Brii Profile picture
Mar 4, 2021 79 tweets 9 min read Read on X
Terkadang, alam bawah sadar merasakan hal yang semestinya gak kita rasa,

Semu hampa sisi lain selalu membuat nurani terpana, walau mata jelas terbuka, sampai akhirnya “takut” menghentikan laju nyali.

Mari simak kisah seram sekali lagi, hanya di sini, di Briistory..

*** Image
Sekali lagi aku melirik kaca spion, bapak itu masih ada, duduk diam paling belakang sambil menatap ke luar, senyum terus mengembang di wajahnya yang terlihat bersih, terpancar rona bahagia.
Di sebelah Bapak itu ada seorang ibu dan anak lelakinya, si Ibu terus-terusan menangis, sementara anaknya terus menenangkan ibunya.
Drama hidup yang sudah sering aku saksikan ini belum juga membuat jadi terbiasa, melihat dan mendengar orang yang sedang dalam kesedihan karena salah satu anggota keluarga terbaring kritis, tetap membuat hati dan perasaanku bergetar juga. Aku jadi ikut sedih, selalu begitu.
Sementara Doni, perawat yang ikut dalam penjemputan, terdengar masih terus memberi perawatan kepada pasien yang tengah terbaring.
Jalanan Jakarta tergolong sepi, tentu saja karena masih jam dua pagi.

Sebentar lagi sampai, rumah sakit hanya tinggal beberapa ratus meter jaraknya. Ingin cepat-cepat sampai saja rasanya.
Suara serine terus memekak telinga, mengiringi ambulan yang sedang aku kemudikan melaju dengan kecepatan tinggi.
Perempuan muda, usia 20an tahun, parasnya cantik, rambut panjangnya tergerai sampai bahu, dia duduk depan, di sebelahku, sejak dari rumahnya tadi tempat aku menjemput.
Dia sepertinya adalah adik dari laki-laki yang duduk di belakang. Sama seperti ibunya, air mata perempuan ini terus mengalir sepanjang perjalanan, walau sama sekali aku gak mendengar suaranya.
Akhirnya, gerbang rumah sakit sudah kelihatan, aku lalu mengurangi kecepatan.
Ambulan aku bawa masuk gerbang, ketika kami sudah benar-benar sampai, gedung UGD menjadi tujuan.

Aku menghentikan kendaraan di depan pintu UGD, lalu dengan sigap beberapa perawat membuka pintu belakang untuk mengeluarkan pasien. Aku terus memperhatikan semuanya.
Tapi, ada yang aneh, kenapa aku gak melihat bapak yang duduk paling belakang tadi?, bapak yang selalu memperhatikan ke luar, Bapak yang ketika aku lihat selalu sedang tersenyum. Bapak itu gak kelihatan. Kemana dia?
Sama, perempuan yang duduk di kursi depan juga gak kelihatan lagi, padahal aku gak melihatnya turun kendaraan. “Ah, mungkin sudah turun tapi aku gak lihat.” begitu pikirku dalam hati.
Ya sudah, gak berpikir lebih jauh lagi, setrelah pasien dan keluarganya sudah turun kendaraan, ketika sudah selesai semua, aku lalu membawa mobil ambulan ini ke tempat parkirnya, di sebelah UGD.
Di saat-saat seperti inilah waktunya buat aku untuk beristirahat, setelah cukup lelah berkendara dengan kecepatan tinggi. Tugasku sudah selesai, hanya bisa berharap kalau pasien yang tadi aku antar bisa diselamatkan dan sembuh.
Aku menunggu di satu ruangan yang biasanya dijadikan tempat untuk beristirahat pekerja rumah sakit, entah itu perawat, dokter, atau yang lainnya. Mereka juga sama seperti aku, butuh sekadar menghela nafas ketika baru saja selesai bertugas.
Dan benar, sekitar satu jam kemudian Doni masuk ke ruangan, perawat yang menjemput pasien denganku tadi.

“Gak tertolong Mas, pasien yang tadi meninggal.” Doni bilang begitu ketika baru masuk.

“Innalillahi,”

Sedih aku mendengarnya.
“Tadi saya ngobrol sama anak-laki-lakinya, sepeninggal almarhum ayahnya sekarang hanya tinggal dia dan ibunya aja.” lanjut Doni.
“Tinggal berdua? Kan masih ada Bapak dan adiknya yang ikut kita tadi, Don,” Ucapku sedikit protes.

