Sesuai janji, saya akan melanjutkan thread sebelumnya mengenai “Ada Apa Dengan #LRTJakarta?” yaa.
⚠️ Caution:
Ini akan jadi thread soal kajian kebijakan yg panjang & melelahkan, so prepare yourself.
Bismillah 💪
Untuk mempermudah navigasi netijen sekalian dalam membaca thread panjang ini, saya akan membaginya menjadi 5 bagian:
1. Memperjelas duduk perkara #LRTJakarta 2. Perbedaan Paradigma dalam membangun Kota 3. Perihal Trase Klender vs Dukuh Atas 4. Lanjutan Hal-Hal Teknis 5. Penutup
❌Gagal mencapai tujuan Penugasan utk mendukung Asian Games 2018
Sampai2 Pemerintah harus merevisi Perpresnya 🙂
❌ Tidak dapat terintegrasi
Sesuai Pergub 154/2017 ttg Penugasan LRT, disebutkan bahwa #LRTJakarta harus terintegrasi dg LRT Jabodebek.
Tapi seperti yg sudah dibahas sebelumnya, krn sistem persinyalan yg tidak sesuai standard Kemenhub, poin penugasan itupun gagal dilakukan 🥲
Kemudian, publik juga berhak tahu apa beban yg harus ditanggung masyarakat & Pemprov DKI Jakarta utk melanjutkan proyek tsb:
✔️ membutuhkan subsidi ~400 M / tahun utk mempertahankan hidup
✔️ ridership normal hanya mengangkut 4.000 penumpang/hari (dari proyeksi awal 14.000/hari)
Dari hal2 diatas, jadi kebayang gak sih betapa rumitnya utk melanjutkan proyek tsb?
Sehingga sebenarnya siapapun pengambil kebijakannya sangat bisa mempertimbangkan opsi seperti yg dulu pernah diambil ini 👇🏻
Tapi Pemprov DKI saat ini tidak mengambil kebijakan tsb.
Setuju dg pernyataan Mas @welly_albinanto, kita ingin diskusi soal membangun kota ke depan.
Bahwa LRT Jakarta itu sebenernya masih bisa berkembang sehingga pada akhirnya kita akan bicara pengembangan koridor ekonomi baru.
Jadi itulah bagian pertama yg harapannya dapat menjelaskan mengenai duduk perkara #LRTJakarta ini.
Semoga jelas menggambarkan kpd netijen bhw membicarakan kelanjutan proyek ini ga sedangkal bicara soal redaksi surat & kearsipan atau soal pemindahan 1 trase ke trase lain
Meminjam pernyataan Mas @leksa, tiap pengambil keputusan pasti punya visi sendiri.
Tapi yang jadi ukuran adalah "Tata Kelola Anggaran"
Sehingga ketika kita bicara soal kelanjutan #LRTJakarta, ada UANG RAKYAT & KREDIBILITAS PEMERINTAHAN yg dipertaruhkan.
Sekarang kita masuk ke bagian kedua..
II. PERBEDAAN PARADIGMA DALAM MEMBANGUN KOTA
Ada 3 pembeda utama antara dalam paradigma pembangunan kota sbg prinsip pemilihan trase: 1. Economic Impact vs Financial Impact 2. Visi Pembangunan Kota vs Mengejar Keuntungan BUMD 2. Transportasi Terintegrasi vs Jalan Sendiri-Sendiri
ECONOMIC IMPACT vs FINANCIAL IMPACT
Berikut adalah framework yg kami gunakan dalam menganalisis seberapa layak sebuah proyek pembangunan infrastruktur perkotaan.
Sebelum bicara ttg keuntungan finansial (dalam rupiah), kami selalu mendahulukan dampak thd perekonomian kota.
Maksudnya gimana tuh?
Contohnya dampak yang bisa langsung dirasakan masyarakat soal AKSESIBILITAS & PEMERATAAN EKONOMI yg ini 👇
Jadi sekali lagi, bicara soal kelanjutan proyek #LRTJakarta bagi kami ini bukan sekedar masalah "arsip & surat menyurat", "ini rute gemuk/bukan" & "berapa keuntungan buat BUMD" saja.
Tapi kita sedang bicara soal VISI PEMBANGUNAN PERADABAN SEBUAH KOTA puluhan tahun mendatang
Sehingga kita lanjut ke paradigma berikutnya,
VISI PEMBANGUNAN KOTA vs MENGEJAR KEUNTUNGAN BUMD
Bagi anda yg belum terbiasa dg urusan pemerintahan, mari saya perkenalkan dg UU 23/2014 ttg Pemerintahan Daerah.
