"..Jadi kepikiran, kalo Wilder jalanin taktik dengan personel yang lebih mumpuni, bisa legit ga sih? Meskipun secara taktik ga seksi, ya."

Hmm, tapi begini. menurut salah satu sumber, Sepp Piontek pake taktik yang sama dan jauh lebih menyerang di medio 1984-1988 sama Denmark.
Argumennya apa? pas Euro 1984, Denmark bisa sampe semifinal dengan formasi gado-gado 3-5-2/4-4-2 ultraofensif. Lawannya enggak gampang padahal, kayak di kualifikasi lawan Inggris, terus di babak grup ngadepin Yugoslavia sama Belgia.

*denmark kalah lawan spanyol di semifinal.
Nah, taun 1980an, Belgia itu 'gurunya' Denmark. Meskipun awalnya banyak pemain Denmark main di Belanda, pada akhirnya kualitas liga Belgia --saat itu-- bicara.

Lucunya, meskipun udah 'hapal', rupanya belgia tetep aja kalah lawan denmark.
btw, kembali soal taktik. denmark main 352/442 hibrid dengan sweeper. Nah, sweepernya ini Morten Olsen, yang orang taunya pelatih denmark era 2000an.

strikernya? Preben Elkjaer Larsen sama... Michael Laudrup. kalo baca-baca sumber soal mereka isinya gajauh dari 'pemain kreatif'.
Keren kan? Tentu saja, apalagi kalo melihat trofi internasional mereka sama banyaknya dengan Inggris, ya walaupun gaya main mereka ketika juara bisa dibilang, kontras.

Btw, ini sumbernya. Kalo mau lebih kepo bisa nonton Summer of '92.

goodreads.com/book/show/1859…
Di buku itu awalnya bercerita soal Sepp Piontek.

Sosok asal Jerman ini merupakan anak dari bomber Polandia pada Piala Dunia Prancis 1938, Leonard Piątek. Masa mudanya dihabiskan dengan menjadi pemain bertahan klub Werder Bremen, sembari bermain 6 laga bersama Jerman Barat.
Tak lupa, Piontek muda sempat menjaga Pele hingga dijuluki Alemao Bruto--alias si Jerman Brutal. Moniker ini ia bawa melanglang buana, bahkan sampai ke Haiti.
Masalahnya, Piontek dengan kedisiplinan Jermanik-nya dapet kesempatan ngelatih timnas Denmark. Yang santuy-nya minta ampun.
Kesantuy-an timnas Denmark di akhir 1970an jadi tantangan bagi Piontek karena permainan mereka laiknya amatiran. Pada akhirnya, demi kestabilan tim harus ada sosok yang dikorbankan.

Salah satunya? Birger Jensen. Kiper finalis Liga Champions 1978 bareng Club Brugge.
Bayangkan saja misal sosok John Stones diusir dari Tim Nasional Inggris, padahal baru saja berjaya.

Tentu ini tindakan yang radikal. Dengan minimnya SDM, pengganti sepadan Jensen di timnas baru ada di sosok Peter Schmeichel, satu dekade berselang.
Ketiadaan kiper kelas dunia secara tidak langsung menjadi isyarat bahwa Denmark era Piontek mau bermain ultra-menyerang. Kasarnya, mereka bermain sebebas mungkin, a la totaalvoetbal.
Piontek boleh- boleh saja menyiapkan timnya dengan pakem 3-5-2 di atas kertas. Tapi, dalam prakteknya Piontek memainkan sepak bola a la pelukis Jackson Pollock.

Singkatnya, sepakbola yang absurd.
‘Tactically it was a strange team we had. Sometimes we played with the left-back and no right-back. On the right we had Klaus Berggreen, my friend from Italy, and he was always joking: “Why do I have
to play full-back, midfield and winger?” tutur Michael Laudrup soal timnya.
Laudrup, yang notabene raja-nya sepakbola Skandinavia aja heran sama perilaku timnya. Apalagi waktu itu, dia masih anak bawang.

Wah, udah 4 hari hiatus, nih. Lanjut ya threadnya.
Semua kejayaan mendadak ini berawal dari kualifikasi Euro' 84. Pada 1983 ini, Denmark yang baru punya liga profesional selama ~ 4 tahun harus melawan kualifikasi Inggris yang punya Glenn Hoddle.

Susah? Toh, mereka menang.
"Euro 1984, kami datang"--setidaknya itu kata para Roligans, pendukung Denmark yang terkenal santun di luar lapangan.

Sayang, lawan mereka di babak grup tak ada yang santun. Belgia, Yugoslavia, dan tentu saja tuan rumah, Perancis.
Partai pertama, Perancis langsung mengalahkan tim Dinamit, 1-0. Lantas, mereka langsung bangkit dan menggebuk Yugoslavia di laga kedua. 'Brasil-nya Eropa' rontok, 5-0.
*jagoan kualifikasi.

