Nasura2101 Profile picture
Sep 28, 2020 863 tweets >60 min read Read on X
Bismillah....
"nyonggo lagune urip.''
"sukmoku pancen wis dadi qadha lan qahdare rogoku ! masio sewu mekso nyingkirne ora bakal iso nggeser ! rausah engkress amargo Gustine Murah tur Welas Asih."

- MBALELO-
(Jagrak Part 2)

BASE ON TRUE STORY
#bacahorror @bacahorror
@ceritaht Image
Bismillah....
Sebelum saya menulis Mbalelo saya ingin mengucapkan terimakasih kepada nara sumber, semoga penjenenganipun sehat terus. Diparingi sabar terus momong aku.
Matur suwun juga kepada seseorang yang sudah bersedia untuk puasa bersamaku.
Matur suwun kepada Pak Guru dan editor cantikku, saya akan terus belajar untuk menjadi lebih baik.
@koreyan666
@circumpolar17
@777juniblack
@BagosAriyanto
@ArifKakung
saya akan terus belajar menjadi lebih baik.
terimakasih juga kepada @bacahorror dan kang @ceritaht
semoga anda berdua senantiasa diberi kesehatan dan dilancarkan segala urusan.
SUKSES SELALU.
mari kita mulai ceritanya (beh jantung iki mbok yo tenang yo).

Sapu Jagat melenggang manis menapaki jalan beraspal di hutan Larangan.
Dari tempat yang tak terlihat, menyelinap diantara pepohonan seorang pemuda tampan berpakaian serba putih terus mengikuti langkahnya. MENGAWALNYA
Rupanya Nyai Sapu Jagat juga menyadari hal ini, nampak Nyai sapu Jagat menyembunyikan senyumnya.
"Sudah kubilang aku bisa pulang sendiri, kok masih diikuti. Apa aku selemah itu, hingga harus dikawal untuk pulang?" Bathin Nyai Sapu Jagat berkata datar. Wajahnya masih tanpa expresi
Di sebuah sempalan jalan menuju desa, yang dulu Nyai Sapu Jagat pernah diperingatkan oleh seorang nenek bongkok untuk menginap, Nyai Sapu Jagat berbelok.
"Aku ingin memohon maaf padamu nek.'' Bathinnya.
Kakinya melangkah ringan menapaki jalan berbatu. Langkahnya pasti.
Nyai Sapu Jagat sudah berjalan jauh, tapi belum menemukan rumah yang dicarinya.
Kini langkahnya mulai bimbang, Nyai Sapu Jagat berhenti.
Dia mulai menimbang-nimbang.
"Sepertinya tidak terlalu jauh dari jalan raya, kok nggak ada?" Nyai Sapu Jagat berbicara kepada dirinya sendiri
Bimbangnya hilang,Nyai Sapu Jagat dikejutkan oleh kehadiran pemuda tampan berpakaian serba putih, Sang Penguasa Hutan Larangan.
Pemuda itu mengangguk ramah lalu berkata,''Apa tidak sebaiknya langsung pulang dulu nimas?"
Sapu Jagat seperti tersadar dari kesalahannya.
"Anda benar, PULANG." Sebelum Nyai Sapu Jagat menyelesaikan kalimatnya, dia sudah berbalik dan melesat pergi meninggalkan Sang Pengusa Hutan Larangan.
Pemuda itu tertegun sejenak, bingung.
"Apa yang terjadi dengannya sesungguhnya? Dia seperti baru saja tersadar akan sesuatu?''
Pemuda itupun melesat menyusul Nyai Sapu Jagat yang dilang dari pandangan.
Kedua manusia yang mampu hidup di dua dunia itu terus berlari berkejaran, menimbulkan kilatan-kilatan bagi mata biasa yang menyaksikan. Menimbulkan hembusan angin yang kencang bagi yang berpapasan.
Senja telah membayang ketika Nyai Sapu Jagat dan Penguasa Hutan Larangan memasuki halaman rumah Bambang Wisanggeni.
Bambang Wisanggeni yang menyadari kehadiran Nyai Sapu Jagat langsung membuka pintu. Bambang Wisanggeni keluar dari pintu rumah, berdiri menungu keduanya.
Wajahnya sumringah menatap keponakannya dan Penguasa Hutan Larangan berdiri dihadapannya.
Nyai Sapu Jagat langsung berlutut, sebelum Nyai Sapu Jagat sempat membuka mulutnya, Bambang Wisanggeni telah mendahuluinya sambil membimbingnya berdiri.
"Selamat datang kembali, Nduk Cah Ayu.''
Bambang Wisanggeni langsung membenamkan Nyai Sapu Jagat kedalam pelukannya.
Dipeluknya sangat erat keponkannya, hingga Nyai Sapu Jagat susah bernafas. Nyai Sapu Jagat membalas pelukan pamannya.Suasana mengharu-biru.
Penguasa Hutan Larangan berdiri terpaku tak jauh dari keduanya.

Ketika Bambang Wisanggeni puas memeluk keponakannya, beliau berdehem canggung dan menyapa tamunya.
"Selamat datang tuan muda, rasanya ucapan tidak cukup terimakasih atas jasa anda menjaga putriku." Ucapnya canggung
Penguasa Hutan Larangan tidak kalah canggung, dia tidak menyangka Bambang Wisanggeni yang dia segani akan menyambutnya sedemikian rupa.
Penguasa Hutan Larangan menganguk hormat,''Hamba hanya melakukan yang seharusnya dilakukan.'' Jawabnya singkat.
Bambang Wisanggeni lalu mempersilahkan tamunya masuk rumah, namun Penguasa Hutan Larangan menolaknya secara halus.
"Terimaksih sekali, tapi sungguh hamba harus pergi."
Dia mengangguk hormat dan mohon diri.
Bambang Wisanggeni&Nyai Sapu Jagat menatap punggungnya hingga menghilang.
REFISI: Penguasa Hutan Larangan berdiri terpaku tak jauh dari keduanya.

Ketika Bambang Wisanggeni puas memeluk keponakannya, beliau berdehem canggung dan menyapa tamunya.
"Selamat datang tuan muda, rasanya ucapan terimakasih tidak cukup, maka saya akan memohon pada Tuhan-ku.
Semoga Tuhan membalas jasa anda menjaga putriku." Ucapnya canggung, namun jelas ketulusan terpancar di setiap kata-kata Bambang Wisanggeni.
Penguasa Hutan Larangan meninggalkan kediaman Bambang Wisanggeni.
Tujuannya bukan pulang ke hutan larangan, tapi menemui nenek tua bongkok yang tadi dicari Nyai Sapu Jagat.
Dia menyadari sesuatu saat Bambang Wisanggeni memeluk Nyai Sapu Jagat.
"Kau telah berani bermain-main dengan Nimas Sapu Jagat, aku akan membuat perhitungan denganmu." Bathinnya geram.
Penguasa Hutan Larangan melesat cepat, dia sudah benar-benar tidak sabar ingin menemui nenek tua bongkok.
Entah mengapa hatinya selalu terluka, saat ada yang mencoba mencelekai Nyai Sapu Jagat.
"Nimas Sapu Jagat sudah sangat menderita, apa belum cukup segala penderitaannya? Masih ada yang ingin menumbalkannya hanya demi kecantikan?" Penguasa Hutan Larangan berguman sepanjang jalan."
Penguasa Hutan Larangan sampai di sempalan jalan menuju rumah nenek tua bongkok dan berbelok ke kiri.
Memasuki jalan itu, tidak berapa lama ada sebuah rumah sederhana di kiri jalan. Sebelum dia mengetuk pintu seorang perempuan telah membuka pintu.
Perempuan cantik itu berpakaian khas sunda.
Wajah ayunya tak kalah cantik dendan Nyai Sapu jagat, mungkin bedanya dia ayu khas sunda.
"Selamat datang Tuan, ada apa gerangan hingga Tuan muda berkenan datang ke gubukku?" Ucapnya ramah, menyambut kedatangan Penguasa Hutan Larangan.
"Aku datang untuk memperingatkanmu,jangan sekali-kali kau berurusan dengan Nimas Sapu Jagat.Jika kau sekali lagi mencoba mengusiknya, kau akan menyesal."
Ucapnya tegas, jelas kemarahan di nada bicaranya.
Perempuan itu langsung menekuk lututnya.
"Hamba pantas mati tuan.'' Jawabnya
Tubuh perempuan itu gemetran, wajahnya langsung pucat pasi karena takut. Dia tidak berani mengangkat wajahnya.

Penguasa Hutan Larangan langsung membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tempat itu.
Kediaman Bambang Wisanggeni
Setelah Penguasa Hutan Larangan pergi.
Bambang Wisanggeni membimbing Nyai Sapu Jagat memasuki rumah. Beliau masih merengkuh keponakannya dalam pelukanya. Seolah tidak ingin melepasnya.
Dari dalam rumah terlihat Ratih dan Adi menghambur. Keduanya langsung memeluk Nyai Sapu Jagat.
Bambang Wisanggeni hampir roboh menanggung mereka bertiga.
Sementara Magdalena dan adiknya terpaku dengan tatapan tidak percaya, berdiri tidak jatuh dari mereka.
Suasana mengharu-biru. Setelah tujuh purnama akhirnya Nyai Sapu Jagat kembali ke tengah-tengah mereka.
Padahal mereka sudah tidak terlalu berharap.
Sementara, selama ini hutan larangan benar-benar tertutup untuk mereka.
Selama Nyai Sapu Jagat berada dalam perlindungan Penguasa Hutan Larangan, berkali-kali Bambang Wisanggeni dan putranya, Adi. Berkunjung ke hutan larangan.
Namun pintu rahasia yang menghubungkan dunia kasat mata dan dunia tak kasat mata tidak pernah bisa ditembus Oleh keduanya.
Itu dikarenakan Penguasa Hutan Larangan benar-benar menutup akses dengan dunia luar.
Beliau lakukan demi leselamatan Nyai Sapu Jagat.
Karena Penguasa Huran Larangan tidak ingin Sang Pemimpin dan ketujuh manusia bayangan terus mengganggu Nyai Sapu Jagat.
Orang-orang serakah ini Akan terus menjadikannya budak dan memaksanya untuk melakukan pekerjaan demi kepentingan mereka.
Bahkan saat Nyai Sapu Jagat sedang sekaratpun mereka tidak peduli.
Mereka akan terus berpindah dari satu pekerjaan mustahil yang Satu ke pekerjaan yang lain.
Demi keselamatan dan kesembuhan Nnyai Sapu Jagat, Penguasa Hutan Larangan menutup pintu masuk ke dunianya
Karena memang Nyai Sapu Jagat mengalami luka yang sangat serius.
Baik raganya maupun sukmanya.
Dia diharuskan bersemedi/bertapa selama tujuh purnama tanpa jeda.
Selama Nyai Sapu Jagat bersemedi dan tenggelam dalam semedinya, Penguasa Hutan Larangan terus mengobati koyakan-koyakan yang ada diwajah dan tubuh Nyai Sapu Jagat.
Mengganti Pakaiannnya pagi dan sore. Karena luka-luka Nyai Sapu Jagat menimbulkan bau yang anyir yang menyengat.
Yang dirasakan oleh Nyai Sapu Jagat dalam semedinya adalah dia merasa berada di sebuah kamar yang indah dan nyaman.
Ada seorang perempuan cantik berpakaian adat sunda yang setia merawatnya. Membantunya mandi, dan berganti pakaian pagi dan sore serta mengobati luka-lukanya.
Perempuan cantik ini sangat telaten merawatnya, bibirnya selalu tersenyum dan wajahnya selalu sumringah. Tidak pernah sekalipun Nyai Sapu Jagat memdengar dia mengeluh.
Meski terkadang Nyai Sapu Jagat sendiri sangat benci dan risih dengan bau tubuhnya.
Terkadang perempuan yang merawatnya membawanya ke taman yang sangat indah.
Banyak bunga-bunga liar disana. Bunga-bunga itu sangat cantik dan menawan di mata Nyai Sapu Jagat.
Namun ada yang aneh, Nyai Sapu Jagat dilarang menyentuh bunga-bunag itu. Dia hanya boleh memandanginya.
Terkadang ingin sekali Nyai Sapu Jagat memetik dan membawanya pulang.
Atau sekedar menyentuh dan menyesap harumnya.
Namun selalunya perempuan yang merawatnya melarangnya untuk mendekati bunga-bunga itu.
Dia bilang sangat berbahaya.
Nyai Sapu Jagat tidak terlalu paham dengan apa yang dimaksud oleh perempuan yang merawatnya.
Bagaimana bunga-bunga yang sangat indah bisa membahayakan.
Mungkin mngenadung racun atau hal lain.
Hari -harinya terasa berjalan begitu lamban selama disana.
Nyai Sapu Jagat sangat rindu rumah, namun dia menyadari bahwa dia tidak akan bisa keluar dari sana kecuali dia telah pulih.
Namun rupanya luka-lukanya memang bukan luka-luka biasa. Sehingga butuh waktu yang lama utk pilih
Ketika lewat tiga purnama, luka-luka Nyai Sapu Jagat mulai mengering.
Dia mulai dilatih dengan ilmu kanuragan.
Sesuatu yang sebelumnya belum pernah dia pelajari, baik dari gurunya maupun dari pamannya, Bambang Wisanggeni.
Mula" Nyai Sapu Jagat merasa aneh, namun Lama" terbiasa.
Nyai Sapu Jagat dilatih langsung Oleh Penguasa Hutan Larangan.
Hari demi hari, Nyai Sapu Jagat mengalami kemajuan yang pesat.
Hingga purnama keenam berlalu.
Awal Purnama ketujuh kondisinya benar-benar telah membaik.
Dia hanya tinggal menyelesaikan semedinya.
Sementara itu seribu nyawa yang biasanya berada di dalam tubuhynya, diberi tempat tinggal khusus oleh Penguasa Hutan Larangan. Selama menunggu Nyai Sapu Jagat menyelesaikan semedinya.
Selain itu mereka juga dilatih untuk bisa melindungi diri mereka dari kekejaman Sang Pemimpin.
Selain Sang Pemimpin, ketujuh manusia bayangan juga sangat berbahaya bagi mereka.
Mereka harus mau menuruti apapun perintah dari Sang Pemimpin dan antek-anteknya, atau mereka akan mengalami hal yang paling buruk, hal yang tidak ada dalam bayangan mereka sekalipun.
Saat tujuh purnama berlalu, Nyai Sapu Jagat dan seribu nyawa yang biasanya menghuni raganya seperti dilahirkan kembali.
Saat itulah Penguasa Hutan Larangan merasa bahwa sudah waktunya mereka dilepas dan dikembalikan ke dunia mereka tanpa rasa was-was.
Setidaknya Nyai Sapu Jagat Sudah mengerti cara mengendalikan dan melindungi mereka.
Selain ilmu rahasia ini,ada hal lain yang sangat panting yang selama ini mustahil untuk dibangun, yaitu kepercayaan.
Selama ini mereka tidak pernah percaya bahwa Nyai Sapu Jagat memiliki ketulusan
Yang mereka tahu, mereka hanya perlu menjalankan perintah untuk tinggal di raga Nyai Sapu Jagat.
Dan menuruti semua kehendak Sang Pemimpin beserta antek-anteknya. Atau mereka Akan disiksa tanpa ampun.
Dan siksaan itu membuat mereka ingin mati.
Padahal mereka ditakdirkan tidak bisa mati sebelum hari kiamat.
Itulah hal yang paling memberatkan, tidak bisa mati sebelum waktunya.
Meski mereka dirantai diatas kawah merapi dan dipanggang selama bertahun-tahun, mereka hanya merasakan sakit yang tiada tara tanpa bisa mati.
Sementara mereka tidak pernah tahu bagaimana cara melindungi diri, atau melarikan diri dari Sang Pemimpin dan antek-anteknya.
Seolah dunia ini begitu sempit bagi mereka.
Tidak ada tempat untuk bersembunyi, dan tidak ada ruang bagi mereka untuk bernafas lega.
Dan hutan larangan adalah tempat terindah dan damai bagi mereka.
Seolah mereka sedang memikmati libur panjang.
Liburan dimana mereka bisa memikmati udara kebebasan yang mereka impikan selama ratusan tahun.
Karena sesungguhnya mereka telah dipegang oleh penguasa sebelumnya. Yaitu ayah Sang Pemimpin, kakeknya, buyut, canggah, wareng dan Penguasa sebelumnya dan sebelumnya lagi.
Dan mereka bernama sama, yaitu Sang Pemimpin.
Saat Nyai Sapu Jagat meninggalkan hutan larangan, dia memutuskan untuk meninggalkan mereka sementara waktu disana.
Toh dia belum memerlukan mereka, jika bisa Nyai Sapu Jagat ingin meninggalkan mereka selamanya disana.
Tapi sepertinya itu hal yang mustahil.
Saat Sang Pemimpin dan ketujuh pasukan bayangan, mengetahui bahwa Nyai Sapu Jagat telah keluar dari hutan larangan, mereka pasti mengejarnya.
Untuk sekarang hingga tiga purnama berikutnya dia masih bisa mengelabuhi mereka.
Tapi tiga purnama setelahnya, dia harus siap menghadapi mereka semua.
Tekadnya sudah bulat, hidup atau mati, Nyai Sapu Jagat akan MBALELO. ( Memberontak).
Selain apa yang dibawanya dari hutan larangan, masih ada satu hal lagi yang harus dia kuasai untuk mengalahkan Sang Pemimpin.
Dia telah diajari oleh Penguasa Hutan Larangan untuk merubah bayangannya menjadi seribu.
Dan seribu bayangan itu juga bisa dirumah menjadi wajah-wajah seribu nyawa yang pernah ditanam di dalam tubuhnya.
Selain itu dia juga diajari tentang pengobatan dan racun serta penawarnya.
Itulah sebabnya mangapa Nyai Sapu Jagat berani meninggalkan seribu nyawa yang pernah berada dalam tubuhnya di hutan larangan.
Dengan apa yang dimilikinya sekarang, dia bisa mengelabuhi Sang Pemimpin dan antek-anteknya.
Seolah dia masih terus membawa mereka bersamanya.
Hanya satu hal yang harus ada dalam genggamannya.
Dan untuk itu dia harus ke T-M untuk bertapa.
Sebuah pertapaan, yang oleh orang-orang lebih dikenal dengan sebulan pesarean Sh. Mu*y*d*n T-M.
Tempat ini dulunya adalah tempat bapaknya Nyai Sapu Jagat menuntut ilmu.
HUTAN LARANGAN
Present day.

Seorang Perempuan cantik sedang diseret paksa memasuki hutan larangan. Rambutnya yang tergerai sampai pantat terlihat acak-acak. Gaun yang dikenakannya hanya sedikit lewat lutut. Kakinya yang putih bersih terlihat menawan.
Kaki itu tanpa alas, membuat miris saat kakinya menginjak pelataran hutan larangan yang masih perawan. Yang notabene banyak duri-duri tajam dan ranting kering berserakan.
Kakinya mulai berdarah karena tertancap duri-duri&ranting kering tajam yang tidak sengaja diijaknya.
Wajahnya meringis kesakitan setiap kali kakinya menginjak sesuatu yang menyakiti telapak kakinya. Keringat dingin membasahi wajah dan tubuhnya.
Mungkin Karena dia setengah berlari untuk mengimbangi langkah laki-laki yang menyeretnya, juga karena rasa takut yang sedang dialaminya.
Tanpa sadar dia mulai menangis tanpa suara.
Airmatanya terus mengalir menganak sungai dari kedua bola matanya.
Dia meronta-ronta berusaha melepaskan diri, namun sia-sia.
Laki-laki itu jelas jauh lebih kuat.
Perempuan cantik ini bukan tandingannya.
Wajahnya sangat ketakutan, namun mulutnya disumpal kain hingga dia tidak bisa bersuara.
Hanya bola matanya terus bergerak kesana-kemari, tak beraturan takut dan bingung.
Dia berusaha melepaskan diri dari cengkraman laki-laki yang menyeretnya, namun sia-sia.
Laki-laki yang menyeretnya terlihat kekar dan berotot. Wajahnya sangat tampan namun beku dan pucat.
Bola matanya seperti tidak memiliki kehidupan. Hitam legam, tidak ada bagian putihnya. Sehitam aura yang terpancar dari sana. Menyala-nyala tapi nyatanya cuma sangat hitam.
Siapapun yang memandangnya pasti langsung tertelan ketakutan yang mencekam.
Dia terus menyeret perempuan itu masuk ke dalam hutan.
Berkali" perempuan itu terjatuh namun masih bisa bangkit lagi. Laki-laki itu terus menyeretnya tanpa mempedulikan perempuan itu yang jatuh bangun.
Lama-lama kaki perempuan itu tidak lagi mampu melangkah.
Dia jatuh, tidak bisa bangun lagi, dia terus diseret. Tubuhnya terbanting kesana-kemari.
Membentur apa saja yang dilewatinya. Wajahnya terlihat putus asa. Dia sudah tidak ingin menggubris lagi rasa sakit yang dialamnya.
Tubuhnya sudah memar disana-sini. Koyakan koyakan luka yang dalam juga ada hampir disekujur tubuhnya. Pakaiannya juga sobek disana-sini. Terkoyak oleh ranting dan duri yang dilewati tubuhnya.
Darah merembes dari setiap luka dan koyakan ditubuhnya.
Dia ingin sekali pingsan, agar terbebas dari rasa nyeri dan sakit yang dialaminya.
Namun entah mengapa dia terus terjaga. Mungkin agar dia terus merasakan siksaan yang dialaminya.
Seandainya dia diberi pilihan untuk mati, dia akan memilih mati.
Siksaan ini membuatnya berdo'a agar dia dicabut nyawanya.
"Gusti mohon ampuni hamba, mohon cabut nyawaku saja."
Dia sudah tidak mampu meronta seperti sebelumnya. Tenaganya sudah habis. Dia hanya pasrah memanapun tubuhnya di seret.
Sekarang dia lebih mirip nanya hidup.
Memanapun =kemanapun
Tubuhnya sudah tidak dapat digerakkan. Hanya bola matanya saja yang masih bergerak, tidak beraturan. Takut dan bingung masih terus menguasainya.
Sementara laki-laki yang menyeretnya jelas sekali puas dengan apa yang dilakukannya.
Melihat korbannya sudah tidak bergerak dia jelas sekali sangat senang.
Nyala hitam di bola matanya terlihat memudar.
Bola mata hitam legam itu juga mulai memudar, warna putih diantara hitam yang ditengah mulai terlihat. Bola mata itu begitu indah dan menawan.
Meski sangat tajam seperti elang namun Ada keteduhan.
Dia berhenti dibawah pohon besar, dilepaskannya cengkramannya.
Perempuan itu dibiarkan tergolek, dia meringkuk tak berdaya. Hanya Bola matanya yang berputar menyapu sekelilingnya.
Sementara laki-laki itu menatapnya tajam.
Tatapannya susah diartikan.
Detik selanjutnya dia berjongkok dan mengelus rambut perempuan itu. Bibirnya bergerak berbicara, "Kau milikku sekarang, jadi kau akan berada disini bersamaku selamanya."
Perempuan itu semakin ketakutan. Tanpa sadar bola matanya kembali berair.
Dia menatap dengan penuh kebencian laki-laki yang menyeretnya.
"Kau memang tampan, tapi Aku nggak sudi jadi milikmu!!!" Teriaknya di dalam hati.
"Hatiku sudah tidak ada tempat bagi siapapun, karena hatiku telah dipenuhi oleh kangmasku."
Saat hatinya mengucapkan "kangmasku"
Hatinya terasa hidup, seolah ada kekutan yang maha dasyat yang masuk kedalam dirinya.
Menyelusup menghangatkan hatinya yang beku dan putus asa.
Saat hatinya telah benar-benar bangkit dia memerintahkan otaknya untuk melakukan fungsinya.
Dan otaknya menuruti perintah hatinya.
Tubuh yang tadinya meringkuk tiba-tiba menegang.
Seolah ada sengatan listrik ribuan watt mengaliri tubuhnya.
Darahnya mendidih, ototnya menegang dan menjadi kuat.
Tiba-tiba dia bangkit dan berdiri.
Laki-laki yang duduk disampingnya memandangnya heran dan tidak percaya.
Bingung dan tergagab dia meraih tangan kanan perempuan itu dengan kedua tangannya.
Dia menarik tangan perempuan itu dengan maksud agar perempuan itu tidak meninggalkan tempat itu.
Perempuan itu menghentakkan tangannya, menepis kedua tangan laki-laki itu.
Namun hal yang tidak dia paham terjadi. Tubuh laki-laki terhempas jauh oleh sentakan tangannya.
Dia membentur sebuah pohon besar dengan sangat keras.
Tubuhnya mental dan jatuh ketanah, tidak bergerak lagi.
Perempuan itu menatapnya biasa-biasa saja. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Cuek dia melangkah meninggalkan tempat itu.
Satunya kakinya rupanya mati rasa.
Namun diseretnya dengan bantuan tangannya.
Ada satu hal yang tidak dia sadari sebetulnya. Dia telah mempergunakan ilmunya tanpa dia sadari. Sebuah ilmu yang sangat langka.
Ilmu ini bertumpu pada kekuatan hati. Hati yang mampu memerintah otak agar dia melakukan fungsinya dengan benar.
Pada saat raganya/tubuhnya telah lumpuh dengan kekuatan hati mampu kembali membuat tubuhnya kembali memiliki kekuatan.
Ilmu ini bernama ilmu 'Pangrekso Rogo.'
Perempuan cantik itu terus menyeret tubuhnya mencari jalan keluar.
Sesungguhnya dia tidak tahu arah mana yang harus ditempuh.
Dia hanya menuruti kata hatinya.
Dia hanya terus melangkah mau.
Kondisi hutan yang sangat lewat membuatnya kesulitan.
Belukar yang tinggi, lebih tinggi dari tinggi tubuhnya, membuatnya sangat kesulitan.
Dengan tanganyanya dia menyibak belukar yang ada di depannya, mematahkan ranting-ranting dan terus melangkah maju.
Dia tidak memperdulikan tubuhnya yang terasa remuk.
Apalagi belahan-belahan luka di telapak kakinya mulai berdarah.
Menimbukan rasa perih yang teramat sangat.
Tapi karena semangatnya yang sangat kuat untuk keluar dari hutan itu, dia tidak memperdulikannya.
Tujuannya cuma satu, keluar dari sana.
Dia berhenti melangkah saat dia sadari dia membentur sesuatu di depannya.
Sesuatu yang tidak bisa dia ditembus.
Dia menyibak belukar di hadapannya.
Dan jelas tanah bercampur batu kerikil yang keras ada didepan matanya.
Dia mendongak keatas memastika spa yang dipikirkannya.
Benar itu tebing yang sangat tinggi, hampir menyentuh langit.
Dia menyapukan pandangannyanya kesekelilingnya.
Namun kabut tebal mengahalangi pandangannya.
Akhirnya dia putuskan untuk kembali.
Saat kembali sangat mudah baginya. Dia hanya perlu menyusuri jalan yang tadi dilewatinya
Dia kembali ke tempatnya semula, lalu mulai berjalan ke arah yang berlawanan dari arah yang ditempuh sebelumnya.
Kali ini jalannya lebih mudah, makin jauh dia melangkah hutan itu semakin bersih tanpa belukar.
Hanya pohon pohon besar berwarna hitam dengan belahan-belahan 'ngeyoyot
Menandakan bahwa pohon-pohon disitu berusia sangat tua.
Mungkin ratusan tahun lebih tua dari nya.
Makin ke dalam makin bersih tanpa belukar, bahkan tidak ada rumput yang tumbuh.
Yang ada hanya daun kering yang berserakan.
Perempuan itu makin mempercepat langkahnya.
Dia menyeret tubuhnya lebih bersemangat.
Tapi dia mulai merasakan hal yang tidak beres, makin jauh dia melangkah kabut semakin tebal.
Hawa semakin dingin dan beku.
Perempuan itu terus menyeret tubuhnya. Karena penasaran dengan ujung langkahnya. Dia ingin segera menemukan jawaban
Dia tidak lagi memperdulikan kabut hitam yang makin lama makin memperpendek jarak pandangnya.
Begitu juga hawa yang semakin dingin dan beku.
Seolah ingin membekukan darahnya.
Menggerogoti otot-otot dan tulang-tulangnya.
Giginya mulai gemeretak menahan hawa yang terlalu dingin.
Dia mulai menyadari apa yang akan dihadapinya di depan, saat dia mulai merasakan angin bertiup semakin kencang.
Perempuan itu mulai memperlambat langkahnya, dan terlihat sangat waspada.
Karena memang jarak pandangnya tidak lebih dua meter.
Mendadak dia menghentikan langkahnya dan berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang oleng.
Dia hampir saja masuk kedalam jurang yang tepat berada di depannya. Satu langkah saja maka nyawa taruhannya.
Seandainya dia tidak langsung berhenti, tubuhnya pasti melayang masuk kedalam jurang.
Saat dia sudah mampu megusai dirinya, dia mundur pelan" dari tempatnya berdiri.
Tiga langkah kebelakang dia langsung membalikkan tubuhnya, kalu menjauh dari tempat itu.
Karena dia tidak menandai jalan yang dilaluinya tadi, tanpa dia sadari dia telah melangkah kearah yang Salah.
Dia terus maju, dia begitu yakin bahwa dia sedang menuju ke tempatnya semula.
Entah mangapa hatinya menjadi menyesal beranjak dari tempat itu.
Dia begitu merindukan tempat itu, dia hanya ingin duduk dan bersandar di pohon itu.
Ingin dia sandarkan lelahnya.
Dia terus melangkah namun dia tidak pernah menemukan tempat itu.
Hari telah menjadi gelap saat dia sudah tidak lagi mampu melangkah.
Namun dia terus memaksakan dirinya. Hingga akhirnya dia limbung. Dia ambruk dan tidak bergerak lagi. Dia meringkuk tak beraturan.
Sesosok bayangan hitam meraihnya dengan cara menjambak rambut panjangnya.
Lalu perlahan diseretnya meninggalkan tempat itu.
Sosok bayangan hitam itu terus menyeret tubuh perempuan itu.
"Sreeeeek...., sreeeeeek.....," langkahnya sangat pelan.
Sepertinya dia juga tidak memiliki banyak tenaga. Hingga langkahnya sangat pelan.
Sesekali dia berhenti untuk mengatur nafasnya.
Dia terus menyeret tubuh perempuan itu menjauh dari tempat dia meringkuk, meski sangat berat dia terus memaksakan dirinya.
Entah apa yang membuatnya begitu bersikeras.
"Sreekkkk....,.sreeekkkkk....," suara tubuh perempuan itu bergesekan dengan daun-daun kering.
Namun entah, suaranya memdengar seram.
Hawa semakin dingin dan beku.
Malam benar-benar gelap, segelap kegelapan yang menyelimuti tempat itu
In the middle of nowhere.

