Brii Profile picture
Oct 1, 2020 90 tweets 10 min read Read on X
Kita Lanjut cerita pengalaman Alena dan teman-temannya ketika menginap di villa seram pangandaran ya.

Simak kisah mencekamnya di sini, di Briistory.

Ingat, jangan baca sendirian, kadang "mereka" gak hanya sekadar hadir dalam cerita.

***
Teman-teman yang lain begitu menikmati suasana pagi hingga menjelang siang di pantai, tapi aku masih saja memikirkan kejadian yang baru saja terjadi di villa.

Gak mau merusak suasana, aku bersikeras untuk gak menceritakannya ke teman-teman.
Singkat cerita, kamis pagi itu kami habiskan dengan menikmati suasana pantai.

Setelahnya kami pulang kembali ke villa.

Masih jam 12, kami sudah sampai di villa. Tapi, sementara teman yang lain langsung istirahat, aku malah berkeliling untuk melihat-lihat lingkungan sekitar.
Saat itulah aku baru sadar kalau ternyata halaman belakang sangat luas, sampai-sampai pagarnya nyaris gak kelihatan, karena jauh dan juga tertutup pepohonan serta rumput ilalang.
Beberapa pohon besar berdiri tegak, membuat suasana menjadi agak teduh walaupun sinar matahari menyengat terik.

Aku terus berjalan berkeliling melihat-lihat.
Bagian yang masih dekat villa memang kelihatan terawat dan rapih, tapi berbeda ketika sudah agak menjauh, mendekati pagar, rumput liar dan ilalang tumbuh tinggi, dedaunan kering berserakan.
“Waahh, Pak Ilham ngerawat bersihin cuma yang deket-deket villa aja nih.” Begitu gumamku sendirian.
Langkahku berhenti ketika hanya tinggal beberapa meter saja dari pagar.

Pagar tembok yang harusnya berwarna putih, tapi sudah kusam terlihat.

Pagar ini gak tinggi, hanya setinggi dada orang dewasa, jadi aku masih bisa melihat pemandangan yang ada di baliknya.
Lanjut melihat-lihat sekitar,
Semilir angin berhembus hangat, menerbangkan dedauanan jadi terangkat. Sesekali aku menyeka butir keringat yang jatuh bergulir di wajah.
Suasananya sangat sepi, gak terdengar suara selain suara ranting daun pohon tertiup angin, benar-benar sepi.
Sangat suka situasi seperti ini, gak ada kebisingan, gak ada hiruk pikuk memekakkan telinga.

Aku senang, sungguh suasana yang menenangkan.
Sambil kaki menendang-nendang dedaunan kering, aku melangkah pelan menyusuri pagar tembok belakang, dari sisi kanan ke sisi kiri.

“Loh, kok ada rumah?”
Langkahku terhenti, ketika melihat ada satu bangunan di luar pagar, di sebelah kiri belakang. Jaraknya gak terlalu jauh, kira-kira hanya sekitar 20 meter dari tempatku berdiri.
Bangunan berbentuk rumah biasa, gak bertingkat, ukurannya gak besar tapi gak bisa dibilang kecil, atapnya terbuat dari genteng tanah yang sudah berwarna gelap. Dinding depannya putih kusam.
Aku dapat melihat jelas semuanya karena rumah ini gak berpagar, hanya rumput ilalang berdiri agak tinggi yang sedikit menghalangi pandangan.

Sama juga, rumah ini berdiri sendirian, gak ada bangunan lain di kanan kirinya.
Yang agak aneh, kalau diperhatikan, ternyata gak ada akses jalan menuju rumah itu, sama sekali gak ada meskipun hanya jalan setapak. Sekelilingnya hanya rumput liar semak belukar setinggi pinggang, seperti yang aku bilang tadi.
Melihat semuanya, aku mengambil kesimpulan kalau rumah itu sepertinya rumah kosong, gak berpenghuni. Pada bagian depan, ada pintu dan dua jendela, satu jendela sepertinya jendela kamar, jendela yang lebih besar adalah jendela ruang tamu.
Jendela yang besar ini berbentuk kusen kayu dengan permukaan kaca, beberapa kacanya ada yang pecah.

