KAPAN KITA MENGENAL SESEORANG.?
Ada seorang laki-laki berkata kepada Sayyidina Umar bin Khatab: “Sesungguhnya si fulan itu orangnya baik”
Lalu Umar ra bertanya: “Apakah kamu pernah bersafar bersamanya ?”
Lelaki: “Belum pernah”
Umar: “Apakah kamu pernah bermu’amalah dengannya ?”
Lelaki: “Belum pernah”.
Umar: “Apakah kamu pernah memberinya amanah ?”
Lelaki: “Belum pernah”.
Umar: “kalau begitu kamu tidak punya ilmu tentangnya. Barangkali kamu hanya melihat dia saat shalat di masjid”
Mengapa Umar mempertanyakan tiga perkara ini ?
Karena dengan safar, kita dapat mengetahui karakter dan watak seseorang yang sesungguhnya
Safar adalah bagian dari adzab (kesusahan) capek dan melelahkan, disaat itu akan tampak watak asli seseorang
Dengan mu’amalah seperti jual beli dan lainnya, kita dapat mengetahui akhlak seseorang
Dan dgn memberi amanah, kita dapat mengetahui kadar amanah dan agama seseorang
Sungguh, pertanyaan yang cerdas dari Sayidina Umar bin Khatab ra
Yang menunjukkan kepada pengalaman dan keilmuannya
(Mawa’idz shohabah hal. 65)
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dari Dosa Onan ke Bahasa Indonesia: Sejarah Kata ‘Onani’ yang Jarang Dibahas
Kita sering dengar kata “onani” di Indonesia, apalagi di pelajaran kesehatan. Tapi pernah gak kamu mikir, itu kata dari mana?
Ternyata… “onani” itu asalnya dari nama orang: Onan. Tokoh dalam Kitab Kejadian (Genesis) bagian dari Taurat dan Alkitab.
1. Kisah Onan: Seks, Penolakan, dan Murka Tuhan
Onan adalah anak Yehuda, salah satu anak Nabi Yakub. Ketika kakaknya Er mati tanpa anak, Tuhan memerintahkan Onan untuk mengauli janda kakaknya, Tamar, demi meneruskan keturunan keluarga (ini disebut hukum levirat).
Kenapa Yahudi Menangis Di Tembok Ratapan?
Padahal Kiblat Sudah Berpindah Dari Palestina Ke Makkah
Setiap tahun, jutaan orang melihat mereka berdiri di depan dinding batu tua di Yerusalem.
Mereka menangis. Menggoyangkan tubuh. Membaca doa-doa dalam bahasa Ibrani.
Tangisan itu bukan karena nostalgia, tapi karena penantian.
Itu bukan sembarang dinding.
Bagi mereka, itulah sisa terakhir dari Kiblat mereka Bait Allah yang pernah berdiri megah.
Dan yang mereka nantikan… bukan sekadar bangunan. Tapi Mesias.
Seorang penyelamat.
Yang akan datang membangun kembali Bait Allah.
Mengusir penjajah dari tanah suci.
Dan menghidupkan kembali kejayaan kerajaan Daud.
Mereka yakin, Mesias akan datang di akhir zaman.
Dan ketika dunia kacau, ketika perang meletus, ketika Palestina terbakar.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi mengkafirkan Ulama Terdahulu, bahkan menganggap dirinya sendiri Kafir sebelum mengaku menerima anugrah/wahyu dari Allah tanpa perantara Guru
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna La ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut.
Barang siapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia mengetahui makna La ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal tersebut, berarti ia telah berdusta mereka-reka (kebohongan),
أقوال علماء المذاهب الأربعة في الحركة الوهّابية (أدعياء السلفية زورا)
Wahabi Menurut Empat Madzhab.
Pendapat para ulama dari empat mazhab terhadap gerakan Wahabi (yang mengaku-ngaku sebagai Salafi secara dusta):
1- المذهب الحنفي:
مفتي الحنفية الشيخ الفقيه ابن
عابدين الحنفي، فقد سمى الوهابية (خوارج هذا الزمن) كما في كتابه (حاشية رد المحتار على الدر المختار شرح تنوير الأبصار في مذهب الإمام أبي حنيفة النعمان) في باب البغاة.
1. Mazhab Hanafi:
Mufti Hanafiyah, Syaikh al-Faqih Ibn ‘Abidin al-Hanafi, menyebut gerakan Wahhabi sebagai “Khawarij pada zaman ini”.
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal sepakat (ijma’) menghukumi kafir terhadap orang-orang yang meyakini bahwa Allah menempati suatu arah, dan orang-orang yang meyakini bahwa Allah adalah jism/benda yang tersusun dari bagian-bagian.
📚 Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim, juz 1, hal 144, as-suyuthi dalam al-Asybah wa an-Nazha-ir, hal 488, Mulla Ali al-Qari dalam Mirqatul Mafatih, juz 3, hal 924, Badruddin az-Zarkasyi dalam Tasynif al-Masami’, juz 4, hal 648
Imam asy-Syafi’i mengkafirkan seseorang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy.
📚Ibn ar-Rif’ah dalam Kifayah an-Nabih fi Syarh at-Tanbih, juz 4, hal 24, Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dalam Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Mu’tadi, hal 551