Di belahan bumi yang berbeda.
Bumi yang hanya memiliki dua musim, yaitu musim dingin dan musim panas.
Di sebuah kamar merah, seorang perempuan cantik meringkuk ditempat tidurnya yang nyaman.
Kemewahan tempat tidurnya membuatnya malas beranjak.
Padahal matahari sudah tinggi, suara dawainya yang terus berdering menandakan bahwa dia memang harus bangun.
Malas diraihnya dawainya, "Hallo..., yes honey." Jeda.
"Yes thank you, I wake up already." Jeda.
"Sure sweet heart, aku sudah melek, sudah duduk." Padahal dia belum duduk
Akhirnya sambuang ditutup. Dia meletakkan dawainya sembarangan dan kembali meringkuk.
Entahlah hari ini kenapa tempat tidurnya terasa lebih nyaman dari biasanya.
Padahal hari ini punya banyak hal yang harus dia selesaiakan ditempat kerjanya.
Dawaninya terus berbunyi, ringtone notifikasi dari aplikasi what's up terus bebunyi.
Dia menutup telinganya dengan bantal.
Terasa lebih lega, karena suara dawainya terdengar lebih jauh.
Belum lagi dia memikmati kelegaaanya, dawainya kembali berbunyi. Kali ini ringtone panggilan.
Malas dia menjawab panggilan, "Hallo." Jeda.
"Good morning, I,m good thank you. How about you." Jeda.
"Yes sir, in my room." Jeda.
"I will, within hour." Jeda.
"Sure sir, I will." Jeda.
"Ok ba." Tut...,tut..., tut....
Pangilanpun berakhir, malas dia menyingkap selimutnya.
Beranjak turun dari ranjang menuju dapur. "Aku hanya perlu kopi untuk menghilangkan malasku." Dia berguman, berbicara pada dirinya sendiri.
Perlahan dia menyeduh kopinya, sejenak dia menghirup kopi yang diseduhnya. Pikirannya menerawang jauh. Jauh ke sekarang samudra.
Dia merasa hampa, segala kewewahan yang dimilikinya, tidak pernah bisa mengobati rasa hampa di dadanya.
Tatapannya kosong, meski jelas dia menikamti kopi yang disesapnya perlahan.
Entahlah pagi ini dia merasa dirinya tidak di tempatnya berpijak. Dia merasa kakinya tidak menapak.
Setelah menghabiskan kopinya, dia segera mandi dan berpakaian.
Siap berangkat kerja.
Ada yang dia tidak tahu & tidak dia sadari. Wajahnya, perawakannya, gaun yang dipakainya, sama persis dengan perempuan yang ada di hutan larangan.
Perempuan yang sedang berada diujung kematian.
Entahlah hari ini dia merasa mood nya sangat jelek dan tidak memiliki semangat. Namun dia memaksakan untuk berangkat kerja.
Di kantor, di meja kerjanya dia mulai sibuk. Ratusan notofikasi di dawainya dia check satu-satu dan dibalasnya satu-satu dengan telaten.
Setelah dia mulai berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Pekerjaannya berhubungan dengan imigrasi, kepolisian, kantor ketenaga kerjaan, badan kependudukan, rumah sakit, travel agency/ticketing, user dan partner di luar negeri yang berperan sebagai suplyer.
Tapi semua dia lakukan dari balik meja kerjanya dengan bantuan dawainya, dan beberapa pengakat electronic yang canggih.
Jelas sekali dia seorang yang tekun dan pekerja keras.
Nyaris tidak ada jeda.
Semua pekerjaan nya dia bereskan hingga sing hari pull 14.00, saat break time.
Saat break time tubuhnya mulai gemeteran, disitu dia sadar bahwa dia nggak makan apa-apa dari pagi.
Hanya minum kopi saja.
Cepat-cepat dibereskannya meja kerjanya dan bersiap pulang.
Dia mulai merasakan tubuhnya lamas. Disentuhnya keningnya dengan punggung telapak tangannya.
"I have fever." Keluhnya. Lalu dengan langkah gontai dia meninggalkan meja kerjanya dan pulang.
Setelah dirumah, malas dia segera membuat makananya dan makan.
Setelah shalat dhuhur dia langsung ke tempat tidur.
Namun entahlah dia merasakan tubuhnya makin panas.
"Aku nggak papa, Aku hanya telat makan. Makanya tubuhku bereaksi begin." Dia mensugesti dirinya sendiri lalu berusaha tidur.
Meski yang dirasakannya bukan panas biasa. Dia merasakan tubuhnya seperti terbakar.
Dia hanya memejamkan matanya, menyesapi rasa sakit yang dirasakannya.
Entah berapa lama dia merasakan tubuhnya seperti terbakar, tapi dia terus mengatakan pada diri sendiri, "Aku nggak papa-aku nggak papa."
Akhirnya dia tertidur-atau pingsan, entahlah. Yang jelas dia tidak lagi bersuara dan tidak bergerak. Meringkuk di tempat tidurnya.
Hingga alarmnya berbunyi tanda dia harus balik ke kantor.
Dia terlihat bergerak, malas menyingkap selimutnya dan beranjak turun dari tempat tidurnya.
Sambil berjalan dia meletakkan punggung telapak tangannya di keningnya.
"Kok masih panas?! Aku kan Sudah tidur." Batinnya.
Langkahnya juga nampak lemas dan setegah diseret. Dia menuju dapur dan membuat sesuatu.
Dia memanaskan air, mengeluarkan lemon dari kulkas.
Cekatan dia memotong lemon itu tipis-tipis kalu diperas, air perasanya di taruh di gelas yang sudah dia siapkan.
Setelah air yang dia panaskan mendidih, dia menuangkan ke dalam gelas yang sudah ada air lemonnya.
Lalu ditambahkannya teh & gula.
Diaduknya pelan. Setelah itu disesapnya bau harus teh-lemon buatannya. Dia nampak puas.
Perlahan disruputnya sambil sesekali ditiup.
"Aku Akan membaik." Gumannya, seolah berbicara kepada dirinya sendiri.
Sejam kemudian dia sudah kembali duduk di meja kerjanya-di kantornya.
Kembali berkutat dengan pekerjaan yang tidak pernah ada habisnya.
Namun entah, dia merasakan tubuhnya semakin lemas, kepalanya mulai pening
Ketika jam kerjanya sudah selesai dia langsung pulang. Satu-satunya yang dia ingin adalah minum obat dan terus tidur.

Tigapuluh menit kemudian dia Sudah meringkuk ditempat tidurnya.
Dia merasakan tubuhnya seperti terbakar, telapak kakinya seperti sedang ditutup tusuk oleh pisau.
Detik selanjutnya matanya terbelalak tidak percaya. Dia melihat darah muncrat dari telapak kakinya. Seperti orang gila dia berteriak-teriak linglung.
Noooo....! Noooo...! Oh God, my leg!!!" Panik dia memgangi kakinya yang terus mengeluarkan darah segar.
Darah segar terus muncrat dari telapak kakinya seperti pancuran.
Diantara sadar dan tidak dia menyobek gaun tidurnya dan membalut telapak kakinya dengan sobekan bajunya.
Lalu sobekan kedua dia balut telapak kaki lainnya. Rupanya darah masih terus merembes. Reflek dia membuka gaunnya
Lalu disobeknya jadi dua, masing masing dipakainya untuk membalut sebelah kakinya.
Linglung dia menatap kakinya.
Darah memang masih terlihat membes dari sana.
Tapi sudah tidak selancar tadi.
Dia berusaha memulihkan kesadarannya dengan mengatakan, "No, this is not real!" Setengah berteriak dia bicara kepada dirinya sendiri.
Namun matanya berkutat lain.
Kedua kakinya telah membalut gaun tidurnya yang dia sobek sendiri.
Sedang tempat tidurnya sudah penuh bercak darah disana-sini.
Warna sprey yang tadinya putih bersih telah menjadi merah darah, sementara dari kedua kakinya yang Sudah terbalut baju tidurnya, Sarah masih terlihat merembes.
Linglung dia menyapukan pandangannya.
Dia berusaha memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Saat dia menyadari tubuhnya tanpa busana, dia segera menarik selimutnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut hingga leher.
Matanya bergerak tak beraturan, bingung campur takut.
"Gusti, nyuwun pangapuro. Mohon pulihkan kesadaranku."
Diantara sadar dan tidak, bibirnya terus beristghfar. Meski menggunakan bahasanya sendiri.
Perempuan ini memang aneh, dia lebih nyaman beristighfar dengan bahasanya sendiri.
Namun rupanya penderitaanya belum berakhir.
Tiba-tiba dia merasakan kepalannya seperti dipukuli dengan palu.
Kesakitan dia memegangi kepalanya.
Dia meringkuk sambil memegangi kepalanya. Namun makin lama sakit kepalanya semakin menjadi.
Dia membanting tubuhnya ke sana kemari seperti orang gila. Berharap rasa sakitnya Akan berkurang.
Antara sadar dan tidak dia melihat banyak orang mengelilinginya.
Orang-orang ini memegang palu dan memukuli kepalanya.
"Ampuuuun..., ampuuunnnn...., Aku mohon berhentilah memukulku. Apa salahku katakanlah, agar Aku bisa memperbaikinya."
Entah berapa lama dia seperti itu, rintihannya benar-benar menyayat hati. Lama-Lama suaranya melemah.
Lama-Lama suaranya melemah. Dan akhirnya benar-benar hilang, bersamaan dengan bilangnya suaranya, tubuhnya juga Sudah tidak bergerak lagi.
Dia meringkuk di sudut tempat tidurnya dengan kondisi yang mengenaskan.
Correction:
Sarah=darah
Dawai=gawai
Berkutat= berkata
Orang-orang yang mengelilingi terlihat puas. Satu diantara mereka mendekat, sementara yang lain memperhatikan dengan seringai mengerikan, seolah berkata, "HABISI DIA!!!"
Belum lagi salah satu dari mereka mencapai perempuan itu, "BRAAAAKKK...!!!" Pintu kamar telah dibuka paksa.
Seorang laki-laki tampan telah berdiri gagah disana.
Wajahnya beku tanpa expresi.
Wajah tampannya menyeringai ganas, menatap orang-orang yang berdiri mengelilingi dipan.
Bola matanya hitam legam, dan tidak ada bagian putihnya.
Bola matanya menyala, dan nyalanya juga hitam legam.
Dia adalah laki-laki yang sama, yang berada di hutan larangan. Laki-laki yang menyeret perempuan yang wajahnya mirip dengan perempuan yang sekarang meringkuk tidak berdaya dihadapannya.
Auranya sangat hitam namun penuh wibawa.
Orang-orang yang mengelilingi perempuan itu, tidak ada satupun yang berani mengangkat kepalanya.
Mereka membeku ditempatnya berdiri, dengan menunduk dalam.
Tubuh mereka gemeteran menahan rasa ngeri. Mereka tahu betul siapa yang berada di hadapannya
Detik selanjutnya, pemandangan lebih mengerikan terjadi.
Satu persatu orang-orang itu dipoklek gulune, "KLeek..., Kleek..., Kleek...." Tiga orang pertama telah tumbang. Nglimpruk tidak bernyawa. Dengan leher Keple. Hampir lepas dari tubuhnya.
Sisanya empat orang lagi masih membeku dengan kaki gemeteran.
Satu dari mereka sudah kencing di celana.
Mereka melirik ketiga temannya, yang sudah nglimpruk tidak bernyawa.
Sementara laki-laki tampan itu memdekati jendela dan membukanya.
Lalu melempar ketiga laki-laki yang sudah tidak bernyawa itu satu-persatu.
Wajahnya masih tanpa expresi. Dan bola matanya tetap hitam legam tanpa ada putihnya.
Setelahnya dia menatap ke empat laki-laki yang membeku itu satu persatu secara bergantian.
Seolah mendapat perintah, mereka berebut berlari ke jendela dan meloncat dari sana.
Detik selanjutnya, Laki-laki itu memandang jendela dengan tatapan kosong.
Entah berapa lama, dia berpaling kepada perempuan yang meringkuk tidak perdaya diranjangnya saat dia mendengar suara sirine ambulan.
Dia membelai rambut perempuan itu, "Aku akan membawa sukmamu pulang dari hutan Larangan." Dia berbisik lembut di telinga perempuan itu.
Dia mengecup kening perempuan itu lembut, perlahan bola matanya mulai berubah ada putihnya di kedua sisinya.
Sebelum dia pergi dia mengelap jendela dengan bajunya.
Begitu juga dengan benda apapun yang pernah disentuhnya.
Dia sangat teliti rupanya.
Namun dia melupaka sesuatu.
Langkahnya gontai meninggalkan kamar perempuan itu.
Pintu kamar itu memang dia buka paksa, namun tidak dengan pintu depan. Saat dia pergi dia membiarkan pintu depan terbuka.
Dia sengaja keluar dari gedung menggunakan pintu darurat, karena ingin menghindar bertemu seseorang.
Sesaat setelah dia memasuki pintu darurat, lift terlihat terbuka.
Beberapa orang berseragam polisi keluar dari sana.
Dan langsung menuju pintu rumah perempuan itu, pintunya depan terbuka lebar.
Mereka mengetuk pintu beberapa kali,tidak ada jawaban. Mereka langsung masuk.
"Kami masuk, apakah ada orang."
Suara satu dari mereka.
Langkah mereka sangat wasdapa, setiap ruangan diperiksa.
Mereka sangat terkejut saat mendapati pintu kamar perempuan itu dibuka paksa.
Mereka langsung mencabut pistol masing-masing.
Mengendap dengan waspada sambil mengacungkan pistolnya.
Mereka masuk dan sangat terkejut, masih tetap waspada, Salah satu dari mereka mendekati perempuan yang meringkuk disudut ranjangnya. Dia memeriksa nadia perempuan itu lalu mengangguk kepada kedua temannya. "She's a life."
Salah satu temannya langsung mengambil radio penghubung yang ada dipinggangnya dan meminta bantuan.
Tiga puluh menit kemudian perempuan itu Sudah ditandu, dikeluarkan dari kamarnya.
Tiga polisi ada dibelakangnya.
Dan rumahnya dipasangi garis polisi.
Bagaimana polisi bisa ke atas? Karena ada sakitnya mata melihat satu dari ketujuh orang itu meloncat dari jendela.
Dan itu orang terakhir, orang yang kencing di celana.
Namun ketujuh orang itu tidak ada satupun yang selamat.
Semua mati dengan kondisi yang mengenaskan.
Sakitmata=saksimata
Nanya hidup=mayat hidup 🙏
Melangkah mau=melangkah maju 🙏
Di sebuah rumah sakit.
Di ruang ICU.

Perempuan itu terbaring lemah, dia belum melewati masa kritisnya.
Luka di kepalanya sangat serius, dan dia juga kehilangan banyak darah dari kedua kakinya yang terluka.
Dia terbaring bagai mayat hidup.
Wajahnya pucat pasi.
Kabel infus berujung jarum di pergelangan tangan kirinya.
Sementara kabel suplay darah berujung jarum di pergelangan tangan kananya.
Sementara kabel pendeteksi jantung juga berujung beberapa benda yang tertempel di dadanya.
Mesin pendeteksi jantung masih berbunyi nyaring dengan angka naik turun.
89-88-87-86.
86-87-88-89
Begitu seterusnya.
Seorang laki-laki bermata hitam terus mengawasinya dari balik kaca.
Bola matanya tidak ada putihnya, matanya menyala-nyala. Nyalanya juga hitam.
"Kau akan membaik, sukmamu sudah kusatukan dengan ragamu. Kau hanya butuh sedikit waktu. Nikmati tidurmu, agar kau segera membaik."
Laki-laki itu berbisik, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Dia tidak pernah duduk, terus berdiri di sana siang dan malam.
Orang yang lalu lalang tidak ada yang memperdulikannya. Seolah dia tidak ada disana.
Tiga hari kemudian perempuan itu melewati masa kritisnya.
Dia dipindahkan ke ruang perawatan.
Laki-laki itu juga mengikutinya ke ruang perawatan. Kali ini dia duduk disamping ranjang.
Dan seperti sebelumnya, tidak ada yang memperdulikannya. Seolah dia tidak ada disana.
Dokter, perawat dan para medis yang merawatnya lalu-lalang di hadapannya, keluar masuk dari ruangan itu.
Matanya tidak pernah sedetikpun berpindah dari perempuan dihadapannya.
Seolah dia tidak ingin kehilangan moment, setiap detik begitu berharga baginya.
"Ayolah sayang, ini terlalu lama." Keluh laki-laki itu di dalam hati setelah the following days perempuan di hadapannya belum juga membuatnya matanya.
"Bangunlah sayang, aku mohon." Dia kembali membathin. Hatinya berteriak-teriak memanggil-manggil nama perempuan di hadapannya.
Sementara perempuan di hadapannya hanya membeku.
Dia masih menutup matanya, wajahnya Sudah tidak terlalu pucat.
'Wis ono cayae' (Sudah ada tanda-tanda kehidupan).
Kulitnya yang putih bersih, tidak terlalu pucat seperti senelumnya.
Lebih bercahaya.
Suplay darah, infus dan obat yang disuntikkan ke tubuhnya telah berfungsi dengan baik.
Perlahan dia mulai recover, meski dia masih asyik dengan tidur panjangnya.
Laki-laki itu tidak pernah beranjak dari ditempatnya.
Dia terus mengajak bicara perempuan di hadapannya.
"Percayalah, bukan aku yang melakukannya. Bukan aku yang membawamu kesana. Mereka hanya menggunakan 'ilmu malih rupo' untuk mengelabuhimu..., ayolah aku mohon bangunlah untukku."
Laki-laki itu terus berbicara di dalam hatinya. Namun wajahnya tetap saja beku tanpa expresi.
Hanya bola mata hitamnya mulai berair. Airmata yang jatuh juga berwarna hitam, bagai tinta. Namun sangat bening.
Tanpa dia sadari airmatanya jatuh di punggung telapak tangan perempuan di hadapannya.
Jari telunjuk perempuan itu bergerak, detik selanjutnya dia membuka matanya.
Laki-laki itu tidak menyadari bahwa perempuan dihadapannya telah membuka matanya.
Dia sibuk dengan tangisnya.
Dia sangat terkejut saat perempuan itu menyentuh pipinya sambil berkata, "Gabriel...," Suaranya sangat lemah.
Laki-laki yang disebut Gabriel menatap tidak percaya perempuan di hadapannya. Ini pertama kalinya wajahnya berexpresi.
Bola mata hitamnya tiba-tiba memudar. Warna hitamnya tiba-tiba mengecil, tidak lagi memenuhi seluruh permukaan. Dan warna putihnya mulai terlihat.
"Nay..., finally you wake up sweet heart." Sambutnya panik, bercampur bahagia, sambil menggenggam tangan perempuan itu. Tangan itu diciuminya.
Perempuan yang dipanggil Nay tersentum tipis. Dia berusaha duduk. Namun dicegak oleh Gabriel.
"Jangan sayang, tetaplah berbaring."
Suasana mengaharu biru, airmata laki-laki itu semakin menjadi.
Namun tak lagi berwarna hitam. Airmatanya bening seperti airmata pada umumnya.
"How come you are here?!" (Bagaimana kau bisa ada disini) Tanya Perempuan itu penuh selidik.
"I'm always here sweet heart." (Aku selalu disini sayang).
Jawab laki-laki itu berusaha tersenyum, sambil berusaha menghapus air matanya menggunakan punggung telapak tangan.
Perempuan itu mentapnya tajam, dan sangat serius. Laki-laki itu tampak bingung.
"Trust me, is not me." Ucap laki-laki itu kemudian.
Mata perempuan itu menjadi meredup dan bibirnya mengukir senyum. "I know Gabriel, is not you. Clearly I know it. You will never ever able to hurt me." (Aku tahu Gabriel, itu bukan kamu. Kamu nggak akan pernah bisa menyakitiku)
Lalu keduanya tersenyum.
"May i call a doctor?" (Boleh Aku panggil dokter). Ucap Gabriel selanjutnya.
"I don't need a doctor, you are here already." (Aku nggak butuh dokter, kau Sudah ada disini).
Laki-laki itu tersenyum, "I know, just as a procedure."(Aku tahu, hanya protokol)
Akhirnya perempuan itu tersenyum dan menganggguk.
Laki-laki itu bergegas memanggil dokter jaga.
Dokter sedikit terkejut, bagaimana laki-laki ini bisa ada disana.
Karena ruangan itu di secure oleh polisi. Dia tidak pernah melihat laki-laki ini sebelumnya.
"Doctor.., are you ok?" Suara laki-laki itu membuyarkan kebekuan Sang dokter.
Canggung dokter itu mengangguk dan bergegas menuju ruangan perempuan itu dirawat. Dengan isyarat dokter meminta perawat mengikutinya.
Dokter memeriksa keadaan perempuan itu. Dan dia tersenyum."
"Your condition is stable, you just need to take bed rest. I will make scan for your head. And about your leg just need more time to recover. You need to stay a view more daya in the hospital." (Kondisi anda stabil, hanya memerlukan bed rest.
Saya akan melakukan sacning kepala anda. Dan untuk kaki anda hanya memerlukan sedikit waktu lagi untuk membaik. Anda perlu tinggal beberapa hari lagi di rumah sakit).
Setelah tugasnya selesai dengan canggung dokter bertanya kepada laki-laki itu, " May I know who you are?" (Boleh says tahu anda ini siapa)
Laki-laki itu tampak bingung, tapi perempuan itu menjawab, "He is my boyfriend,"
Dokter tersenyum canggung kemudian pamit.
Sementara dari tempat yang tak terlihat, seorang perempuan berambut panjang sedang mengawasi mereka semua.
Sesungguhnya dia telah mengawasi perempuan yang terbaring itu sejak di hutan larangan.
Sepertinya kali ini dia tertangkap basah, karena Gabriel menyadari kehadirannya.
Gabriel menoleh tajam, bola matanya kembali menghitam.
Dia menoleh tajam ke arah perempuan berambut panjang.
Detik selanjutnya tanpa di suga Oleh perempuan berambut panjang, Gabriel telah berada di hadapannya.
Perempuan berambut panjang sangat terkejut dan ketakutan.
Terutama bola mata hitam tanpa ada putih sama sekali itu yang membuatnya ngeri.
Belum lagi dia terlepas dari rasa takutnya, Gabriel sudah mengcengkeram kerah bajunya, menatapnya tajam.
Wajah keduanya hampir bersentuhan.
Namun detik selanjutnya Gabriel reflek melepas cengkramannya
Seolah Gabriel mengenali perempuan itu. Wajahnya menatap perempuan di hadapannya tidak percaya. Dia terpaku dan membeku di tempatnya.
Perempuan berambut panjang juga sangat heran, namun dia tidak membuang kesempatan itu. Dia langsung beranjak pergi tanpa disadari Oleh Gabriel.
Pedalaman Ujung Kulon.

Di sebuah pertapaan yang terkenal dengan sebutan Pesarean Sh.M*hy*d*n T-M.
Nyai Sapu Jagat bersimpuh dan memejamkan matanya di depan pesarean.
Hari ini genap satu purnama dia bersimpuh disana.
Tiba-tiba dia membuka matanya.
Wajahnya nampak berkeringat, nafasnya tersengal-sengal.
Sang penunggu pesarean nampak tersenyum dari kejauhan.
"Rupanya dia telah kembali," Gumannya.
"Sudah kuduga dia pasti kembali, karena dia memang bukan gadis biasa." Lanjutnya.
Setelah Nyai Sapu Jagat sudah berhasil mengatur nafasnya. Dia berdiri dan langsung menemui juru kunci/sang penunggu pesarean.
Dia langsung bersimpuh dan berkata," Terimakasih sudah mengijinkan saya untuk tinggal selama satu purnama di tempat ini. Mohon maafkan saya."
Laki-laki itu tersenyum, "Sudah kuduga, kau pasti kembali. Kau memiliki keberanian yang luar biasa, hingga kau berani pergi ke belahan dunia yang lain. Apa kau sudah memahami makna dari semua yang kau saksikan?"
"Mohon maaf, mohon saya diberi petunjuk." Jawab Sapu Jagat singkat.
Laki-laki itu tertegun, dia menatap gadis muda di hadapannya yang masih bersimpuh. Masih menunggu dengan menunduk, tanpa sedikitpun mengangkat dagunya.
"Kau sedang diajari ilmu 'Pangrekso Rogo', dan sedang ditunjukkan apa sesungguhnya hitam dan apa sesungguhnya putih."
"Terimakasih atas petunjuknya, mohon maafkan Jika ada kata-kata dan tingkah laku saya selama saya disini yang kurang berkenan. Saya mohon diri."
Juru kunci hanya tersenyum, "Pergilah neng, selesaiakan apa yang sudah kau niatkan. Semoga Yang Maha Kuasa selalu melindungimu."
Nnyai Sapu Jagat mundur sambil berjongkok, setelah tiga langkah dia berdiri dan kembali membungkukkan tubuhnya.
Juru kunci mengangkat tangannya dan mengangguk.
Setelahnya Nyai Sapu Jagat membalikkan tubuhnya dan meninggalkan pertapaan.
Juru kunci menatap Nyai Sapu Jagat hingg hilang dari pandangan.

Sementara Nyai Sapu Jagat terus memikirkan kata-kata Juru Kunci.
"Ilmu Pangrekso Rogo?!" Dia terus memikirkan tiga kata itu sepa jang perjalanan pulang.
Tujuannya sekarang hanya satu, menemui gurunya.
Dia yakin gurunya akan memberi penjelasan yang lebih kepadanya tentang 'Ilmu Pangrekso Rogo', dan juga sejatinya 'hitam dan putih'.

Nyai Sapu Jagat terus menuruni gunung. Langkahnya ringan.
Ada sedikit kelegaan, di dadanya.
Meski terkadang dadanya masih terasa terhimpit saat mengingat tentang tujuh manusia bayangan dan Sang pemimpin.
Dia memang telah mendapat kepercayaan dari seribu nyawa, tapi dia masih punya pekerjaan yang sangat panjang untuk bisa keluar dari semua ini.
Pastinya ketujuh manusia bayangan dan Sang Pemimpin tidak akan tinggal diam saat mereka mengetahui niatnya.
Ada yang sangat Nyai Sapu Jagat khawatikan sebetulnya.
Itu sangat mengganggu pikirannya.
Sacning=scanning
Terus apa Sudah?
Kita sudahi dulu malam ini. Saya akan sempatkan besok buat up.
Jika berkenan silahkan berkunjung di channel youtobe kami.
Ini linknya:

Terimakasih.
See u...
Hari telah menjadi gelap ketika Nyai Sapu Jagat memasuki hamalam masjid tempat gurunya biasa ngimami.
Gurunya baru saja turun dari pengimaman, baru saja selesai ngimami shalat maghreeb.
Beliau menyadari kehadiran muridnya, Nyai Sapu Jagat.
Beliau langsung keluar dari masjid dan langsung menemui Nyai Sapu Jagat.
Nyai Sapu Jagat langsung menghambur ke arah gurunya begitu gurunya turun dari beranda masjid. Langsung mencium tangan gurunya.
Setelah itu, dia menekuk lututnya, dan bersimpuh. Menyampaikan sembah bektinya.
Gurunya meraih bahunya dan membimbingnya berdiri.
Lalu membawanya berjalan meninggalkan pelataran masjid.
"Aku akan menemanimu berjalan sampai rumah nimas."