“Serem amat itu rumah kosong.” Pikirku dalam hati setelah melihat semuanya, kemudian berniat untuk melangkah pergi dari situ.
Tapi, ketika hendak melangkahkan kaki, aku melihat sesuatu,

Kelihatan ada seseorang berada di dalam rumah itu.

Ada orang di dalam rumah? Bukannya itu rumah kosong?

Ya makanya, aku jadi tertarik untuk memperhatikan, alih-alih pergi meninggalkan.
Walaupun gak terlalu jelas, tapi aku bisa melihat ada anak kecil sedang berdiri di balik jendela kaca, berdiri diam dengan wajah yang gak kelihatan jelas.

Yang pasti, itu anak perempuan, berpakaian terusan warna gelap, rambutnya tergerai panjang.
Dia terus saja berdiri, sepertinya berdiri menatapku. Kami saling bertatapan walaupun sinar mentari siang memantul dari jendela kaca.

Itu siapa?

Anak siapa?

Ngapain dia sendirian di rumah kosong itu?

Banyak pertanyaan di dalam kepala,
Beberapa saat lamanya kami berposisi seperti itu.

Hingga akhirnya aku mendengar teriakan memanggil dari belakang.
“Neng, hati-hati, suka ada ular di belakang situ.”

Ternyata Pak Ilham, dia ternyata sudah berdiri di belakang villa, entah sejak kapan dia sudah berada di situ.

“Iya Pak.” Jawabku sambil tersenyum kepadanya.
Beberapa detik lamanya aku mengalihkan pandangan dari sosok anak kecil tadi, hanya beberapa detik. Tapi, setelah aku kembali memandang ke rumah kosong itu lagi, ternyata anak perempuan itu sudah menghilang, gak kelihatan lagi.
“Pak, itu yang ada di belakang rumah siapa ya? Punya pemilik villa ini juga?” Tanyaku kepada Pak Ilham ketika aku sudah bersamanya.

“Bukan neng, itu mah beda pemilik. Punya orang Bandung juga, tapi udah lama gak diurus, gak tau kenapa.” Jawab Pak Ilham.
“Jadi itu rumah beneran kosong Pak? Gak ada yang tinggal di situ?”

“Ya gak ada lah neng, rumahnya udah gak keurus pisan gituh.”
Aku gak melanjutkan bertanya, gak berani, takut ada pernyataan Pak Ilham yang nantinya bisa jadi akan membuatku ketakutan. Lebih baik diam dan gak membahasnya lagi.

Kemudian aku masuk ke dalam Villa, sementara Pak Ilham menyiapkan ikan bakar sebagai menu makan siang kami.

***
“Al, ke depan yuk bentar. Anterin gw beli rokok.”

Sore itu ketika kami sedang kumpul di ruang tengah, tiba-tiba Devin mengajakku ke luar.
“Bawa mobil gak?” Tanyaku.

“Jalan aja ah, ke warung depan aja kok.” Jawab Devin.

Ya sudah, lalu kami berdua berjalan kaki menuju toko di depan, Bayu dan Della tetap di villa.
Toko kecil yang kami tuju jaraknya mungkin sekitar 200 meter, agak jauh memang, jarak ini memberikan kami waktu untuk berbincang panjang lebar.

Berbincang panjang lebar? Iya ternyata Devin mengajak pergi ada tujuannya, dia ingin mengutarakan sesuatu.
“Gw pingin ngomong ama elu nih.” Begitu Devin bilang membuka percakapan.

“Apaan sih Dev, tumben-tumbenan.”

“Gw gak mau ngomong depan Bayu ama Della, ama elu aja dulu deh.”

“Ada apaan sih emang?” Aku semakin penasaran.
“Lo ngerasa ada yang aneh sama villa itu gak sih Al? Jawab yang jujur ya.”

Aku agak kaget mendengar pertanyaan Devin, kami sampai berhenti melangkah sebentar karenanya.
“Lo knapa nanya begitu?” Aku bertanya balik.

“Dari kmaren kita dateng, feeling gw udah gak enak sama villa ini.”

“Gak enak gimana?”

“Gak enak aja, agak serem gitu perasaan.”
Sesampainya di toko, kami lalu duduk di warung kopi yang ada di sebelahnya, lanjut berbincang di situ.

“Nah, semalam kayaknya gw liat hantu deh Al.” Begitu Devin bilang to the point.

“Hantu? Hantu apaan? Di mana?” Tanyaku.

