Stigma timbul di antaranya karena:
- ketidakpahaman
- salah pengertian, misinformasi
- mendapat info yang bias dan/atau berbasis ditakut-takuti
Bisa dilawan dengan:
- pemahaman (dan mau belajar memahami)
- meluruskan informasi
- berhenti menakut-nakuti
- menyadari bias
Sayangnya banyak hal penting di mana kita udah telanjur terpapar stigma dan teman-temannya (misinformasi, fear-mongering, labelling, dll.) sebelum sempat memahami. Akhirnya yang nempel di otak ya stigmanya. Butuh kesadaran dan niat buat mengenali dan pelan-pelan berubah.
Contoh: orang udah ditakut-takuti & benci duluan sama isu seperti LGBT, gangguan jiwa, atau HIV. Jadi halangan tersendiri buat informasi & dukungan yang benar masuk.
Karena itu tenaga kesehatan, misalnya, harus memperkuat upaya destigmatisasi. Bukan malah ikut-ikutan menstigma.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Khawatir karena 'anak SMA zaman sekarang' sudah aktif secara seksual, bahkan 'suka'? Fun fact:
Pendidikan seksual komprehensif (yang tidak hanya berbasis abstinensia, yang memberikan life skills, & yang berperspektif gender) efektif membantu remaja menunda hubungan seks pertama.
Kok bisa? Karena pendidikan seksual yang komprehensif memberikan informasi yang benar, mengajak berpikir alih-alih membohongi/menakuti/mempermalukan, memberikan skills yang penting buat mengambil keputusan sendiri dan bernegosiasi, menyeimbangkan antara hak dan tanggung jawab.
Mulai dari mana? Karena kita belum punya kebijakan nasional untuk pendidikan seksual komprehensif, paling sederhana mulai dari orang dewasanya dulu. Orangtua, guru, saudara, pemuka agama.
Kita dulu yang belajar, supaya bisa memberikan informasi dan dukungan yang baik.