Begitulah cara guru Nyai Sapu Jagat menyayanginya. Beliau tahu cara memaksa Nyai Sapu Jagat agar segera istirahat.
Sambil berjalan keduanya mengobrol.
Nyai Sapu Jagat menceritakan semua yang dilihatnya dalam semedinya.
Mulai dari ketika melihat seorang perempuan cantik diseret dan terkurung di hutan larangan.
Semua penderitaan yang dialami perempuan itu juga dia ceritakan.
Dia juga menceritakan process bagaimana laki-laki yang menyeretnya terhempas karena hentakan tangan perempuan itu, padahal waktu itu jelas-jelas Sudah tidak perdaya.
Disini gurunya terkekeh dan mengacak rambut Nyai Sapu Jagat.
"Rasanya baru kemaren kau dituntun oleh pamanmu memasuki pelataran masjid, sekarang kau sudah jadi gadis muda yang mumpuni." Guru Nyai Sapu Jagat berbiacara setengah berguman. Seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Nyai Sapu Jagat nampak tersipu.
"Abi terlalu berlebihan."Sahut Nyai Sapu Jagat.
"Itu benar nimas,kau bahkan telah Penguasai 'Ilmu Pangrekso Rogo'."
"Ilmu Pangrekso Rogo?!" Nyai Sapu Jagat nampak bingung.
"Tidak usah bingung nimas.Jika waktunya tiba,saat kau memerlukan kau akan tau bagaimana cara mempergunakan."
Nyai Sapu Jagat nampak tercenung beberapa saat.
"Bagaimana dengan kesejatian hitam dan putih bi?" Tanya Nyai Sapu Jagat kemudian.
Gurunya tersenyum lebar, "Kesejatian hitam dan putih itu ada di dalam hati kita. Hati kita sendiri yang menentukan." Gurunya berhenti sejenak.
"Kau lihat laki-laki yang bernama Gabriel. Matanya terkadang menjadi sangat hitam tidak ada putihnya. Bahkan airmatanya juga berwarna hitam. Itu gambaran bahwa hatinya bisa menjadi sangat hitam. Namun di saat lain matanya kembali normal dan airmatanya juga sangat bening."
Gurunya kembali berhenti sejenak, beliau sedang mencari kata-kata yang lebih tepat untuk melanjutkan kalimatnya.
Nyai Sapu Jagat juga nampak merenungi setiap kata-kata gurunya.
"Karena sesungguhnya dia memiliki hati yang sangat bersih. Dia memiliki ketulusan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Namun terkadang sisi hatinya dan amarahnya menguasainya. Dia hanya perlu melatih diri untuk dapat mengendalikan amarah dan sisi hitamnya." Lanjut gurunya.
"Apakah itu artinya bahwa menjadi hitam atau menjadi putih adalah pilihan kita sendiri?" Tanya Nyai Sapu Jagat.
"Ya kau benar nimas, tapi kita juga harus terus memohon pertolongan dari Yang Maha Kuasa agar selalu diberi petunjuk dan jalan yang lurus." Jawab gurunya.
"Apakah itu sebabnya setinggi apapun ilmu manusia, bahkan jika dia mampu menembus rahasia waktu dan mampu mengitari seluruh alam, baik alam kasat mata maupun alam tak kasat mata, dia tetap harus menegakkan yang Lima waktu?" Tanya Nyai Sapu Jagat.
"Iya benar, bukankah Kanjeng Nabi juga berkeliling seluruh alam bahkan sampai ke langit ketujuh, dan beliau menegakkan yang lima waktu. Lalu siapa kita?" Jawab Gurunya.
"Saya pernah mendengar seseorang berkata bahwa kanjeng Nabi itu menegakkan yang Lima karena beliau harus menunjukkan kepada niatnya." Nyai Sapu Jagat menimpali. Gurunya tertawa terpingkal-pingkal mendengar kata-kata muridnya. Yang ditertawakan nampak tersipu.
Setelah tawanya reda gurunya berkata, "Bukankah kelak kau juga menunjukkan kepada putra-putrimu? Terlepas dari itu semua, manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Maka kita harus terus memohon petunjuk agar tidak tergelincir."
"Guru apakah perempuan itu kakakku?" Tanya Nyai Sapu Jagat selanjutnya. Wajahnya nampak gamang dan haru.
"Apapun kabar dari langit tentang apa yang kau lihat, biarlah waktu yang membuktikan." Jawab gurunya, wajah beliau juga nampak haru.
Sesungguhnya keduanya sama-sama tahu siapa perempuan yang ada di dalam semedi Nyai Sapu Jagat.
Namun itulah mereka berdua, orang-orang yang mampu menjaga batasannya.
Orang-orang yang 'weruh sak duringe winarah' tapi tidak pernah berani mendahului.
Tidak terasa keduanya Sudah sampai di depan kediaman Bambang Wisanggeni.
Sebelum pergi gurunya berpesan, "Nimas, sepertinya aku harus pamit. Kita sudah sampai. Selamat beristirahat, beristirahatlah untuk satu purnama. Setelah itu kau harus melek selama tujuh purnama."
"Inggih bi, sendiko dawuh." Nyai Sapu Jagat mencium tangan gurunya. Dia masih menatap punggung gurunya hingga gurunya hilang dari pandangan.
"Melek tujuh purnama." Gumannya sambil membuka pintu pagar.
"Sepertinya perjalananku masih jauh." Batinnya menimpali.
Ketika dia hendak memencet bel rumah, pintu rumah sudah terbuka.
Dan dia sangat terkejut karena semua orang ada disana.
Paman, bibi, adiknya Magdalena, Adi dan Ratih. Hampir secara bersamaan mereka berteriak, "SURPRISE!!!"
Tawa merekapun pecah.
Bergantian mareka memeluk Nyai Sapu Jagat sambil mengucapkan selamat datang.
Lalu Nyai Sapu Jagat digelandang ke meja makan.
"Lho ada apa ini?! Kok ada sego sak sempet, akeh koncone pisan." Nyai Sapu Jagat nampak canggung campur haru.
Pamannya mendekat dan membimbingnya untuk duduk ditempatnya.
Lalu dengan isyarat meminta semua orang untuk duduk.
Setelahnya beliau sendiri duduk dikursinya.
Beliau diam beberapa saat, jelas sedang menata hati dan mencari kata-kata yang tepat.
"Alkhamdulillah, semua keluarga berkumpul disini, sehat wal'afiat. Tidak kurang suatu apa." Disitu beliau berhenti dan memberi isyarat pada Ratih.
Ratih nampak Hagan namun kemudian berkata, "Mbak Ida yang cantik dan menawan serta baik hati...," Kata Ratih genit.
Kalimat Ratih disambut tawa oleh semua orang. Apalagi Wisanggeni, tawanya begitu lepas.
Nyai Sapu Jagat justru menitikkan airmata. Semua orang yang menyadari hal itu, langsung berhenti tertawa.
Nyai Sapu Jagat yang menyadari semua orang tertegun langsung menjitak kepala Ratih.
"Wong dikon ngujubne kok koyok ngerayu pacer." (Disuruh melakukan ijab Kabul kok kayak ngerayu pacarnya). Wajah Nayi Sapu Jagat sangat serius, namun disambut tawa semua orang.
Canda Tawa itu terakhir saat Wisanggeni meminta waktu sejenak.
"Nduk, Ida. Maksute Pak dhe karo budhe ki ngene. Saiki kan wetonmu. Terus awakmu kan yo tas mari poso suwe, dadi anggepen ae iki carane Pak dhe karo Budhe matur suwun Marang Gusti Allah."
(Nduk, Ida. Maksud paman dan bibi begini. Hari ini kan hari kelahiranmu. Terus kamu kan juga baru selesai puasa lama. Jadi anggaplah ini cara paman bersyukur)
"Inggih Pakdhe, Budhe. Matur suwun sanget sampun sabar momong kulo. Mugi Pakdhe lan Budhe serto keluargo sedoyo tansah dipun paringi wilujeng. Amiiin..."
(Iya Pakdhe, Budhe. Terimakasih sudah bersabar membimbing saya.
Semoga Pakdhe, Budhe dan keluarga semuanya selalu dalam LindunganNya. Amiiin)
Setelahnya dialnjutkan dengan berdo'a.
Di meja itu ada sego sak lemper. Seperti anak kecil mereka bertiga, yaitu Nyai Sapu Jagat, Adi dan Ratih berebut uang dua ribu yang ada di bawah daun dilemper.
Wisanggeni, Magdalena dan adiknya Magdalena cuma tertawa menyaksikan mereka.
Selain sego sak lemper ada jenang abang' dan teman-temannya.
Ada ingkung yang dilingkari lauk-pauk yang dimata begitu cantik.
Ada sego kulup yang juga dimata dengan menawan.
Ada juga jajanan pasar tujuh rupa. Hanya cake yang tidak ada.
Mari kita tinggalkan Nyai Sapu Jagat dan keluarganya.
Kita kembali ke hutan larangan.
Kita lanjutkan kisah perempuan cantik yang tersesat dihutan larangan.
Meski sejatinya sukmanya Sudah kembali ke tubuhnya.
Tapi kita belum ceritakan bagaima dia bisa keluar dari sana.
Aku break. See u
Bismillah...
Terakhir dikisahkan perempuan itu sudah limbung dan tidak bergerak lagi.
Seseorang datang meneyeretnya dengan cara menjambak rambutnya.
"Sreeekkkk, sreeeekkkk...," Tubuhnya diseret perlahan. Laki-laki yang menyeretnya sepertinya juga tidak memiliki banyak tenaga.
Dia adalah laki-laki yang sama yang telah memba wa perempuan itu ke hutan larangan, menyekapnya dan menyiksanya.
Dia masih terus menyeret tubuh perempuan cantik itu.
"Sreeeekkkk, sreeekkkk...," Tubuhnya terus diseret. Membentur apapun yang dilewatinya.
Tiba-tiba laki-laki itu menghentikan langkahnya, saat sepasang kaki menghadangnya.
Dia mendongak, wajah bekunya langsung pucat pasi. Tubuhnya gemeteran, reflek dia melepaskan cengkramannya terhadap perempuan itu. Dia langsung menunduk dan tidak berani mengangkat kepalanya.
"Gabriel, aku pantas mati. Tapi ketahuilah Aku hanya menjalankan perintah." Laki-laki itu langsung menekuk lututnya.
Yang dipanggil Gabriel, wajahnya sama persis dengan laki-laki yang sedang menekuk lututnya.
Gabriel menatap tajam laki-laki di hadapannya. Jelas dia sangat marah.
Bola matanya sangat hitam, tidak ada putihnya sama sekali. Menyala-nyala, nyalanya juga hitam.
Detik selanjutnya dia menunduk dan mengcengkeram laki-laki yang sedang bersimpuh---lalu, "KLEEEKKK!!!"
Dengan satu gerakan cepat Gabriel 'muklek' leher laki-laki itu.
Cuek dia melepas cengkramannya.
"BRUUUKKKK." Tubuh laki-laki itu terkulai di tanah dan tidak bergerak lagi.
"Kau sendiri yang meminta kematianmu." Guman Gabriel, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Sejenak Gabriel masih menatap laki-laki yang sudah dia 'puklek' lehernya.
Wajah laki-laki itu perlahan kembali kepada wujud aslinya.
Wajahnya tidak lagi sama dengan wajah Gabriel.
"Wajah dari selatan, aku tahu siapa yang mengirimmu." Lagi-lagi Gabriel berbicara sangat pelan, setengah berbisik. Seolah berbicara kepada dirinya sendiri.
Selanjutnya dia berbalik ke arah perempuan cantik yang kondisinya sangat mengenaskan.
Dia menatap perempuan cantik itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Maafkan Aku Nay, harusnya Aku lebih berhati-hati menjagamu." Ucapnya.
Bola matanya yang hitam legam, tiba-tiba memudar.
Matanya berubah normal, seperti bola mata pada umumnya. Dia berjongkok dan merapikan rambut perempuan itu.
Lalu dia mengangkat tubuh perempuan itu dan di bopongnya.
Detik selanjutnya dia melangkah gontai meninggalkan tempat itu.
Dia terus melangkah dan di satu titik tubuh keduanya seperti menembus sesuatu dan hilang.
Gabriel telah menembus pagar gaib yang dipasang oleh laki-laki yang membawa Nay ke hutan larangan.
Dan sesungguhnya yang dibawa ke hutan larangan adalah sukmanya.
Sedang raganya ada di belahan bumi yang berada yang juga disiksa. Yang lagi-lagi juga Gabriel yang menyelamatkannya.
Dan begitulah dia dibebaskan.
Nay memang memiliki seseorang yang sangat istimewa.
Meski dia sangat hitam, namun Nay tau hatinya begitu tulus.
Yang selalu menjaganya dengan segenap jiwa raganya.
Kita kembali kepada Nyai Sapu Jagat.
Sejak kembali dari pertapaan, hampir tiap hari dia bersemedi setelah lewat tengah malam.
Dan entahlah, kisah Gabriel dan Nay terus kembali dalam setiap semedinya. Terus terulang bagai cinema yang diputar berulang-ualang.
Namun ada yang aneh, setiap kali dia membuka mata dari semedinya, Nyai Sapu Jagat merasakan tenaganya seperti menjadi berlipat-lipat.
Nyai Sapu Jagat juga merasa semakin mengerti apa itu 'Ilmu Pengrekso Rogo' dan apa sejatinya 'hiram dan putih'.
Satu Purnama telah berlalu.
Kini tiba saatnya dia menjalankan amanat gurunya, yaitu melek selama tujuh purnama.
Secara resmi Nyai Sapu Jagat menyampaikan amanat gurunya kepada Bambag Wisanggeni dan Magdalena. Nyai Sapu Jagat memohon restu kepada keduanya.
Dia juga secara khusus bicara kepada Adi dan Ratih dan adik Magdalena.
Selebihnya dia mengambil tiga pekerjaan sekaligus.
Pertama dia tetap bekerja di kantor Magdalena, sorenya antara jam 3 sampai jam 11 dia bekerja di sebuah butik tidak jauh dari rumah Bambang Wisanggeni.
Antara Jam 11 hingga subuh dia bekerja di sebuah bar yang cukup mentereng di kota B.
Agak aneh dan terkesan vulgar hal ketiga yang dipilihnya.
Tapi begitulah dia memilih cara agar terus terjaga sepanjang malam.
Dia harus terus sibuk. Dan bar adalah cara paling jitu.
Tanpa sepengetahuan Nyai Sapu Jagat, Magdalena secara khusus menemu pemilik bar dan meminta pengawal khusus untuk Nyai Sapu Jagat.
Pengawal yang akan memastikan keselamatannya sekaligus memastikan bahwa Nyai Sapu Jagat tak tersentuh seujung rambutpun.
Begitulah, semua berjalan seperti yang diinginkan Magdalena, untuk hal ini Magdalena harus membayar dengan angka yang fantastis.
Itu tidak masalah buatnya, karena keselamatan Nyai Sapu Sapu Jagat tak ternilai buatnya.
Magdalena menciantai Nyai Sapu Jagat lebih dari apapun.
Nyai Sapu Jagat menjalani hari-hari beratnya.
Dia pasti menenteng high hellnya saat dia pulang dari bar. Setiap hari, saat dia pulang dari bar, Bambang Wisanggeni pasti sedang berangkat ke masjid. Hati Bambang Wisanggeni selalu merasa tercabik-cabik melihat hal ini.
"Aku tidak membesarkannya untuk disiksa seperti ini." Keluh Wisanggeni.
"Dia kubesarkan agar memiliki hidup yang kayak seperti gadis remaja seusianya pada umumnya." Bambang Wisanggeni terus berbicara sendiri, tanpa dia sadari Adi dan Ratih memperhatikannya.
Kedua bocah ini seolah mengerti apa yang membuat papanya begitu resah.
"Pa, percayalah. Mbak Ida bisa menjaga dirinya. Lagian lihatlah, Mbak Ida nggak pernah pakai baju seperti pengawai bar lainnya. Pakaiannnya sangat sederhana dan anggun. Malah terkesan elegant." Ucap Ratih.
Bambang Wisanggeni tersenyum kecut, "Anak gadis papa Sudah besar rupanya. Sudah mengerti bagaimana seorang gadis harus berpenampilan."
Ratih tersipu mendengar pujian papanya. Sementara Adi memperhatikan keduanya dengan wajah haru.
Tak terasa dua purnama telah berlalu. Dan seperti dugaan Nyai Sapu Jagat, Sang Pemimpin pasti akan kembali mengusiknya.
Dia mengirim Sang Pemilik Penjara gaib untuk menemuinya.
Laki-laki ini menemuinya di bar. Dia tidak mengerti bahwa Nyai Sapu Jagat dikawal.
Dia mencoba menyapa Nyai Sapu Jagat dengan menyentuh bahunya.
Namun belum sampai tangannya menyentuh bahu Nyai Sapu Jagat, seseorang yang bertubuh tinggi besar berwajah negro telah memelintir tangannya.
Detik selanjutnya, laki-laki itu tiba-tiba terpental dan terjadilah keributan
Tentu saja perkelahian itu menjadi tidak seimbang saat Sang Pemilik Penjara Gaib marah.
Laki-laki tinggi besar itu dibuat babak belur.
Saat Nyai Sapu Jagat menyadari hal ini, dia segera berkacak pingggang.
"Paman sini lawan aku kalau berani." Ucapnya.
Sang Pemilik Penjara Gaib terlihat geram, namun belum sempat dia mendekat. Nyai Sapu Jagat melemparkan nampan yang di peganganya. Nampan itu hampir saja mengenai kepala Sang Pemilik Penjara Gaib.
Detik selanjutnya tiba-tiba suasana menjadi begitu hening.
Nyai Sapu Jagat melangkah meninggalkan bar diikuti oleh Sang Pemilik Penjara Gaib.
Setelah keduanya keluar dari bar, suasana kembali seperti sedia kala.
Orang-orang nampak linglung, mereka tidak mengerti apa yang sesungguhnya sedang terjadi.
Mereka seperti lupa dengan apa yang mereka saksikan beberapa menit yang lalu.
Susanna kembali riuh, ada beberapa kerusakan yang ditimbulkan akibat perkelahian tadi, meski tidak terlalu parah.
Laki-laki yang tadi dihajar oleh Sang Pemilik Penjara Gaib, berjalan sempoyongan.
Dia berusaha mengusai dirinya. Seluruh tubuhnya terasa remuk.
Meski seperti itu, dia berusaha mencari Nyai Sapu Jagat.
Dia seorang yang professional, oleh karena itu, tugasnya adalah segala-galanya.
Tidak dihiraukan rasa sakit di tubuhnya. Dia terus mencari Nyai Sapu Jagat.
Sementara Nyai Sapu Jagat membawa Sang Pemilik Penjara Gaib ke belalang Gedung.
"Apa maumu?" Tanya Nyai Sapu Jagat tanpa basa-basi.
Dia sesungguhnya muak dengan laki-laki dihadapannya karena membuat onar di tempat kerjanya.
Seandainya dia tidak sedang tirakat, ingin rasanya dia menghajar laki-laki di hadapannya.
Nyai Sapu Jagat memang paling benci kepada laki-laki yang shock pakai kekuatan, apalagi jelas-jelas lawannya bukan tandingannya.
"Kenapa anda tidak memanggilku saja? Kenapa anda harus membuat kekacauan?" Tanya Nyai Sapu Jagat.
"Huh!" Laki-laki itu tersenyum tipis, dia masih nampak kesal.
"Aku hanya ingin memastikan bahwa itu kau, tapi pengawalmu memelintir tanganku." Jawabnya.
"Dia buakan pengawalku."
"Orang sekelas dirimu memang seharusnya tidak memerlukan pengawal." Jawab Sang Pemilik Penjara Gaib sinis.
"Dia memang bukan pengawalku." Jawab Nyai Sapu Jagat setengah berteriak. Entah mangapa, dia merasa diremehkan saat laki-laki ini menyebut kata pengawal.
"Kau memang tidak tau, atau pura-pura tidak tau. Bibimu yang kolot itu telah datang langsung kepada pemilik bar dan meminta seorang pengawal untukmu. Meski untuk itu dia harus menguras hampir separoh tabungannya."
Sang Sang Pemilik Penjara Gaib berbicara panjang lebar.
Nyai Sapu Jagat nampak terkejut. Dia tahu bahwa laki-laki dihadapannya tidak sedang berbohong.
Saat dia menyadari apa yang sudah dilakukan Magdalena, tiba-tiba Nyai Sapu Jagat menjadi sangat marah.
"ENYAHLAH KAU DARI HADAPANNKU!!! Nyai Sapu Jagat berteriak dengan kemarahannya.
Sang Pamilik Penjara Gaib tiba-tiba terdorong mundur dari hadapan Nyai Sapu Jagat.
Dia terdorong beberapa langkah.
Dia terlihat kesakitan sambil memegangi dadanya.
Detik selanjutanya, "HOOAAAKKKK!"
Dia muntah darah. Darah segar muncrat dari mulutnya.
Dia nampak sangat terkejut.
Belum lagi hilang rasa terkejutnya, di hadapannya tiba-tiba mencul banyak sekali orang dengan wajah beku dan mengerikan dengan berbagai rupa.
Dia semakin terkejut.
Padahal dia begitu yakin bahwa mereka tidak bersama Nyai Sapu Jagat.
Sang Sang Pemilik Penjara Gaib tidak mencium tanda-tanda keberadaan mereka.
Aura yang yang melingkupi Nyai Sapu Jagat juga sangat bersih.
Tapi kenyataan dihadapannya membuatnya meragukan indranya.
Bahkan indra ke enamnya.
Orang-orang dengan wajah beku dan mengerikan, wajah-wajah mereka pucat pasi bagai mayat.
Mereka berdiri memagari tubuh Nyai Sapu Jagat.
Jika Sang Pemilik Penjara Gaib tidak memiliki penglihatan yang linuwih, tentu dia sudah tidak dapat melihat Nyai Sapu Jagat lagi.
Karena tubuh Nyai Sapu Jagat dipagari seribu orang.
"Sekarang Pergilah! Kau Sudah melihat apa yang ingin kau lihat."
Suara Nyai Sapu Jagat menggema.
Laki-laki itu kembali nampak kesakitan, dia kembali memegangi dadanya.
Tanpa berfikir dua kali dia membalikkan tubuhnya.
Dia melangkah cepat meninggalkan tempat itu. Belum sampai limaratus meter dia meninggalkan tempat itu tubuhnya limbung.
Dia terkapar dan tidak bergerak lagi.
Seorang laki-laki yang sedari tadi mengawasinya dari tempat yang tak terlihat menghambur mendekatinya.
Wajahnya nampak sangat sedih.
"Dia muridku dan kau adikku. Kenapa kau harus berseberangan dengan kami." Keluhnya.
Lalu tubuh Sang Pemilik Penjara Gaib diangkat dan dibawa pergi.
Sementara di tempat Nyai Sapu Jagat berdiri, pengawalnya juga melihat semua yang terjadi.
Wajahnya langsung pucat pasi, dia membeku ditempatnya berdiri.
Dia bahkan tidak dapat menggerakkan tubuhnya.
Dia dicekam kengerian yang luar biasa.
Nyai Sapu Jagat yang menyadari hal ini segera memejamkan matanya.
Detik selanjutnya, orang-orang yang memagarinya satu-satu bersatu dengan tubuhnya.
Saat Nyai Sapu Jagat membuka matanya, mereka semua telah lenyap. Perlahan Nyai Sapu Jagat berjalan mendekati pengawalnya.
Dia beberapa saat berbisik di telinga pengawalnya.
Pengawalnya nampak mengangguk.
Setelahnya Nyai Sapu Jagat memegang tangan pengawalnya dan menyeretnya meninggalkan tempat itu.
Dibawanya dia kembali masuk kedalam bar. Lalu diberinya air putih.
Sepuluh menit kemudian dia sibuk mengobati dan merawat pengawalnya.
Pengawalnya masih nampak linglung.
Dia benar-benar masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Sementara Nyai Sapu Jagat juga diam seribu bahasa.
Sesungguhnya banyak yang berkecamuk di dadanya.
"Setelah semua yang terjadi, bagaimana beliau masih berfikir bahwa Aku memerlukan pengawal?!" Guman Nyai Sapu Jagat bingung.
"Kau memang tidak memerlukan pengawal." Jawab pengawalnya reflek. Dan dia segera menutup mulutnya saat Nyai Sapu Jagat menatapnya. Dia nampak ketakutan.
"Kau tidak perlu takut padaku, aku bukan orang jahat." Kata Nyai Sapu Jagat kepada pengawalnya.
Pengawalnya menatapnya bimbang.
"Aku tahu aku menakutimu, tapi sungguh aku tidak memiliki pulihkan lain." Lanjut Nyai Sapu Jagat. Suaranya sangat pelan. Nyaris berbisik.
Namun pengawalnya mendengarnya dengan jelas. Korena tempat mereka berdua berada memang sangat hening.
Mereka berada di hold yang menghubungkan antara bar dan kantor Pemilik bar. Dan ruangan itu kedep suara.
Pengawalnya menatap gadis muda dihadapannya.
"Wajahnya memang terlihat sangat polos dan tidak berdosa." Batinnya.
"Namun apa yang kau lihat hari ini benar-benar menakutimu." Jawab Nyai Sapu Jagat.
Pengawalnya sangat terkejut.
"Ka...u, kau bisa membaca pikiranku?" Ungkapnya gagab.
"Kau tidak perlu takut padaku, Aku tidak akan bisa menyakiti orang yang tidak bersalah. Dan dengan kapasitas yang kau miliki, kau bisa ngecheck backgrondku dan tracks recordku." Nyai Sapu Jagat menatap tajam pengawalnya. Wajahnya sangat serius. Setelahnya dia berdiri.
Sebelum pergi Nyai Sapu Jagat berkata, "Aku akan berterimakasih Jika apa yang kau saksikan hari ini tidak bocor kepada siapapun."
Tanpa menunggu jawaban pengawalnya dia ngeloyor pergi meninggalkan tempat itu.
Dia menuju bar, hanya untuk lewat.
Lalu keluar dari pintu depan.
Dia meninggalkan pekerjaannya lebih awal. Dia juga tidak peduli Jika dia dipecat.
Dia hanya ingin menghirup udara segar.
Seperti biasa, begitu keluar dari bar, dia melepas sepatunya dan menentengnya.
Dia berjalan tanpa alas kaki.
Dia terus berjalan menyusuri jalan beraspal yang sepi. Dia tahu jam begini belum ada kendaraan umum.
Tapi dia sengaja berjalan karena ingin sendiri.
Tanpa sepengetahuannya, pengawalnya mengikutinya.
Entah mangapa tiba-tiba pengawalnya merasa harus tahu siapa Nyai Sapu Jagat.
Nyai Sapu Jagat nampak berhenti dan duduk aspal.
Dia selonjorkan kakinya, kalu dipijitnya kakikinya.
Detik selanjutanya cuek dia rebahan di aspal.
"Oh enak banget rasanya punggungku." Gumannya.
Dia sama sekali tidak berfikir bahwa itu
Dia sama sekali tidak berfikir bahwa itu jalan umum. Bisa saja tiba-tiba sebuah kendaraan melintas.
Pengawalnya yang mengikutinya terlihat geram.
"Gadis ini memang gila, sekarang aku mengerti kenapa ibunya menaruh pengawal untuknya." Kata pengawalnya uring-uringan.
Dia langsung mendekati Nyai Sapu Jagat.
"Nona, tidak seharusnya anda tiduran di jalanan. Bisa saja kendaraan tiba-tiba melintas."
Kata pengawalnya mengingatkan.
Nyai Sapu Jagat sama sekali tidak peduli. Dia seolah tidak melihat pengawalnya. Dia juga seolah tidak mendengar apa-apa
Pengawalnya cuek mengangkat tubuh Nyai Sapu Jagat dan memanggulnya.
Nyai Sapu Jagat meronta-ronta sambil memukuli punggung pengawalnya. Namun laki itu juga seperti tidak peduli. Dia terus saja berjalan. Hingga di sebuah sempalan jalan dia berbelok.
Ternyata dia membawa Nyai Sapu Jagat ke taman kota.
Diturunkan tubuh Nyai Sapu Jagat di rerumputan.
"Berbaringlah disini sepuasmu." Ucap pengawalnya.
Nyai Sapu Jagat menatap pengawalnya tanpa expresi.
Dia menatap langit yang mulai terang, lalu dia memejamkan matanya.
Tak terasa dia benar-benar tertidur.
Pengawalnya yang duduk di salah satu kursi di taman itu terlihat trenyuh menatap Nyai Sapu Jagat yang tertidur pulas.
Dia membuka jacketnya dan menyelimuti tubuh Nyai Sapu Jagat dengan jacketnya.
"Siapa kau sesungguhnya?" Batinnya.
Nyai Sapu Jagat tertidur hingga matahari naik sedepa, sinarnya mengintip dari balik pohon-pohon di taman itu.
Dia nampak menggeliat. Sementara pengawalnya masih menungguinya.
Dia menggeliat sebelum akhirnya dia duduk dan melihat pergelangan tangannya.
Malas dia berdiri, dia terlihat mencari sesuatu.
Dia tersenyum saat sepatu dan tasnya ada disampingnya.
Dia berdiri, menenteng tas dan sepatunya.
Lalu memberikan Jacket yang tadi menutupi tubuhnya kepada pengawalnya.
"Terimakasih Sudah menjagaku," Ucapnya tulus. Lalu dia melangkah meninggalkan tempat itu.
Belum lagi dia melangkah jauh, dia melihat pamannya berdiri dihadapannya.
Nyai Sapu Jagat nampak terkejut.
"Bagaimana paman tau aku ada disini?!" Tanyanya bingung.
Bambang Wisanggeni tersenyum simpul dan berkata, "Apa gunanya kau memiliki pengawal jika Aku tidak tau kau dimana?"
"Jadi benar, paman yang membayarnya?"
"Tepatnya bibimu." Jawabnya diangkat
Bambang Wisanggeni membimbing Nyai Sapu Jagat masuk mobilnya.
Setelah keduanya sudah duduk di dalam mobil, Bambang Wisanggeni berkata, "Paman dan bibi tidak pernah meragukan kemampuanmu nduk, jadi jangan tersinggung karena bibimu menaruh pengawal untukmu."
"Tidak paman, saya justru berterimakasih. Saya paham kok kenapa paman dan bibi begitu mengkhawatirkan saya." Jawab Nyai Sapu Jagat datar.
Setelahnya keduanya hanya diam, sibuk dengan fikiran masing-masing.
Mobil Wisanggeni terus melaju dengan kecepatan sedang.
Tiga puluh menit kemudian, mobil itu telah memasuki garasi.
Sebelum keluar dari mobil, Bambang Wisanggeni berkata," Hari ini kau tidak usah ke kantor ataupun ke butik. Aku sendiri yang akan meminta ijin kepada mereka. Istirahatlah."
Nyai Sapu Jagat tidak menjawab
Nyai Sapu Jagat tidak menjawab. Dia menatap pamannya beberapa saat, lalu mengangguk pelan.
Dia keluar dari Mobil Dan langsung masuk rumah.
Entahlah, meski dia paham maksud paman dan bibinya, dia tetap saja marah karena bibinya membayar pengawal untuknya.
Hari itu Nyai Sapu Jagat hanya di rumah sepanjang hari.
Namun malamnya dia tetap pergi ke bar. Ketika dia siap berangkat pamannya mencegatnya.
Beliau mengacungkan kunci mobil di depan wajah Nyai Sapu Jagat.
"Mulai hari ini mobil ini milikmu." Ucapnya.
Nyai Sapu Jagat nampak bingung.
Pamannya menatapnya serius dan berkata, "Karena paman tidak ingin kau tiduran di aspal lagi."
Nyai Sapu Jagat tiba-tiba memeluk pamannya. Dan menangis sejadi-jadinya.
Bambang Wisanggeni membiarkan Nyai Sapu Jagat menghabiskan tangisnya.
Ketika tangisnya reda, dia memegang kedua bahu Nyai Sapu Jagat dan berkata, "Nduk, seandainya paman bisa melakukan yang lebih dari ini, paman pasti lakukan.Tapi sayangnya hanya inilah yang paman bisa lakukan untukmu."
Nyai Sapu Jagat tidak menjawab, tapi kembali memeluk pamannya
"Ah sudah-sudah, kau sudah sangat terlambat. Pergilah!" Bambang Wisanggeni membimbing Nyai Sapu Jagat keluar rumah menuju garasi.
Dibukakannya pintu mobil untuk Nyai Sapu Jagat.
"Inget, boleh ngebut tapi nggak boleh bikin mobilmu lecet." Pesannya.
"SIAP!" Jawab Nyai Sapu Jagat.
Empat puluh Lima menit kemudian Nyai Sapu Jagat memasuki bar.
Dai sangat terkejut, dia mencium hawa yang sangat hitam dan gelap.
Dia menyapukan pandangannya.
Dia melihat siapa yang manusia dan siapa yang bukan manusia ada di ruangan itu.
Rupanya Sang Pemimpin mengirim Mata-matanya dan menyebar mereka.
Mereka membaur diantara pengunjung.
Dan dari penglihatan Nyai Sapu Jagat, mereka bukan Tujuh Manusia bayangan. Namun jauh lebih hitam dari mereka. Dan jumlahnya bukan tujuh, tapi empat puluh satu.
Ok Aku break ya. Kita ketemu minggu depan. Hari jumat.
See u...
Empat puluh lima menit kemudian Nyai Sapu Jagat sudah memasuki bar.
Dia sangat terkejut.
Dia mencium hawa yang sangat hitam dan gelap.
Dia menyapukan pandangannya.
Dia melihat siapa manusia dan siapa yang bukan manusia ada di ruangan itu.
Rupanya sang pemimpin telah memgirim mata-matanya dan menyebar mereka.
Mereka membaur diantara pengunjung, muncul dalam wujud manusia.
Dari penglihatan Nyai Sapu Jagat, mereka bukan tujuh manusia bayangan.
Namun sesuatu yang jauh lebih hitam dan gelap.
Jumlahnya bukan tujuh, tapi empat puluh satu.
Hi semua,
Apa kabar?
He he he ...kita ketemu lagi.
Maaf ngilangnya agak lama.
Biasa diuber-diuber dept collector, ups. Kwak kak kak....
Salah!
Maksudku diuber-uber penggawean.
Jangan lupa dukung nasura di yotobe dengan cara subcribe, share, like dan comment.
Ini akan sangat berarti buatku.