“Mas Anto ini gimana sih, yang meninggal itu Bapaknya. Sedangkan adiknya sudah meninggal juga dua tahun yang lalu, sakit katanya.”
“Kan tadi ada bapak-bapak di belakang bereng kamu Don, bareng pemuda laki-laki, Ibunya, dan adik perempuannya yang duduk di depan.”

“Mas, tadi itu, saya di belakang cuma bareng anak laki-laki pasien dan Ibunya aja, gak ada Bapak-Bapak.” Doni mulai agak tinggi nada bicaranya.
“Trus Bapak yang duduk di paling belakang itu siapa? Berkumis, agak gemuk, rambut sedikit ikal.”

“Ah, Mas Anto halu nih, hehe. Yang digambarin itu kok mirip dengan pasien yang meninggal tadi. Beneran, Mas, saya tadi cuma bertiga di belakang mendampingi pasien.”
“Trus, yang duduk di depan, sebelah saya siapa? Perempuan muda cantik.” tanyaku lagi.
“Sepanjang jalan tadi, gak ada orang yang duduk di depan. Mas Anto duduk sendirian, kami semua di belakang, gak ada yang duduk di depan selain Mas Anto.”
Begitu Doni bilang, dan dia sama sekali gak bercanda.

***
Aku Anto, bekerja sebagai supir ambulan di salah satu rumah sakit besar di Jakarta. Profesi ini sudah aku geluti sejak tahun 2009 lalu, sudah cukup lama. Awalnya, ini memang bukan jadi pekerjaan yang aku inginkan dan cita-citakan,
sama seperti kebanyakan orang aku juga ingin bekerja kantoran, tetapi nasib menggariskan demikian, aku harus mengabdikan hidup sebagai supir ambulan.
Rumah sakit tempatku bekerja juga bukan rumah sakit kecil, termasuk cukup besar malah, bangunannya menjulang tinggi di jalan besar yang terletak di selatan Jakarta.
Yayasan yang menaungi juga sangat menghargai pekerjanya, termasuk supir sepertiku. Makanya, sudah 10 tahun lebih aku bertahan, karena memang betah.
Dalam perjalanannya banyak pengalaman yang aku rasakan, pahit getirnya sudah aku alami, termasuk cukup banyak pengalaman menjurus seram, beberapa di antaranya sangat jauh di luar logika, gak masuk akal tapi kejadian
Satu pengalaman janggal menjurus seram sudah aku ceritakan di awal tadi, ketika ambulan yang aku kemudikan membawa penumpang “gelap”, dua penumpang ternyata sudah meninggal.
Seperti aku bilang tadi, banyak peristiwa yang sama sekali gak bisa diterima akal, susah untuk dipercaya, aku sendiri yang mengalaminya pun masih gak habis pikir, kok bisa semuanya terjadi
Salah satu contohnya lagi, kejadian yang aku alami ketika baru beberapa minggu pekerja, satu peristiwa yang aku sangat ingat detailnya sampai sekarang.
Waktu pertama kali masuk dulu, sebenarnya sudah ada satu supir ambulan, tetapi karena ambulan yang dimiliki oleh rumah sakit lebih dari satu, maka supir yang dibutuhkan juga harus lebih dari satu. Akhirnya, garis hidup menuntunku untuk masuk dan bekerja di rumah sakit ini.
Ada satu ambulan yang berbeda, kalau ambulan lain adalah kendaraan baru dan modern, yang ini ukurannya lebih kecil dan usianya sudah cukup uzur, bisa dibilang merupakan ambulan tua yang sebentar lagi akan dipensiunkan, namun masih layak pakai.
Bisa ditebak, akhirnya akulah yang ditugaskan untuk mengemudikan ambulan tua ini.

Kisah yang akan aku ceritakan adalah kejadian seram yang aku alami ketika mengendarainya, ambulan yang pasti sudah banyak cerita di belakangnya, saksi bisu banyak kisah sedih dan seram.

***
Pertengahan 2009, beberapa minggu aku baru mulai bekerja.

Semuanya berawal ketika aku ditugaskan untuk mengantar pasien menuju rumahnya di daerah Purwakarta, Jawa Barat.
Entah apa alasannya waktu itu, gak banyak tanya aku langsung menjalankan tugas yang diberikan.