UU ini kayaknya pasti dihapal sama semua ASN pemerintah daerah, karena selalu dijadikan bagian landasan dalam peraturan-peraturan daerah.
Karena disini dijelaskan mengenai pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat - Provinsi - Kota/Kabupaten.
Kalau ditarik ke konteks soal kewenangan urusan Perkeretaapian di pemerintahan, baik pusat maupun daerah, apakah anda melihat adanya kewenangan BUMD dalam penetapan kebijakan?
Tentu Tydac, karena Pemerintahlah yg memiliki mandat sbg pengambil kebijakan utk urusan2 publik
Oleh karena itu, izinkan saya meluruskan pemikiran & pernyataan Mas Ismail @thedufresne yang kira-kira mempermasalahkan soal:
"Kenapa BUMD sudah mengirimkan surat kajian, tapi Dishub mengajukan trase yg lain?"
Hal itu karena:
BUMD sbg operator boleh saja mengajukan usulan utk mencapai keuntungan finansialnya,
tapi
Pemerintah yg memiliki kewenangan utk menentukan kebijakan untuk mencapai DAMPAK PEREKONOMIAN & VISI PEMBANGUNAN KOTA yang diharapkan
Oia sebelum kelupaan, saya juga mau meluruskan pernyataan Mas @thedufresne yg mempertanyakan apakah Pak Anies sudah menyampaikan revisi kajian ke Kemenhub?
Klo liat dari surat2 Jakpro soal kajian #LRTJakarta, selalu ditembuskan ke Kemenhub sih.
Paradigma terakhir yg mau saya tekankan dari pembangunan transportasi DKI Jakarta ke depan adalah:
TERINTEGRASI VS JALAN SENDIRI-SENDIRI
Sejak awal menjabat, Pak Anies selalu menekankan prinsip #INTEGRASI dengan moda transportasi lainnya
Mau contohnya?
Halte CSW MRT & Transjakarta Koridor 13
From this To This
KRL Sudirman - Kereta Cepat Bandara - MRT Dukuh Atas yang terintegrasi melalui Terowongan Kendal untuk pejalan kaki
From this To this
dan gak lupa #LRTJakarta sendiri -yang-cuma-5,8 km-sehingga-sebenernya-mah-bisa-bisa-aja-naik-ojek itu- baru didorong integrasinya dengan berbagai koridor Transjakarta di 2019
Fiuuh, are you guys still stay with me?
Kalau udah jelas tentang DUDUK PERKARA di awal serta PERBEDAAN PRINSIP & PARADIGMA dalam pengambilan keputusan, baru deh sekarang yok kita masuk ke pertanyaan turunannya tentang penentuan trase.
III. PERIHAL TRASE KLENDER VS DUKUH ATAS
Kalau melihat twit Mas Ismail @thedufresne yg ini, harusnya sih ga ada masalah kan ya soal jalur ke Klender?
Tapi sekali lagi saya tekankan soal paradigma, bahwa LRT ke Klender itu akan:
✅ memiliki dampak sosial ekonomi ++ yg diharapkan
✅ sesuai visi urban renewal®eneration timur-utara Jakarta
✅ terintegrasi dg Kereta Cepat Bandara Halim, JIS, KRL eksisting & LRT Jabodebek
Nah sekarang soal pertanyaan "Kenapa trase ke Dukuh Atas diusulkan utk dihapus?"
1. Kajian Jakpro belum sepenuhnya menjawab permintaan Kemenhub
Inget soal surat Pak Menhub yg minta mempertimbangkan ulang trase tsb, ada 3 hal yg diminta kajian teknisnya
Ternyata Jakpro baru berhasil meyakinkan kemenhub utk 2 dari 3 poin tsb:
✅ Integrasi dg LRT Jabodebek di Dukuh Atas
✅ Kajian Aspek Keselamatan
❌ Sinkronisasi dg elevated Loopline Lintas Timur (Kp Bandan - Rajawali)
Kemudian alasan berikutnya:
2. Diperlukan Prioritas Penganggaran & Pembagian Peran utk Konektivitas Timur-Barat
Jadi sebenarnya klo Mas @thedufresne mau bahas soal konektivitas timur-barat itu rencananya nanti akan dilayani oleh:
- MRT East-West
- LRT Joglo-Pulogebang
Perlu diketahui jg bhw kedua proyek tersebut direncanakan akan menggunakan skema pembiayaan lain, krn keterbatasan anggaran
MRT dg skema loan JICA & LRT Joglo dg skema KPDBU (Kerjasama Pemerintah Daerah & Badan Usaha).