#Dunianasura
#nasuaexplore
#KARENINA
Setelah menyadari pemilik penjara gaib jatuh tersungkur oleh Nyai Sapu Jagat dan muntah darah. Sang Pemimpin seperti menyadari kekuatan yang sesungguhnya dari Nyai Sapu Jagat. Lalu Sang pemimpin mengirim prewangannya untuk memgawasi Nyai Sapu Jagat.
Sang Pemimpin sudah tidak ingin mengandalkan tujuh manusia bayangan.
Bukan bermaksud meremehkan tapi satu dari yang terkuat telah tersungkur.
Sang Pemimpin mencium hawa mbalelo dari Nyai Sapu Jagat.
Karena itu Sang Pemimpin ingin mencari bukti.
Nyai Sapu Jagat memasuki bar dengan santai.
Meski sesungguhnya dia sangat geram kepada Sang Pemimpin.
"Ini keterlaluan!" Batinya geram.
"Mungkin perang ini memang harus dimulai lebih awal!" Lanjutnya membatin dengan kemarahan yang membuncah.
Wajahnya begitu tenang bahkan terkesan beku. Expresinya susah diartikan.
Tapi itulah Nyai Sapu Jagat, selalu tidak terbaca.
Dia mengepalkan tangannya, satu-satu dari mereka didekati.
Setiap yang dia dekati, tersedot masuk ke dalam tubuhnya.
"Kalian pikir aku akan terus diam!"
Ucapnya lirih, nyaris berbisik.
Namun suaranya beku dan seram.
Siapapun yang mendengarnya pasti terbias oleh kengerian.
Karena saat kalimat itu terucap hawa hitam dan gelap menyelimuti tempat itu.
Suara hingar bingar di dalam bar diselimuti kebekuan.
Banyak dari pengunjung yang tiba-tiba meraba tengkuknya.
Mereka rupanya merasakan merinding dan seram secara tiba-tiba. Meski tidak sepenuhnya menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
Namun jelas mereka terlihat bingung. Sambil sesekali meraba tengkuk mereka.

Nyai Sapu Jagat masih terus memgitari bar dan menyerap satu-satu musuh-musuhnya.

Tidak ada satupun yang bisa melarikan diri darinya.
Hingga musuh yang ke empat puluh satu. Dia tidak tersedot.
Nyai Sapu Jagat tersenyum beku.
Yang disenyumi tidak kalah beku.
Wujudnya sosok perempuan cantik berambut pendek dengan dandanan menatang.
Tapi jika perhatikan secara seksama wajahnya pucat pasi dan beku.
Nyai Sapu Jagat menatapnya tajam. Perempuan cantik berwajah pucat pasi beku tersenyum sinis.
Detik selanjutnya secara tiba-tiba berteriak keras.
Teriakannya memekakkan telinga.
Hampir semua orang di dalam bar itu menutup telinganya, kesakitan.
Sebagian dari mereka langsung membeku. Ada juga yang tanpa mereka sadari telingan mereka berdarah.
Suara hingar-bingar bar tiba-tiba sunyi senyap. Mata semua orang tertuju pada wanita cantik yang berteriak dan Nyai Sapu Jagat yang berdiri saling berhadapan.
Namun hal ini tidak berpengaruh sama sekali kepada Nyai Sapu Jagat. Dia sinis tersenyum beku.
Detik selanjutnya pemandangan mengerikan terpampang di depan Nyai Sapu Jagat. Dan Nyai Sapu Jagat tersenyum puas.
Wajah yang tadi cantik menawan tiba-tiba berubah mengerikan.
Separuh wajahnya kulitnya mengelupas, darah segar merembes darah kulit yang mengelupas. Jelas sekali itu luka baru. Kulit itu seperti baru saja dikelupas. Salah satu bola matanya juga tercongcel.
Mata itu tidak benar-benar terlepas tapi masih menggantung di sana.
Orang-orang yang terpaku menatap keduanya ada beberapa yang langsung terkulai pingsan.
Ada juga yang kencing di celana tanpa mampu beranjak.
Ada juga yang langsung balik badan dan belari tunggang langgang.
Sebagian besar dari mereka membeku bagai patung.
Namun ada yang tidak mereka sadari.
Ruangan itu telah dipagari sehingga tidak ada satupun yang bisa keluar dari sana.
Sebagian dari mereka yang tadi lari tunggang langgang jatuh pingsan saat tubuh mereka membemtur pagar gaib.
Nyai Sapu Jagat melangkang tenang mendekati perempuan dihadapannya.
Dia sama sekali tidak terpengaruh dengan segala kekacauan yang terjadi.
Wajah bekunya menatap puas perempuan dihadapannya.
Dengan expresi beku dia meraih tangan perempuan itu dan menyeretnya meninggalkan bar.
Sebelum pergi dengan suara pelan Nyai Sapu Jagat berkata, "Siapapun yang ada diruangan ini, kalian tidak pernah menyaksikan apapun!"

Saat langkah kaki Nyai Sapu Jagat meninggalkan pintu bar, tiba-tiba musik kembali berbunyi.
Orang-orang yang tadi membeku, perlahan namun pasti menemukan kesadarannya kembali. Dan buru-buru menolong orang-orang yang pingsan.
Tidak satupun dari mereka apa yang mampu memahami apa yanh sesungguhnya terjadi.
Meski di dalam hati percaya bahwa telah terjadi sesuatu.
Ada satu orang yang tidak terpengaruh oleh kalimat Nyai Sapu Jagat.
Dan mengingat dengan jelas semua yang terjadi.
Tapi dia tidak ingin membuka mulutnya.
Dia ngeloyor memgikuti lagkah Nyai Sapu Jagat, keluar bar.
Mengikuti kemanapun Nyai Sapu Jagat bergerak.
Begitu keluar dari bar, Nyai Sapu Jagat langsung mengitari gedung tempat bar itu berada tujuh kali.
Saat dia kembali ke depan pintu bar, Nyai Sapu Jagat dikejutkan oleh kehadiran Penguasa Hutan Larangan. Laki-laki tampan itu
tersenyum sambil mengangguk ramah.
Nyai Sapu Jagat mengangguk ramah. Namun wajahnya penuh tanya.
"Nimas mohon maafkan kehadiran saya yang tiba-tiba. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa belum waktunya. Alangkah baiknya jika nimas melepaskan mereka semua. Jika nimas menahan mereka itu artinya nimas memberi bukti."
Yang diajak bicara tidak menjawab sepatah katapun.
Beberapa detik kemudian banyak sekali bayangan hitam keluar dari tubuhnya.
Empat puluh satu prewangan yang tadi dipenjara ditubuhnya telah dia lepaskan.
Tanpa beekata sepatahpun Nyai Sapu Jagat mengangguk kepada laki-laki didepannya.
Detik selanjutnya dia membalikkan tubuhnya dan kembali masuk ke bar.
Suasana bar sudah kembali sibuk.
Melihat Nyai Sapu Jagat datang, pengawalnya mendekatinya.
"Kemana saja kau ini? Seperti orang gila aku mencarimu."
Tanyanya.
"Aku hanya keluar untuk menghirup udara segar." Jawab Nyai Sapu Jagat cuek.
Setelah dia melakukan tugasnya seperti biasa. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
"Kemana saja kau ini? Seperti orang gila aku mencarimu." Tanyanya.
"Aku hanya mencari udara segar." Jawab Nyai Sapu Jagat cuek.
Selanjutnya dia melakukan tugasnya seperti biasa seperti tidak terjadi sesuatu.
Seseorang yang tadi mengikutinya masih terus mengawasinya.
Wajah tampannya terlihat tersipu.
"Cantik, menarik tapi horor dan menyeramkan serta penuh mistery." Ucapnya setengah berbisik. Seolah berbicara pada bicara pada dirinya sendiri.
Dari tatapannya jelas pemuda ini menyukai Nyai Sapu Jagat.
Namun ada kengerian dalam tatapannya.
"Berhentilah menatapku." Kata Nyai Sapu Jagat berbisik di telinga sang pemuda.
Pemuda tampan itu sangat terkejut. Karena tiba-tiba Nyai Sapu Jagat sudah berada di hadapannya.
Yang tidak dia pahami, bagaimana ini terjadi.
"Aku melangkah ke sini saat pikiranmu berkelana keman-mana." Kata Nyai Sapu Jagat singkat.
Pemuda itu langsung berdiri dari duduknya. Jelas dia shock.
"Aku mampu membaca pikiranmu. Aku juga mampu tahu kau mengikutiku. Dan satu lagi, aku tahu bahwa kau menyaksikan semuanya. Tapi, jika kau berani buka mulut dan merusak reputasi bar ini denga. Gosip murahan. Aku tahu dimana harus mencarimu."
Suara Nyai Sapu Jagat pelan namun mengintimidasi.
Pemuda itu terlihat linglung.
Nyai Sapu Jagat meninggalkannya tanpa peduli.
Wajah beku nya terlihat marah.
Namun berusaha ditekannya.
Dia mulai menyadari ada yang salah dengan dirinya.
"Kenapa aku jadi mudah marah?" Keluhnya.
"Aku harus menemui seseorang." Bathinnya.

Dia mendekati pengawalnya lalu berkata, "Aku butuh bantuanmu."

"Katakanlah nona." Jawab pengawalnya singkat.
"Aku ingin ke suatu tempat. Aku ingin kau mengatakan kepada paman dan bibi bahwa aku tertidur disini jika hingga pagi aku tidak kembali."

"Bagaimana jika pamanmu datang ke sini?" Tanya pengawalnya khawatir.
Nyai Sapu Jagat langsung menggenggam tangan pengawalnya. Ditariknya tangan pengawalnya menuju tempat parkir.
Lalu dengan isyarat Nyai Sapu Jagat menunjukkan sesuatu. Tatapan pengawalnya terlihat shock. Dia menguchek matanya berkali - kali. Berusaha meyakinkan penglihatannya.
Setelah beberapa lama dia kembali menoleh, Nyai Sapu Jagat yang dirasanya masih menggenggam tangannya, ternyata sudah tidak ada disana.
Pengawal itu terlihat linglung sambil memegangi kepalanya.
Ok, aku break.
Sekali lagi mohon dukungannya untuk channel youtobe ku.

Mohon subscribe, share, like dan comment.
See u soon.
#DuniaNasura
#nasuraexplore
#KARENINA
Setelah pengawal Nyai
Sapu Jagat bisa menguasai dirinya, dia kembali mengechek mobil Nyai Sapu Jagat. Telihat jelas Nyai Sapu Jagat sedang tertidur pulas di sana. Di belakang kemudi. Tempat duduknya ditidurkan. Dan dia tidur dengan nyaman.
Sementara Nyai Sapu Jagat sudah memasuki halaman masjid tempat gurunya biasa ngimami.
Rupanya gurunya sudah berdiri di halaman masjid memunggunginya, sedang 'mbondo' tangan.
Sapu Jagat langsung menekuk lututnya. Wajahnya menunduk, sesikitpun dia tidak berani mengangkat kepalanya.
"Bangunlah nimas," Sapa gurunya sambil membimbingnya untuk berdiri.Nyai Sapu Jagat terlihat canggung, masih belum berani menggangkat kepalanya.
"Nimas, memang sudah waktunya Nimas keras dan sedikit kasar. Karena jika tidak, nimas akan tersungkur dilangkah pertama." Lanjut gurunya
Nyai Sapu Jagat terlihat bingung.
"Ada satu sisi yang dulu selalu tertutup, dan sisi itu terbuka dengan sendirinya saat nimas mulai menjalankan tirakatmu kali ini. Itulah tujuan Sang penguasa Hutan Larangan meminta nimas melakukan tirakat selama tujuh purnama."
"Tapi sungguh saya tidak nyaman dengan situasi ini bi." Jawab Nyai Sapu Jagat.
"Mereka selalu memanfaatkan ketidaknyamananmu untuk mengalahkanmu. Apa kau mau selamanya jadi jongos?" Jawab gurunya. Nada bicaranya agak tinggi. Jelas beliau emosi.
Nyai Sapu Jagat nampak tertegun.
"Nyaman tidak nyaman kau harus terima hal ini. Apapun yang terjadi kau harus terus. Anggab saja kau tidak memiliki jalan kembali." Tegas gurunya. Nada suaranya tidak lagi tinggi. Namun terdengar seram di telinga Nyai Sapu Jagat.
Karena expresi gurunya dingin dan beku. Baru kali ini gurunya berbicara dengan nada bicara seperti ini.
Gurunya selalu hangat, selalunya seperti seorang ayah kepada putrinya.
Entahlah, mungkin mereka semua telah terbawa oleh suasana Mbalelo tanpa mereka sadari.
Sekrang Nyai Sapu Jagat paham dengan benar apa yang sesungguhnya sedang terjadi.
Perang telah dimulai.

Suasana panas telah menyebar kemana-mana. Panas yang membakar sekaligus membekukan
Dia tidak perlu menunggu perang secara terbuka. Siapapun yang dikirim padanya itu adalah msuhnya.
Maka dia hanya perlu menghancurkan mereka tanpa ampun, atau dirinya sendiri yang akan hancur.
Setelah berbasa-basi sebentar, Nyai Sapu Jagat berpamitan kepada gurunya.
Sebelum dia pergi gurunya berpesan, "Kau tidak akan pernah lepas dari mereka kecuali kau sendiri yang melepaskan diri. Maka lakukan apa yang seharusnya kau lakukan atau selamanya kau akan jadi jongos."
Sepatah katapun Nyai Sapu Jagat tidak menjawab. Dia hanya mengangguk. Setelahnya mencium tangan gurunya lalu pergi.

Dari tempat gurunya dia langsung pulang ke rumah. Tadinya dia berfikir akan langsung ke hutan larangan, tapi tiba-tiba dia melihat hal yang salah.
Dia melepas high hell nya dan langsung berlari menuju kediaman Bambang Wisanggeni.
Dan seperti dugaannya rumah pamannya telah terkepung.
Jumlah pasukan yang mengepung rumah itu sekitar seribu.
Sapu Jagat melempar sepatunya satu persatu secara serampangan ke arah mereka.
Dan mengenai beberapa orang.
Orang-orang yang tadi membelakinya berbalik arah menghadapnya.
Seperti dugaannya mereka bukan manusia. Mereka hanya pesuruh, namun bukan sembarang pesuruh.
Mereka adalah bolo sewu dari Ilmu Gembolo Geni Bolo Sewu.
Nyai Sapu Jagat tersenyum sinis, "Ternyata ada orang yang memiliki ilmu yang sama dengan kakek." Bathinnya.
Meski dia tahu bagaimana cara menghadapi bolo sewe, ini bukan hal mudah.
Dia menoleh pergelangan tangannya. "Masih tengah malam," Ucapnya.
Bolo sewe=bolo sewu.
Itu artinya dia harus bertarung sepanjang malam.
Jarum pendek jam tangannya berada di angka 2 dan jarum panjangnya baru bergeser beberapa garis di depannya.
Itu artinya malam masih sangat panjang. Apalagi dia sendirian dan harus menghadapi seribu makhuk mengerikan dihadapannya.
Bolo sewu terus bergerak mendekatinya.
Nyai Sapu Jagat melakukan beberapa gerakan sambil merapal mantra.
Detik selanjutanya tiba-tiba bermunculan banyak sekali perempuan dengan wajah dan perawakan yang sama, menjadi pagar hidup baginya.
Makin lama makin banyak, hingga Nyai Sapu Jagat yang asli tak terlihat.
Mereka mengurungnya dalam sebuah lingkaran.
Sementara mantra yang dirapal Nyai Sapu Jagat masih samar-samar terdengar.
"Insun siji, duweni sukmo siji, urip yo mung ping siji. AYANG-AYANGKU WUJUDO DADI SEWU!!!"
Setelahnya ada tiga kalimat yang diucapkannya.
Kalimat pertama berbunyi Kun Fayakun. Kalimat tengahnya tidak bisa kami sebutkan. Kalimat terkahir Allah Ta'ala.
Tiga kali dia berucap dengan kalimat pertama dan ketiga sama.
Hanya kalimat tengahnya berbeda.
Setelah itu kekacauan pecah.
Aku pamit ya untuk malam ini.
Hopefully besok aku bisa up.
Dan akan sama sepeti hari ini.
Semampuku.
See u...


#KARENINA
#DuniaNasura
#NasuraExplore
Pertarungan pecah, pertarungan itu memang satu lawan satu tapi ada seribu pasang.
Dan pertarungan jelas tidak seimbang. Meski tubuh Nyai Sapu Jagat tinggi semampai dalam ukuran manusia tapi musuhnya adalah raksasa yang mengerikan.
Tubuhnya terlihat mungil saat menghadapi lawannya.
Namun dia lincah berjumpalitan memghindari lawannya yang berusaha 'nyengkiwing' tubuhnya.
Atau terkadang berusaha menginjaknya.
Sementara Nyai Sapu Jagat yang asli telah menyelinap dan mengitari kediaman Bambang Wisanggeni sebanyak tujuh kali.
Dia memasang pagar gaib.
Selahnya tubuhnya menembus pintu rumah dari pintu belakang.
Seolah pintu itu tidak ada.
Seperti dugaannya, seisi rumah telah terkena sirep. Termasuk Bambang Wisanggeni.
Dia bersila dan menembus rahasia waktu.
Dia masuk ke alam bawah sadar pamannya dan membangunkannya.
Ketika pamannya sudah bangun, Nyai Sapu Jagat membuka pintu depan.
Bambang Wisanggeni nampak shock, namun senyumnya mengembang saat menyadari bahwa rumah telah dipagari.
Bambang Wisanggeni menatap Nyai Sapu Jagat dengan tatapan bangga sekaligus bersalah.
Nyai Sapu Jagat langaung memeluk pamannya.
Terkadang dia memang seperti anak kecil.
Pamannya nampak kaget dipeluk tiba-tiba.
Namun kemudian dia mengecup kepala Nyai Sapu Jagat berkali-kali. Suasana mengharu biru.
Namun suasana haru itu berubah mengerikan saat tiba-tiba Nyai Sapu Jagat muntah darah.
Dia berusaha melepaskan pelukannya tapi tetap saja darah yang keluar dari mulutnya muncrat di dada Bambang Wisanggeni.
Bersamaan dengan itu, satu-satu wujud dari Nyai Sapu jagat menghilang.
Saat wujud yang terakhir menghilang, tubuh Nyai Sapu Jagat lunglai dan ambruk.
Bamabang Wisanggeni yang terpaku, geragapan menyaksikan Nyai Sapu ambruk.
Sigab beliau meraih tubuh Nyai Sapu Jagat.
Bambang Wisanggeni meletakkan tubuh Nyai Sapu Jagat perlahan di tanah. Lalu dengan jarinya membuat lingkaran ditanah yang melingkari keduanya.
Lalu beliau bersila.
Beliau memang tidak mungkin melawan Bolo sewu sendirian, beliau juga tidak diberi anugerah untuk merubah bayangannya menjadi seribu.
Tapi setidaknya beliau diberi lemampuan untuk membuat pagar gaib.
Meski beliau tidak yakin berapa lama pagar gaib bakal bertahan.
Setidaknya beliau bisa mengulur waktu hingga pagi datang.

Bolo sewu bergerak perlahan namun pasti mendekati keduanya.

Bambang Wisanggeni bersila sambil memejamkan matanya.
Sementara tubuh Nyai Sapu Jagat terbujur kaku di depannya.
Wisanggeni telahpun pasrah dan berserah.
"Apapun yang terjadi malam ini terjadilah. Aku berserah padaMu Gusti." Bathin Bambang Wisanggeni.

Bolo Sewu terus merangsek memdekati keduanya. Gerakan mereka lamban namun jelas mengancam.
Meski Bambang Wisanggeni memejamkan matanya, beliau tau seberapa besar bahaya yang sedang mengancamnya.
Setiap detik yang berlalu adalah ancaman. Beliau tahu bahwa nyawanya dan nyawa keponakannya berada diujung tanduk.
Ada yang tidak disadari oleh Bambang Wisanggeni dan juga oleh Bolo Sewu.
Suasana menjadi lebih lengang dan lebih beku. Ada hal yang sangat hitam dan gelap yang tiba-tiba muncul dianatara mereka.
Hal hitam itu mulai membentuk bayangan dan berwujud.
Satu- satu mereka berbaris dan membentuk lingkaran memagari Bambang Wisanggeni dan Nyai Sapu Jagat.
Makin lama makin banyak.
Dan bertambah banyak.
Bayangan itu terus berwujud.
Wajah-wajah seram dan beku.
Terus membentuk lingkaran yang semakin luas dan lebar.
Hingga tubuh Bambang Wisanggeni dan Nyai Sapu Jagat tak terlihat.
Lingkaran itu juga menghentikan langkah Bolo Sewu.
Entah mengapa Bolo Sewu tidak menyerang mereka.
Begitupun sebaliknya.

Bahkan sekarang Bolo Sewu melangkah mundur dan satu persatu menghilang ditelan kegelapan.
Ketika Bolo Sewu benar-benar menghilang seluruhnya.
Sesosok bayangan muncul dari kegelapan.
Bersamaan dengan munculnya bayangan itu, wajah-wajah beku dan seram itu mengudar lingkaran dan berpindah melingkari kediman Bambang Wisanggeni.
Kini bayangan itu terlihat jelas wujudnya.
Beliau berdiri tak jauh dari tempat Bambang Wisanggeni dan Nyai Sapu Jagat.
Beliau tersenyum dan mengucap salam.
Bambang Wisanggeni membuka matanya dan menjawab salamnya.
Bambang Wisanggeni jelas berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
Tamunya langsung duduk bersila sesaat setelah Bambang Wisanggeni membuka matanya.
Namun tetap di luar lingkaran yang dibuat oleh Bambang Wisanggeni.
Keduanya sempat terdiam beberapa lama.
Berusaha mencairkan rasa canggung yang mengungkung.
Akhirnya laki-laki itu berucap, "Mohon maafkan kelancangan saya, karena saya tidak menemukan cara lain untuk melawan bolo sewu...,"
"Karena anda juga tau siapa yang mengirim mereka." Bambang Wisanggeni menyela tamunya sebelum tamunya menyelesaiakan kalimatnya.
Tamunya hanya tersenyum dan mengangguk pasti.
"Dia adalah Sang Pemimpin," lanjut Bambang Wisanggeni.
Lagi-lagi tamunya hanya tersnyum dan mengangguk
"Bolo sewu mundur bukan karena takut kepada seribu bayangan yang bersama anda, tapi memang diperintahkan mundur karena Sang Pemimpin sudah melihat apa yang ingin beliau lihat?" Panjang lebar Bambang Wisanggeni mengutarakan rasa penasarannya.
Sekali lagi hanya senyuman dan anggukan yang dia dapat dari tamunya.

Setelahnya keduanya terlihat canggung. Entah apa yang seaungguhnya membuat keduanya sedemikian canggung.
Seaungguhnya=sesungguhnya.
Kecanggungan itu pecah saat tiba-tiba Nyai Sapu Jagat terbatuk.
Konsentrasi keduanya langaung berpindah kepada Nyai Sapu Jagat.
Detik selanjutnya Bambang Wisanggeni meraih pergelangan Nyai Sapu Jagat dan beliau nampak shock.
Kecanggungan itu pecah saat tiba-tina Nyai Sapu Jagat terbatuk.
Konsentrasi keduanya langsung berpindah kepada Nyai Sapu Jagat.
Detik selanjutnya Bambang Wisanggeni meraih pergelangan tangan Nyai Sapu Jagat.
Beliau nampak shock.
Bambang Wisanggeni menatap risau tamunya.
Sinar matanya jelas putus asa.
Paham atas kerisauan Bambang Wisanggeni, tamunya berkata, "Jika anda mengijikan...,"
"Tentu saja." Jawab Bambang Wisanggeni menjawab pasti sebelum tamunya menyelesaikan kalimatnya.
Tamunya langsung meraih pergelangan tangan Nyai Sapu Jagat dan memeriksa urat nadinya.
Beliau tercenung, wajahnya berubah sedih. Wajah yang tadinya begitu tenang menjadi beriak. Jelas ada kemarahan disana.
"Jika anda mengijinkan, saya ingin membawanya kembali kehutan larangan." Ucapnya kemudian dengan sangat hati-hati.
"Apa aku memiliki pilihan?" Jawab Bambang Wisanggeni. Suaranya jelas putus asa.
"Sekali lagi mohon maafkan kelancangan saya." Jawab tamunya canggung.
"Dengan satu syarat." Jawab Bambang Wisanggeni bimbang.
Karena sesungguhnya beliau tidak memiliki pilihan lain.
"Apapun itu, mohon katakanlah." Jawab tamunya.
"Aku hanya ingin anda mengijinkan kami mengunjunginya." Jawab Bambang Wisanggeni.
"Kami?" Tanya tamunya nampak bingung.
Dari arah kegelapan muncul sesosok bayangan dan berkata.
"Iya kami."
Gurunya Nyai Sapu Jagat sudah berdiri tidak jauh dari sana.
Bambang Wisanggeni dan tamunya nampak terkejut.
"Maafkan keterlambatanku." Ucap guru Nyai Sapu Jagat selanjutnya
"Pasti ada yang mencegahmu untuk tidak menolong muridmu." Ucap Bambang Wisanggeni datar.
Wajahnya tanpa expresi. Beku.
"Kau benar, aku meminta nyawa adikku dari Sang Pemimpin." Jawab guru Nyai Sapu Jagat.
Bambang Wisanggeni nampak terkejut begiti juga tamunya.
Setelahnya ketiganya nampak canggung. Karena dari kalimat guru Nyai Sapu Jagat, Bambang Wisanggeni dan tamunya tiba-tiba melihat semuanya. Seolah sedang melihat film yang diputar ulang, saat adiknya guru nyai sapu jagat muntah darah di belakang bar lalu limbung.
Dan rupanya Sang Pemimpin yang menyelamatkan nyawanya atas permohonan gurunya Nyai Sapu Jagat.
Dan sebagai gantinya, gurinya Nyai Sapu Jagat tidak akan terlibat dalam perang ini.
Karena rupanya Sang Pemimpin sudah mengetahui bahwa Nyai Sapu Jagat sedang Mbalelo.
Lagi-lagi kecanggungan mereka terudar oleh suara Nyai Sapu Jagat terbatuk.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Bambamg Wisanggeni meraih tubuh keponakannya. Dipopongnya dan dibawanya pergi dari situ.
Tamu dan gurunya nampak terkejut, detik selanjutnya keduanya mengikuti langkahnya.
Begitu juga wajah-wajah seram dan beku yang tadi melingkari kediaman Wisanggeni juga bergerak mengikuti mereka.
Suaasana memcekam dan beku di tempat itu pudar perlahan.
Bersamaan dengan menghilangnya mereka semua.
Ok, aku break. See u tomorrow.
Aku up siang ya. Karena besok aku libur.
Bambang Wisanggeni berlari ke arah hutan larangan. Hatinya hancur-lebur.
"Kenapa lagi-lagi harus kau cah ayu yang jadi korban?" Bambang Wisanggeni menggerutu di dalam hati. Dia terus berlari tanpa mempedulikan apapun. Yang dia pikirkan secepatnya dia sampai ke hutan larangan.
Sesampainya di hutan larangan, Bambang Wisanggeni berdiri tepat di depan pohon dimana Nyai Sapu Jagat pernah terkulai, beliau terpaku sejenak, detik selanjutnya beliau berjalan menembus pohon itu dan hilang.
Beberapa saat kemudian, guru Nyai Sapu Jagat juga disana, melakukan hal yang sama. Diikuti oleh Penguasa Hutan Larangan.
Seribu sosok beku dan pucat juga berebut menembus pohon itu. Tanpa mereka sadari sesosok bayangan memperhatikan mereka semua dari tempat yang tak terlihat.
Tubuh Nyai Sapu Jagat dibaringkan diatas batu hitam di sebuah ruangan rahasia.
Ruangan itu sangat gelap, tidak ada cahaya sama sekali.
Tiga orang yang sangat mengasihinya telah berada di sama.
Bambang Wisanggeni, gurunya dan Penguasa Hutan Larangan.
Yang pertama-tama mereka lakukan adalah menyalurkan tenaga murni.
Setelahnya Penguasa Hutan Larangan memohon kepada Bambang Wisanggeni dan guru Nyai Sapu Jagat untuk mempercayakan Nyai Sapu Jagat hingga tirakatnya selesai.
Bambang Wisanggeni dan guru Nyai Sapu Jagat tidak berbicara sepatah katapun selain mengangguk.
Setelahnya keduanya berpamitan.
Keduanya nampak berjalan menyusuri jalan beraspal di hutan larangan. Duka yang dalam menyelimuti keduanya.
Langkahnya lunglai.
Tidak sepatah katapun keduanya berbicara. Sibuk denagn pikiran masing-masing. Keduanya nampak kalut.
Karena keduanya tahu siapa yang telah melukai Nyai Sapu Jagat, seberapa parah luka yang dialami Nyai Sapu Jagat.
Keduanya hanya bisa berharap kepada Penguasa Hutan Larangan, seperti sebelumnya, Penguasa Hutan Larangan telah menolong Nyai Sapu jagat. Kali ini keduanya hanya bisa menyerahkan Nyai Sapu Jagat kepada penguasa Hutan Larangan.
aku sudah nggakbisa melanjutkan.
ada sesorang mengatkan padaku, if you have no time so make time.
i will make time to finish Jagrak at friday. see u
Bismillah...
Akhirnya hari jumat juga. Aku menghadapi hari-hari yang berat seminggu ini. Banyak hal yang tidak terduga terjadi. Alkhamdulillah saya masih diberi kekuatan menghadapinya. Hingga tadi malam saya masih belum yakin akan melanjutkan jagrak. Finally aku disini sekarang.
Selama tujuh hari tujuh malam Nyai Sapu Jagat tidak sadarkan diri. Dan selama itu juga Penguasa Hutan Larangan tidak beranjak dari tempat duduknya, disamping Nyai Sapu Jagat. Beliau bersila dengan memrjamkan matanya, di ruang rahasia, ruang gelap tanpa cahaya.
Sementara dalam semedinya Penguasa Hutan Larangan sedang membujuk Nyai Sapu Jagat.
"Ayolah nimas, kita pulang. Tidak baik berlama-lama di tempat ini." Dengan lembut pemuda tanpam itu membujuk Nyai Sapu Jagat.
Yang diajak bicara membeku di tempatnya. Tatapannya kosong.
"Nimas bicaralah, jangan hanya diam. Tempat ini bukan tempatmu. Orang-orang yang menyayangimu menunggumu, kau harus...," Penguasa Hutan Larangan tidak jadi melanjutkan kalimatnya.
Karena Nyai Sapu Jagat tiba-tiba menoleh. Memandang ke arahnya dengan kemarahan.
Bola matanya menyala-nyala.
Nyalakan begitu mengerikan, orang sekelas Penguasa Hutan Larangan dibuatnya mundur beberapa langkah sambil memegangi dadanya saat mata keduanya bersitatap. Penguasa Hutan Larangan langsung menghindari tatapan itu.
Bukan takut kalah, tapi beliau benar-benar tidak ingin berkelahi dengan Nyai Sapu Jagat.
Guru dan pamannya mempercayakan Nyai Sapu Jagat kepadanya, karena beliau berdua paham betul Nyai Sapu Jagat ada dalam cengkraman siapa.
"Kenapa kau menghindar? Kau takut padaku?" Suara Nyai Sapu Jagat membuyarkan lamunan Penguasa Hutan Larangan.
Suaranya pelan, namun sinis dan mengejek.
"Tidak Nimas, tapi Nimas sedang terluka. Jadi sebaiknya kita focus pada kesehatan Nimas." Jawab Penguasaha Hutan Larangan.
Suaranya begitu tenang, jelas beliau sama sekali tidak terpancing dengan kata-kata kasar dan tantangan Nyai Sapu Jagat.
Beliau benar-benar mampu memahami situasi, Nyai Sapu Jagat sedang ada dalam cengkraman dan pengaruh seorang yang sangat berbahaya.
Seseorang yang telah menjadikannya jagrak.
Sedikit saja Penguasa Hutan Larangan berbuat kesalahan, itu akan semakin membahayakan nyawa Nyai Sapu Jagat.
Luka ditubuh Nyai Sapu Jagat sebetulnya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan sukmanya yang terkurung.
Luka itu akan sembuh dengan sendirinya Jika sukmanya mampu keluar dari cengkraman Sang Pemimpin.
Penguasa Hutan Larangan hanya perlu meyakinkan Nyai Sapu Jagat bahwa dia bisa keluar jika dia mau.
Dia memiliki kekuatan jauh lebih tinggi dari Sang Pemimpin.
Namun sayangnya, Nyai Sapu Jagat tidak pernah menyadari hal ini.
Hatinya terlalu mulia hingga tidak pernah menyombongkan dirinya, apalagi menjadi arogan.
Sedang untuk mengalahkan Sang Pemimpin, dia hanya perlu menjadi arogan.
Bagaimanapun Penguasaha Hutan Larangan harus memiliki cara agar mampu membawanya kembali.
Meski sampai sekarang beliau belum tau caranya.