Masih lekat dalam ingatan, waktu itu hari kamis, aku harus menuju purwakarta pada sore menjelang malam, berbarengan dengan padat kendaraan karena jam pulang kantor.
Benar saja, selepas maghrib aku terjebak dalam kemacetan jalan tol Jakarta Cikampek, volume kendaraan sangat tinggi gak mampu ditembus walaupun terang-terangan yang aku kemudikan adalah ambulan, kami tetap saja tersendat karena kendaraan lain seperti enggan untuk memberi jalan.
Untung saja pasien yang aku antar pulang ini kondisinya gak kritis, jadinya agak berkurang bebanku berkendara.
Singkat cerita, setelah menerobos padatnya jalan Jakarta Cikampek, sekitar jam 9 malam, kami sudah keluar tol dan mulai memasuki jalan biasa.
Tadinya aku pikir setelah keluar tol gak akan lama lagi akan sampai tujuan, tapi salah. Ternyata kami masih harus menempuh sekitar satu jam lagi perjalanan ke arah Subang, cukup jauh.
Tapi akhirnya perjalanan sampai di ujung juga, sekitar jam setengah sebelas kami sampai di rumah pasien.

Aku yang ditemani oleh satu orang perawat, Irawan, membantu pasien untuk turun dari ambulan bersama keluarganya.
Lega rasanya ketika tugas sudah selesai ditunaikan.

Setelah kami diajak untuk makan dan minum terlebih dahulu, jam sebelas aku dan Irawan kembali pulang menuju Jakarta.
“Mas Anto, saya nanti turun di terminal Purwakarta ya. Sudah dekat ke Bandung Mas, saya besok off dua hari, jadinya mau mudik aja sekalian, hehe.”
Irawan bilang begitu ketika kami baru saja meninggalkan rumah pasien. Dia memang orang Bandung, orang tuanya tinggal di kota kembang, makanya memutuskan untuk sekalian pulang karena sudah sampai di Purwakarta yang lebih dekat ke Bandung.
“Oh gitu, ya udah Mas. Sekalian mudik ya, tanggung udah di sini kan, Hehe.” Aku jawab begitu.

Begitulah, setelah Irawan turun nanti selebihnya aku akan berkendara sendirian menuju Jakarta.
Benar adanya, setelah sampai di lampu merah perempatan Purwakarta Subang Bandung, Irawan turun, kami berpamitan.

Setelahnya aku terus melaju, masuk jalan tol menuju Jakarta.

***
Jalan tol, jam 12 tengah malam, sudah sangat lengang walau masih cukup banyak kendaraan yang melintas.

Ambulan aku pacu dengan kecepatan sedang, melihat situasi jalan yang gak terlalu ramai dan gak ada yang perlu aku kejar, jadinya kecepatan tinggi gak terlalu diperlukan.
Ditambah, sadar kalau yang aku kendarai ini adalah kendaraan yang umurnya sudah gak muda lagi, dari pada nantinya terjadi kerusakan lebih baik aku menjalankannya dengan kecepatan normal, aman.
Benar, awalnya aman, tapi ketika mulai memasuki sepertiga perjalanan sesuatu mulai terjadi.
Sesekali aku merasakan kalau mobil seperti kehilangan tenaga, pedal gas yang aku injak tidak memberikan efek untuk melaju, tapi sebentar kemudian mesin kembali normal.

Hal ini berlangsung beberapa kali, aku jadi mulai was-was.
“Kenapa sih nih mobil.” Bergumam aku sendirian.

Kemudian mulai berdoa, semoga mobil dapat terus melaju sampai nanti di tujuan.

Terus aku berdoa sepanjang jalan.
Tapi ternyata takdir berkehendak lain, di kilometer 40 akhirnya mesin berhenti total. Untunglah aku masih sempat mengarahkan mobil ke bahu jalan sebelum mesin benar-benar mati.

Lewat tengah malam itu, aku terjebak di tengah jalan tol, dengan mobil mogok.
Untungnya, aku masih termasuk orang yang mengerti tentang mesin kendaraan, jadinya masih percaya diri untuk memeriksa kerusakan kenapa sampai mesin mati.

Di pinggir jalan itu, aku coba mencari tahu sumber kerusakannya.
Tapi aneh, entah sudah berapa kali aku memeriksa dan memperhatikan mesin mobil tapi gak melihat ada kerusakan, semuanya normal.

Sampai akhirnya menyerah, di titik ini aku coba menghubungi Pak Ruslan, beliau adalah supir seniorku, dia juga yang sebelumnya mengendarai mobil ini.
“Halo, Pak Ruslan, maaf mengganggu Pak, saya mau minta tolong.” Aku bilang begitu ketika percakapan sudah dimulai.”

