konflik yg melibatkan ABRI seringkali terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM yang tidak mungkin diusut karena supremasi sipil lemah. Padahal di negara demokrasi, supremasi sipil adalah bagian yang sangat penting. Jika ini hilang, maka tidak ada demokrasi.
Membicarakan Imlek di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sosok Gus Dur. Lho, kok bisa? Begini...
Mulai 1967 hingga tahun 1999, kita tidak bisa menikmati pertunjukan Liong dan Barongsai. Tak ada lampion di mal dan tempat umum.
Kita juga tidak bisa berbicara dalam bahasa Mandarin. Nama 'berbau’ Cina pun dilarang. Warga Tionghoa bahkan dipaksa untuk memilih satu dari lima agama resmi di Indonesia.
Ya, di masa itu, kita tak lagi bisa menjumpai nama-nama seperti Soe Hok Gie, Ong Tjong Bing, Lie Eng Hok,
Liem Swie King, dan sejenisnya. Sebab, mereka harus mengubahnya menjadi nama-nama ‘pribumi’ seperti Hartono, Wijaya, Kusuma, dan lainnya. Kita juga tak bisa menjumpai sekolah-sekolah Tionghoa, surat kabar berbahasa Mandarin, dan apa pun yang berhubungan dg Cina.
Setiap malam Natal, Gusmin selalu ingat dengan sosok Riyanto, seorang anggota Banser yang wafat ketika menyelamatkan ratusan manusia yang sedang beribadah di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, tahun 2000 silam.
Utas
Muslim, kok, jaga gereja? Mungkin itu yang banyak dipertanyakan orang. Bahkan beberapa tokoh menyebut tindakan menjaga gereja adalah tindakan yang berlebihan. Mengapa harus jaga gereja jika kita punya aparat keamanan?
Orang yang pertama kali menginstruksikan agar Banser menjaga gereja adalah Gus Dur. Perintah Gus Dur ini merupakan respons dari pembakaran gereja di Situbondo, Jawa Timur, pada 1996. Pasca kejatuhan Soeharto, stabilitas keamanan semakin menjadi pekerjaan rumah bangsa Indonesia.
Siapa yang tidak mengenal kalimat Tuhan Tak Perlu Dibela”? Kalimat itu terkenal sekali, hingga menjadi judul buku dan sampai sekarang masih dikutip, jadi kaus, jadi meme, jadi status Facebook, bahkan jadi “dalil”.
Ya, kalimat Gus Dur itu mungkin yang paling terkenal, setelah “gitu aja kok repot”. Dari manakah kalimat itu berasal?
Ternyata, Gus Dur memarnya dari kalimah seorang sufi agung, al-Hujwiri. Berikut ini kalimat lengkapnya:
“Bila engkau menganggap Allah itu ada hanya karena engkau yang merumuskan, hakikatnya engkau sudah kafir. Allah tidak perlu disesali kalau Dia mnyulitkan kita. Juga tidak perlu dibela jika orang menyerang hakikat-Nya.”
Lima Rekomendasi Jaringan GUSDURian untuk Indonesia
A thread
Pada Jumat hingga Minggu 14-16 Oktober 2022, Jaringan GUSDURian menyelenggarakan Temu Nasional GUSDURian (TUNAS) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.
TUNAS merupakan agenda pertemuan rutin tiga tahunan yang diadakan untuk mengonsolidasikan komunitas dan jejaring GUSDURian.
Acara tersebut dihadiri oleh keluarga, sahabat, murid, pengikut, serta pengagu, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari berbagai kalangan.
Beberapa tokoh yang hadir di antaranya istri Gus Dur Sinta Nuriyah, Alissa Wahid, Inaya Wahid, budayawan Zawawi Imron, Menteri Agama RI 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.