*******

Keduanya terpaku, dan membeku di tempatnya masing-masing.
Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kang, sebetulnya kenapa akang ada disini?" Tiba-tiba Nyai Sapu Jagat mengajukan pertanyaan konyol.
Pertanyaan itu memang terdengar sangat konyol di telinga Penguasa Hutan Larangan.
Kali ini amarahnya tersulut. Hingga secara tidak sadar beliau mulai mengomel.
"Nimas pikir saya ada disini untuk apa?" Penguasa Hutan Larangan berbicara dengan nada tinggi.
Sementara Nyai Sapu Jagat terlihat sinis. Jelas dia sangat puas, karena telah berhasil menyukut emosi Penguasa Hutan Larangan.
"Nimas tau, paman & keluarganya sedang menunggumu. Mereka mencemasknamu, Nimas." Suara Penguasa Hutan Larangan masih tinggi.
Sementara Nyai Sapu Jagat hanya menanggapinya acuh tak acuh.
"Pamanku memiliki keluarga yang bahagia, Ali tidak ada bersama mereka juga tidak ada masalah."
"Bagaimana dengan gurumu?" Tanya Penguasa Hutan Larangan.
Nada bicaranya Sudan lebih tenang.
Nyai Sapu Jagat tertawa nggakak.
Penguasaha Hutan Larangan sangat terkejut karena tidak menyangka bahwa beliau akan ditertawakan.
"DIA LEBIH MEMILIH ADIKNYA DARI PADA DIRIKU DAN KAU TAU ITU!!!" Nyai Sapu Jagat berteriak. Teriakannya menggema dan menyakiti Penguasa Hutan Larangan. Laki-laki tampan itu terdorong beberapa langkah, muntah darah. Beliau memegangi dadanya.
Nyai Sapu Jagat langsung membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
"Bagaimana dengan Gusti Putri Kuning?" Teriak Penguasa Hutan Larangan. Nyai Sapu Jagat menghentikan langakahnya.
Dia tiba-tiba memeriksa pergelangan tangannya.
Seluruh ingatan tentang kakaknya melintas. Bagai film yang diputar ulang. Hidup mereka sangat bahagia sebelum keduanya terpisah. Meski benar mereka hidup serba kekurangan tapi tidak pernah merasa sengsara. Tawa riang selalu mewarnai hari-harinya.
Tawa itu yang membuatnya ingin kembali.
Nyai Sapu Jagat membalikkan tubuhnya dan kembali melangkah ke arah Penguasaha Hutan Larangan. Dengan gerakan yang sangat cepat Nyai Sapu Jagat menghamtam telapak tangan kananya ke dada Penguasa Hutan Larangan.
Tubuh Penguasa hutan Larangan terpental. Dia terbangun dari semedinya. Beliau mendapati dirinya bersila disamping tubuh Nyai Sapu Jagat masih terbujur kalu di hadapannya bagai mayat.
Wajahnya pucat pasi.
"Dia telah mendorongku keluar tapi dia sendiri tidak mau keluar." Bathin Penguasa Hutan Larangan.
Beliau berjalan mondar- mandir seperti setrikaan disamping tubuh Nyai Sapu Jagat.
Beliau benar-benar tidak memiliki cara lagi untuk membawa Nyai Sapu Jagat kembali.
Hampir semalaman Beliau terus berjalan mondar-mandir.
Terus memeras otak, karena jika pagi datang dan Nyai Sapu Jagat tidak kembali, maka beliau Sudah tidak memiliki harapan.
Hampir pagi ketika tiba-tiba, "Ojo mider ae, BREBEKI!!!" Suara Nyai Sapu Jagat Sangat Lemah, namun terdengar menggelegar di telinga Penguasa Hutan Larangan.
Beliau langsung menghampiri Nyai Sapu Jagat dan berkata, "Selamat datang Nimas."
Jelas beliau sangat gembira.
Nyai Sapu Jagat hanya menatap laki-laki yang duduk disampingnya.
Mulutnya tidak berucap sepatah katapun. Namun tatapannya jelas sedang mengucapkan terimakasih.
Penguasaha hutan Larangan memahami bahasa Nyai Sapu Jagat dan berkata, "Nimas tidak perlu mengucapkan terimakasih."
"Nimas berkenan kembali, itu Sudah lebih dari cukup." Lanjutnya.
Nyai Sapu Jagat tetap diam, hanya tatapannya yang tidak beranjak.
Penguasa Hutan Larangan nampak tersenyum.
"Tentu saja Nimas, Nimas boleh keluar dari ruangan ini." Jawabnya kemudian.
Canggung Penguasa hutan Larangan memapah tubuh Nyai Sapu Jagat keluar dari ruangan rahasia.
Membawanya ke sebuah ruangan lain yang lebih layak disambut kamar. Dibaringkannya tubuh Nyai Sapu Jagat di sebuah dipan sederhana. Lalu beliau dengan sopan pamit undur diri.
Di depan pintu, seorang perempuan yang dulu pernah merawat Nyai Sapu Jagat telah berdiri disana.
"Kau tau apa yang harus kau lakukan." Ucap Penguasa hutan Larangan berwibara. Perempuan itu hanya mengangguk tanpa berani menatap tuannya.
Penguasa hutan Larangan berlalu dari tempat itu.
Perempuan itu memasuki kamar dimana Nyai Sapu Jagat dibaringkan.
Dengan cekatan dia mulai merawat Nyai Sapu Jagat.1
"Oalah nduk cah ayu, gek sampek kapan kowe dipulo soro koyo ngene karo nasibmu?!" Ucap perempuan itu lirih.
Perempuan itu seperti berbicara kepada dirinya sendiri.
Tatapannya trenyuh.

(Oalah nduk cah ayu, mau sampai kapan kau terus disiksa eperti ini oleh nasibmu).
Sementara Penguasa hutan Larangan yang baru beberapa langkah meninggalkan tempat dimana beliau berdiri dan berbiacara kepada perempuan merawat Nyai Sapu Jagat, tiba-tiba menghentikan langkahnya sambil memegangi dadanya, sedetik kemudian tubuhnya limbung.
Beliau sempat meminta tolong, meski suaranya sangat lemah.
Beberapa orang berpakaian serba putih menghambur menghampirinya.
"Panggil kangmas Bambang Wisanggeni." Ucapnya lirih, sebalum akhirnya beliau lunglai tak sadarkan diri.
Ok Aku break. Kita lanjut hari jumat depan ya.
Sebetulnya aku berencana untuk mengakhiri kisah ini hari ini.
Tapi seseorang menghubungiku dan berkata, "Jika kau mengakhirinya minggu ini akan sangat terlihat sangat terburu-buru. Dan pastinya banyak detail yang akan kau skip."
"Mohon selesaiakan seperti semestinya. Aku tahu bahwa Jagrak itu sangat berat, Aku juga tahu betapa susahnya menulis Jagrak dengan bahasamu, betapa susahnya mengcover semuanya, mengcover siapapun yang membaca dari kesababapan."
"Aku tahu kesengsaraanmu dan juga kesengsaraan Nyai Sapu jagat agar kisah ini tersampaikan dengan aman. Aku juga tau kesengsaraan orang-orang yang terlibat dalam kisah ini. Karena beliau semua masih sugeng. But beleive me u did great job. Dan Jagrak akan jadi ..."
Kalimat terakhir saya tidak berani menulis dan menyampaikan kepada anda semua meski saya yakin itu benar.

********

Mohon jangan baper dan jangan emosi. Banyak cinta buat anda semua. Muuuuuachhh.
Bismillah...
Alkhirnya jumat lagi,
Berat sekali untuk bisa nyampai ke sini.
Semoga Gusti Pengeran memberi kemudahan pada anda semua.
JUMAT MUBARAK.

ayo kita lanjut JAGRAK.
Tubuh Penguasa Hutan Larangan dibopong oleh salah satu dari mereka,dibawa ke sebuah ruangan, tidak jauh dari ruangan milik Nyai Sapu Jagat.
Sementara yang lainnya tergopoh mengikutinya.
Tubuhnya dibaringkan di atas dipan sederhana yang terbuat dari kayu yang ada disudut ruangan.
Setelahnya, laki-laki yang tadi membopongnya memeriksa urat nadinya.
Yang lainnya berdiri mematung, menunggu dengan cemas.

Beberapa saat kemudian laki-laki yang memeriksanya wajahnya nampak jauh lebih khawatir dari sebelumnya.
Suasana menjadi semakin hening.
"Jaga Gusti Pangeran, aku akan menjemput Gusti Bambang Wisanggeni." Ucap laki-laki itu kemudian.
Semua yang ada disitu hanya mengangguk hormat.
Laki-laki itu bergegas meninggalkan ruangan itu.
Beliau berbelok ke ruangan Nyai Sapu Jagat setelah meninggalkan ruangan tuannya.
Beliau nampak berbisik-bisik berbicara dengan perempuan yang merawat Nyai Sapu Jagat.
Perempuan itu nampak shock.
Beliau jatuh terduduk.
"Tenanglah, Gusti Pangeran tidak akan kenapa-kenapa." Ucap laki-laki itu berusaha menenangkan perempuan yang merawat Nyai Sapu Jagat.
Perempuan itu menatap laki-laki di hadapannya bimbang.
"Percayalah, Gusti Bambang Wisanggeni akan menolongnya." Ucap laki-laki itu pasti.
Wajah perempuan itu terlihat lega saat mendengar nama Bambang Wisanggeni.
Sesaat kemudia keduanya nampak linglung ketika tanpa mereka sadari, seorang laki-laki telah berdiri disana dan berkata, "Tentu saja aku lakukan yang terbaik untuknya."
Dia adalah Bambang Wisanggeni.
Mereka terpaku beberapa saat. Mereka seperti tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.
"Bisa kau tunjukkan dimana tuan muda dirawat." Ucap Bambang Wisanggeni tenang. Setenang lautan.
Keduanya tergagab ---- lalu laki-laki itu berkata, " Mari tuanku, hamba tunjukkan."
Laki-laki itu bergegas meninggalkan ruangan Nyai Sapu Jagat. Bambang Wisanggeni mengikutinya di belakangnya.
Keduanya menuju ruangan Penguasa Hutan Larangan.

Bambang Wisanggeni tertegun saat melihat Penguasa Hutan Larangan terbaring, matanya terpejam.
"Siapa yang bisa membuatmu terbaring tidak berdaya seperti ini." Bathin Bambang Wisanggeni.
Beliau mendekati tubuh Penguasa Hutan Larangan --- lalu meraih pergelangan tangannya dan memeriksa urat nadinya.
Bambang Wisanggeni nampak terkejut, beberapa saat beliau nampak bimbang.
Beliau menatap tajam laki-laki yang tadi mengantarnya ke ruangan itu dan berkata, "Bisakah kita bicara hanya berdua saja?"

Laki-laki itu mengangguk pasti.

Dengan bahasa isyarat laki-laki itu meminta semua orang untuk meninggalkan ruangan.
Ketika semua orang sudah meninggakan ruangan, Bambang Wisanggeni berkata, "Aku yakin kau tau dengan benar siapa yang telah melukainya, aku yakin kau juga tau seberapa parah lukanya."

Laki-laki itu lagi-lagi hanya mengangguk.
Sementara Bambang Wisanggeni nampak linglung.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Ucap Bambang Wisanggeni lirih, seolah beliau sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Jelas sekali Bambang Wisanggeni frustasi.
"Bagaimana bisa Penguasa Hutan Larangan terluka oleh Nyai Sapu Jagat." Bathinnya.
"Hamba tidak mengetahui bagaimana kejadiannya tuanku." Laki-laki itu berucap sambil pandangannya menerawang jauh. Seolah mencari jawaban dari pacahan-pecahan yang hilang dari kejadian yang menimpa tuannnya.
"Beliau berhasil membawa Nimas Sapu Jagat kepada kesadarannya. Tapi beliau ambruk beberapa saat setelah setelah nimas Nimas Sapu Jagat tersadar." Ucapnya kemudian.
"Kita pikirkan itu nanti, mari bantu aku menolong tuan muda." Bambang Wisanggeni menyudahi percakapan itu.
Lalu keduanya nampak menyalurkan tenaga dalam kepada Penguasa Hutan Larangan.
Setelahnya keduanya nampak sibuk meramu obat.
Ada luka memar kebiruan di dada Penguasa Hutan Larangan berbentuk telapak tangan.
Bambang Wisanggeni menaruh ramuan obat di luka itu (mbokbok-i)
Setelahnya beliau juga meminumkan ramuan obat yang direbusnya beberapa saat yang lalu.
Hampir sepanjang malam keduanya menunggui Penguasa Hutan Larangan. Dan bergantian merawatnya.
Mereka bergantian menyekanya, karena panas badannya tidak stabil.
Kadang tiba-tiba sangat tinggi, bahkan terkadang tubuhnya sampai kejang.
Namun bisa tiba-tiba begitu tenang.
Keduanya terus menjaganya, tanpa sedetikpun meninggalkannya hingga pagi menjelang.
Keduanya nampak putus asa saat pagi benar-benar datang dan Penguasa Hutan Larangan belum sadar juga.
Namun keduanya dikejutkan denagn kehadiran Nyai Sapu Jagat di ruangan itu. Beliau di papah oleh perawatnya.
Jelas terlihat beliau masih sangat lemah.
Tanpa berbicara sepatah katapun beliau mendekati tubuh Penguasa Hutan Larangan ---- lalu duduk di tepi pembaringan. Wajahnya yang pucat pasi beku tanpa ekpresi.
Detik selanjutnya, beliau nampak memejamkan matanya.
Saat beliau membuka matanya, dengan gerakan yang sangat cepat Nyai Sapu Jagat menyentuh beberapa bagian tubuh Penguasa Hutan Larangan.
Detik selanjutnya laki-laki muda itu membuka matanya dan langsung duduk.
Semua yang ada disitu nampak terkejut dan sekaligus lega.
Masih dengan wajah beku dan tanpa ekpresi, Nyai Sapu Jagat berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
Sedikitpun beliau tidak memperdulikan Bambang Wisanggeni yang terpaku tidak percaya.
"Ini aneh, ini pasti bukan dia." Bathin Bambang Wisangeni.
Bambang Wisanggeni menatap punggung keponakannya hingga hilang dari pandagan.
Jelas sekali beliau kalut.
Beberapa saat kemudian, setelah beliau dapat menguasai dirinya, beliau membalikkan tubuhnya ke arah Penguasa Hutan Larangan dan terangum, "Selamat datang kembali tuan muda."
"Terimakasih tuan, hamba mengucapkan terimakasih yang tak terhingga karena berkenan menolong hamba." Jawab Penguasa Hutan Larangan.
Keduanya nampak canggung.
Pengawalnya yang memahami kecanggungan keduanya, diam-diam meninggalkan ruangan itu dan berjaga di depan pintu.
"Tuan muda, saya juga harus mengatakan hal yang sama. Anda telah memperataruhkan nyawa anda untuk menolong putriku." Jawab Wisanggeni canggung.

Keduanya memang selalu canggung. Meski begitu banyak yang terjadi, keduanya memang tidak pernah mamlu mencairkan suasana.
Keduanya saling menyayangi dan saling menjaga satu sama lain, namun entahlah, seperti ada tembok yang sangat tinggi dan tebal diantara keduanya.
Nyai Sapu Jagat kembali ke kamarnya dan kembali berbaring --- lalu memejamkan matanya.
Seolah tidak terjadi apa-apa.
Perawatnya nampak bingung, berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Matanya nanar memandang tubuh Nyai Sapu Jagat yang terbaring di hadapannya.
Ketakutan dia mendekati tubuh Nyai Sapu Jagat, gemetaran dia memegang pergelangan tangannya ---- lalu memeriksa urat nadinya. Dia jatuh terduduk. Seperti dugaannya, Nyai Sapu Jagat menolong Penguasa Hutan Larangan tidak dalam keadaan sadar, karena lengaruh obat yang diberikannya.
"Ada orang lain yang sedang menguasai sukmanya?!" Bathinnya linglung.
Setelah dia mampu menguasai dirinya, perempuan yang merawat Nyai Sapu Jagat meninggalkan ruangan itu. Dia berlari mencari tuannya. Sebelum semuanya menjadi terlambat.
Ok, aku break..see u next friday.
Bismillah...

Perempuan yang merawat Nyai Sapu Jagat memasuki ruangan tempat Penguasa Hutan Larangan dirawat dengan wajah takut bercampur ngeri, tubuhnya gemetaran. Beliau tidak mampu bicara sepatah katapun. Tangannya gemetaran menunjuk ke luar ruangan.
Semua yang ada disitu terpaku memandangnya beberapa saat. Penguasa Hutan Larangan yang pertama kali menyadari apa yang terjadi langsung meloncat dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar.
Selanjutnya diikuti oleh Bambang Wisanggeni dan laki-laki berpakaian serba putih, yaitu pengawal Penguasa Hutan Larangan.
Sementara perempuan yang merawat Nyai Sapu Jagat tubuhnya terhuyung dan jatuh terduduk, nampak beliau berusaha mengusai dirinya.
Penguasaha Hutan Larangan memasuki ruangan Nyai Sapu Jagat, sambil berdiri beliau memejamkan matanya.
Ketika beliau membuka matanya, beliau melakukan beberapa gerakan yang sangat cepat dan menyentuh beberapa bagian tubuh Nyai Sapu Jagat.
Gerakan itu sama persis dengan gerakan yang dilakukan oleh Nyai Sapu Jagat saat menyadarkanya.
Nyai Sapu Jagat nampak tersadar, beliau menarik nafas panjang dan langsung duduk.
Nafasnya terengah-engah, expresinya linglung.
Penguasa Hutan Larangan berdiri terpaku disampingnya, namun terlihat sedikit lega.
"Tenanglah nimas, kau sudah kembali." Ucapnya berusaha menenangkan Nyai Sapu Jagat.
"Tarik nafasmu panjang Nimas, lalu hempaskan pelan-pelan." Lanjutnya.
Nyai Sapu Jagat nampak mengikuti saran Penguasa Hutan Larangan.
Sementara Bambang Wisanggeni dan laki-laki yang berpakaian serba putih yang baru saja tiba, nampak terpaku menyaksikan mereka berdua.
Ada kelegaan yang menyeruak saat selanjutnya menyaksikan Nyai Sapu Jagat mulai dapat mengatur nafasnya dan kembali tenang.
Lalu pelan-pelan Penguasa Hutan Larangan mendekatinya, membimbingnya untuk kembali berbaring.
Detik selanjutnya beliau mundur, dengan isyarat beliau mempersilahkan Bambang Wisanggeni untuk mendekati Nyai Sapu Jagat.
Bambang Wisanggeni tersenyum canggung dan mendekati keponakanya. Beliau duduk di tepi ranjang, menggenggam Nyai Sapu Jagat.
"Nduk, matur suwun yo, awakmu sik eling mbalik." Ucapnya sambil menunduk.
(Nduk, matur suwun yo, kamu masih ingat untuk kembali)
Nyai Sapu Jagat tidak menjawab sepatah katapun, namun airmatanya mulai jatuh satu- satu.
Bambang Wisanggeni cepat-cepat menghapus air matanya. "Wis nduk, ojo nangis. awakmu kudu kuat." Ucap Bmabang Wisanggeni.
(sudah nduk, jangan menagis. kamu harus kuat).
Nyai Sapu jagat nampak tersenyum tipis. Beliau menggenggam erat tangan pamannya.
Nyai Sapu Jagat seperti mendapat kekuatannya kembali.
"Pakdhe, monggo wangsul sakniki." Ucap Nyai Sapu Jagat. Beliau langsung duduk dan bangkit dari tempat tidur.
(Pakdhe, ayo pulang sejkarang)
Bambang Wisanggeni nampak bingung.
Sementara Nyai Sapu Jagat sudah berdiri di hadapan Penguasa Hutan Larangan dan berkata, "Ucapan terimakasih tidak akan pernah cukup atas apa yang selalu tuanku lakukan untukku.''
Penguasa Hutan Larangan tersenyum tipis, ''Sudah kewajiban hamba Nimas, lagi pula apa yang hamba lakukan tidak seberapa jika dibandingkan dengan pengorbanan anda."
Keduanya nampak saling mengangguk santun, Nyai Sapu Jagat berlalu diikuti oleh Bambang Wisanggeni.
Bambang Wisanggeni juga berbasa-basi sebentar dengan Penguasa Hutan Larangan sebelum mengikuti langkah Nyai Sapu Jagat.
Penguasa Hutan Larangan mengantar Nyai sapu Jagat dan Bambang Wisanggeni hingga gerbang hutan larangan.
Beliau menatap punggung keduanya hingga hilang dari pandangan.
Begitulah Nyai Sapu Jagat kembali ke dunia nyata.
Seperti tidak terjadi apa-apa beliau kembali bekerja, dan melanjutkan tirakatnya hingga delapan purnama.
Bedanya sekarang seribu nyawa yang pernah berada di dalam tubuhnya selalu berada disekitarnya.
Menjadi tameng hidup yang tak kasat mata, hingga apapun yang mencoba menyentuhnya tak pernah sampai kepada dirinya.
Ketika tirakatnya selesai, Nyai Sapu jagat menemui pamannya. Setelah berbasa-basi, beliau menyampaikan niatnya.
"Pakdhe saya sudah siap Mbalelo, saya akan datang ke sumbernya. Karena saya sudah bosan bertele-tele. Saya juga ingin menghindari banyak korban" Ucapnya mantap.
"Maksudmu kau akan kembali ke Lembah Biru, Nduk?" Tanya Bambang Wisanggeni bimbang.
"Inggih Pakdhe." Jawab Nyai Sapu Jagat.
"Tapi kau akan membahayakan emakmu, adimu dan mbakyumu, Nduk" Ucap Bambang Wisanggeni khawatir.
"Apa bedanya dengan disini? Bukankah saya juga selalu membahayakan keluarga ini?" Jawab Nyai Sapu Jagat kalut.
Bambang Wisanggeni menatap keponakannya. Matanya seolah berkata,''Ojo muni ngono nduk, kaneh kui wis ditoto karo Pengeran.''
Nyai Sapu Jagat juga menatap pamannya, matanya juga berkata, ''Pakdhe, tekad saya sudah bulat. Saya akan tumbangkan Sang Pemimpin dengan cara saya.''
Keduanya saling menatap, keduanya menggunakan bahasa hati. Berbicara tanpa berucap, karena tidak ingin pembicaraan didengar siapapun.
tak terusne engko. pingin ngadek sik dilut.
Tanpa mereka bedua sadari Adi sudah ada disana, dia nampak bingung memperhatikan keduanya.
Dengan seksama dia memperhatikan expresi keduanya, Adi tersenyum. "Papa, Mbak Ida, kok diem-dieman?" Ucap Adi.
Keduanya tersentak, canggung keduanya menyambut Adi.
Namun detik selanjutnya Nyai Sapu jagat memutuskan untuk menggenggam tangan kiri Adi.
Wajah sumringah Adi berubah murung beberapa saat setelah Nyai Sapu Jagat menggenggam tangannya.
Nyai Sapu Jagat menarik tangan Adi, membenamkan Adi ke dalam pelukannya.
Dia berbisik lembut, ''Percayalah ini demi kebaikan semuanya, aku yakin kau pasti sudah mendengar berita dari langit. Rasah sumelang, bukankah selama ini berita yang kau dengar dari langit selalu benar?''
Adi melonggarkan pelukannya dan tersenyum tipis. Menatap tajam mata kakaknya, Yang ditatap nampak mengangguk pasti.
Setelahnya keduanya nampak berbincang akrab, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Bambang Wisanggeni menatap keduanya, expresi wajahnya campur aduk.
''Keputusan telah diambil, Nyai Sapu Jagat tidak akan pernah menarik kembali keputusannya.'' Bathinnya.
Wisanggeni membimbing Adi dan Nyai Sapu jagat ke ruang keluarga. Magdalena dan Ratih juga ada disana.
Mereka bercengkrama seolah tidak terjadi apa-apa.

Malamnya saat jam makan malam, secara resmi Nyai Sapu Jagat meyampaikan niatnya untuk kembali ke Lembah Biru kepada seluruh keluarga.
Magdalena dan Ratih jelas terkejut, Ratih memeluk Nyai Sapu Jagat shock. Dia tidak menangis, itulah Ratih, jika dia marah atau kecewa justru tidak bisa menangis.
Setelah Ratih tenang, dan melepas pelukannya. Magdalena bertanya, ''Apa Ida sudah yakin dengan kepusan Ida?'' Suaranya lembut dan sangat hati-hati.
''Iya Budhe, Ida sudah yakin.'' Jawabnya.
Magdalena menghela nafas panjang. Setelahnya beliau sudah tidak bertanya apa-apa lagi.
Meski Magdalena tidak memiliki kelebihan seperti suami dan anknya, hatinya begitu yakin bahwa ini ada hubungannya dengan Jagrak.
Paginya setelah selesai jama'ah shalat subuh, Nyai Jagat menemui gurunya dan menyampaikan niatnya untuk kembali ke Lembah biru.
Gurunya nampak terkejut, namun saat beliau menatap mata Nyai Sapu Jagat beliau melihat semua.
Beliau menghela nafas panjang dan berat, ----- lalu berkata, ''Aku tahu kau sudah siap, meski ayahmu tidak ditakdirkan untuk bersamamu menghadapi semua ini, kau memiliki paman yang akan selalu ada untukmu.''
Suara beliau sangat pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri.
Namun suaranya terdengar jelas di telinga Nyai Sapu Jagat.
Setelahnya, Nyai Sapu Jagat juga melihat semuanya.
Expresinya nampak ngeri, namun tekadnya sudah bulat.
''Hidup atau mati aku akan tetap MBALELO.'' Bathinnya.
Aku ngilang semalem bukan karena apa-apa.
Aku bingung antara mau ngelanjutin atau berhenti dulu. Nara sumber kakinya digigit nyamuk beberapa waktu lalu. Ya dipikirnya cuma digigit nyamuk ya dibiarkan, tibak e terus rakenek ge mlaku.
Akhire di gowo ning puskesmas, sama puskesmas dirujuk ke rsud.
Karena tidak kunjung membaik beliau ke dokter specialist.
Sak iki wis enteng, tapi masih bengkak. Cuma belum bisa tidur.
Aku berbicara dengan beliau semalem.
Setelah belaiu nggak bisa jalan, putri beliau juga jungkel. Akhire janggute diperban.
Dan semalem secara tidak sengaja salah satu jariku dari tangan kanan ketusuk paku. Darahnya ngucur. Alkhamdulillah sekarang sudah membaik. Hanya agak sedikit nyeri.
Bismillah...
Sore...
Sudah malam ya di indo.
Semoga anda semua sehat selalu dan senantiasa dalam lindunganNya.
Amiiin....

