Aku berkata (Ummu Salamah) : "Wahai Rasulullah ﷺ, manakah yang lebih mulia antar wanita dunia atau bidadari surga?
Rasulullah ﷺ menjawab : "Wanita dunia lebih utama daripada bidadari surga, seperti halnya keutamaannya bagian luar dari pakaian dibandingkan bagian dalam dari pakaian tersebut".
Aku berkata (Ummu Salamah) : "Dengan sebab apa wahai Rasulullahﷺ, wanita dunia lebih utama dibandingkan bidadari surga ?
Rasulullah bersabda : "Sebab shalat, puasa, ibadah mereka (wanita dunia). Allah terangkan wajah mereka dengan nur, dan Allah pakaikan pada tubuh mereka sutra, tubuh mereka putih bening, pakaian mereka berwarna hijau mengkilau, perhiasaan mereka berwarna kuning memukau,
wadah dupa kepunyaan mereka terbuat dari mutiara, dan sisir mereka terbuat dari emas, mereka akan berkata 'Kami ini kekal tidak akan mati selamanya, kami ini orang yang di karunia nikmat, maka kami tidak akan pernah sengsara selamanya, kami ini adalah penduduk tetap (surga),
Maka kami tidak akan pernah pergi selamanya, dan kami ini adalah orang yg lapang dada, maka kami tidak akan pernah marah selamanya, maka sungguh beruntung orang yg di takdirkan bersama kami, dan kami di takdirkan untuknya"
(Roudhotul Muhibbin, hlm : 345)
Semoga bermanfaat 🙏🏿🌹
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal sepakat (ijma’) menghukumi kafir terhadap orang-orang yang meyakini bahwa Allah menempati suatu arah, dan orang-orang yang meyakini bahwa Allah adalah jism/benda yang tersusun dari bagian-bagian.
📚 Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim, juz 1, hal 144, as-suyuthi dalam al-Asybah wa an-Nazha-ir, hal 488, Mulla Ali al-Qari dalam Mirqatul Mafatih, juz 3, hal 924, Badruddin az-Zarkasyi dalam Tasynif al-Masami’, juz 4, hal 648
Imam asy-Syafi’i mengkafirkan seseorang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy.
📚Ibn ar-Rif’ah dalam Kifayah an-Nabih fi Syarh at-Tanbih, juz 4, hal 24, Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dalam Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Mu’tadi, hal 551
Imam Abu Hanifah menjelaskan bahwa dekat dan jauh yang disifatkan kepada Allah tidak boleh difahami dengan makna jarak pendek atau panjang. Imam Abu Hanifah berkata :
وَلَيْسَ قرب الله تَعَالَى وَلَا بعده من طَرِيق طول الْمسَافَة وقصرها وَلَكِن على معنى الْكَرَامَة والهوان والمطيع قريب مِنْهُ بِلَا كَيفَ والعاصي بعيد مِنْهُ بِلَا كَيفَ
Dekatnya Allah dan jauhnya bukan dari makna jarak panjang dan pendek, akan tetapi berdasarkan makna kemuliaan dan kehinaan.