Lalu Devin bercerita panjang lebar.
Devin bilang, sepulangnya dia dari luar untuk membeli minuman bersama Bayu, dia melihat sesuatu. Kebetulan, kemarin malam Devin yang duduk di belakang kemudi.

Sesampainya mereka di depan villa, Bayu turun untuk membuka pagar supaya mobil bisa masuk.
Nah pada saat itulah Devin melihat sesuatu di teras atas, dia melihat ada perempuan sedang berdiri sendirian.
Awalnya, Devin pikir itu aku atau Della, karena ketika mereka pergi aku dan Della memang sedang di teras atas. Tapi setelah lampu mobil sudah benar-benar menyorot ke depan rumah, akhirnya dia yakin kalau yang sedang berdiri itu bukan aku atau Della.
“Pas gw tegesin lagi, ternyata itu bukan kalian, karena penampakannya kayak anak kecil, masih SD gitu, perempuan, rambutnya panjang. Dia berdiri aja, diem di teras atas.”

“Serem Al, gak mungkin itu orang, pasti setan, hiiii, merinding lagi gw.”

Begitu cerita Devin.
Mendengar itu, akhirnya aku ceritakan semua kejadian yang aku alami kemarin dan tadi pagi, tentang suara langkah kaki di lantai atas dan depan toilet, serta penampakan anak kecil di rumah kosong yang ada di belakang villa.
“Nah, klop kan, ternyata lo juga ngerasain. Aduuhh, gimana nih Al? Mana udah dibayar sampe hari minggu nih villa. Asli, gw takut.”

“Ya udahlah, gak usah dipikirin, kita senang-senang aja, cuekin. Semoga gak muncul lagi.” Begitu jawabku, pura-pura tegar.
Kenapa Devin memutuskan hanya menceritakan semuanya kepadaku? Karena Bayu dan Della sangat penakut, parnoan. Kalau sampai mereka tahu tentang kejadian ini, dijamin langsung minta pergi meninggalkan villa dengan segera.

***
Malam menjelang, malam jumat.

Sekitar jam sembilan kami baru saja sampai di villa, sejak jam setengah tujuh menghabiskan waktu di pinggir pantai. Sengaja mengunjungi pantai untuk merasakan suasannya pada malam hari.
Tapi, sesampainya di depan pagar villa, kami semua sempat berdiri diam, gak langsung melangkah masuk karena ada yang aneh, kami melihat villa dalam keadaan gelap gulita, sama sekali lampu gak ada yang menyala.
“Kenapa gelap ya? Kan tadi lampu udah kita nyalain semua.” Ucapku membuka percakapan.

“Iya, gw yakin kok tadi terang, lampu nyala semua.” Kata Bayu menimpali.
“Mati lampu mungkin?” Tanya Della pelan.

“Gak ah, sepanjang jalan ke sini tadi rumah-rumah lain nyala semua lampunya, masa kita doang yang mati lampu.” Devin akhirnya bicara.

“Iya, bukan mati lampu deh, itu tv di dalam nyala.” Ucapku kemudian.
Tv nyala? Iya, ternyata aku melihat ada cahaya dari ruang tengah, dari jendela yang tirainya tertutup pun kami dapat menebak kalau cahaya dari dalam itu berasal dari layar tv yang menyala.

Kok bisa? Semua lampu mati tapi tv menyala sendirian?
Sebentaran, aku dan Devin saling berpandangan, melempar gelagat yang sama, gelagat keanehan.

“Ya udahlah, masuk aja yuk, mungkin ada terminal yang ngejepret.” Begitu Devin bilang, coba menenangkan.

Kami akhirnya masuk.
Benar, setelah sudah berada di dalam, cahaya terang yang kelihatan dari luar tadi ternyata memang dari layar tv. Dan benar juga, semua lampu di dalam dalam keadaan mati.

Hmmmmm..
Setelahnya, kami berempat langsung menyalakan semua lampu, membuat seisi villa jadi terang kembali, lalu beraktivitas normal seperti biasanya, coba gak memikirkan keanehan yang baru saja terjadi, khususnya aku dan Devin.
Kemudian malam semakin larut, kami masih terus berbincang di ruang tengah lantai bawah, di depan tv.
Semilir angin terasa lebih kencang dari hari sebelumnya, semilir dinginnya masuk ke dalam melalui lubang-lubang ventilasi.