“Iya, ada apa Nto?” Pak Ruslan menjawab di ujung telpon.
Kemudian aku menceritakan semua yang sedang aku alami. Tapi, di tengah percakapan, Pak Ruslan mengeluarkan pertanyaan yang menurutku agak aneh.

“Nto, ini sampeyan lagi di mana?” Tanya Pak Ruslan dengan logat jawa kentalnya.
“Saya lagi di pinggir jalan tol, Pak. emang knapa?” Aku menjawab dengan pertanyaan.

“Kok saya dengan ada orang yang sedang berdoa ya, banyak orang. Atau kamu sedang dekat tempat ibadah?”
“Gak ada, Pak. ini saya benar sedang di pinggir jalan tol, gak ada orang berdoa.”

Seperti itu percakapanku.

“Oh, gitu. Maaf, saya gak bisa bantu apa-apa. Lebih baik kamu tunggu mobil derek aja kalau memang mobil mogok total.” Begitu katanya.
Ada orang berdoa? kok aneh? tapi ya sudahlah, aku mengabaikan omongan Pak Ruslan itu.
Beliau juga gak bisa membantu. Gak ada jalan lain, aku akan menghubungi nomor darurat jalan tol.

Tapi sebelum menelpon, iseng aku mencoba memutar kunci mobil sekali lagi, mencoba menghidupkan mesin.

Sambil berdoa aku melakukannya..
Ternyata mesih hidup! Menyala dengan normal, seperti gak pernah ada kerusakan sebelumnya.

Gak buang-buang waktu, aku langsung tancap gas.

Ah leganya..

***
Aku terus memacu mobil menuju rumah sakit, aku pacu dengan kecepatan cukup tinggi supaya cepat sampai.

Tapi ketika persis sebelum aku masuk ke tol JORR lingkar luar Jakarta, ponselku berdering. Ternyata istriku yang menelpon.
“Halo, Papa di mana? Kok belum pulang juga?” Begitu istriku bilang.

“Masih di jalan, Ma. Tapi sebentar lagi sampe kok, ini udah di tol Jorr.”
“Papa sama siap di mobil? Kok ada suara orang berdoa? Ada pasienkah?”

Aku kaget mendengarnya, karena istriku menanyakan hal yang sama dengan pertanyaan Pak Ruslan tadi.
“Orang berdoa? Gak ada Ma ah, ini papa sendirian. Ya sudah, udah dulu ya, nanti papa langsung pulang begitu sampe rumah sakit.”
Orang berdoa? Kok istriku dan Pak Ruslan bilang kalau mereka mendengar ada orang berdoa di dekatku, padahal aku benar sedang sendirian.

Ah, ya sudahlah, mungkin ada gangguan pada ponselku. Gak berpikir macam-macam, aku terus meluncur menembus lengangnya jalan tol.
Hal aneh berikutnya terjadi ketika aku sedang melintas di depan terminal kampung rambutan, kira-kira setengah jam menuju rumah sakit.
Tiba-tiba, sayup aku mendengar ada orang yang sedang berdoa..

Bukan satu, tapi beberapa orang. Awalnya aku pikir suaranya dari luar, tapi ternyata aku salah.

Suara orang berdoa itu asalnya dari dalam kendaraan, di bagian belakang mobil.
Sontak bulu kudukku berdiri, aku merinding, suara doa itu semakin lama semakin jelas terdengar.
Tadinya aku gak berani untuk melirik kaca spion, aku takut kalau-kalau ada pemandangan seram terlihat di belakang.

Sementara itu suara orang-orang itu semakin jelas terdengar..
Entah apa yang ada di pikiranku, akhirnya rasa penasaran memaksaku untuk melihat kaca spion, saat itulah aku melihat semuanya.
Di belakang, aku melihat ada beberapa orang sedang duduk di kursi yang memanjang kanan kiri. Mereka semua berpakaian gelap, masing masing memegang buku yang bentuknya seperti kitab suci,
mereka seperti sedang berdoa sambil membaca “kitab suci” di tangannya.

Sementara di antara mereka, di tengah ada terbaring jenazah berbalut kain putih, menyerupai pocong..
Walaupun hanya beberapa belas detik melihatnya, tapi tubuhku langsung lemas, shock, jantung berdegup kencang, aku ketakutan.
Sepanjang sisa perjalanan, kaca spion aku arahkan ke atas, supaya gak bisa melihat lagi ke belakang.