Seingat saya, pada saat itu ada dua pemain ekspatriat dari yang terkenal, Kevin Keegan (Hamburg) sama Luther Blissett (Milan). Seperti biasa, Inggris tetap kekeuh tak mau membiarkan bintangnya bermain di luar negeri, hingga sekarang.😅
Partai terakhir, Denmark melawan sang "guru", Belgia. Partai berlangsung keras, bahkan Preben Elkjær harus 'disikat' Mereka berhasil menang 3-2, dan lolos ke semi final.
Sayang, pemain terbaik Denmark di turnamen tersebut, Allan Simonsen harus tumbang di laga pertama lawan Perancis. Padahal,pemenang Ballon d'Or edisi 1977 tersebut merupakan figur yang vital bagi tim.
Hilangnya Simonsen, yang baru saja meraih peringkat tiga Ballon d'Or 1983,. Lini serang Denmark kekurangan pemain yang punya pengalaman untuk melawan Spanyol di semifinal.
Melawan Luis Arconada dkk, Denmark harus tumbang lewat adu penalti. Akhir yang cukup tragis, dan awal dari kisah tim Dinamit yang selalu 'boncos' lawan La Furia Roja.
Sosok yang nelangsa kala itu adalah Elkjær, tendangan penaltinya melesat ke langit Lyon. Terlepas dari kesialan itu, pencapaian ajaib si Orang Gila dari Lokeren ini membuatnya direkrut oleh Hellas Verona, yang langsung juara Serie A di musim 1984-85.
Kebangkitan Serie A kala itu juga diperkuat fakta bahwasanya Michael Laudrup, si "Pangeran Denmark" ditarik kembali oleh Juventus. Musim berikutnya, 1985-86, Juventus-lah yang jadi juara Serie A.
Dua pemain itu jelas jadi modal bagus Denmark di Kualifikasi Piala Dunia Meksiko. Sayang,Denmark tampak keasyikan menyerang dan angin-anginan, dan sempat tumbang lawan Swiss di partai kedua kualifikasi.
Momentum Denmark lantas berbalik ketika mereka berhasil mengalahkan Republik Irlandia (4-0) dan Uni Soviet (4-2) .
*rupanya cukup vital untuk ruang ganti.
Dua kemenangan tersebut jadi pembuka kisah-nya Denmark di Meksiko. Buku tersebut hanya bercerita bahwa Olsen dkk. datang ke bandara LAX dengan santai, lalu latihan untuk menyesuaikan kemampuan mereka demi menaklukkan dataran tinggi Nezahualcóyotl
Oh iya, ini merupakan debut Denmark di Piala Dunia. Tak tanggung-tanggung, tim Dinamit masuk grup D yang dijuluki 'grup kematian' oleh Omar Borrás, pelatih Uruguay.

Isinya cukup "mengerikan", dengan Denmark, Uruguay, Skotlandia, dan Jerman Barat.
Skip panjang ya? Lanjut.

Pada akhirnya, kisah ajaib Denmark di Piala Dunia mereka berlangsung "spektakuler". Skotlandia pimpinan Sir Alex Ferguson harus tunduk 1-0, Uruguay digunduli 6-1 akibat duet Busk-Nielsen yang rupanya ikut membantu proses serangan, bak taktik Wilder.
Kelemahan Denmark baru tampak ketika mereka menumbangkan tim unggulan Jerman Barat 2-0. Kurangnya pemain bermental defensif, serta kartu merah Frank Arnesen menyebabkan Piontek harus putar akal demi menghadapi Spanyol,momok besar mereka, di 16 besar.
Semua tahu kalau di partai itu Denmark dilindas dengan skor mencolok, 1-5. Meski begitu, sejatinya taktik hibrid "jogo bonito +totaalvoetbal" a la Denmark berhasil menggebrak terlebih dahulu, ketika Jesper 'Mini' Olsen berhasil mencetak gol pembuka via titik putih.
Kala itu, Denmark memakai jersi tandang mereka yang berwarna putih. Klenik kala itu menyatakan kalau Denmark bakal 'sial' karena mereka selalu kalah tragis melawan Spanyol .
Denmark sejatinya juga cukup babak belur. Tanpa keberadaan Per Frimann dan Jens Jorn Bertelsen, lini tengah mereka cukup kosong. Lebih-lebih, kiper mereka kala itu adalah kiper ketiga Lars Høgh, yang uniknya baru sukses kala turnamen Piala Raja Fahd 9 tahun berselang.
Kehancuran tim Dinamit kala itu dimulai kala backpass Jesper Olsen disambar bomber Real Madrid, Emilio Butragueño. Skor lantas sama kuat, Denmark terus menyerang kendati gagal terus menerus akibat aksi kiper Spanyol, Andoni Zubizarreta.
Akhirnya, quattrick Butragueño serta sontekan penalti Andoni Goikotxea, Si Jagal Bilbao, mengubur harapan tim Dinamit di Meksiko. Mereka baru akan kembali ke Piala Dunia satu setengah windu kemudian.
Performa mereka lantas menurun di Euro 1988, ketika Spanyol, lagi-lagi, mengganjal mereka, dan mereka tak berkutik melawan Jerman Barat dan Italia. Oh iya, kala itu generasi pemain berbasis Belanda sudah mengambil-alih isi skuat Denmark dari seniornya yang bermain di Belgia.
Piontek lalu angkat kaki setelah Denmark gagal lolos ke Piala Dunia Italia '90. Ia diganti oleh sang asisten, Richard Møller Nielsen.