Mari kita up MBALELO
Lembah Biru 1995.
Sesorang gadis muda berjalan sambil nenteng tas pakaian di tangan kananya, sedang tangan kirinya nenteng sepatu.
Kakinya yang tanpa alas menapaki jalan utama desa yang becek.
Saat itu musim penghujan, Lembah Biru pasti becek di musim begini.
Di depan rumah kediaman Gusti Pangeran Zimat, masih di tepi jalan, di depan gawangan, di bawah pohon kelapa.
Dua gadis muda sedang berpelukan.
Saling membalas rindu, lalu bercengkrama. Jelas sekali Rasa cinta dan kerinduan yang dalam di wajah keduanya.
"Sopo kui Nyah In?" (siapa itu Nyah In?).
Sesorang perempuan setengah baya , tiba-tiba ada disana.
"Piye to Mbak Dah ki?! Iki anakmu, Nyai Sapu Jagat." (Gimana to Mbak Dah ini?! Oki awakmu, Nyai Sapu Jagat).
Njawab Nyah In.
Yang disebut Mbak Dan nampak bingung.
Correction Mbak Dan=mbk Dah
Karena di matanya bukan putrinya yang ada dihadapannya.
Sesorang nenek-nenek dengan aura yang sangat hitam.
Perempuan yang disebut Mbak Dah adalah Kasumi atau Siti Sa'adah. Ibundanya Nyai Sapu Jagat.
Dan perempuan yang disebut Nyah In, adalah Innayati. Adiknya Kasumi.
Setelah mendengar penuturan Innayati, beliau menundukkan wajahnya, menghentakkan kakinya ke tanah tiga kali.
Ketika beliau mengangkat kepalanya, matanya berkaca-kaca.
Beliau langsung memeluk putrinya. setelah beberapa lama, Innayati membimbing keduanya memasuki gawangan.
Dua minggu kemudian.
Tiba-tiba tubuh Nyai Sapu Jagat membengkak, dan beliau jatuh pingsan.
Tubuhnya diangkat dan dibaringkan di kamar. Di sebuah dipan sederhana yang terbuat dari bambu.
Beralaskan 'galar' dan tikar, tanpa kasur.
Zaman itu, Gusti Pangeran Zimat tidak ada disana di sampingnya.
(Kita tidak akan membahas beliau kemana dan dimana)
Zaman itu hanya ada ibundanya, Kasumi. Kakaknya, Kutil Dan adiknya yaitu Rois.
Dan zaman itu keluarga ini masih sangat sederhana.
Ibu, kakak dan adiknya tidak membawanya ke mantri kesehatan atau puskesamas karena tidak memiliki uang.
Nyai Sapu Jagat hanya disuwuk, panas badannya yang tinggi hanya di kompres dengan daun 'dadap serep'.
Nyai Sapu Jagat pingsan hampir tiga hari tiga malam.
Saat Nyai Sapu Jagat siuman, seluruh tubuhnya masih bengkak.
"Rupanya perang telah dimulai." Bathinnya.
"Sang Pemimpin mulai memaksaku untuk kembali."
Ibu, kakak dan adiknya ada disampingnya saat Nyai Sapu Jagat siuman. Namun tidak ada satupun dari mereka yang menyadari apa yang sesunguhnya sedang terjadi.
Karena Nyai Sapu Jagat memang menutup semuanya agar keluarga nya tidak melihat yang sebenarnya.
Beliau sudah bersumpah, akan menghadapi semuanya sendiri.
Perang kali ini akan jadi perangnya sendiri.
Namun sepertinya ibundanya curiga.
"Nduk, Jane enek opo to? Awakmu opo ndelekne bebendhu pepetheng?" Kok koyoke abuhmu iki dudu abuh sing sak baene?"
Tanya ibundanya.
(Nduk, sebetulnya ada apa? Kamu menyembunyikan malapetaka? Kok sepertinya bengkakmu bukan bemgkak biasa?)
"Mboten mak, mboten wonten nopo-nopo. Kulo mboten nutupi punopo-punopo. Kulo pancen kagungan bronkhitis tulang." Jawab Nyai Sapu Jagat.
Suaranya berusaha setenang mungkin. Namun jelas sekali beliau gugup.
( tidak mak, tidak ada apa-apa. Saya tidak menutupi apapun. Saya memang punya bronkhitis tulang)
"Bronkhitis tulang? Kait kapan kui?" Tanya Ibundanya.
(Bronkhitis tulang? Sejak kapan?)
"Gangsal ulan sak sampunipun kulo pindah dateng dalemipun Pakdhe." Jawab Nyai Sapu Jagat. Kini beliau terlihat natural.
(Lima bulan setelah saya pindah ke kediaman Pakdhe).
Kasumi terlihat manggut-manggut. Namun nampak keraguan di sinar matanya.
"Biasane ngombe obat opo piye?" Tanya Ibundanya.
(Biasanya minum obat aka bagaimana?)
"Mboten mak, kulo mboten nopo-nopo, mangke ilang-ilang piyambak abuhe." Jawab Nyai Sapu Jagat.
(Tidak mak, saya tidak apa-apa, nanti bengkaknya akan hilang dengan sendirinya).
Ibundanya nampak tertegun mendengar penuturan Nyai Sapu Jagat. Entah mengapa beliau merasa bahwa putrinya sedang berbohong.
Namun setiap kali beliau berusaha melihat dengan mata bathinnya beliau tidak bisa melihat apapun, kecuali hanya kegelapan.
"Yo wis digawe leren yo nduk, ben ndang pulih." Tutur ibundanya. Jelas beliau ingin segera mengakhiri percakapan.
Nyai Sapu Jagat hanya mengangguk. Sebelum meninggalkan kamar Kasumi merasakan lain yang menyelimuti Nyai Sapu Jagat.
(Ya sudah istirahatlah nduk, biar cepat pulih).
Setelah keluar dari kamar putrinya, Kasumi langsung keluar rumah.
Tujuannya hanya satu, menemui adiknya.
Entah mengapa, beliau begitu yakin ada hal buruk yang sedang terjadi dengan putrinya.
Kegelapan yang dia lihat, membuatnya semakin yakin bahwa putrinya dalam bahaya besar.
"Awakmu kethok pora lek?" Kasumi langsung bertanya tanpa basa-basi saat beliau bertanya adiknya.
(Kamu mlihatnya apa tidak lek?).
Yang ditanya terlihat bingung. Diam sangat lama, dan akhirnya menjawab, "Iyo, rodhok abot." (Iya, agak berat).
"OPO?" Tanya Kasumi mengejar.
"MBALELO." Jawab adik Kasumi singkat.
"MBALELO? SOKO OPO?" (MBALELO? DARI APA?)
Tanya Kasumi lagi.
"Soko Benbendhu Pepetheng." Jawab adik Kasumi. Suaranya begitu pelan, namun sangat jelas.
(Dari malapetaka).
"Nggenahno, ojo mung pucuk e!!!" Kali ini Kasumi mulai emosi.
(Jelaskan, jangan hanya ujungnya!!!)
Adik Kasumi terlihat gelapapan di bentak kakaknya.
"Kane to lungguho disik," Kata adik Kasumi, berusaha menenangkan kakaknya.
Kasumi menuruti kata-kata adiknya.
Duduk disebalah adiknya.
Sementara adiknya mulai ngliting rokok klobotnya.
Setelah selesai membuat lintingan, rokok itu dihidupkan lalu dihisapnya pelan-pelan. Jelas dari raut wajahnya menyimpan hal yang berat. Bukan mudah untuk mengatakannya.
Beliau juga sangat paham kenapa keponakannya menyembunyikan hal ini dari ibunya.
Kane to lungguho disik (sini duduklah dulu)
Lama sekali keduanya terdiam, Kasumi jelas sekali gusar, dia tidak sabar menunggu jawaban adiknya.
Sedang adiknya juga tidak tahu harus memulai dari mana?
Namun secara tiba-tiba dan tidak terduga, adiknya memukul tengkuknya Kasumi dengan keras.
Kasumi langsung terkulai, tubuhnya yang ambruk langsung ditangkap oleh adiknya --- lalu dibppong dan diantar pulang kerumahnya.
"Nyai Sapu Jagat dan Rois, tergopoh-gopoh melihat pamannya membopong ibunya.
Setelah Kasumi dibaringkan, adik Kasumi, menyeret tangan Nyai Sapu Jagat, menjauh dari kamar ibunya.
Keduanya nampak berbicara serius.
Saat keduanya kembali, nampak Nyai Sapu Jagat menyeka airmatanya.
Kasumi sudah siuman, dia tersenyum tipis saat Nyai Sapu Jagat mendekatinya.
"Nduk, rasah sumelang, aku paham nyapo awakmu ndelekne perkoro iki soko aku." Ucapnya tulus.
Mata Nyai Sapu Jagat nampak berkaca-kaca. Detik selanjutnya beliau langaung menekuk lututnya.
(Nduk, tidak usah khawatir, aku paham kenapa kau menyembunyikan semua ini dariku)
Nyai Sapu Jagat memohon maaf kepada seluruh keluraganya yang ada disitu, terutama ibundanya.
Setelah itu, menceritakan semuanya. Termasuk niatnya untuk MBALELO.
Ruangan itu menjadi begitu mencekam. Tidak ada satupun yang bersuara.
"Kulo suwun penjenengan sedoyo lilo tur ikhlas, kulo nyuwun pendongo." Begitulah Nyai Sapu Jagat mengakhiri ceritanya.
(Saya mohon anda semua rela & merasakan, saya mohon doa restu).
Semua yang ada di ruangan itu diam terpaku, mereka merasa bahwa Nyai Sapu Jagat sedang pamit mati
Sampai disini dulu ya. See u
Bismillah...
Kebekuan itu tiba-tiba pecah, saat adiknya Kasumi berteriak panik, "METUO KABEH SAIKI!!!" Serta merta beliau mendorong tubuh ketiga keponakannya keluar keponakannya.
Kasumipun 'brabat' berlari keluar rumah bersama ketiga putrinya.
(KELUARLAH SEMUA SEKARANG!!!)
Tepat pada saat langkah laki Kasumi dan ketiga putrinya keluar dari pintu rumah, sebuah cantata mirip bara api yang sangat besar, melesat dari langit dan menghujam kediaman Gusti Pangeran Zimat.
Dan cahaya itu menghilang tepat pada saat menabrak atap rumah.
Seolah tertelan oleh atap rumah.

Sesaat kemudian adiknya Kasumi keluar dari pintu rumah, wajahnya pucat pasi, bagai mayat hidup.
Dia berjalan sempoyongan.
Perutnya yang tadi kempes telah membesar bagai orang hamil sembilan bulan.
Rupanya beliau 'nadai kiriman'.
Di depan pintu rumah, adiknya Kasumi tersungkur, 'jungkel' sambil memegangi lehernya.
"Hoaaakkkk! Hoaaaak!" Beliau berusaha memuntahkan sesuatu dari mulutnya.
Darah muncrat dari mulutnya, bersama muntahan itu keluar paku, jarum dan bongkahan-bongkahan logam dari pecahan 'wajan'.
Setelahnya beliau lunglai tak sadarkan diri.

Bersama lunglainya beliau, alam seolah marah. Tiba-tiba awan berararak menjadi hitam, petir menggelegar bersahutan.
Dan hujan turun dengan lebat secara tiba-tiba.
Mereka semua basah kuyub.
Susah payah Kasumi dan ketiga putrinya menggotong tubuh adik Kasumi diantara Hujan.
Dibawa masuk ke dalam rumah, dibaringkan di dipan sederhana di ruang tamu.
Kasumi mengelap tubuh adiknya dengan handuk dan menyelimutinya.
Setelahnya Kasumi meminta salah satu putrinya menghidupkan perapian di dekat dipan tempat adiknya dibaringkan.
Tujuannya agar tubuh adiknya lebih hangat.
Sementara Nyai Sapu Jagat nampak memeriksa urat nadi pamannya.
"Beliau sudah ndak papa, hanya butuh istirahat." Bathinnya.
Dua jam kemudian, adiknya Kasumi siuman.
Nyai Sapu Jagat langsung menekuk lututnya dan menangis sesenggukan.
Terbata-bata Nyai Sapu Jagat berkata, " Pak Lik, kulo suwun kanthi sangat penjenenganipun ridho, kersane kulo piyambak ingkang naggung niki sedoyo."
(Paman, saya mohon dengan sangat paman rela, biar saya sendiri yang menanggung semua ini).

Maksud Nyai Sapu Jagat dengan 'ini semua' adalah semua serangan yang dilakukan oleh Sang Pemimpin dan semua pengikutnya, setelah Nyai Sapu Jagat memutuskan untuk MBALELO.
Dan yang terjadi dua jam lalu, adalah serangan yang dilakukan oleh Sang Pemimpin.
Sang Pemimpin menujukkan kemarahannya dengan melakukan secara membabi buta.
Sang Pemimpin berniat menghabisi Nyai Sapu Jagat dan seluruh keluarganya.
"Nduk, aku Pak Lik mu, nggantine bapakmu. Yo raioso aku lek kon lilo ngeculne awakmu." Jawab adik Kasumi.
"Dadi piye-piye o aku panggah bakal cawe-cawe." Lanjutnya.
(Nduk, aku pamanmu, pengganti ayahmu. Ya nggak bisa kalau aku harus rela membiarkanmu)
(Jadi bagaimanapun aku akan ikut campur)
Nyai Sapu Jagat hanya menunduk, tidak berani mengangkat kepalanya.
"Nduk, awakmu ora dewe, ojo rumongso dewe." Kakak Nyai Sapu Jagat, tiba-tiba berbicara sambil menghambur duduk disamping Nyai Sapu Jagat. Beliau memeluk Nyai Sapu Jagat ke dalam pelukannya.
(Nduk, kamu tidak sendirian, jadi jangan merasa sendirian)
"Wis yo nduk, anggeb wae raenek opo-opo. Wis rasah dipikir jeru-jeru.
Ngarep moto adhepi." Pamannya langsung berdiri, dan meninggalkan mereka semua.
Semua yang ada disitu terpaku, bingung.
(Sudah ya nduk, anggab saja tidak terjadi apa-apa. Depan mata hadapi).
Adik Kasumi berjalan menembus pekatnya Hujan.
Hujan masih deras, seolah langit menumpahkan semua tangisnya.

Sementara Kasumi dan ketiga putrinya, melalui malam itu dengan kebekuan, meringkuk disatu tempat tidur, 'ngruntel dadi siji'.
Teman-teman, sampai disini dulu, aku serasa kembali berada di dalam jurang, tempat lacip dikurung.
Aku serasa kembali kesana bersama betet, dan betet terkapar didipan itu. Aku dicekam oleh kebingungan, cuma bisa menangis.
Wasalam...
Catatan=cahaya
Bismillah...
Pagi itu mereka terbangun pagi-pagi sekali, sebelum 'tarkhem'.
Hari itu hari sabtu, "Wektune ning seton, ning kloselone rung dipethetti." Guman Kasumi, saat selesai shalat subuh.
Suasana diluar mencekam. Kabut masih pakad menyelimuti Lembah Biru.
(Waktunya ke pasar sabtu, tapi tikarnya belum di potongi pakai pisau).
Note: Maksud dari kata di dipotongi adalah. Jika membuat tikar pasti sambung menyambung, pas sambungan pasti ada 'mendong' yang disisakan. Mendong ini yang dipethetti.
Hawa dingin dan beku.
Lembah biru memang berada di ketinggian, meski matahari sudah terbit, hawa masih dingin menusuk tulang.
Suasananya selalu singlu dan beku.
Apalagi ditambah dengan suasana MBALELO yang dibawa Nyai Sapu Jagat. Membuat suasana semakin singlu.
Pagi itu setelah 'metheti kloso', Kasumi ngetipeng pergi ke pasar lewat 'ban sepur'.
Dari jauh Nyai Sapu Jagat menatap ibunya, beliau menatap punggung ibunya hingga hilang dari pandanagn. Entahlah, beliau merasa ada yang salah. Serta merta beliau memejamkan matanya.
Beliau terlihat tersentak dan panik saat membuka matanya. Seperti orang gila beliau balik ke rumah.
Beliau langsung mengobrak-abrik isi rumah mencari sesuatu. Panik dan penuh kecemasan.
Beliau jatuh terduduk setelah yakin bahwa benda yang dicarinya tidak ada disana.
Seseorang menyerengai sinis lalu terkekeh penuh kemenangan, tiba-tiba sudah berdiri tak jauh darinya.
Di sela seringainya dia berkata,''Kau menacri ini?"
Dia mengacungkan sebuah bungkusan kecil, sesuatu yang dibungkus oleh 'mori' yang sudah lusuh.
Dia melambaikan benda itu sambil mengejek.
Nyai Sapu Jagat langsung bangkit penuh amarah, detik selanjutnya orang yang mengejeknya terlihat sangat ketakutan. Belum lagi dia sempat menghindar tangan kiri Nyai Sapu Jagat telahpun menghantam dadanya.
Orang ini langsung muntah darah dan limbung.
Dengan kasar Nyai Sapu Jagat meraih bungkusan yang dipegang orang itu.
Beliau tidak memperdulikan musuhnya yang terkapar bersimbah darah dan sedang merintih kesakitan.
Rintihannya menyayat hati.
Tergesa Nyai Sapu Jagat membuka bungkusan itu, ternyata isinya tanah basah.
"Seperti tang kuduga." Bathin Nyai Sapu Jagat.
"Kembalilah ke asalmu, jika kau dari tanah kembalilah ke tanah, dari manapun asalmu kembalillah ke asalmu."
Setelahnya Nyai Sapu Jagat melemparkan tanah itu ke halaman, ke udara. Bersama dengan itu mulutnya komat kamit membaca mantra.
Lama beliau berdiri di depan pintu, setelahnya kakinya lemas. Beliau jatuh terduduk.
Namun jelas kelegaan di wajahnya meski masih terbersit kekhawatiran.
Sementara adik dan kakaknya yang menyaksikan semua itu, cuma bisa gemetaran terpaku di tempat yang tak terlihat.
Kakak Nyai Sapu Jagat menutup mulut adiknya yang masih kecil dengan telapak tangannya agar adiknya tidak berteriak. Atau terdengar desahan nafasnya.
Bocah itu jelas sangat ketakutan, matanya sampai berair saking takutnya.
Keduanya bersembunyi dibawah ranjang, namun matanya tidak berkedip menyaksikan semua di depan matanya.
Begitu juga ketika orang itu bergerak mengesot meninggalkan rumah mereka melalui pintu belakang.
Saat keduanya yakin bahwa orang itu telah pergi, keduanya keluar dari kolong tempat tidur dan menghambur keluar ke arah sapu jagat---lalu memeluk Nyai Sapu Jagat dan menangis sekeras kerasnya.
Nyai Sapu Jagat memeluk erat keduanya, "Tenanglah, akan kupastikan bahwa tidak akan terjadi apa-apa lagi terhadap keluarga kita."
Suara Nyai Sapu Jagat nyaris berbisik, beliau masih membiarkan kedua saudaranya menghabiskan tangisnya.
Sementara Kasumi masih menyusuri 'ban sepur', menuju seton. Langkahnya jelas tergesa karena memang sudah kesiangan. Biasanya 'repet-repet' beliau sudah sampai seton. Ada sesutau yang tidak beliau sadari. Bahwa nyawanya dalam bahaya.
Di belakangnya, kereta api mengejarnya, beliau tidak menyadari hal ini.
Masinis terus membunyikan klakson namun Kasumi sama sekali tidak mendengar, sementara orang-orang yang menyaksikan hal ini bereteriak sekencang-kencangnya,''SEPUR!!! SEPUR!!! SEPUR!!!"
Bukan satu dua orang yang berteriak-teriak, namun Kasumi seperti tuli.
Orang-orang itu terus berteriak-teriak, tidak ada satupun yang berani mendekat tanpa untuk menyeret Kasumi keluar dari 'ban sepur'.
Masinis sekuat tenaga berusaha mengerem dan memerintahkan setiap petugas yang bertugas yang bertugas di setiap gerbong untuk mengerem.
Kereta api itu memang lebih pelan dari sebalumnya.
Sedetik sebelum kereta itu menabrak Kasumi, Kasumi berbelok turun dari 'ban sepur'.
Dan, ''WUSSS.'' Kasumi benar-benar terkejut, wajahnya langsung pucat pasi. Beliau baru menyadarai bahwa nyawanya hampir hilang. Orang-orang langsung menghambur dan membawa kasumi menepi ke salah satu rumah warga.
Mereka mulai berbisik-bisik,''Iki mesti rasebahene, ramungkin rakrungu, paling ape digawe lebon, utowo pancen enek sing masangi." Ucap salah satu dari mereka.
(ini pasti seharusnya seperti itu, tidak mungkin tidak mendengar, mungkin akan dibuat tumbal, atau memang ada yang sengaja mengiriminya mantra.)
maaf aku tidak menemukan kata yang sepadan utk kata 'sebahene'. mohon dibantu.
Hampir semua yang ada di situ dan 'ngretakne' kondisi Kasumi membenarkan pendapat orang tersebut.
Dan itu benar adanya, Kasumi memang diincar oleh Sang Pemimpin demi memaksa Nyai Sapu Jagat untuk kembali padanya.
Seandainya Nyai Sapu Jagat tidak menemukan bungkusan itu dan mengembalikanya, Kasumi pasti tidak tertolong. Dia pasti mati tertabrak kereta api.
Kasumi tidak jadi ke seton, klosonya dia titipkan kepada seseorang untuk dibawa ke seton. Sedang beliau diantar pulang oleh seseorang yang berkenan berbaik hati padanya.
Beliau dibonceng pakai sepeda ontel. Jaman itu masih jarang orang memiliki motor disana.
Saat Kasumi nyampek rumah, adiknya sedang 'nguruk', lantai rumah dengan tanah. Lantai rumah memang dari tanah. Adiknya Kasumi "ngurul' tempat dimana orang yang mencoba membunuh Kasumi terkapar. Karena banyak bekas darah disana.
Adiknya Kasumi nampak canggung saat orang yang mengantar Kasumi masuk rumah dan melihat sebagian bekas darah yang masih berceceran dimana.
Namun kecanggungan itu mencair, saat orang yang mengantar Kasumi berucap,''Bener opo sing tak pikirke, iki mesti rasebahene."
(benar apa yang kupikirkan, ini pasti tidak sewajarnya)
Orang itupun membantu adiknya Kasumi 'nguruk' lantai rumahnya Kasumi.
Setelahnya keduanya kelihatan bercengkrama sambil disuguhi kopi dan makanan seadanya.
Sambil membicarakan apa yang tadi menimpa kasumi dan apa yang terjadi dirumah itu.
Setelah orang yang mengantar ibunya pulang, Nyai Sapu Jagat pamitan untuk menemui Sang Pemimpin.
Beliau ingin nantang gelut, 'dep-depan'.
"Tinimbang siji-siji keluargaku dicilikani, aku sing mati opo kono sing mati karuane." Ucapnya penuh kemarahan.
(daripada satu persatu keluargaku dicelakakan, aku sing mati opo kono sing mati biar aku memiliki kepastian)

Wajahnya sangat menyeramkan saat marah. Aura gelap menyelimutinya. Seribu nyawa yang bersamanya seperti ikut marah.
Jika orang biasa yang melihat hal ini pasti akan langsung menggigil ketakutan.
"Awakmu ra perlu nggolek i nduk, engko wonge lak teko dewe.'' Jawab Kasumi.
(kamu tidak perlu menacrinya nduk, nanti dia datang sendiri)
Pamannya terlihat mengangguk pasti, mengiyakan. Namun Nyai Sapu Jagat masih terlihat gusar.
"Yo rapopo nesu, pegel, ning pokok weruh wates. Lek awakmu raweruh wates, nesumu kui bakal mangan awakmu dewe. Ilingo adhimu karo mbakyumu." Kata Kasumi berusaha menenangkan Nyai Sapu Jagat.
(ya nggak papa marah, emosi, yang terpenting kau tahu batasanmu. Kalau kau melewati batasanmu, amarahmu akan memakan dirimu sendiri. Ingatlah selalu adik dan kakakmu)
Gigi Nyai Sapu Jagat masih gemeretak, beliau terlihat mengepalkan tangannya. Berusaha meredam amarahnya sendiri.
Kasumi dan adiknya masih terus berusaha menenangkannya.
Sementara kakak dan adiknya Nyai Sapu Jagat masih terlihat sangat ketakutan.
Belum lagi hilang rasa takut mereka dari kejadian sebelumnya, sekarang mereka menyaksikan kemarahan saudara perempuannya di depan matanya.
Keduanya hanya mampu meringkuk, di sudut ruangan dengan wejah miris.
Dengan sangat jelas keduanya menyaksikan sekali bayangan hitam keluar dari tubuh Nyai Sapu Jagat, lalu mengitari keduanya, akhirnya melayang keluar dari rumah.
Keduanya makin membeku dengan wajah miris.
Kasumi yang menyadari hal ini segera mendekati kedua putrinya, ujung 'tapihnya' di singkap dan beliau pakai untuk mengusap kedua wajah putrinya.
Setelahnya kedua putrinya direngkuhnya kedalam pelukannya dan mulai di'suwuk'.
Nyai Sapu Jagat yang melihat ibunya mengusap wajah kedua saudara perempuannya dengan ujung tapihnya baru menyadari kesalahannya.
Secara tidak sadar Nyai Sapu Jagat telah menakuti kedua saudara perempuannya dengan kemarahannya.
Nyai Sapu Jagat lunglai, dan jatuh terduduk, tangisnya pecah.
Pamannya yang berdiri tidak jauh darinya, memandangnya dengan expresi yang susah diartikan.
Rupanya saat itu pamannya sudah bukan dirinya sendiri.
Senyumnya tiba-tiba menjadi sinis menyaksikan Kasumi dan keluarganya.
Namun di saat lain, wajahnya menjadi trenyuh. Saat lainnya lagi penuh amarah.
Rupanya sang paman menyadari situasinya yang terjadi atas dirinya dan mulai melawan.
Detik selanjutnya terjadi benturan antara dua kekuatan yang sangat hebat, alam sepertinya ikut dilibatkan.
Hujan lebat turun secara tiba-tiba, anginpun berhembus sangat kencang, petir menyambar bersahutan rasebahene.
Adiknya Kasumi kelaur rumah, dia berloncatan kesana kemari seperti sedang berkelahi.
kadang beliau terlihat menangkis serangan, atau menghindar, kadang juga harus berjumpalitan bahkan sempat beberapa kali tersungkur.
Ada yang janggal dari hal ini, bukan hanya karena musuhnya tidak terlihat, tapi hujan sangat lebat, namun air hujan seolah tidak berkenan menyentuh bajunya apalagi tubuhnya.
Berkali kali beliau tersungkur, jelas tubuhnya tejatuh di tanah basah dan berlumpur, namun bajunya tetap bersih dan sama sekali tidak basah. Lumpurpun tidak ada yang menempel di bajunya.
Bukan karena bajunya anti air atau anti lumpur, baju yang dikenakannya hanya baju orang kampung biasa.

Perkelahian itu berlangsung cukup lama, hampir satu jam.
Namun tidak nampak ada tanda-tanda akan berakhir.
Sementara seribu nyawa yang biasa berada dalam tubuh Nyai Sapu jagat nampak mengepung kediaman Gusti Pangeran Zimat.

Adiknya Kasumi nampak semakin terdesak, berkali kali beliau kembali tersungkur.
Kasumi nampak berdiri di undakan rumah, beliau menggengam sesuatu di tangannya.
Sebelum Kasumi membuka kepalan tanganya, kasumi meniup kepalan tangannya tiga kali.
Matanya nampak tertejam.
Saat Kasumi membuka telapak tangannya. Nampak tujuh kerikil di sana. Dengan gerakan yang sangat cepat Kasumi melempar tujuh kerikil itu ke arah yang berbeda.
Detik selanjutnya nampak tujuh orang di posisi yang berbeda, tersungkur muntah darah.
Sementara adiknya Kasumi nampak terduduk kelelahan.
Kasumi mendekati adiknya dan memapahnya masuk rumah.
Sedikitpun Kasumi tidak memperdulikan orang-orang yang terkena batu kerikilnya, mereka sedang mengerang kesakitan.
Rintihan mereka menyayat hati.
Namun sedikitpun kasumi tidak terganggu, wajah Kasumi begitu tenang.
Kasumi terus melangkah memapah adiknya masuk rumah dan menutup pintunya.
Orang-orang yang ditinggalkannya nampak susah payah bangkit dan menyeret kakinya, meninggalkan halaman rumah Kasumi.
"Ini tidak akan berakhir sampai disini," Kata adiknya Kasumi saat keduanya sudah memasuki rumah.
"Iya kau benar,'' Jawab kasumi sedih.
Sementara Nyai Sapu Jagat berdiri dengan tatapan kosong, tak jauh dari pintu, kedua saudara perempuannya menyambut paman dan ibunya.
Nyai Sapu Jagat masih terpaku di tempatnya. Expresinya susah diartikan.
"Aku yang akan mengakhirinya,'' Guman Nyai Sapu jagat setengah berbisik.
"Nduk ojo grusa grusu, rasah moro! Rasah nggoleki! sing teko wae diadepi!'' Jawab Kasumi tegas.
(nduk jangan gegabah, jangan mendatangangi! Jangan mencari! Yang datang saja di hadapi!)
Nyai Sapu Jagat nampak melirik ibunya, expresi wajahnya masih sulit diartikan.
"Yo wis aku ra-ape ning di-di, aku tak turu ae!" Jawab Nyai Sapu Jagat. Jelas ada kemarahan di nada bicaranya.
(Ya sudah aku tidak akan kemana-mana, aku akan tidur saja!)
Setelahnya beliau langsung ngeloyor dan membaringkan tubuhnya ke dipan yang ada di ruang tamu.
Namun gaya tidurnya seperti mayat, lurus menghadap kiblat. Kedua tangannya di lipat seperti persis bagaimana tangan mayat ditata.
Perlahan beliau memejamkan matanya, suasana menjadi begitu hening.
Semua mata terfokus padanya, kedua saudara perempuannya menatapnya ngeri.
Ibunya bergerak hendak mencegahnya, namun dengan bahasa isyarat pamannya mencegah Kasumi.
Jelas sekali Kasumi khawatir, expresi wajahnya carut marut.
Karena sesungguhnya Kasumi tahu, putrinya sedang berjalan keluar, pergi mendatangi musuhnya.
Hanya raganya saja yang berada disana, berbaring bagai mayat.
Kasumi juga melihat seribu nyawa bergerak mengikuti putrinya.
Rupanya, adiknya Kasumi juga melihatnya, dengan tatapan matanya, beliau berusaha menenangkan Kasumi.
Rupanya adiknya Kasumi, menyadari dengan benar siapa keponakannya.
Sebenarnya Kasumi juga mengerti dengan benar siapa putrinya, namun bagaimanapun beliau seorang ibu.
Seandainya bisa, Kasumi ingin menggantikan tempat putrinya.
Kedua saudara perempuan Nyai Sapu Jagat secara bergantian memandangi ibu, paman, dan Nyai Sapu Jagat.
Expresi keduanya bingung sekaligus ngeri.
Rupanya, kasumi menyadari hali ini.
Beliau mendekati kedua putrinya.
"Rasah sumelang nduk, Tampah rapopo, wonge gur turu." Ucap Kasumi menenangkan kedua putrinya.
(tidak usah khawatir nduk, Tampah nggak papa, dia cuma tidur).
Namun tetap saja wajah keduanya bingung dan ngeri.
Meski keduanya tidak bisa melihat, namun keduanya dapat merasakan hawa dingin dan beku. Aura yang sangat gelap sedang menyelimuti rumah mereka.
Kasumi membimbing kedua putrinya untuk beristirahat, keduanya menurut apa kata Kasumi.
Berbaring dan memejamkan matanya, namun sesungguhnya tidak tidur, hati keduanya dicekam ketakutan yang teramat sangat.
Mereke meringkuk dibalik kain 'jarik' yang menyelimuti keduanya.
Sementara Kasumi dan adiknya tidak tidur sepanjang malam. Kasumi sibuk membuat 'kloso', ditemani 'dimar ublik'. Sementara adiknya ngrokok kedul-kedul sepanjang malam.
Tidak ada satupun ada yang bersuara, hanya suara 'mendong' yang beradu terdengar samar sa'at Kasumi merajutnya.
Sesekali Kasumi melirik ketiga putrinya yang tidur sedipan.
Nyai Sapu Jagat terbujur bagai mayat, sementara kedua saudara perempuanya meringkuk 'ngepasne panggonan'.
Sesekali Kasumi 'nyutik', - 'sumbu ublik'- yang menghitam dengan ujung jari telunjuknya. Lalu menarik sumbu itu ke atas agar apinya membesar.
Orang biasa akan ngeri melihatnya. Namun Seolah api yang dipegangnya tidak terasa panas buat Kasumi.
Malam itu terasa lamban bagi Kasumi dan adiknya, namun Kasumi sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya.
Begitu juga adiknya. Seolah keduanya sedang 'njejek' dengan sesuatu.
Orang-orang tertentu memang bersemedi dengan caranya sendiri, raganya terlihat sibuk dengan aktifitas selayaknya manusia pada umumnya, namun hati, pikiran dan jiwanya sedang 'jejek' marang Gustine.
Tarkhempun akhirnya terdengar dari masjid wetan kemudian masjid kulon, Kasumi nampak bernafas lega, begitu juga dengan adiknya.
Adiknya Kasumi berpamitan untuk berjama'ah di masjid kulon.
Setelah adiknya pergi Kasumi langsung ke dapur 'cetik geni', biasa 'nggae kopi.'
(aku bisa sedikit tersenyum sampai sini-'eling makdah)
Pagi itu begitu tenang, meski Lembah Biru tetap seperti biasanya, 'singlu'.
Setelah membuat kopi, Kasumi membangunkan kedua putrinya untuk 'subuan'.
Keduanya bangun dan bergegas menuju 'sumur' untuk berwudhu.
Kasumi juga berusaha membangunkan Nyai Sapu Jagat.
Namun Nyai Sapu Jagat tidak bergeming.
Beliau terus asyik dengan tidurnya.
Sampai lelah Kasumi berusaha namun tetap saja Nyai Sapu Jagat tidak bergeming.
Akhirnya Kasumi menyerah dan melanjutkan aktifitas paginya.