Tapi tetap saja suara-suara bait doa masih terus terdengar, terus terdengar sampai aku tiba di rumah sakit.
Sesampainya di lingkungan rumah sakit, aku langsung parkir, lalu turun dari kendaraan, lari menjauh.

Setelah cukup jauh, aku langsung terduduk lemas di depan pintu masuk UGD.

Selesai? Belum..
Dari kejauhan aku tetap bisa melihat ambulan terparkir dalam gelap. Setelah aku perhatikan benar-benar, ternyata ada pemandangan aneh.
Aku melihat ada bayangan hitam turun satu persatu dari pintu belakang ambulan, kemudian mereka menghilang masuk ke salah satu gedung besar rumah sakit.

***
Hai, balik ke gw lagi ya, Brii.

Cukup sekian cerita malam ini, semoga bisa jadi penghibur sepi.

Sampai jumpa dengan cerita-cerita lainnya minggu depan.

Tetap sehat,supaya bisa terus merinding bareng.

Mimpi indah..

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Feb 22
Mungkin penghuni lama hanya ingin berkenalan, menunjukkan eksistensi kepada kita yang baru datang. Tapi sering kali, caranya sangat menguji nyali.

Indra, ingin berbagi pengalaman seram ketika bekerja di pergudangan tua di Cianjur.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
“Emang begini keadaannya, tinggal dibersihin dikit aja udah enak deh, hehe,” kata Kang Ijal, sambil cengengesan.

Buset, ini si udah kayak gudang gak keurus, berantakan banget, akan kerja keras aku membereskannya.
“Nanti, Mas tinggal di sini bareng Pak Rony, dia di kamar depan, sekarang orangnya lagi mudik, biasanya nanti malam atau besok pagi udah balik lagi ke sini,” kata Kang Ijal lagi.

Aku masih terus memperhatikan ruangan yang nantinya akan aku gunakan sebagai kamar tempat tinggal.
Read 108 tweets
Feb 8
Kadang kita disuguhi kejadian seram ketika berkendara melintas malam, tertuang dalam fragmen gelap berbalut kengerian.

Salah satu teman akan berbagi cerita klasik seram ketika melintas di Jalur Purwakarta Bandung pada tahun 1996.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Normalnya, Purwakarta Bandung bisa ditempuh dalam kisaran satu sampai dua jam saja, tapi kalau aku biasanya santai, jadi seringnya sampai dua atau malah tiga jam lebih kalau harus beristirahat makan dulu di satu rumah makan.
Belum terlalu lama aku rutin berkendara sendiri rute Jakarta Bandung, semua berawal dari dua bulan lalu ketika harus berkantor di Jakarta, sementara Istri dan anak-anak tetap tinggal di Bandung.
Read 97 tweets
Dec 7, 2023
Pedalaman Sumatera menyimpan banyak cerita, jejak seram tergelar nyaris di setiap sudutnya.

Salah satu teman akan menceritakan pengalamannya ketika mengalami kejadian mengerikan di perkebunan bambu di dalam hutan Sumatera, simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
“Satu batang lagi, ah”

Aku bergumam sendiri, sambil memandang jalanan di depan yang kosong, gak ada kendaraan sama sekali, hanya gelap tanpa penerangan.

Aku duduk sendirian di depan gubuk kecil pinggir jalan yang letaknya di tengah-tengah antah berantah di belantara Sumatera.
Gak tahu pasti di daerah mana aku berada saat ini, hampir jam dua belas tengah malam, ponselku mati kehabisan baterai, sempurna.
Read 130 tweets
Sep 28, 2023
Panti Asuhan yang terletak di tengah-tengah hutan kecil, banyak cerita dan peristiwa seram di dalamnya. Dalam rentang waktu pertengahan 1990-an, semuanya akan tertuang di series “Panti Asuhan” ini.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti di tengah-tengah hutan, walaupun terbilang kecil tetapi hutan ini cukup banyak menampung pepohonan, berbagai jenis pohon ada, dari yang kecil sampai yang menjulang tinggi, dari yang jarang sampai yang lebat dedaunan, rumah panti asuhan berdiri hampir di tengah hutan kecil ini. makanya, sepanas apa pun kondisi cuaca, lingkungan panti tetap terasa relatif sejuk dan segar udaranya.
Akan makin terasa suasana hutan di waktu pagi, udara sejuk terbilang dingin di mana embun tebal menghias permukaan lingkungan panti dan sekitarnya, sampai sang embun menghilang terkikis oleh hangatnya sinar mentari.
Read 57 tweets
Sep 21, 2023
Gambaran kehidupan penghuni Panti Asuhan di kota kecil di Banten, pergulatan dalam menjalani hidup yang harus juga berjuang menghadapi banyak keanehan dan kejanggalan menjurus seram yang terjadi di dalam Panti.

