Aku berkata (Ummu Salamah) : "Wahai Rasulullah ﷺ, manakah yang lebih mulia antar wanita dunia atau bidadari surga?
Rasulullah ﷺ menjawab : "Wanita dunia lebih utama daripada bidadari surga, seperti halnya keutamaannya bagian luar dari pakaian dibandingkan bagian dalam dari pakaian tersebut".
Aku berkata (Ummu Salamah) : "Dengan sebab apa wahai Rasulullahﷺ, wanita dunia lebih utama dibandingkan bidadari surga ?
Rasulullah bersabda : "Sebab shalat, puasa, ibadah mereka (wanita dunia). Allah terangkan wajah mereka dengan nur, dan Allah pakaikan pada tubuh mereka sutra, tubuh mereka putih bening, pakaian mereka berwarna hijau mengkilau, perhiasaan mereka berwarna kuning memukau,
wadah dupa kepunyaan mereka terbuat dari mutiara, dan sisir mereka terbuat dari emas, mereka akan berkata 'Kami ini kekal tidak akan mati selamanya, kami ini orang yang di karunia nikmat, maka kami tidak akan pernah sengsara selamanya, kami ini adalah penduduk tetap (surga),
Maka kami tidak akan pernah pergi selamanya, dan kami ini adalah orang yg lapang dada, maka kami tidak akan pernah marah selamanya, maka sungguh beruntung orang yg di takdirkan bersama kami, dan kami di takdirkan untuknya"
(Roudhotul Muhibbin, hlm : 345)
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Dari Dosa Onan ke Bahasa Indonesia: Sejarah Kata ‘Onani’ yang Jarang Dibahas
Kita sering dengar kata “onani” di Indonesia, apalagi di pelajaran kesehatan. Tapi pernah gak kamu mikir, itu kata dari mana?
Ternyata… “onani” itu asalnya dari nama orang: Onan. Tokoh dalam Kitab Kejadian (Genesis) bagian dari Taurat dan Alkitab.
1. Kisah Onan: Seks, Penolakan, dan Murka Tuhan
Onan adalah anak Yehuda, salah satu anak Nabi Yakub. Ketika kakaknya Er mati tanpa anak, Tuhan memerintahkan Onan untuk mengauli janda kakaknya, Tamar, demi meneruskan keturunan keluarga (ini disebut hukum levirat).
Kenapa Yahudi Menangis Di Tembok Ratapan?
Padahal Kiblat Sudah Berpindah Dari Palestina Ke Makkah
Setiap tahun, jutaan orang melihat mereka berdiri di depan dinding batu tua di Yerusalem.
Mereka menangis. Menggoyangkan tubuh. Membaca doa-doa dalam bahasa Ibrani.
Tangisan itu bukan karena nostalgia, tapi karena penantian.
Itu bukan sembarang dinding.
Bagi mereka, itulah sisa terakhir dari Kiblat mereka Bait Allah yang pernah berdiri megah.
Dan yang mereka nantikan… bukan sekadar bangunan. Tapi Mesias.
Seorang penyelamat.
Yang akan datang membangun kembali Bait Allah.
Mengusir penjajah dari tanah suci.
Dan menghidupkan kembali kejayaan kerajaan Daud.
Mereka yakin, Mesias akan datang di akhir zaman.
Dan ketika dunia kacau, ketika perang meletus, ketika Palestina terbakar.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi mengkafirkan Ulama Terdahulu, bahkan menganggap dirinya sendiri Kafir sebelum mengaku menerima anugrah/wahyu dari Allah tanpa perantara Guru
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna La ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut.
Barang siapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia mengetahui makna La ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal tersebut, berarti ia telah berdusta mereka-reka (kebohongan),
أقوال علماء المذاهب الأربعة في الحركة الوهّابية (أدعياء السلفية زورا)
Wahabi Menurut Empat Madzhab.
Pendapat para ulama dari empat mazhab terhadap gerakan Wahabi (yang mengaku-ngaku sebagai Salafi secara dusta):
1- المذهب الحنفي:
مفتي الحنفية الشيخ الفقيه ابن
عابدين الحنفي، فقد سمى الوهابية (خوارج هذا الزمن) كما في كتابه (حاشية رد المحتار على الدر المختار شرح تنوير الأبصار في مذهب الإمام أبي حنيفة النعمان) في باب البغاة.
1. Mazhab Hanafi:
Mufti Hanafiyah, Syaikh al-Faqih Ibn ‘Abidin al-Hanafi, menyebut gerakan Wahhabi sebagai “Khawarij pada zaman ini”.
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal sepakat (ijma’) menghukumi kafir terhadap orang-orang yang meyakini bahwa Allah menempati suatu arah, dan orang-orang yang meyakini bahwa Allah adalah jism/benda yang tersusun dari bagian-bagian.
📚 Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim, juz 1, hal 144, as-suyuthi dalam al-Asybah wa an-Nazha-ir, hal 488, Mulla Ali al-Qari dalam Mirqatul Mafatih, juz 3, hal 924, Badruddin az-Zarkasyi dalam Tasynif al-Masami’, juz 4, hal 648
Imam asy-Syafi’i mengkafirkan seseorang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy.
📚Ibn ar-Rif’ah dalam Kifayah an-Nabih fi Syarh at-Tanbih, juz 4, hal 24, Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dalam Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Mu’tadi, hal 551