Gaya main Denmark lalu berubah. Sepakbola ultra ofensif berganti menjadi permainan bertahan Italia.
Akibatnya cukup besar bagi tim Dinamit kala itu. Laudrup bersaudara dan Jan Heintze memutuskan untuk 'cabut' dari tim.

Wajar apabila pada kualifikasi Euro 92 mereka "disalip" oleh musuh lawas mereka di Perancis sewindu sebelumnya, Yugoslavia.
Yugoslavia kala itu punya generasi emas mereka sendiri,yang sebelumnya menjadi juara dunia U-20 1987 di Chile. Setahun sebelumnya, Red Star Belgrade baru saja juara Liga Champions.

Tetapi, Denmark-lah yang akhirnya jadi juara di Swedia.
Keberuntungan Denmark dimulai dari Resolusi PBB nomor 757. Aturan tersebut resmi 'menendang' Yugoslavia akibat perang saudara.

FYI: Legenda timnas Kroasia, Zvonimir Boban jadi pemicu 'kesialan' Yugoslavia akibat menendang polisi pada 1990..
Kalau anda tertarik mengikuti kisah 'dongeng' Denmark ini, anda bisa membacanya di internet. Atau, anda menonton Sommeren '92.

imdb.com/title/tt237883…
Artikel BBC ini juga bisa jadi bacaan enteng soal turnamen tersebut.

ICYMI: Kala itu Skotlandia lolos, namun baik Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani tidak ada yang lolos. Aneh memang.

bbc.com/sport/football…
Saya sendiri malah tertarik dengan lawan Denmark di kala itu. Tuan rumah Swedia, Inggris, dan Perancis.

Kala itu, Swedia lagi gacor-gacornya. Trio Martin Dahlin, Tomas Brolin dan Kennet Andersson saling bahu membahu menggebrak lawan.
Perancis di bawah Michel Platini tampil cukup meyakinkan setelah ambyar di kualifikasi Euro '88 dan PilDun '90. Bagaimana tidak, bombernya Jean Pierre-Papin dan Eric Cantona.
Sayang, lini belakang mereka cukup keropos. Meski mencetak 20 gol kala kualifikasi--12 gol dari duet Papin-Cantona-- Perancis kejebolan enam kali.
Menurut saya, Platini seharusnya bisa memanggil Marcel Desailly dan Paul Le Guen, serta legenda PSG Antoine Kombouare--yang tak pernah dipanggil oleh timnas meski tampil cemerlang bersama Les Parisiens.
Inggris? Ah, Graham Taylor, 'si Lobak' cover the Sun.

Tiga Singa boleh punya Gary Lineker, Alan Shearer muda dan legenda Arsenal, Alan Smith. Tapi, tanpa pemain kreatif macam Matt Le Tissier, Peter Beardsley, dan Chris Waddle.

Skuat aneh, tim'banter'. Ya, sudah.
Denmark sendiri di Euro '92 awalnya mandek. Seri lawan Inggris, tumbang lawan Swedia.

Nasib mereka ditentukan pada laga melawan Perancis di Malmö.
Partai lawan Perancis akhirnya jadi titik kebangkitan tim Dinamit. Tampil tanpa beban dan jauh lebih menyerang, Denmark melenggang ke semifinal setelah menang 2-1.

Lini belakang Perancis yang digalang duet Olympique Marseille, Basile Boli dan Bernard Casoni kalang kabut. Ambyar.
Patut diingat,tim Perancis kala itu diisi para pemain Les Phocéens yang lolos ke #UCLFinal dua kali di awal 1990an. Selain duet Boli-Casoni, ada trio gelandang Franck Sauzée, Jean-Philippe Durand dan Didier Deschamps. Tak lupa ada wakil kapten tim, Jean-Pierre Papin.
Tentu dengan CV seperti itu, di atas kertas Les Bleus bukan tim kacangan. Kendatipun begitu, di lapangan tim ini 'kena mental'.

Tengok saja Manuel Amoros yang kembali sial lawan Denmark. Ketika Euro '84 diusir wasit, di laga itu ia resmi "ditendang" dari tim nasional.🤦‍♂️🤦🏿‍♂️🤦🏼‍♂️
Denmark akhirnya mengalahkan Belanda dan Jerman di semifinal dan final.

Kiprah Møller Nielsen di medio 80an-90an bersama Denmark mengajarkan kita bahwa taktik atas kertas bisa bekerja optimal dengan pemain yang sesuai, dalam hal ini Laudrup bros.
Negara kecil, formasi gado-gado, taktik kontras. Pada akhirnya, tak salah apabila Denmark 1984-1992 jadi salah satu tim nasional yang paling unik hingga saat ini.

Akhirnya, thread ini kelar juga.

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with FM Aditomo

FM Aditomo Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Too expensive? Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal Become our Patreon

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(