Sehingga akhirnya Pemprov memutuskan untuk memprioritaskan anggaran agar LRT Jakarta fokus utk pengembangan koridor utara-selatan di timur Jakarta
Jadi pertimbangannya bukan cuma soal bikin cabang & nyari keuntungan buat BUMD doang yaa bossque~
Ada visi tentang pengembangan & peremajaan kota serta prioritas penganggaran yg harus dipertimbangkan.
PS:
Ingat kembali soal "Peran Pemerintah sbg regulator & BUMD sbg Operator"
Fiuh, selesai untuk bagian ketiga..
Sekarang kita masuk ke bagian keempat, lanjut bahas HAL-HAL TEKNIS soal Depo & Persinyalan yang harus diluruskan!
KESALAHAN FATAL SOAL PEMBANGUNAN DEPO
Jadi klo kata Mas Ismail @thedufresne Depo yang SUDAH DIBANGUN seharga 2,5 TRILYUN itu akan dijadikan depo utk 7 koridor ke depannya ya?
Klo gitu Mas @thedufresne udah ngitung belom berapa biaya operasional yg harus dikeluarkan utk perjalanan kereta kosong dari depo untuk beroperasi di rute-rute yg jauhnya bisa ratusan km? efisien gak ya? 🤔
Itulah kenapa KRL punya 11 depo & MRT akan nambah depo di Ancol barat
Trus klo menurut Mas @thedufresne Depo itu dulu lahan milik DSDA utk parkir alat-alat berat ya?
Tapi kenapa ada somasi masalah lahan yg belum terselesaikan dg swasta ya? 🤔
Kirain lahannya udah clean & clear
KESALAHAN FATAL SOAL SISTEM PERSINYALAN
Seperti yg sudah saya sampaikan pada twit sebelumnya,
Saking terburu-buru mengejar Asian Games dalam waktu yg singkat, sistem persinyalan tidak sesuai dg spesifikasi teknis yg diamanatkan Perpres & Peraturan Menhub
Apa dampaknya?
LRT Jakarta jadi naq indie yg gabisa terintegrasi dg LRT Jabodebek & LRT lainnya.
Kalaupun mau dipaksain diubah/disesuaikan, tentunya dibutuhkan biaya tambahan utk mengintegrasikan pembangunan LRT ke depan.
Jadi soal persinyalan, ini bukan cuma tentang terkunci ke vendor tertentu ya boss..
Tapi isu esensial yg tidak terpenuhi:
❌ Tata Kelola Pembangunan sesuai Aturan Spesifikasi Teknis (Perpres & Permenhub)
❌ Efisiensi untuk pengembangan & integrasi ke depan
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Sesuai janji, saya akan menguraikan framing jahat dari twit dibawah ini
Kenapa jahat?
Karena twit tsb mengesankan bahwa Anies tidak melakukan apapun terkait program air bersih hingga 2 hari sebelum lengser, kemudian tiba-tiba memperpanjang privatisasi
Padahal yg terjadi sebaliknya: 1) Air bersih adalah salah satu program prioritas Pemprov DKI selama 2017-2022 2) Pemprov DKI justru mendengar KPK & seluruh pihak dlm mencari solusi terhadap privatisasi 3) Kontrak Moya bukanlah skema privatisasi air maupun perpanjangan
BAGIAN I
Sejalan dg penjelasan bro @AnggaPutraF , Akses Warga terhadap Air Bersih adalah program yang sudah dijanjikan Anies semenjak 2016
izinkan saya sampaikan beberapa hal yg saya ketahui yaa..
"Ada Apa dengan LRT Jakarta?"
A Thread~
Pertama, salah alamat kalau menyatakan bahwa Gubernur Anies menghapus rute LRT Velodrome - Dukuh Atas.
Karena kenyataannya pada 14 Mei 2018, Pak Anies justru mengajukan surat persetujuan trase lanjutan Velodrome - Tn Abang via Dukung Atas kepada Kemenhub
Kedua, kemudian pada 31 Aug 2018, justru Pak Menhub BKS sendirilah yg meminta pengajuan trase ke Dukuh Atas tsb utk dipertimbangkan ulang krn beberapa masalah teknis, spt:
1. LRT Jakarta akan beririsan dg LRT Jabodebek di segmen Manggarai s.d Dukuh Atas