“Malam ini anginnya kenceng ya, dingin pula.” Ucap Della.

“Iya nih, dingiiiiinn.” Aku menimpali.
“Guys, malam ini kita tidur sekamar aja ya, biar bisa ngobrol sambil nunggu ngantuk gitu.” Devin melempar ide, aku sepertinya mengerti maksud dia.
Devin kelihatan mulai ketakutan, raut wajahnya beberapa kali memandangku dengan tatapan aneh, seperti memberi kode.

Benar, aku mengerti maksudnya, kami berdua berfikir kalau tidur berempat dalam satu kamar mungkin akan bisa menghindari sesuatu yang gak diinginkan.
Gak bisa dipungkiri, setelah kejadian lampu mati semua tapi tv menyala tadi, perasaanku jadi semakin gak enak, semakin menyadari kalau ada yang aneh dari tempat ini.
Sukurlah, Bayu dan Della setuju dengan ide Devin, akhirnya kami memutuskan untuk tidur berempat, tidur di kamar atas yang dekat teras.

Sekitar jam sebelas, kami semua masuk kamar, seluruh lampu kami biarkan menyala.
Di dalam kamar, sebentar kami masih berbincang, tapi kemudian satu persatu akhirnya tidur.

Kami semua terlelap..

***
Awalnya gak tahu saat itu jam berapa, tapi tiba-tiba aku terbangun.

Kamar dalam keadaan gelap, hanya sedikit cahaya dari luar yang membantu penglihatan.
Aku mengambil ponsel yang tergeletak di samping bantal, lalu melihat ke layarnya, ternyata masih jam satu, kira-kira baru dua jam kami tertidur.

Aku yang tidur di sisi ranjang, dapat melihat kalau Bayu dan Devin masih di posisinya masing-masing, tidur di lantai.
Sementara aku dan Della di atas tempat tidur.

Tapi tunggu, ternyata Della gak ada di sebelahku, dia gak ada di tempat tidur.

Ke mana Della?
“Ah mungkin dia ke kamar mandi.” Begitu pikirku dalam hati, karena melihat pintu kamar agak terbuka sedikit, mungkin itu pertanda kalu Della memang sedang ke kamar mandi.

Dari celah pintu itu aku dapat melihat lampu ruang tengah dalam keadaan mati, jadinya temaram.
Sedikit perang bathin, logikaku mengatakan gak mungkin Della keluar kamar sendirian, kalau harus ke kamar mandi dia pasti akan membangunkanku untuk menemaninya, gak akan mungkin berani sendirian.

Lalu kenapa pintu kamar dalam keadaan terbuka?
Tapi aku terus memaksa diri untuk berpikir positif, coba menyingkirkan pikiran-pikiran jelek dan seram yang terus memaksa masuk ke dalam kepala.

Aku hanya bisa diam, menunggu Della kembali ke kamar.
Satu menit..

Dua menit ..

Tiga menit..

Lima menit berlalu, belum juga ada tanda-tanda Della datang.

Mulai semakin ketakutan bercampur panik, menit berikutnya aku berniat untuk membangunkan Devin dan Bayu, agar kami dapat mancari tahu keberadaan Della bersama-sama.
Tapi, belum aku membangunkan mereka, tiba-tiba perhatianku teralihkan.

Aku melihat kalau ada yang sedang berdiri di luar, berdiri di depan pintu..

Della kah? Bukan, itu bukan Della.
Ada anak kecil yang sedang berdiri di depan pintu, dalam temaramnya cahaya aku masih dapat melihatnya dengan jelas.
Anak perempuan mengenakan baju berwarna gelap, rambutnya panjang tergerai ke belakang.

Aku terpaku melihatnya, anak perempuan itu tetap berdiri diam sambil menatapku.
Beberapa saat lamanya aku seperti terhipnotis.
Kami berpandangan.

Sampai kemudian, tiba-tiba dia tersenyum, tertawa..

“Hihihihihihi..”

Lalu lari ke arah kiri, menuju tangga.

Aku seperti tersentak, lalu tersadar, kemudian merinding ketakutan.

Lemas tubuhku kemudian.
Beberapa detik kemudian, jantungku kembali seperti berhenti, karena tiba-tiba anak perempuan itu muncul lagi, kali ini dia berlari ke teras depan, berlari sambil tertawa riang.

