Sudah lama banyak ahli khawatir bahwa jumlah utang negara yang membengkak terus berbahaya. Bahkan ada tokoh nasional yang mengatakan bahwa jumlah uang dengan mudah akan menyentuh angka Rp. 10.000 triliun, dan Defisit jauh melampaui 3%.
Memang membingungkan,krn tadinya dikatakan utang negara maksimum haruslah 30% dari PDB. Ketika melampaui dikatakan negara lain byk yg sudah 100% akan meningkat terus. Ketika ada anggota DPR yg mengatakan bhw itu melanggar UU, UU-nya lantas dilibas dgn PERPU yg disetujui oleh DPR.
Bagi saya utang yang sebanyak-banyaknya sangat menguntungkan. Contoh dengan angka-angka yang sederhana sbagagai berikut.
Pengusaha berusaha dengan Modal Sendiri sebesar Rp. 100.000.000
Laba neto sebesar Rp. 20.000.000 atau 20% dari Modal Sendiri.
Pengusaha menjadi lbh pandai,dia berhutang 90% & menggunakan Modal Sendiri hanya 10%. Untuk hutang yang 90% pengusaha membayar bunga 6%.
Perhitungannya menjadi sbg berikut:
Laba neto Rp. 200.000.000
Dikurangi bunga sebesar 6% atau Rp. 5.400.000.
Laba neto menjadi Rp. 14.600.000.
Kalau laba neto setelah membayar bunga ini dinyatakan dalam persen dari Modal Sendiri menjadi (14.600.000 : 10.000.000) x 100% = 146%
Jadi berusaha tanpa utang Yield terhadap Modal Sendiri hanya 20%.
Tetapi Hutang sebesar 90% dari keseluruhan modal yang dibutuhkan, Yield terhadap Modal Sendiri melonjak menjadi 146%.
20% versus 146%. Kok dikatakan berbahaya. Gimana sih?
Atau saya yang salah. Salahnya di mana ya?
Kwik Kian Gie
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
10 Mei 2020
Presiden Joko Widodo cukup lama yang lalu memberi pernyataan bahwa beliau adalah satu-satunya Presiden yang berani menghapus Subsidi BBM secara total. Apa artinya ini ?
Artinya ialah bahwa harga bensin di Indonesia harus atas dasar harga minyak mentah di pasaran dunia.
Nah, harga minyak mentah di pasaran dunia sekarang ini adalah US$ 24 per barrel. 1 barrel = 159 liter. 1 US$ = Rp. 15.000.
Jadi harga minyak mentah per liter dalam rupiah adalah (24 : 159) x Rp. 15.000 = Rp. 2.264
Biaya Lifting (penyedotan) tidak ada, karena minyak mentah diimpor. Gantinya adalah biaya transport dari negeri eksportir ke Indonesia.