Kerajaan Salakanagara diyakini merupakan kerajaan (sunda) tertua di Nusantara.
-A Thread
Berdasarkan naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara.
Salakanagara diyakini sebagai leluhur Suku Sunda, hal dikarenakan wilayah peradaban Salakanagara sama persis dengan wilayah peradaban orang Sunda selama berabad-abad. Dan yang memperkuat lagi adalah kesamaan kosakata antara Sunda dan Salakanagara.
Disamping itu ditemukan bukti lain berupa Jam Sunda atau Jam Salakanagara, suatu cara penyebutan waktu/jam yang juga berbahasa Sunda.
Perdebatan dikalangan Sejarahwan mengenai adanya Kerajaan Salakanagara sebagai kerajaan tertua masih terus terjadi, beberapa pendapat menyatakan bahwa kerajaan tertua adalah Kerajaan Kutai Martadipura yang muncul pada abad ke-4 M.
Kerajaan Salakanagara eksis sejak abad ke-2 M, jelas lebih tua dibandingkan Kerajaan Kutai Martadipura di Kalimantan Timur. Namun bukti fisik mengenai adanya kerajaan ini sangat minim. Pendapat mengenai keberadaan Kerajaan Salakanagara didasarkan pada catatan perjalanan dari Cina
dimana Kerajaan Salakanagara telah menjalin kerjasama perdagangan dengan Dinasti Han, hingga abad ke-3 M, utusan dikirim ke Dinasti Han, Selain itu, sejarah adanya Kerajaan Salakanagara didasarkan pada Naskah Wangsakerta.
namun Naskah Wangsakerta sendiri hingga kini masih menjadi persoalan mengenai keabsahan isinya.
Sebenarnya mengenai perdebatan kerajaan pertama di Nusantara bukan hanya melibatkan Kerajaan Salakanagara dan Kutai, tapi Kerajaan Kandis di Riau yang diperkirakan berdiri pada abad ke-1 M ikut terlibat.
Awal berdirinya kerajaan ini pada abad ke-1 di kota yang dikenal dengan logamnya, kata Salakanagara berarti "Negeri Perak" didirikan pada 52 Saka. Penguasa pertama di Salakanagara adalah Aki Tirem, terletak di Kawasan Teluk Lada, Pandeglang (Sekarang Banten)
dalam bahasa Sunda Pandeglang merupakan singkatan dari kata "Panday" dan "geulang" artinya pembuat gelang. Sejarawan Sunda, Dr. Edi S. Ekajati, memperkirakan lokasi ibu kota kerajaan adalah di kota Merak sekarang. Dalam bahasa Sunda, merak berarti "membuat perak".
Nama ahli dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Pasundan memiliki nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tubagus H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan lain-lainnya.
Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku. Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain
yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibuat baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyrè oleh Ptolemeus dalam tahun 150, dikarenakan Salakanagara diartikan sebagai "Negara Perak" dalam bahasa Sansakerta.
Kota ini terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang, Banten. Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang akhirnya menjadi mertua duta dari Pahlava (Indo-Parthia).
Ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama Dewi Pohaci Larasati diperistri oleh Dewawarman. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara beribu kota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara.
Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agninusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.
Rajatapura adalah ibu kota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi.
Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra.
Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana
dari India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.
Kerajaan Salanagara dianggap sebagai leluhur orang-orang sunda, dibuktikan dengan persisnya wilayah kekuasaan kerajaan ini sama dengan peradaban suku Sunda dan kata "Salakanagara" memiliki kesamaan kosakata dengan kata "Sunda".
(Pendahulu Tarumanagara) Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.
Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.
Memang banyak para ahli yang masih memperdebatkan masalah institusi kerajaan sebelum Tarumanegara melalui berbagai sumber sejarah seperti berita Tiongkok dan bangsa Eropa atau naskah-naskah Kuno.
Claudius Ptolemaeus, seorang ahli bumi masa Yunani Kuno menyebutkan sebuah negeri bernama Argyrè yang terletak di wilayah Timur Jauh. Negeri ini terletak di ujung barat Pulau Iabodio yang selalu dikaitkan dengan Yawadwipa yang kemudian diasumsikan sebagai Jawa.
Argyrè sendiri berarti perak yang kemudian ”diterjemahkan” oleh para ahli sebagai Merak. Kemudian sebuah berita Tiongkok yang berasal dari tahun 132 M menyebutkan wilayah Ye-tiao yang sering diartikan sebagai Yawadwipa dengan rajanya Pien
yang merupakan lafal Mandarin dari bahasa Sansakerta Dewawarman. Namun tidak ada bukti lain yang dapat mengungkap kebenaran dari dua berita asing tersebut.
(Letak Kerjajaan Salakanagara) Kerajaan Salakanagara terletak di Cihunjuran, Desa Cikoneng, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang, terdapat tiga menhir dan tujuh mata air yang dikenal tujuh sumur.
Ada 3 (tiga) lokasi yang diyakini sebagai pusat Kerajaan Salakanagara. Mereka adalah Teluk Lada (Pandeglang, Banten), Condet (Jakarta) dan Gunung Salak (Bogor).
Pertama, Rajatapura disebut oleh Naskah Wangsakerta sebagai letak pusat pemerintahan Salakanagara, yang terletak di Teluk Lada (Pandeglang, Banten). Dalam naskah tersebut, Rajatapura disebut sebagai kota tertua di Jawa.
Dari sinilah kedelapan raja Dewawarman bertahta dan menguasai perdagangan di seluruh barat Pulau Jawa.
Kedua, Ciondet atau Condet di Jakarta Timur yang berjarak 30 kilometer dari pelabuhan Sunda Kelapa. Daerah ini memiliki sungai mengalir yang bernama Sungai Tiram. Kata "Tiram" diyakini berasal dari nama Aki Tirem, mertua Dewawarman I pendiri Salakanagara.