Aku semakin ketakutan..
Hanya berselang beberapa detik, anak itu lalu kelihatan lagi, balik lagi berlari menuju tangga, aku melihat semua itu masih dari celah pintu kamar yang terbuka.

Cekam belum berhenti di saat itu, masih berlanjut.
Beberapa detik setelah anak itu kelihatan sekelebat lari ke arah tangga, tiba-tiba aku melihat Della,

dia berjalan cepat dari arah teras menuju tangga juga, dari gesturnya dia seperti mengejar anak perempuan tadi, Della terdengar sambil tertawa pelan.
“Della..” Reflek aku memanggilnya.

Tapi Della cuek, dia terus saja berlari kecil menuju tangga.
Aku yang penasaran, kemudian berdiri lalu menuju pintu, belum berani langsung keluar kamar.

Dari pintu aku melongokkan kepala, melihat ke arah tangga.
Aku melihat Della sedang berdiri diam persis di depan tangga, dia gak bergerak sama sekali menghadap ke tangga bawah, membelakangiku.

“Della..” Sekali lagi aku memanggilnya, tapi sekali lagi dia gak memberi respon.
Akhirnya, perlahan aku memberanikan diri untuk melangkahkan kaki, untuk mendekat ke tangga, tempat di mana Della berada.

Sangat pelan aku mekangkah, rasa takut dan penasaran campur aduk menjadi satu.
Sampai kemudian, akhirnya aku hanya tinggal satu langkah lagi untuk berada persis di samping Della. Tapi, pada posisi ini aku berhenti, diam gak bergerak, pandanganku tertuju ke tempat yang sepertinya Della juga sedang memandang ke sana, ke ujung tangga bagian bawah.
Napasku sesak, lalu merasakan hawa panas yang tiba-tiba mengalir dari punggung lalu manjalar ke seluruh tubuh, aku melihat sesuatu yang menyeramkan di ujung bawah tangga..
Ada perempuan yang sedang berdiri, perempuan dengan wajah yang mengerikan, menyeringai menunjukkan mimik seram.

Sosok perempuan itu gak sendirian, tangan kirinya menggandeng anak perempuan yang berdiri diam juga, tapi tawa kecilnya terdengar pelan cekikikan, “Hihihihihi..”
Beberapa belas detik lamanya kami terus berposisi seperti itu.
Hingga akhirnya, entah dapat kekuatan dari mana, aku meraih tangan Della lalu menariknya mundur.

Della seperti dalam keadaan gak sadar, namun matanya terbuka lebar, wajahnya datar tanpa ekspresi.

Aku terus menariknya menuju kamar.
Setelah sudah berada di dalam kamar, aku menutup pintu.

“Bayu, Devin, bangun..!” Dengan suara pelan, aku membangunkan dua teman laki-lakiku, sambil mengguncang-guncang tubuh mereka.
“Della kenapa Al?” Tanya Bayu ketika sudah bangun dari tidurnya, dia aneh melihat Della berdiri di pojok kamar.

Sementara Devin, dia langsung berdiri lalu mencari kunci mobil, dia seperti sudah tahu apa yang sedang terjadi.
Kemudian, Della menangis pelan, tapi masih saja belum berbicara sepatah kata pun juga, hanya menangis.
“Kita cabut, kita pergi dari villa ini.” Kata Devin.

Aku setuju. Bayu juga begitu, tanpa banyak tanya dia langsung berdiri dan siap-siap keluar kamar.
“Lo duluan Dev. Hati-hati di tangga, tadi ada di situ.” Bisikku ke Devin.

“Lo sama Bayu bawa Della ya” Kata Devin lagi. Aku dan Bayu mengangguk pelan.
Kemudian kami keluar kamar, Devin berjalan paling depan, Aku dan Bayu mengikuti di belakangnya sambil memeluk Della yang masih terus saja menangis.
Sampai juga kami di tempat di mana tadi aku sebelumnya melihat sosok menyeramkan bersama anak kecil, tangga ke bawah.

Sukurlah, dua sosok itu sudah menghilang, gak ada di tempatnya lagi.