Masih 'repet-repet' ketika Kasumi dilakukan oleh suara seseorang minta tolong dari depan rumahnya.
"TULUNG!!! TULUNG!!! TULUNG!!!
Suaranya terdengar menyayat.
Kasumi 'cincing' berlari keluar rumah.
Terus berlari ke arah suara, terus 'nrabas pager' ke arah tegalan di samping rumahnya.
Di samping rumah Kasumi memang tegalan milik paman Kasumi.
Mbah Ragil, adik dari ibunnya Kasumi.
Suara minta tolong itu masih terdengar.
Sementara dari rumah Mbah Ragil, istri Mbah Ragil juga 'Coming berlari ke arah yang sama.
Begitu juga dari arah rumah adiknya Kasumi yang lain, sesorang perempuan juga berlari ke arah suara.
Wajah-wajah mereka panik dan khawatir.
Mereka menduga-duga sesuatu.
Begitu juga Kasumi, dalam hati membathin, "OJO-OJO...?!" Kasumi tidak melanjutkan Kalimanya.
Dia menutup mulutnya Dan berhenti mendadak.
Do depan matanya telah terpampang pemandangan seperti yang dipikirkannya.
Kakinya langsung lemas, Kasumi jatuh terduduk.
Begitu juga, istrinya mbah Ragil Dan perempuan yang berasal dari rumah disamping rumah Kasumi.
Mereka semua jatuh terduduk.
Wajah mereka ketakutan, dan tubuh mereka gemeteran.
Sementara airmata mereka berair tanpa mereka safari.
Di depan mereka mereka, sesorang laki-laki terkapar 'kesel-keael' merintih kesakitan, kakinya patah jadi lima.
'Belunge metosol' keluar dari daging. Sementara darah segar mengalir dari luka-lukanya.
Patahan-patahan kakinya memang masih menjadi, Karena sebagian daging dan kulitnya masih menyatu.
Laki-laki itu adalah mengerang-ngerang kesakitan sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.
Dan laki-laki itu adalah suaminya aswa.
Siapa Aswa? Baca Pangreksa versi watt pad.
Laki laki itu mengerang ngerang sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.
Dan laki laki itu adalah suaminya aswa.
Siapa Aswa? Baca Pangreksa versi watt pad.
Wis aku merem yo. See u
Kasumi, Aswa dan istrinya Mbah Ragil masih 'koplok', di tempatnya dan tidak mampu berdiri.
Sementa Mbah Ragil dan tetangga lainya sudah berdatangan ke tempat itu dan menolong suaminya Aswa.
Suaminya Aswa langsung dibawa kerumah sakit.
Seorang perempuan yang berlari dari rumah adiknya Kasumi yang lain adalah Aswa.
Aswa ikut ke dalam mobil yang mengantar suaminya ke rumah sakit bersama beberapa tetangga.
Istrinya Mbah Ragil di papah pulang ke rumahnya oleh beberapa tetangga yang lain untuk ditenangkan.
Kasumi, dibimbing oleh kedua putrinya pulang ke rumah. Wajahnya masih linglung.

Tanpa mereka ketahui, Nyai Sapu Jagat sudah berdiri di depan rumah, menatap mobil yang membawa suaminya Aswa dengan tatapan shock, gemetaran bibirnya berucap, '' Du...du...sa...lah...ku!!!"
Tubuhnya juga gemetaran dan terus mengulang kalimat yang sama, ''Du...du....sa...lah...ku!!!"
Entah berapa lama beliau berdiri disana, dengan jelas dia melihat mobil itu berbelok ke jalan utama dan menghilang dari pandangan.
Adiknya Kasumi terlihat tergesa mengayuh sepedanya menuju rumah Kasumi.
Begitu sampai di depan rumah Kasumi sepedanya langsung 'digletakne', tergesse setengah 'diuncalne'.
Seolah tidak memiliki waktu untuk sekedar menyandarkan sepeda itu.
Adiknya Kasumi segera menghambur ke arah Nyai Sapu Jagat yang masih berdiri di tempatnya, masih mengulang kalimat yang sama, ''Du...du...sa...lah..ku!!!"
"Iyo pancen du-du salahmu, kui mau nampek." Bisik adiknya Kasumi sambil membingbing Nyai Sapu Jagat masuk rumah.
(iya memang bukan salahmu, itu tadi memang 'nampek')
nampek= apa yang dilempar menabrak kepada yang dituju dan mental, lalu kembali kepada yang melempar.
Adik Kasumi membimbing Nyai Sapu Jagat masuk rumah.
Kasumi dan kedua putrinya sangat terkejut saat melihat Nyai Sapu Jagat dibimbing masuk rumah oleh adiknya Kasumi. Mereka pikir Nyai Sapu Jagat masih tidur.
Mereka lebih terkejut lagi saat menyadari keadaan Nyai Sapu Jagat.
Nyai Sapu Jagat masih terus mengulang kalimat yang sama, ''Du...du...sa...lah...ku!!!''
Buru-buru Kasumi menyingkap ujung kain yang dipakainya. Lalu dengan ujung kain (pucuke jarik) yang dipakainya
Kasumi mengusap berkali-kali wajah Nyai Sapu Jagat sambil berkata, ''Iyo nduk, pancen dudu salahmu." (iya nduk, memang bukan salahmu.
Kasumi memeluk putrinya erat, tangisnya pecah.
Adiknya Kasumi meminta kakak Nyai Sapu Jagat mengambilkan air putih. Sebelum air putih diminumkan kepada Nyai Sapu Jagat, air itu ditiup tiga kali.
Nyai Sapu Jagat nampak lebih tenang setelah meminum air putih pemberian adiknya Kasumi.
Beliau sudah tidak lagi mengucapkan kalimat yang sama seperti sebelumnya, namun masih belum bicara sepatah katapun. Tatapannya masih Kosong.
Entah berapa lama Nyai Sapu Jagat seperti itu, namun kahirnya beliau berbicara. Kalimat pertama yang diucapkan adalah, ''Ayo ning rumah sakit, Paklik butuh awak e dewe."
(Ayo ke rumah sakit, Pak Lik butuh awak e dewe).
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Nyai Sapu Jagat langsung ngeloyor pergi meninggalkan rumah.
Semua yang ada disitu nampak bingung, namun akhirnya mengikutinya.
Yang pertama mengikutinya adalah adik dan kakaknya.
Kasumi nampak tergesa mengambil 'buntelan' dari almari baju, sebelum akhirnya mengejar putri-putrinya.
Adik Kasumi yang terakhir, sebelum pergi belaiu mengunci semua pintu dan jendela. Lalu beliau meraih sepedanya yang tergeletak di halaman.
Dikayuhnya sepedanya, mengejar Kasumi dan putir-putrinya.
Mereka lewat jalan trabasan, melintasi Gumuk Mbah Kario, Lalu Gumuk Joko Sio menuju jalan raya.
Jarak dari rumah ke jalan Raya sekitar dua kilo.
Mereka berjalan kaki menyasak tegalan agar cepat sampai.
Setelah sampai di Jalan Raya, mereka naik kendaraan umum menuju rumah sakit. Sepeda milik adiknya Kasumi dititipkan ke salah satu rumah warga yang dekat dengan jalan raya.
Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruang bedah, ternyata benar, dokter sedang menyiapkan operasi untuk suaminya aswa.
Dokter butuh darah karena suaminy Aswa banyak kehilangan darah.
Kedua putra dan putrinya sudah menyumbang darah buat ayahnya, namun masih tidak cukup.
Kakaknya Nyai Sapu Jagat memilik jenis darah yang sama dengan suaminya Aswa. diapun akhirnya menyumbangkan darahnya.
Begitulah akhirnya operasipun dilakukan, dan Alkhamdulillah operasi berjalan dengan lancar.

Dua bulan suaminya Aswa berada di rumah sakit sebelum akhirnya diizinkan pulang.
Namun sayangnya pada akhirnya beliau meningal dunia, karena sesungguhnya nyawanya telah digadaikan.
Secara medis belaiu sudah dinyatakan sehat, dan harusnya bisa pulih seprti sedia kala.
Ternyata, Aswa dan suaminyalah yang telah memberi jalan agar Sang pemimpin bisa menjadikan Nyai Sapu jgat sebagai Jagrak.
Karena sesungguhnya tadinya, Sang pemimpin tidak tahu bahwa Nyai Sapu Jagat memiliki weton yang diperlukan untuk bisa menjadi Jagrak.
Aswa dan suamilah yang membawa berita besar tentang siapa Nyai Sapu Jagat.
Sejak Nyai Sapu Jagat masih bayi, merekalah yang selalu menjadi telik sandi dan jembatan supaya Sang Pemimpin bisa menyentuh Nyai Sapu Jagat.
Yang tentu saja diberi imbalan harta benda dan kemewahan.
Dan saat Nyai Sapu Jagat Mbalelo, mereka juga harus bersedia ikut berperang.
Dan begitulah, rupanya saat Nyai Sapu Jagat pamit tidur, sesunguhnya beliau tau bahwa keluarganya sedang dalam bahaya.
Lalu kenapa Nyai Sapu jagat begitu shock saat suaminya Aswa jatuh dari pohon. Karena wajah kematian telah terpanpang dihadapannya.
Terlepas dari semua kelbihan yang diberikan Tuhan, Nyai Sapu Jagat tetap manusia biasa.
Hatinya sangat rapuh apalagi jika dihadapkan dengan orang-orang terdekatnya.
Ya, Aswa dan suaminya sangat menyayanginya, setidaklah itulah yang Nyai Sapu Jagat pahami.
Mereka tinggal berdekatan, dan waktu kecil Nyai Sapu Jagat sering 'dimong' oleh keduanya saat bapak ibu sibuk.
aku leren yo. see u..
rupanya Sang Pemimpin mampu menutup dari penglihatan Nyai Sapu Jagat atas keterlibatan Aswa dan suaminya.
Hal ini juga yang membuat Nyai Sapu Jangat sangat terluka.
Selama suaminya Aswa dirumah sakit, Nyai Sapu Jagat jarang tidur, beliau terus merawatnya, terus berada disampingnya.
Bahkan saat sudah dibawa pulang ke rumah juga.
Kenapa kaki suami Aswa bisa patah jadi lima? Karena suaminya Aswa jatuh dari pohon kelapa.
Pekerjaan suami Aswa memang 'menek', (mengambil nira dari pohon kelapa).
Kakinya terpeleset saat sedang mengiris 'manggar'.
Ini penjelasan secara logika, namun sesungguhnya, Aswa telah 'masang' (mengirim santet) untuk menyelekai keluarga Kasumi atas perintah sang pemimpin. Dan santet itu 'nampek'.
Bagaimana bisa nampek? karena Nyai Sapu Jagat pasang badan.
Namun kejadian itu benar-benar melukai Nyai Sapu Jagat.
Karena kepergian suaminya Aswa bukan hanya melukai Nyai Sapu Jagat tapi juga kakaknya.
Kakak Nyai Sapu Jagat juga sangat dekat dengan Aswa dan keluarganya. termasuk suami dan anak-anaknya.
Selain rumah mereka yang berdekatan, karena memang Aswa dan suaminya sangat menyayangi mereka.
Itu juga yang tertanam di hati kakak Nyai Sapu Jagat.
Malam dimana suaminya Aswa meningal, Kakak Nyai Sapu Jagat berada di lereng Kumitir sebelah barat.
Dia sengaja diasingkan ke sana oleh Nyai Sapu Jaga-----dengan mengirimnya ke sana untuk suatu pekerjaan.
Karena Nyai Sapu Jagat takut kakaknya mengamuk jika melihat yang sebenarnya.
Sebetulnya saat suaminya Aswa jatuh dari pohon kelapa, hari itu juga, saat setelah suami Aswa dibawa ke rumah sakit, pohon kelapanya langsung di tebang.
Tujuannya sebagai penolak bala, sekaligus sebagai do'a supaya yang jatuh bisa pulih seperti sedia kala.
Namun nyatanya memang nyawa telah digadaikan, dan tidak bisa mengelak dari hal ini.
Malam dimana suaminya Aswa meninggal, Nyai Sapu Jagat tepekur didepan jenazah suaminya Aswa.
Sepanjang malam beliau di sana, tidak beranjak dari tempatnya.
Sementara kakaknya yang tidak sadar bahwa dia memang diasingkan berdiri sepanjang malam di tepi jalan menunggu bis.
Dia berdiri sendirian di tepi jalan, di tepi hutan, lereng kumitir sebelah barat. Namun tak satupun bis yang lewat.
Hawa dingin menyiksanya, tubuhnya menggigil menahan hawa kumitir yang beku.
Malam itu sesunguhnya dia merasakan hampa di dalam hatinya, dia merasaka ada yang hilang.
Namun dia tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya.
Hampir pagi ketika sebuah pick up berhenti di depannya dan menawarinya tumpangan.
Kakak Nyai Sapu Jagat ragu-ragu menerima tawaran itu dan naik ke atas pick up
Kakak Nyai Sapu Jagat meminta sopir pick up menurunkannya di terminal kota G.
Lalu dia naik kendaraan umum menuju Lembah biru.
Dia turun di salah satu pertigaan, di tepi jalan raya menuju dusun lembah biru lalu jalan kaki menuju rumah.
Saat dia sampai rumah di sana sudah banyak orang, dia nampak bingung.
Saat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dia menangis meraung-raung sep[erti anak kecil.
Saat itu jenazah suaminya Aswa sudah selesai di shalatkan.
Apalagi terpampang di depan matanya bagai video yang putar ulang, penyebab kematian suaminya Aswa.
Kakaknya Sapu Jagat mengamuk, dia berusaha menyerang Aswa sambil berteriak-teriak, ''IKI KABEH SALAHMU!!! "
Dia terus mengulang-ngulang kalimat yang sama, bagai orang kesurupan dia menagmuk, di 'digujer' (dipegangi) banyak orang. Namun dia meronta-ronta sambil terus berteriak-teriak dan mengucapkan kalimat yang sama.
"IKI KABEH SALAHMU!!! IKI KABEH MERGO POLAHMU!!!"
(INI SEMUA SALAHMU!!! INI SEMUA KARENA ULAHMU!!!)

Dia terus meronta-ronta, dan minta dilepaskan.
"AKU COLNE, TAK PATHENANE!!!" Dia berteriak-teriak minta dilepaskan. Orang-orang yang memeganginya seperti kalah dengannya.
Dia terlepas, dan kembali mengamuk, Nyai Sapu Jagat yang sedari tadi terpaku menyaksikan kakaknya mengamuk, seperti tersadar saat sebuah suara menegurnya.
"Mbak mu kui tambane ning awakmu!" Dan itu suara pamannya.
(Mbak mu itu obatnya di kamu!)
Nyai Sapu segera mendekati kakaknya yang sedang 'digujer' banyak orang. Dia membisikkan sesutu di telinganya, ''Mbak sumeleho, kabeh kui pancen Aswa sing nglantari, ning lek Gustine ra ngijini yo ra dadi."
(mbah sumeleho, semua memang Aswa penyebabnya tapi jika Tuhan tidak mengijinkan tidak akan terjadi).
Setelahnya Nyai SApu Jagat memeluk kakak, tadinya kakanya masih meronta-ronta. Namun Nyai Sapu Jagat terus berbisik ditelinganya.
Lama-kelamaan dia menjadi tenang dan akhirnya lunglai di pelukan Nyai SApu Jagat.
Bersamaan dengan lunglainya kakak Nyai Sapu Jagat, jenazahpun diberangkatkan ke pemakaman.
Suasana duka benar-benar menyelimuti rumah duka dan kediaman Gusti PAngeran Zimat.
Setiap kepergian memang mnyisakan duka apalagi kepergian yang tiba-tiba dan tidak terduga.
Saat siuman, kakak Nyai Sapu Jagat nampak linglung dan shock. Rupanya dia belum bisa menerima kepergian suaminya Aswa.
Apalagi sepertinya dia juga bisa melihat apa yang terjadi dengan adiknya.
"Nduk, amongmu kok uakeh to nduk. Aku wedi. Wajahe raenek sing nggenah." Ucapnya kepada Nyai SApu Jagat.
Nyai Sapu Jagat nampak sangat terkejut.
Setahunya kakaknya tidak bisa melihat hanya bisa merasa.
(nduk, amongmu kok banyak to nduk. aku takut. Wajahnya juga nggak ada yang bener).
Nampak kengerian di mimik muka kakaknya Nyai Sapu Jagat saat mengucapkan hal ini.
"Pasti ada sesuatu yang terjadi padanya, atau jangan-jangan...?!" Nyai Sapu Jagat tidak jadi melanjutkan kalimatnya. Beliau nampak berfikir keras.
"Nduk, mbakyumu pancen wis wayahe atine weruh. Ning luweh becik ditutup wae. Koyone atine rung iso legowo." Seseorang telah berdiri di sampingnya.
Dan itu adalah pamannya.
(nduk, mbakyumu memang sudah waktunya hatinya mampu melihat. Tapi lebih baik ditutup saja. Sepertinya hatinya belum bisa terima.)
Nyai Sapu Jagat menatap pamannya tajam, expresinya nampak ragu. Namun akhirnya beliau memejamkan matanya dan meletakkan telapak tanganya di kening kakaknya.
Saat beliau membuka matanya beliau berkata, "Paman benar, dia sudah mengetahui semuanya, tapi hatinya tidak terima."
Wajah Nyai Sapu Jagat nampak khawatir, begitu juga ibunya yang juga ada disana.
"Wis rapopo, rasah sumelang! Diomongi alon-alon karo difatekhai engko kan yo pulih dewe. Gustine Murah tur Rahman Rahim." Jawab pamannya yang mengerti kekhawatiran keponakannya.
(sudah nggak papa, tidak usah khawatir! terus dinasehati pelan-pelan sambil di bacain fatekhah nanti kan pulih sendiri. Tuhan Maha Pemurah dan Rahman Rahim)
Begitulah, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan kakaknya Nyai Sapu Jagat dari luka di dalam hatinya.
Sejak kejadian itu dia menjadi sangat pendiam, sangat susah diajak bicara.
Dia memang orang yang sangat tertutup, ditambah lagi dengan kejadian itu dia, menjadi semakin tertutup.
Namun Nyai Sapu Jagat, ibu, adik, paman, dan keluarganya tidak pernah lelah mengajaknya bicara. Kasih sayang yang lebih diberikannya kepadanya.
Dan dari itu Nyai Sapu Jagat sudah benar-benar tidak ingin menunggu.
Beliau benar-benar sudah tidak ingin bertele-tele lagi.
Beliau pamitan 'mapan turu'. Mapan turunya Nyai Sapu Jagat kali ini bukan mapan turu biasa.
Dalam tidurnya dia sedang mengamuk, dia mengobrak-abrik sebuah area terlarang.
Sebuah Area yang tidak semua orang bisa menembusnya.