Ketiga, Gunung Salak (Bogor) adalah sebuah gunung yang ketika siang berwarna keperak-perakan tertimpa matahari bersinar terang. Dalam bahasa Sunda, Salakanagara berarti Kerajaan Perak. Selain itu, pendapat ini juga didasarkan pada kemiripan nama antara Salaka dengan Gunung Salak.
Salakanagara membawahi kerajaan-kerajaan kecil, yang didirikan oleh orang-orang yang berasal dari dinasti Dewawarman (raja-raja yang memerintah Salakanagara). Kerajaan yang menjadi bawahan Salakanagara antara lain:
(Kerajaan Ujung Kulon) berlokasi di wilayah Ujung Kulon dan didirikan oleh Senapati Bahadura Harigana Jayasakti (adik kandung Dewawarman I). Saat kerajaan ini dipimpin oleh Darma Satyanagara, sang raja menikah dengan putri dari Dewawarman III
dan kemudian menjadi raja ke-4 di Kerajaan Salakanagara. Ketika Tarumanagara tumbuh menjadi kerajaan yang besar, Purnawarman (raja Tarumanagara ke-3) menaklukkan Kerajaan Ujung Kulon. Akhirnya Kerajaan Ujung Kulon menjadi Kerajaan bawahan dari Tarumanagara.
Lebih dari itu, pasukan Kerajaan Ujung Kulon juga ikut membantu pasukan Wisnuwarman (raja Tarumanagara ke-4) untuk menumpas pemberontakan Cakrawarman.
Kerajaan Tanjung Kidul beribu kota Aghrabintapura (Sekarang termasuk wilayah Cianjur Selatan). Kerajaan ini dipimpin oleh Sweta Liman Sakti (adik ke-2 Dewawarman I).
Pendiri Salakanagara, Dewawarman, merupakan seorang duta keliling, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan putri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman,
pengungsi dari wilayah Salankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai Magada. Sementara Kerajaan Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, Bharata setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Pasca perjanjian Giyanti 1755, Pangeran Mangkubumi membangun Keraton sebagai bagian tata kota yang diciptakan berdasar filosofi yang begitu mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan antar manusia.
Konsep rancangan kota merupakan cerminan perjalanan daur hidup manusia sejak lahir sampai mati, yang tertuang dalam Sumbu Filosofi yang menghubungkan Panggung Krapyak – Keraton – Tugu Pal Putih.
Sumbu tersebut merupakan gambaran konsep mikrosmos, yaitu alam kehidupan nyata yang menjadi laku peziarahan manusia. Secara paralel dalam konsep makrokosmos ada garis imajiner Selatan – Utara, yaitu Laut Selatan – Keraton - Gunung Merapi.
Suro adalah hari pertama dalam penanggalan Jawa. Ini dihitung dengan menggabungkan penanggalan Bulan (Islam), Matahari (Agustus), dan Hindu. Pada hari 1 suro, orang-orang melakukan berbagai ritual untuk menghormati kepercayaan Jawa.
Penanggalan Jawa didasarkan pada pertimbangan yang pragmatis, politis dan sosial. Dengan demikian, ia memiliki dua sistem untuk menghitung hari, yaitu mingguan (7 hari) dan pasar (5 hari).
Kerajaan Singasari/Tumapel yg berdiri pada 1222-1292 adalah embrio dari lahirnya kerajaan yg lebih besar, yaitu Majapahit/Wilwatikta. Singasari mengalami keruntuhan ketika adanya kudeta dari jayakatwang seorang Adipati bawahan dari kediri.
Jayakatwang memanfaatkan situasi ketika Ibukota kerajaan minim penjagaan saat kekuatan penuh Prajurit dikirimkan ke luar pulau dalam operasi Pamalayu.
Keris merupakan warisan leluhur kita yang dulu digunakan sebagai simbol kesewasaan dan kewibawaan seseorang. Seiring waktu berjalan apalagi di era modern seperti ini semakin sedikit anak muda yang melirik keris.
Keris ada yang mengatakan sisipan dari ”barange mlungker ora iso gawe ngiris ” atau diartikan senjata berkelok yang tidak untuk memotong sesuatu. Keris dibuat oleh seorang empu dan membutuhkan waktu yang sangat lama dari proses sampai menjadi sebuah keris utuh.
Keris ada beberapa macam bentuk ada keris lurus juga ada keris luk/lengkok. Pada bulan Muharram atau Suro menurut orang jawa banyak yang menjamas atau membersihkan pusaka yang mereka miliki seperti keris, tombak, wedung dan lainnya.
Banyak versi pendapat tentang Moksa, tetapi saya tidak akan berpendapat tentang Moksa hanya akan bercerita tentang Moksanya Raden Wibisana dalam cerita pewayangan dimana para pembaca dapat memaknai sendiri arti adegan cerita Raden Wibisana sebelum Moksa (Mangkat).
Dalam cerita pewayangan lakon "Wahyu Makutharama" terdapat adegan Raden Wibisana sebelum mangkat (moksa), beliau harus mengeluarkan Saudara halusnya (saudara gaib) yg berjumlah empat yang berupa, Nafsu-4, yang juga dikenal dengan Sedulur Papat ( 4 Saudara Halus)
Ketika banyak pepunden tidak lagi di ingat, diuri-uri atau hanya dikenal sebagai tempat wingit bahkan mendapat stigma angker hanya untuk mencari materi saja seperti nomor togel dll.
Disinilah peran pepunden akan saya jelaskan, sebenarnya pepunden adalah pelindung disuatu wilayahnya. Untuk melindungi anak piturunya dan orang orang yang tinggal dinwilayah tersebut.