Buru-buru kami melangkah, menuruni tangga lalu berjalan cepat ke pintu keluar.
Di luar, kami langsung masuk ke dalam mobil, Devin duduk di belakang kemudi. Lalu perlahan mobil meninggalkan halaman villa.
Ketika sudah berada di luar pagar, aku yang duduk di kursi belakang, menoleh lagi ke arah villa. Saat itu aku melihat sosok perempuan bersama anak kecil itu lagi, mereka sedang berdiri di atas teras, bergandengan tangan, menatap kami yang berjalan terus menjauh pergi.
Setelah sudah cukup jauh, barulah Della seperti tersadar.

“Ini kok kita ada di mobil? Mau ke mana? Ada apa sih?” Tanya Della, dia terlihat gak tahu sama sekali tentang peristiwa seram yang baru saja terjadi.

***
Hai, balik lagi ke gw ya Brii.

Begitulah, petualangan mencekam dari empat sahabat ketika berlibur di Pangandaran.

Sampai jumpa dengan cerita gw berikutnya.

Tetap sehat, supaya bisa terus merinding bareng.

Met bobok, semoga mimpi indah.

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Feb 22
Mungkin penghuni lama hanya ingin berkenalan, menunjukkan eksistensi kepada kita yang baru datang. Tapi sering kali, caranya sangat menguji nyali.

Indra, ingin berbagi pengalaman seram ketika bekerja di pergudangan tua di Cianjur.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
“Emang begini keadaannya, tinggal dibersihin dikit aja udah enak deh, hehe,” kata Kang Ijal, sambil cengengesan.

Buset, ini si udah kayak gudang gak keurus, berantakan banget, akan kerja keras aku membereskannya.
“Nanti, Mas tinggal di sini bareng Pak Rony, dia di kamar depan, sekarang orangnya lagi mudik, biasanya nanti malam atau besok pagi udah balik lagi ke sini,” kata Kang Ijal lagi.

Aku masih terus memperhatikan ruangan yang nantinya akan aku gunakan sebagai kamar tempat tinggal.
Read 108 tweets
Feb 8
Kadang kita disuguhi kejadian seram ketika berkendara melintas malam, tertuang dalam fragmen gelap berbalut kengerian.

Salah satu teman akan berbagi cerita klasik seram ketika melintas di Jalur Purwakarta Bandung pada tahun 1996.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Normalnya, Purwakarta Bandung bisa ditempuh dalam kisaran satu sampai dua jam saja, tapi kalau aku biasanya santai, jadi seringnya sampai dua atau malah tiga jam lebih kalau harus beristirahat makan dulu di satu rumah makan.
Belum terlalu lama aku rutin berkendara sendiri rute Jakarta Bandung, semua berawal dari dua bulan lalu ketika harus berkantor di Jakarta, sementara Istri dan anak-anak tetap tinggal di Bandung.
Read 97 tweets
Dec 7, 2023
Pedalaman Sumatera menyimpan banyak cerita, jejak seram tergelar nyaris di setiap sudutnya.

Salah satu teman akan menceritakan pengalamannya ketika mengalami kejadian mengerikan di perkebunan bambu di dalam hutan Sumatera, simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
“Satu batang lagi, ah”

Aku bergumam sendiri, sambil memandang jalanan di depan yang kosong, gak ada kendaraan sama sekali, hanya gelap tanpa penerangan.

Aku duduk sendirian di depan gubuk kecil pinggir jalan yang letaknya di tengah-tengah antah berantah di belantara Sumatera.
Gak tahu pasti di daerah mana aku berada saat ini, hampir jam dua belas tengah malam, ponselku mati kehabisan baterai, sempurna.
Read 130 tweets
Sep 28, 2023
Panti Asuhan yang terletak di tengah-tengah hutan kecil, banyak cerita dan peristiwa seram di dalamnya. Dalam rentang waktu pertengahan 1990-an, semuanya akan tertuang di series “Panti Asuhan” ini.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti di tengah-tengah hutan, walaupun terbilang kecil tetapi hutan ini cukup banyak menampung pepohonan, berbagai jenis pohon ada, dari yang kecil sampai yang menjulang tinggi, dari yang jarang sampai yang lebat dedaunan, rumah panti asuhan berdiri hampir di tengah hutan kecil ini. makanya, sepanas apa pun kondisi cuaca, lingkungan panti tetap terasa relatif sejuk dan segar udaranya.
Akan makin terasa suasana hutan di waktu pagi, udara sejuk terbilang dingin di mana embun tebal menghias permukaan lingkungan panti dan sekitarnya, sampai sang embun menghilang terkikis oleh hangatnya sinar mentari.
Read 57 tweets
Sep 21, 2023
Gambaran kehidupan penghuni Panti Asuhan di kota kecil di Banten, pergulatan dalam menjalani hidup yang harus juga berjuang menghadapi banyak keanehan dan kejanggalan menjurus seram yang terjadi di dalam Panti.