Dia berjalan sendirian menyusuri sebuah desa mati, desa yang penduduknya sangat sedikit. Hanya bisa dihitung dengan jari.
Mohon maaf saya dilarang menyebut nama desa ini ataupun memberi nama pengganti.
Desa itu setiap lima hektar cuma ada satu rumah, umumnya rumah kuno yang mewah. Umumnya rumah-rumah ini dipagar tinggi hingga hanya bisa melihat rumah dari pintu gerbang. Sedang gerbangnya tidak ada satupun yang terbuka, semua terkunci rapat-rapat.
Bahkan ada yang puluhan hektar baru ada satu rumah.
Jalanan di desa itu dipagari pohon-pohon yang sangat bersar. hampir semua pohon besarnya lima depa orang dewasa, menaungi jalanan, daun kering berserakan sangat tebal dan tidak pernah dibersihkan.
Nyaris seperti hutan belantara.
Tidak ada seorangpun yang melintas di jalanan, mulai memasuki desa itu, Nyai Sapu Jagat tidak bertemu seorangpun.
Dia juga tidak bertemu dengan binatang ternak, kucing atau anjing seklipun. Benar-benar 'sepi nyenyet'.
aku break. sudah nggak bisa melek matane. tak lanjut sesuk yo. mugo-mugo sesuk mari. aku wis kuesel nulis Jagrak.
Nyai Sapu Jagat terus masuk lebih jauh ke dalam desa, makin lama rumah makin jarang dan akhirnya tidak ada rumah sama sekali.
Nyai Sapu Jagat terus berjalan, di sebuah sempalan jalan Nyai Sapu Jagat berhenti. Nampak Bimbang.
Entah berapa lama Nyai Sapu Jagat berdiri disana, jari telunjuknya bergerak dari satu ruas jari ke ruas jari lainnyan, menghitung sesuatu.
Di satu titik nampak jari telunjuknya berhenti mendadak, wajahnya nampak gusar, ada kemaran yang berusaha ditekannya.
detik selanjutnya beliau mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya, saat tangannya keluar dari balik bajunya, tangan nya mengepal.
ditiupnya kepalan tanganya sambil memejamkan mata.
setelahnya persis yang Kasumi lakukan beberapa waktu lalu,
Nyai Sapu Jagat melemparkan kerikil itu ke tujuh arah yang berbeda dengan gerakan yang sangat cepat.
kerikil itu melesat bagai anak panah yang keluar dari busurnya, menghujam tajam di setiap titik yang dituju.
"Sudh kuduga, kalian memang pengecut.''
Tujuh orang di titik yang berbeda terkapar muntah darah, mereka mengerang kesakitan dan tidak dapat bangkit lagi.
Nyai Sapu Jagat sedikitpun tidak memperdulikan mereka.
wajah ayunya semakin beku tanpa expresi.
Ada hal lain yang berubah dari tanah tempatnya berpijak, sempalan jalan itu sudah tidak ada.
Begitu juga jalan yang tadi beliau lalui juga tidak ada,
Nyai Sapu Jagat tersenyum sinis. Namun senyum sinis itu kemudian menjadi sirai kemarahan.
Nyai Sapu Jagat berada di tengah hutan belantara yang sangat gelap dan pekat.
Orang-orang yang tadi terkapar disekitarnya juga sudah tidak ada disana, beliau nampak terus berjalan dengan tenang. Wajahnya nampak berubah-ubah.
sesekali nampak beliau meloncat menghindari sesuatu, di satu titik beliau berhenti. beliau memerintahkan seribu nyawa yang ada di dalam tubuhnya utuk keluar.
bayangan-bayangan hitam mulai keluar dari dalam tubuhnya, merangsek kedepan berkerumum bagai awan hitam yang bergerak perlahan.
Nyai Sapu Jagat mengikuti di belakangnya, mengikuti arah kemana awan hitam itu bergerak.
makin masuk ke dalam hutan, makin ke dalam hutan itu makin gelat dan gelap. pohon pohon makin rapat.
makin besar besar. kabut makin hitam dan menyesatkan.
Nyai Sapu Jagat hanya terus mengikuti arah seribu nyawa bergerak.
di satu titik mereka berhenti secara mendadak, serta merta mereka berablik arah, dengan panik tiba-tiba mereka berebut kemabli ke tubuh Nyai Sapu Jagat.
Nyai Sapu Jagat terhuyung beberapa langkah ke belakang.
Berusaha menguasai dirinya, beliau melakukan beberapa gerakan khas sebelum akhirnya duduk bersimpuh, meletakkan kedua tangannya di depan dada dan memejamkan mata.
Saat beliau membuka matanya, beliau tersenyum. Lalu perlahan berdiri dan berjalan maju, terus masuk ke dalam kegelapan hutan.
Makin lama makin gelap hingga mencapai titik yang paling gelap. Nyai Sapu Jagat dikejutkan oleh sesuatu.
Nyai Sapu Jagat menghentikan langkahnya. Dari arah kegelapan, nampak samar-samar bayangan sesorang berpakaian serba putih mendekat.
Nyai Sapu Jagat mundur beberapa langkah, namun beliau menghentikan langkahnya saat beliau tahu siapa yang sedang mendekatinya.
Yang sedang mendekatinya adalah pamannya. Adiknya Kasumi.
"Pak Lik?" Hanya itu yang mampu diucapkan Nyai Sapu Jagat.
" Or sah takon piye aku iso teko kene. ya rasah dipikir piye aku iso teko kene disik.'' Jawab pamannya tenang.
(nggak usah bertanya bagaimana aku bisa ada disini. dan nggak usah bertanya bagaimana aku bisa sampai sini dulaun)
Lalu pamannya mengulurkan busur yang sedari tadi di gennggamnya.
''Aku mung arep ngeterke iki,'' Ucapnya.
(Aku hanya mengantar ini).
Nyai Sapu Jagat menerima busur itu, bola matanya penuh tanya.
"Busur kui tekke mabk ayumu, warisan soko mbk putrimu, tak silih amargo awakmu merlokne.'' Lanjut pamanya menjelaskan.
(busur itu milik kakakmu, pemberian dari nenekmu, aku pinjam karena kau memerlukannya)
Saat busur itu dipegangnya, Nyai sapu Jagat merasakan hawa murni mengalir ke dalam tubuhnya dari busur tersebut. Ada suara gamelan yang sayup-sayup mulai didengarnya.
Pamannya yang menyadari apa yang sedang terjadi, segera berbisik ditelinga Nyai Sapu Jagat, "Ora mbalek-mbalekne mantra ning mbalekne barang olo! Ko lemah mbalik-o ning lemah! Ko banyu mbalik-o ning banyu! Ko geni mbalik- dadi Geni!!! SUMINGKIRO!!! MBALIK-O MARANG BENDOROMU!!!
(Tidak mengembalikan mantra tapi mengembalikan hal buruk! Dari tanah kembalilah ke tanah! Dari air kembalilah ke air! Dari api kembalilah jadi api! MENYINGKIRLAH!!! KEMBALILAH KEPADA TUANMU!!!)
Nyai Sapu Jagat menirukan kalimat pamannya.
Dan tanpa disadarinya, Serta merta Nyai Sapu Jagat menghunus busurnya. Entah dari mana asalnya saat busur itu terhunus sudah bersama anak panahnya.
Nyai Sapu Jagat terbelalak bingung.
Detik selanjutnya tangan kanannya menarik busur, dan anak panah itu melesat dengan satu arah lurus ke depan.
Nyai Sapu Jagat masih nampak bingung, lebih bingung lagi saat anak panah yang melesat dari busurnya bukan satu anak panah tapi banyak sekali, tak terhitung.
Pamannya tersenyum dingin saat Nyai Sapu Jagat menyadari banyak sekali tubuh bergelimpangan di sekitarnya.
Dada mereka tertembus anak panah tepat di jantung masing masih.
Mereka mengerang-ngerang kesakitan. Erangan mereka menyayat hati.
Nyai Sapu Jagat nampak bingung, ekpresi wajahnya tampak mengasihani dan miris melihat orang-orang yang bergelimpangan di sekitarnya.
Erangan mereka memang membuat hati Nyai Sapu Jagat tersayat.
Lagi-lagi pamannya, yang menyadari hal ini, langsung berbisik di telinga Nyai Sapu Jagat.
"Ojo nguwei nggon ning atimu marang wong wong iki! Kui kabeh musuhmu! Kalah sak sret ora mung nyowomu sing ilang ning adhimu, mbak ayumu tur makmu yo bakal melu lungo! JEJEKNO ATIMU!!!
(Jangan memberi tempat kepada orang-orang ini di dalam hatimu!Sedikit saja kau lengah, bukan hanya nyawamu yang akan melayang, tapi adhimu, kakakmu, dan ibumu akan ikut pergi! LURUSKAN HATIMU !!!!)
Nyai Sapu Jagat mengangguk pasti dan terus maju masuk terus ke dalam hutan, pamannya benar.
Banyak sekali orang-orang yang menghadang langkahnya.
Orang-orang berpakaian seperti abdi dalem dalam keluarga kademanngan di jawa kuno.
Tanpa alas kaki.
Langkah mereka waspada, dengan kuda-kuda yang siap menyerang.
Mata mereka tak berkedip menatap Nyai Sapu Jagat.
Kehadiran paman Nyai Sapu Jagat sama sekali tidak memgusik mereka.
Pamannya Nyai Sapu nampak tersenyum dingin.
Dia melirik busur di tangan Nyai Sapu Jagat.
"Busure mbok Sum terae ampuh." Batinnya.
(Busurnya mbok Sum memang ampuh)
Ada kengerian tergambar jelas diwajahnya saat bathinnya membayangkan kesaktian busur di tangan keponakannya.
Memang benar busur itu memang bukan busur sembarangan, busur itu adalah milik Ndoro Putri Sumila, ibundanya Kasumi, neneknya Nyai Sapu Jagat.
Busur ini di wariskan kepada Kasumi, kemudian diturunkan kepada Putri pertama Kasumi.
Yaitu Gusti Putri Kuning.
Karena hal ini Gusti Putri Kuning harus terus disembunyikan dan diasingkan.
Dia tidak boleh terlihat oleh siapapun, baik oleh dunia kasat mata maupun dunia tak kasat mata.
(Silahkan baca HAMBA YANG TERASING).
Paman Nyai Sapu Jagat tersadar dari keterpakuannya terhadap busur di tangan Nyai Sapu Jagat, saat tubuh terjengkang.
Dia terjengkang karena didorong oleh Nyai Sapu Jagat.
Karena Jika tidak, dadanya pasti tertembus golok yang dilempar oleh orang-orang yang mengepung keduanya.
Paman Nyai Sapu Jagat tersadar dari keterpakuannya terhadap busur di tangan Nyai Sapu Jagat, saat tubuh terjengkang.
Dia terjengkang karena didorong oleh Nyai Sapu Jagat.
Karena Jika tidak, dadanya pasti tertembus golok yang dilempar oleh orang-orang yang mengepung keduanya.
Tanpa dia sadari telah banyak sekali orang yang mengepung keduanya.
Lebih banyak dari sebelumnya.
"OJO GUWAK WEKTU! TARIK-EN BUSURMU!!!" Teriak pamannya panik.
Nyai Sapu Jagat telihat bingung mendengar teriakan pamannya.
(JANGAN MEMBUANG WAKTU! TARIK BUSURMU!!!)
Sementara musuhnya merangsek mendekat.
Pamannya panik meloncat kearah Nyai Sapu Jagat.
Dia merebut busur dari tangan Nyai Sapu Jagat dan menariknya, panik.
Anak panah melesat dan seperti sebelumnya, bukan satu anak panah yang melesat,
Tapi banyak sekali, anak panah itu menembus setiap dada masuh- musuhnya.
Paman Nyai Sapu Jagat jatuh terduduk setelah musuh-musuhnya terkapar. Nafasnya terengah-engah, terlihat sangat kecapean.
Tenaga nya memang terkuras Oleh busur yang baru saja ditariknya.
Sementara Nyai Sapu Jagat masih nampak bingung dan shock.
Musuh-musuhnya mengerang-ngerang kesakitan.
Erangan-erang orang-orang ini menyadarkan Nyai Sapu Jagat.
Perlahan ia mendekati pamannya.
"Mohon maafkan kelalaian saya paman."
Pamannya hanya mampu mengangguk sambil menggenggam tangan Nyai Sapu Jagat.
Selanjutnya ia menyerahkan kembali busur ditangannya.
"Aku Sudah terlalu tua untuk membawa busur ini, apalagi menariknya, aku Sudah terlalu tua." Ucap pamannya, nada suaranya dingin dan beku.
Nyai Sapu Jagat menerima busur dengan ketetapan hati.
Satu yang ia pahami, bahwa busur ini tidak bisa setiap orang memegangnya.
Pamannya yang memiliki kekuatan jauh diatasnya saja tenaganya bisa tersedot dan terkuras habis karena menariknya dan melepaskan anak panahnya.
"JEJEKNO ATIMU! OJO TOLAH-TOLEH!!!" Ucap pamannya tegas sebelum melepas busur ditangannya.
Nyai Sapu Jagat menggenggam busur itu dan mengangguk pasti.
Kali ini Nyai Sapu Jagat telah memahami sepenuhnya kenapa pamannya susah membawa busur itu kepadanya.
(LURUSKAN HATIMU! JANGAN KAU BIARKAN BELOK!!!)
Sekarang Nyai Sapu Jagat semakin paham siapa musuh-musuhnya.
Mereka yang akan terkapar oleh anak panahnya atau dirinya yang akan hilang dihutan ini.
Dan Jika dirinya hilang di hutan ini maka keluarganya juga akan di jemput dan ikut ditenggelamkan di hutan ini.
Kini langkahnya begitu pasti, ia tidak lagi menghiraukan apapun termasuk pamannya.
Terus merangsek maju, masuk lebih jauh ke dalam hutan.
Langkahnya selalu waspada.
Pendengarannya juga ditajamkan.
Busur di tangannya selalu terhunus.
Wis Aku turu yo.
00.12 disini.
Besok Aku kerja.
Alkhamdulillah saya sudah membaik. Berkat doa anda semua.
Obat Sudah aku habiskan.
Tadi juga Sudah bisa shalat dengan benar.
Banyak cinta buat anda semua.
🙏🙏🙏
Bismillah...
Di satu titik Nyai sapu Jagat berhenti, matanya bergidik ngeri menyaksikan pemandangan di hadapannya.
Sebuah benteng yang begitu tinggi ada ada di hadapannya, tinggi sekali, lima kali lipat tinggi orang dewasa.
sejauh mata memandang dari ujung ke ujung telah terpagari, seolah ini adalah pagar dari hutan itu.
di depan benteng berdiri ribuan parjurit dengan yang menjaganya.
Nyai Sapu Jagat bergidik ngeri, namun hatinya sama sekali tidak gentar, memerintahkan seribu nyawa yang ada di dalam tubuhnya untuk keluar, "METUO!!! KOWE NGEWANGI AKU OPO APE MBALIK MELU BENDOROMU SAK-KAREPMU!!!"
Setelahnya Nyai Sapu jagat melakuakn beberapa gerakan khas.
(KELUARLAH!!! KAU AKAN MEMBANTUKU ATAU KEMBALI IKUT BENDARAMU TERSERAH!!!)
Seribu nyawa yang ada didalam tubuhnya satu persatu keluar dari tubuhnya. Mereka nampak enggan karena biasanya mereka akan berebut. Tapi kali ini mereka satu persatu keluar.
Namun ada yang membuat hati Nyai Sapu Jagat menjadi lebih tenang, karena ternyata mereka keluar dan langsung berbaris mengitarinya. Menjadi benteng atas dirinya.
"Sumingkiro!!! Yen pancen kowe panggah melu aku, ngadeko ning buriku !!!" Perintah Nyai Sapu Jagat kepada seribu nyawa yang mengepungnya. Nanum rupanya mereka tiadk bergeming.
(minnggirlah!!! Kalau memang kalian tetap ikut denganku, berdirilah dibelakangku!!!)
menyaksikan hal ini Nyai Sapu Jagat paham apa yang sebnarnya terjadi, beliau tersenyum tipis.
beliau malakukan beberapa gerakan yang khas, lalu mengubah bayangannya menjadi seribu.
detik selanjutnya setiap bayangan itu menyingkirkan satu nyawa yang mengepungnya. membawanya menjauh dari nyai sapu jagat, memasuki kedalaman hutan, dan hilang dari pandangan.
Sementara orang -oarng yang berdiri di depan benteng mulai merangsek maju, ke arahnya. Nyai Sapu Jagat mengarahkan busurnya ke segala arah, siapun yang mendekat pasti tertembus oleh anak panah yang melesat dari busurnya.
entah berapa lama hal itu berlangsung, baik Nyai Sapu jagat dan musuh-musuhnya seperti tidak pernah kehabisan tenaga.
namun tiba-tiba kekacaaun itu berhenti ketika tiba-tiba pintu gerbang dari benteng itu terbuka.
suara berdebam menggema, dan membuat siapa saja yang ada disitu menjadi terpaku, termasuk Nyai Sapu Jagat.
pintu itu terbuka perlahan, semua kereta kencana keluar dari sana, kereta itu ditarik oleh dua kuda, satu berwarna putih dan satunya berwarna hitam.
Nyai Sapu Jagat namapk mengernyitkan keningnya, "bagaimana mereka berdua bisa ada di sini?!"
Ya benar kedua kuda itu adalah kuda milik Nyai Sapu Jagat.
Seseorang bertudung menjadi kusi dari kereta itu. Melihat kereta itu, musuh-musuh Nyai Sapu Jagat langsung membantinng senjatanya dan langsung menekuk lututnya.
mereka semua menunduk, tidak ada satupun yang berani mengangkat kepalanya.
hal yang tidak terduga dilakukan Nyai Sapu Jagat, dia mengarahkan busurnya ke dada laki-laki bertudung yang sedang duduk di keretanya, detik selanjutnya orang ini sudah tertembus anak panah milik Nyai sapu Jagat tepat di dadanya.
tubuhnya limbung dan jatuh tersungkur ke tanah.
lalu Nyai Sapu Jagat mengunakan tubuh laki laki ini sebagai pijakan naik ke kereta, dan di hentaknya tali kekang kudanya.
kuda itu, memasuki gerbang dan matanya nyai sapu jagat memandang takjub dengan bangunan-bangunan mewah yang ada di dalam benteng itu.
Rumah utama yang sangat besar, lalu ada pendopo besar di depan rumah utama, dan ada bangunan-banguna kecil yang mengitari pendopo dan rumah utama, banyak sekali, ada taman-taman yang ditata indah.
bangunan-banguna itu dibaut dengan ornamen jawa kuno, namun merah. Kayu kayu yang diplitur licin jelas digarap oleh orang-orang profesional.
para penjaga berdiri hampir disetiap sudut, sementara abdi dalem dan para pelayan juga sibuk melakukan tugasnya masing-masing.
mereka langsung menekuk lututnya begitu, melihat sapu jagat.
Seorang perempuan cantik berpakaian khas jawa tergopoh mendekati kereta Nyai Sapu Jagat, di belakangnya beberapa pengawal mengikutinya.
Nyai Sapu jagat, langsung turun dari keretanya.
begitu perempuan itu berada di depan nyai sapu jagat, dia langsung menekuk kakinya, langsung berjongkok, diikuti oleh semua pengawalnya, kepalanya menunduk.
"SUGENG RAWUH GUSTI PUTRI,'' Ucapnya.
suaranya gemetaran, jelas dia sangat ketakutan.
Nyai Sapu Jagat langsung menjawab, "TANGIO!"
Perempuan itu perlahan berdiri, diikuti oleh para pengawalnya, namun wajah mereka tetap tertunduk, tidak berani mengangkat kepalanya.
lalu berjalan mundur, dan memposisikan dirinya di belakang Nyai Sapu Jagat, para pengawalnya mengikutinya.
Setelahnya Nyai Sapu Jagat melangkah memasuki pendopo, terus lurus masuk ke rumah utama. Mereka mengekor dibelakangnya.
Saat memasuki rumah utama busurnya diacungkan.
Langkahnya waspada.
Langkahnya memasuki ruangan yang sangat luas dan mewah.
Seorang laki laki berpakaian khas jawa kuno berdiri membelakanginya, Tanpa berkata sepatah katapun Nyai Sapu Jagat melepas anak panahnya.
Panah itu melesat denga cepat, namun dengan sigap laki-laki ini menangkapnya.
Sekilas senyum sinis terukir dari bibirnya, meski wajahnya tidak terlihat jelas, kaena seepat kilat laki-laki ini kembali ke posisi semula, membelakangi Nyai Sapu Jagat dengan mbondo tangan.
Sementara perempuan yang ada dibelakang Nyai Sapa Jagat dan seluruh pengawalnya, sudah berjongkok sejak memasuki ruangan.
Wajah mereka jelas sangat ketakutan dan tubuh mereka gemetaran.
Nyai Sapu Jagat tersenyum sinis.
Detik selanjutnya beliau membalikkan badannya.
Melepaskan anak panahnya, perempuan itu dan semua seluruh pengawalnyanya jatuh terjengkang dengan anak panah menembus kepala mereka.
Mereka masih terlihat kelojotan dengan kelapa bersimbah darah.
Darah segar mengalir dari kepala mereka dan membasahi lantai
Setalah beberapa lama akhirnya tidak ada satupun yang bergerak,
Sementara laki-laki yang membelakangi sapu jagat jatuh tersungkur sambil memegangi kepalanya.
Laki-laki ini mengerang ngerang kesakitan.
Sedikitpun Sapu Jagat tidak terpengaruh dengan suaranya yang menyayat hati.
Nyai Sapu Jagat justru terfokus pada perempuan di hadapanya dan semua pengawalnya yang sama sekali sudah tidak bergerak.
Wajah bekunya tiba-tiba berubah menjadi amarah, Nyai Sapu Jagat kembali menghnus busurnya dan melesatkan anak panahnya.
Anak panah itu melesat menembus setiap dada orang orang yang di hadapannya yang sudah terkapar bagai mayat.
Tepat di jantung mereka.
Nyai Sapu Jagat tersenyum sinis lalu membalikkan badan.
Dilihatnya laki-laki yang masih membelakanginya, yang tadi tetsungkur telahpun kembali berdiri dan sedang memegangi dadanya.
Laki-laki ini terlihat sangat kesakitan, mulutnya mendesis menahan sakit.
Diantara desisanya laki-laki desisannya laki-laki ini mengerakkan bahunya, dan pada saat itu tiba-tiba Nyai Sapu Jagat muntah darah.
Nyai Sapu Jagat terlihat sangat kesakitan sambil memegangi dadanya. Sementara mulutnya masih terus memuntahkan darah segar.
Detik selanjutnya Nyai Sapu Jagat jatuh tersungkur.
Bersama tersungkurnya Nyai Sapu Jagat laki-laki itu juga tiba-tiba jatuh terduduk dengan bertumpu pada dengkulnya kemudian lunglai dan tidak bergerak lagi.
Saat itu banyak sekali orang memasuki ruangan itu, tujuh manusia bayangan dan pamannya Nyai Sapu Jagat juga ada disasana.
Tujuh manusia bayangan langsung berdiri mengitari tubuh laki laki itu.
Seolah sedang membuat benteng perlindungan untukny.
Sedang pamannya Nyai Sapu Jagat langsung berjongkok dan memgambil busur dari tangan Nyai Sapu Jagat.
Suasana menjadi sangan tegang, meski busur itu tidak terhunus, jelas sekali paman Nyai Sapu Jagat sangat waspada.
Begitu juga tujuh manusia. Bayangan terlihat sangat wasapada.
Entah berapa lama suasana menegangkan itu berlangsung.
Ruangan itu menjadi sangat hening.
Bahkan jika sebuah jarum jatuh, maka akan terdengar jelas karena suasana memang sangat hening dan mencekam.
Suasana itu memudar saat seorang perempuan cantik berpakaian jawa kuno memasuki ruangan, dari pakaiannya jelas bahwa dia seorang putri.
Di belakangnya banyak dayang-dayang mengikutinya.
Wajahnya anggun dan berwibawa, langkahnya begitu tenang.
Saat perempuan ini memasuki ruangan semua yang ada disitu langsung berjongkok dan menundukan kepalanya kecuali pamannya Nyai Sapu Jagat.
Perempuan ini langsung mendekati pamannya Nyai Sapu Jagat dan mengangguk santun.
"Mohon maafkan atas ketidak sopanan para punggawa kami, Saya sudah menyiapkan ruang perawatan untuk Nimas Sapu Jagat." Ucapnya.
Paman Nyai Sapu Jagat mengangguk Santun dan berkata, "Jika anda tidak keberatan, saya akan langaung membawanya pulang."
Nada suara dari paman Nyai Sapu Jagat sangat tenang.
"Jika itu yang anda inginkan, para pengawal akan mengantar anda.
Lalu tatapannya beralih kepada dayang-dayang dibelakangnya.
"Pastikan tamuku dan Nyai Sapu Jagat keluar dari Hutan ini dengan selamat!" Ucapnya tegas.
Mereka menggauk hormat dan hampir bersama'an menjawab.
"Inggih Gusti putri sendiko dawuh,"
Setelahnya nampak paman Nyai Sapu Jagat membopong tubub Nyai Sapu Jagat dan meninggalkan ruangan itu. Diikuti oleh para dayang dayang.
Sebelum pergi pamannya Nyai Sapu Jagat mengangguk sopan.
Perempuan itu juga melakukan hal yang sama.
Ketika pamannya Nyai Sapu Jagat meninggalkan ruangan, perempuan itu masih memperhatikan pungung pamannya Nyai Sapu Jagat hingga hilang dari pandangan.
Setelahnya perempuan itu berbalik kepada tujuh manusia bayangan yang mengitari tubuh laki-laki yang terkapar bagai mayat.
Tatapannya penuh amarah, kilatan-kilatan di bola matanya membuat tujuh manusia bayangan semakin menunduk.
Dengan isyarat perempuan itu meminta semua yang ada disitu meninggalkan ruangan.
Ketika semua orang sudah meninggalkan ruangan, perempuan itu menghambur ke tubuh laki-laki yang terbujur bagai mayat.
Perempuan itu bersimpuh disamping laki-laki itu, diraihnya kepala laki-laki itu dan dipeluknya.
Setelahnya ia menangis meraung-raung seperti anak kecil sambil memeluk laki-laki itu.
Sementara itu pamannya Nyai Sapu Jagat setengah berlari membawa keponakannya keluar dari ruangan itu, melewati pendopo menuju halaman.
Kereta kuda milik Nyai Sapu Jagat masih di sana.
Pamannya Nyai Sapu Jagat membaringkan keponakanya di kereta bagian belakang.
Lalu ia naik ke bagian depan kereta, sebagai kusir.
Setelahnya menghentak tali kekang kuda penarik kereta.
Sama sekali ia tidak memperdulikan para dayang datang yang mengikutinya setengah berlari.
Kereta itu melaju bagai angin keluar dari arena rumah itu menuju gerbang.
Saat kereta itu keluar dari pintu gerbang pamannya Sapu Jagat berucap setengah berteriak, "Kang Ireng, Kang Putih, Penjenengan sekalian ora butuh tali iki. Penjenengan ngerti awake dewe kudu metu soko kene."
(Kang Ireng, Kang Putih, anda berdua tidak butuh aku mengendaLikan tali kekang ini. Anda berdua tahu bahwa kita hanya perlu keluar dari ini)
Kedua kuda itu meringkik seolah mengerti kata-kata dari pamannya Nyai Sapu Jagat.
Setelahnya pamannya Nyai Sapu Jagat melepaskan tali kekang kuda yang di pegangnya.
Dan meloncat dari kereta.
Kereta itu terus melaju semakin jauh meninggalkan benteng milik Sang Pemimpin.
Masuk ke dalam kegelapan hutan.
Sementara pamannya Nyai Sapu Jagat menghadang para pengawanya.
Beliau menghunus busurnya, ditariknya sekuat tenAga lalu dilepaskan.
Anak panah melesat dan menghujam kepada setiap dada di hadapannya.
Dan dayang-dayang itu jatuh tersungkur bersimbah darah.
Pamannya Nyai Sapu Jagat juga terkulai, busur itu menghabiskan seluruh tenaganya.
Wis disik yo. Sudah tengah malam. Jika seminggu kedepan saya punya waktu saya akan melanjutkan sebelum jumat.
Jika tidak kita ketemu hari jumat.
Matur suwun.
IKLAN

bantu subcribe, like dan share ya.

Ada seseorang yang dengan lantang bicara, "pingin terkenal saja pakai bayar sana sini,"
Saya tidak pernah ingin menjadi terkenal, saya menulis dan bikin youtobe hanya demi putraku, tidak lebih dan tidak kurang.
Jika suatu saat Tuhan menempatkanmu dlm kerumitan hidup seperti yang kualami/ setidaknya separoh saja kau mengalami penderitaan yang kualami maka kau akan mengerti bahwa hidup ini bukan ajang utk meninggikan hati maupun arogansi.
URIP KUI PEPARINGE GUSTI.
@bacahorror
@ceritaht
Tiga hari kemudian.
Kediaman Gusti Pangeran Zimat.
Adiknya Kasumi nampak duduk disamping pembaringan Nyai Sagat, matanya terpejam.
Sementara Kasumi mondar mandir seperti sertikaan di belakang adiknya.
"Mak mbok lingguho to?! Kok riwa-riwi koyok singgat. Wis to mak Parit ki kan terae ngono kui lek kadung turu, Masio om-me yo nunggoni. Engko lakyo tangi to." Kakaknya Nyai Sapu Jagat 'ngrenengi' ibunya yang terus mondar-mandir di belakang adiknya.
(Mak mbok ya duduk to?! Kok mondar-mandir seperti singgat. Sudah to Mak, Parit kan memang begitu kalau sudah tidur, tenanglah om kan juga menunggui. nanti kan bangun sendiri). ngrenegi=ngomeli.
singgat=alat traditional untuk menimba air
Tepat pada saat kakak Nyai Sapu Jagat menyeselesaikan kalimatnya, pamannya membuka matanya.
"Kowe bener nduk, adhimu wis rapopo." Ucapnya.
Kasumi langsung duduk disamping adiknya dan menatap adiknya bingung.
(kamu bener nduk, adikmu sudah nggak papa)
Adiknya Kasumi menatap kakaknya meyakinkan, ''Wis rapopo, karep mulihne wae, kabeh wis ucul, wis rabakal ono sing iso ndulit maneh." Sebelum adiknya Kasumi menyelesaikan kalimatnya, serta-merta di pangkuannya 'njelmo' benda panjang yang dibungkus 'mori'
Jelmo=tiba tiba ada/mujud
(sudah tidak apa-apa, tinggal pemulihan saja, semua sudah lepas, tidak ada lagi yang bisa menyentuhnya).
Selanjutnya adiknya Kasumi menyerahkan bungkusan itu dan berkata,''Alon-alon wae nek mbalekne, mesakne ragane si genduk."
Kasumi hanya mengangguk sambil mengambil bungkusan itu. Bungkusan itu adalah busur milik kakaknya Nyai Sapu Jagat, yang biasanya disimpan di dalam tubuhnya.
(pelan-pelan saja saat kau mengembalikan, kasian si genduk), yang dimaksud dengan si genduk di sini adalah kakaknya Nyai Sapu Jagat.
Sedang yang dimaksud pamannya dengan pelan-pelan saat mengembalikan adalah dengan ritual yang benar dan mencari hari dan tanggal yang pas agar raga kakak Nyai Sapu Jagat tidak tersiksa dalam proses pengembalian.
Empat puluh satu hari kemudian Nyai Sapu jagat baru bangun dari tidurnya. Wajahnya nampak pucat seperti mayat hidup.
Sedang tubuhnya lebih kurus dari sebelumnya.
Ada perubahan yang sangat jelas dari kulitnya, terlihat ada memar dan gosong-gosong di sana-sini seperti terbakar.
Ada beberapa bagian kulitnya yang seperti bersisik, seperti sisik ular, dan tubuhnya seperti tidak berdaging, lebih terlihat seperti kayu.
jika dipegangpun tubuhnya juga seperti kayu, saat beliau terbangun dan ingin duduk, tidak bisa bangun sendiri, harus dibantu.
duduk juga harus bersandar, jika tidak bersandar maka akan langsung 'glempang'/'geblak' (mohon ma'af saya tidak tahu artinya dalam bahasa indonesia)
Sejak itu shalatpun sambil duduk bersandar atau berdiri, ruku' bisa. Tapi jika sujud, beliau tidak bisa bangun lagi.
Sering terlihat Nyai Sapu Jagat menangis sesengukan dalam shalatnya dan menyembunyikan hal ini dari keluarganya.
namun kakak dan ibunya selalu tahu seberapa besar duka hatinya.
Nyai Sapu Jagat akhirnya di bawa ke rumah sakit umum di kota kabupaten dan dokter melakukan pemeriksaan secara keseluruhan. Dan apa yang terjadi di kota B terulang lagi. vonis dokter hampir sama.
jantung dan paru- paru nya memar, rusuk tulang belakangnya retak, otak kecilnya retak, ada sumbatan di salah stau pembuluh darahnya.
dan yang terparah dokter juga menfonisnya bahwa beliau terkena bronkhitis tulang.
Nyai SApu Jagat seperti tidak terkejut saat mendenagr hal ini, begitu juga ibu dan pamanya.
Tapi kakaknya meraung-raung seperti anak kecil, sejak itu kakaknya Nyai Sapu Jagat sering berkata kepada adiknya,
''Piye-piye o awakmu panggah kudu urip yo nduk.''
(bagiamanapun kau harus tetap hidup yo nduk)
Saat ia mengucapkan kalimat ini, ada semangat yang membaur bersama ucapannya, mencoba menepis rasa putus asa yang selalu mengoyak-ngoyak rasanya.
dalam pemikiran keduanya, "Lek urip kui mesti waras, ning waras urung mesti urip.'' (jika hidup pasti sembuh, tapi sembuh belum tentu hidup).
Dan setiap ucaapn adalah do'a.
Nyai sapu jagat rutin mengambil obat di puskesmas, karena memang letak rumah sakit dari rumah sangat jauh, maka dokter membantu suplay obatnya ke puskesmas.
Dokter juga rutin datang ke puskesmas sebuyolan sekali.
tiap hari dia meminum dua belas jenis obat yang berbeda.
tidak pernah sekalipun absen. itu dilakukan selama tujuh tahun.
Para petugas dari puskesmas begitu dekat dengannya, menjadi seprti saudara, begitu juga dokter yang merawatnya.
Dalam tujuh tahun itu masih sering tiba-tiba Nyai Sapu Jagat bereteriak-teriak,''Rasah ngusik adik, mbakku opo maneh makku, kene manuto! mlebuo ning aku! kene liwat bun-bunan!"
(tidak usah menngusik adikku, kakakku apalagi ibuku, sini nurut! masuklah saja ke aku! lewatlah ubun-ubun!)

Setelah Nyai Sapu Jagat mengucapkan kalimatnya biasanya ia langsung 'nggeblak'.(tersungkur dan pingsan).
Seperti biasa jika ia pingsan pasti akan susah disadarkan, kadang ia terbujur kakku bagai mayat hidup hingga tujuh purnama.
Apa penderitaannya berhenti sampai disitu? ternyata tidak.
Nyai Sapu Jagat masih sering dipaksa dan disakiti oleh Sang pemimpin dan antek-anteknya.
Tapi Nyai Sapu Jagat tidak pernah menggubris.
"macak budhek, macak wuto, tur macak mati roso. Masio krungu yo enok-enok rakrungu, masio ketok yo ethok-ethok ra ketok, masio kroso tur ngrasakne loro ya etok-etok ra kroso loro.'' Ucap Sang Nara Sumber saat saya menanyakan akhir kisah ini.
(pura-pura tuli, pura-pura buta, dan pura-pura mati rasa. meski mendengar pura-pura tuli, meski melihat pura-pura tidak melihat, meski terasa dan merasakan siksaan pura-pura tidak merasa tersiksa).
"Taribasane tabrakan gapruk, yo ethok-ethok ra weruh.'' Lanjut nara sumber.
(ibaratnya tabrakan, braaak..., ya pura-pura tidak melihat)
"opo ae sing dikirim, yo tak jarne, tak rasakne, sak suwene sik iso ditambani secara medhis aku mertombo medis. lek raiso aku yo poso, nenuwun marang Gusti" Nara Sumber masih melanjutkan kalimatnya setelah terdiam sangat lama.
suaranya terdengar sangat berat.
(apa saja yang dikirim, aku biarkan, tak rasakne, jika masih bisa diobati secara medis aku ya berobat secara medis, jika tidak aku puasa, memohon kepada Tuhan)
setelah tujuh tahun, Nyai Sapu Jagat pulih seperti sedia kala.
"Apakah sang Pemimpin masih hidup? dan beliau ada dimana sekarang?" Tanyaku.
Lama sekali nara sumber terdiam, lalu menjawab
"Masih. Dan berada di Lembah Biru, di dekat kita."
"Opo....'' Belum sampai aku menyelesaikan kalimatku nara sumber menyela.
"Wis raoleh takon maneh.TITIK." (sudah nggak boleh nanya lagi.TITIK).
SELESAI.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Nasura2101

Nasura2101 Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @nasura2101

May 13, 2024
A TREAD
@bacahorror #bacahorror @ceritaht @IMatsirat
@C_P_Mistis @P_C_HORROR @IDN_Horor

KESURUPAN MASAL Image
Hi, sesuai janjiku kita bakal uploud tiap hari ya, doain idenya ngalir terus. Buat yang sudah ngedukung Nay di karya karsa makasih banyak, terimakasih juga tipsnya, tak dungakno rizqimu lancar terus. Amiiin...

maaf agak telat, biasa wong njenenge nyambi 😊🙏
Di sebuah kampung dekat hutan di lereng K*m*T*r 2011

Sore itu Kareen membawa ayahnya ke sebuah kampung di pinggir hutan, kampung itu memang berada di jalan protokol yang menghubungkan kota Surabaya dan Bali tapi kampung itu berada di pinggir hutan.
Read 153 tweets
Apr 26, 2024
A TREAD HORROR
@bacahorror #bacahorror @ceritaht #ceritahoror
@C_P_Mistis @P_C_HORROR

HILANG 3 TAHUN DI PANTAI SELATAN
@Kramat_satu Image
Kisah terjadi 27 tahun yang lalu.
"Lapor komandan! seorang pemuda hilang terseret ombak di pantai selatan," Dirjo yang menjadi anggota tim Sar di wilayahnya memberi laporan kepada komandannya.
"Siap meluncur dengan segenap pasukan!" balas Komandan tegas, tak berselang lama beberapa orang anggota tim SAR telah diterjunkan untuk mencari pemuda yang hilang tersebut.
________________
Read 167 tweets
Mar 17, 2024
A TREAD HORROR BASE ON TRUE STORY

BUNGA CALON PENGANTIN
ijin tag, @bacahorror @ceritaht @C_P_Mistis
@P_C_HORROR @IDN_Horor @bacahorror_id
@Penikmathorror @threadhororr #bacahorror #penikmathorror #ceritahorror #threadhorror
@Imatsirat @Wisanggeni2023 Image
"NGANTI ILUH GETIH AKU ORA SUDI NOMPO AWAKMU."

(Sampai Airmata darah aku tidak sudi menerima dirimu)
Kata-kata itu terlontar dari bibir lelaki yang berdiri di depan seorang gadis bergamis memakai jilbab yang sedang menangis histeris. Sebagian orang mendekat untuk sekedar penasaran ingin tahu permasalahannya.
Read 110 tweets
Mar 15, 2024
A TREAD HORROR BASE ON TRUE STORY

KISAH MENGERIKAN DIMBALIK HUJAN MANDANG
ijin tag, @bacahorror @ceritaht
@C_P_Mistis @P_C_HORROR @IDN_Horor
@bacahorror_id @Penikmathorror @threadhororr
#bacahorror #penikmathorror #ceritahorror #threadhorror @Imatsirat @Wisanggeni2023 Image
Barito 1960
Dapat penulis ceritakan bahwa Sindai merupakan seorang perempuan cantik yang akan segera menikah dengan seorang pria dari kampung lain, akan tetapi kebiasaan Sindai adalah setiap pagi berangkat menyadap karet di belakang rumahnya.
Pagi itu ibunya berkata, “Sindai kamu mau kemana, kamu tidak boleh berangkat menyadap getah hari ini, pantangan, besok kamu akan melangsungkan pernikahan!”ucap sang ibu, tapi Sindai bersikeras berangkat menyadap karet dan berkata kepada ibunya “perkawinannya kan besok bu,
Read 95 tweets
Mar 9, 2024
Dari jarak pandang yang cukup dekat Safuan baru sadar itu siapa, "Tang, Tatang?" teriak Safuan mengenali pemuda tersebut, "siapa kamu, Polisi ya?" sahut sang pemuda yang dipanggil Tatang oelh Safuan.
"Terlalu mabuk mungkin," ucap Dirjo menimpali, "siapa yang kau perkosa?" Pak Komar mencoba bertanya menaggapi ocehan Tatang, “siapa kamu? Siapa? Malaikat kah?" jawab Tatang meracau ia memang tampak mabuk, mungkin iaminum terlalu banyak,
bau alkohol mengoar saat jaark mereka semakin dekat.

"AKU TUHAN!" Dirjo menjawab dengan suara yang dibesar-besarkan, dan dugaan Dirjo benar, Tatang lari ketakutan.
Read 100 tweets
Jan 15, 2024
TITIAN RAPUH
Mengharap temu atas jiwa raga dan sukmamu dalam satu ruang waktu.

A TREAD BAB 01 PUPUS

Ijin tag,@IMatsirat @kruwik_1209 @ptriaprl84
@PuisiTerkini @hahahaditha @chikodunia @KeanuMam @NaraRara21 @erwinhartawan44
@wiwitpuji56 @peppychristian1 @NaraRara17
@ArifKakung Image
DISCLAIMER: Tempat kejadian dan nama tokoh kami samarkan, alur dan narasi cerita juga kami buat sesuai keperluan penulisan. Dengan ijin Gusti Pengeran dan ijin nara sumber akhirnya saya diberi keberanian serta keluasan hati dan fikiran untuk menulis kisah ini.
Mohon bijak menyikapi kisah ini, karena tujuan menulis hanya untuk menghibur, semoga ada pelajaran yang bisa dipetik. Selamat membaca!

ijin tag:@AiraNtieReal @benbela @iamjayasastra @Uswatun48203921 @creepylogy_ @RDjafis @Fatkhun_elf @karyakarsa_id @Rmurtianto80 @netrasandekala
Read 36 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(