Series seram terbaru, Panti Asuhan, hanya di Briistory..

*** Image
~Pada suatu malam, di pertengahan tahun 1995~

Bu Bertha selalu paling awal duduk di meja makan, kursi paling ujung di deretan sebelah kanan. Malam itu juga sama, beliau sudah duduk dengan senyum khasnya. Perempuan berdarah Batak dengan kerut tegas di wajah, rambut panjang yang sudah beruban tergerai sampai bahu, seperti biasa dia berpakaian terusan panjang bermotif bunga.
“Ayoook anak-anak, sudah waktunya makan, sudah siap semua ini,” Bu Bertha berteriak begitu, tiba-tiba.

Sudah jam tujuh malam, tepat, tidak kurang tidak lebih, waktunya makan malam. Banyak kursi mengelilingi meja panjang berbentuk oval, kursi yang biasanya tidak terlalu lama untuk habis dipenuhi oleh para penghuni panti setelah ada aba-aba teriakan dari Ibu Bertha. Dan benar, setelah itu para penghuni langsung meninggalkan semua kegiatannya, yang rata-rata sedang belajar dan mengaji, bergegas menuju meja makan.
Read 55 tweets
Sep 14, 2023
Banyak dari kita yang secara sadar atau gak sadar pernah merasakan kengerian di tempat kerja dengan bermacam bentuk. Bisa jadi, besok atau lusa, kita akan merasakannya (lagi).

Salah satu teman menceritakan pengalaman seram di kantornya. Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Hilir mudik beberapa pekerja kantoran di depan gedung ini seenggaknya bisa membuatku tenang sedikit, setelah baru saja mengalami kejadian yang sungguh membuat shock.

Menyalakan rokok, lalu meghisapnya dalam-dalam, berikutnya kepulan asap tebal keluar dari mulutku, what a relieve, “Untung aja masih rame,” pikirku dalam hati.

Kantorku ini letaknya bukan yang di pusat perkantoran Jakarta seperti Sudirman Thamrin atau Kuningan, tapi masih tetap cukup ramai, yah namanya juga Jakarta. Gedung tempatku bekerja ini letaknya di bilangan Jalan Simatupang Jakarta Selatan, terhitungnya sih masih gedung baru kalau dibandingkan dengan gedung-gedung yang ada di sekitarnya, bentuk gedungnya juga cukup modern, bukan yang kaku seperti gedung lama pada umumnya, letaknya gak jauh dari Citoz lah.

Ini belum terlalu malam, masih jam setengah sepuluh, kenapa aku masih di kantor? Karena jobdesk-ku memang mengharuskan begitu. Aku sebagai Admin Marketing Support terpaksa kerja sampai malam kalau rekan-rekan marketing sedang ada event pameran di luar kantor, aku harus menunggu mereka untuk balik ke kantor dan melaporkan hasil penjualan hari itu. malah beberapa kali aku baru bisa pulang nyaris tengah malam.

Sama juga dengan malam ini, aku masih menunggu rekan marketing untuk pulang, katanya sih jam 10 mereka baru selesai pameran.

Iya, seperti yang aku bilang di awal tadi kalau aku keluar kantor ini ada alasannya, kurang lebih untuk menenangkan diri, menenangkan diri dari apa? Akan aku ceritakan semuanya dari awal.

***
~kira-kira satu jam sebelumnya~

“Ah, paling tertiup angin”, aku pikir begitu.

Beberapa detik sebelumnya aku terkejut kaget ketika tiba-tiba pintu gudang bergeser terbuka sendiri, gudang itu letaknya di belakang mejaku tapi gak benar-benar persis dekat di belakang, jaraknya agak jauh sekitar 20 atau 25 meter, tapi suara pergeseran itu jelas kedengaran karena hanya tinggal ada aku saja di ruangan besar ini, pergerakan pintu yang terbuka secara perlahan.
Read 45 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(