Series seram terbaru, Panti Asuhan, hanya di Briistory..

*** Image
~Pada suatu malam, di pertengahan tahun 1995~

Bu Bertha selalu paling awal duduk di meja makan, kursi paling ujung di deretan sebelah kanan. Malam itu juga sama, beliau sudah duduk dengan senyum khasnya. Perempuan berdarah Batak dengan kerut tegas di wajah, rambut panjang yang sudah beruban tergerai sampai bahu, seperti biasa dia berpakaian terusan panjang bermotif bunga.
“Ayoook anak-anak, sudah waktunya makan, sudah siap semua ini,” Bu Bertha berteriak begitu, tiba-tiba.

Sudah jam tujuh malam, tepat, tidak kurang tidak lebih, waktunya makan malam. Banyak kursi mengelilingi meja panjang berbentuk oval, kursi yang biasanya tidak terlalu lama untuk habis dipenuhi oleh para penghuni panti setelah ada aba-aba teriakan dari Ibu Bertha. Dan benar, setelah itu para penghuni langsung meninggalkan semua kegiatannya, yang rata-rata sedang belajar dan mengaji, bergegas menuju meja makan.
Read 55 tweets
Sep 14, 2023
Banyak dari kita yang secara sadar atau gak sadar pernah merasakan kengerian di tempat kerja dengan bermacam bentuk. Bisa jadi, besok atau lusa, kita akan merasakannya (lagi).

Salah satu teman menceritakan pengalaman seram di kantornya. Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Hilir mudik beberapa pekerja kantoran di depan gedung ini seenggaknya bisa membuatku tenang sedikit, setelah baru saja mengalami kejadian yang sungguh membuat shock.

Menyalakan rokok, lalu meghisapnya dalam-dalam, berikutnya kepulan asap tebal keluar dari mulutku, what a relieve, “Untung aja masih rame,” pikirku dalam hati.

Kantorku ini letaknya bukan yang di pusat perkantoran Jakarta seperti Sudirman Thamrin atau Kuningan, tapi masih tetap cukup ramai, yah namanya juga Jakarta. Gedung tempatku bekerja ini letaknya di bilangan Jalan Simatupang Jakarta Selatan, terhitungnya sih masih gedung baru kalau dibandingkan dengan gedung-gedung yang ada di sekitarnya, bentuk gedungnya juga cukup modern, bukan yang kaku seperti gedung lama pada umumnya, letaknya gak jauh dari Citoz lah.

Ini belum terlalu malam, masih jam setengah sepuluh, kenapa aku masih di kantor? Karena jobdesk-ku memang mengharuskan begitu. Aku sebagai Admin Marketing Support terpaksa kerja sampai malam kalau rekan-rekan marketing sedang ada event pameran di luar kantor, aku harus menunggu mereka untuk balik ke kantor dan melaporkan hasil penjualan hari itu. malah beberapa kali aku baru bisa pulang nyaris tengah malam.

Sama juga dengan malam ini, aku masih menunggu rekan marketing untuk pulang, katanya sih jam 10 mereka baru selesai pameran.

Iya, seperti yang aku bilang di awal tadi kalau aku keluar kantor ini ada alasannya, kurang lebih untuk menenangkan diri, menenangkan diri dari apa? Akan aku ceritakan semuanya dari awal.

***
~kira-kira satu jam sebelumnya~

“Ah, paling tertiup angin”, aku pikir begitu.

Beberapa detik sebelumnya aku terkejut kaget ketika tiba-tiba pintu gudang bergeser terbuka sendiri, gudang itu letaknya di belakang mejaku tapi gak benar-benar persis dekat di belakang, jaraknya agak jauh sekitar 20 atau 25 meter, tapi suara pergeseran itu jelas kedengaran karena hanya tinggal ada aku saja di ruangan besar ini, pergerakan pintu yang terbuka secara perlahan.
Read 45 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(