UCAPKAN SELAMAT ULANG TAHUN BUKAN MALAH MINTA 3 PERIODE
.
.
.
Kenapa ga sekalian bikin 4 periode? Tanggung amat cuma 3? Bagus-bagus ada yang berani lebih nekat usul 5 periode toh ada contoh. Soeharto pernah berkuasa selama 32 tahun kan?
Bukankah proses amandemen yang akan dilakukan oleh DPR sama rumitnya antara 3 periode atau 4 periode?
Yang jelas, bila mimpi pembangunan yang akan dapat dilakukan Presiden pingin tuntas, tas, tas, tas…
makin panjang masa jabatan Presiden Jokowi makin masuk akal akan dapat dipenuhi dong?
.
.
Dua hari sebelum Presiden berulang tahun ke 60, Komunitas Jokowi-Prabowo 2024 atau biasa disingkat Jokpro dibentuk. Ga tanggung-tanggung,
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari diangkat sebagai Penasehat.
.
.
Qodari bukan sosok anak kemarin sore yang tiba-tiba muncul demi sekedar sensasi ingin dia buat. Dia tokoh yang sudah matang dan jejak keterlibatannya sangat jelas pada level nasional.
Pasti bukan atas sebab wangsit dia hadir namun dengan maksud.
Sama seperti kalau kita lagi mau ngutang dan kita selalu punya prakata agar maksud kita terdengar masuk akal, Qodari memulainya dengan pembuka supaya tak lagi terjadi polarisasi pada 2024 nanti.
Qodari memframing polarisasi seolah adalah bencana yang harus ditakuti bukan realitas logis dalam sebuah pemilu atau pilpres.
"Daripada ribut dan kembali terpecah belah, kita bersekutu aja yuk!" demikian kira-kira narasi ingin dia bangun.
Di sisi lain, membawa nama Jokowi adalah syarat branding dapat diterima pasar.
Dengar-dengar, mereka telah menggelar syukuran sekaligus peresmian sekretariat Nasional Jokpro dimana Ketua Umum Jakpro 2024 juga telah tertunjuk dan dijabat
oleh Baron Danardono W sementara Sekjen Timothy Ivan.
.
.
Pun dengan Kantor Sekretariat Nasional Jokpro 2024 sebagai syarat dalam rupa domisili, mereka telah memiliki alamat yakni di Jalan Tegal Parang Selatan I No. 37, Jakarta Selatan.
"Masuk akalkah usulannya itu?"
Secara hukum, apa yang ingin dibuatnya bukan hal mustahil. Amandemen UUD dapat dilakukan oleh DPR.
Bila DPR tidak mau bergerak juga, perjuangkan melalui jalur luar. Bikin suara menggema seolah pada setiap sudut negeri ini ada suara yg berteriak bahwa hal itu sangat diperlukan.
Masa DPR tak tergerak bila suara itu telah demikian besar?
Artinya Qodari berusaha bergerak pada ruang yang memiliki jalan. Dia sadar benar bahwa usulannya bukan sesuatu yang tidak masuk akal.
Terlepas bahwa Jokowi pernah berkali-kali telah bersuara menolak gagasan tersebut, itu tak membuat kendor semangat Qodari dan kawan-kawan.
Pertanyaannya bukan pada masuk akal atau tidak, namun benarkah rakyat Indonesia senang dengan gagasan ini? Ternyata tidak.
Parameter Politik Indonesia mencatat bahwa 52,7 persen responden menyatakan tidak setuju saat ditanya apakah mereka setuju atau tidak setuju jika jabatan presiden diubah dan diperpanjang jadi tiga periode.
Survey berbicara bahwa, 52,7 persen tidak setuju dan yang setuju 27,8 persen, selebihnya tidak menjawab.
Pada perspektif seperti ini, kita justru perlu bertanya kenapa seorang dengan intelektual sekelas Qodari demikian ngotot dengan gagasan 3 periode? Ada apa dengan dia??
"Pernah di survey untuk 4 periode tidak? Siapa tahu justru lebih tinggi kan yang setuju?"
Yang saya tahu, merobohkan sesuatu selalu lebih cepat daripada membangun atau menyusunnya. Apa yang sudah dibangun oleh Jokowi selama 2 periode ini akan dengan mudah runtuh
saat beliau tak mampu menyerahkan tongkat estafet itu pada sosok yang tak sebangun dengan dirinya.
Bayangkan bila amandemen itu benar dapat diwujudkan dan Jokowi memiliki waktu tambahan 5 tahun sebagai Presiden, dia memang akan makin ngebut melakukan pembangunan & kita senang.
Namun bila ternyata pada 2029 nanti partai yang tak sepakat dengan Pancasila menjadi pemenang, bukankah 1 periode akan cukup menghancurkan apa yang sudah dibangunnya selama 15 tahun?
Dan ingat amandemen telah membuat penguasa dari partai itu akan memiliki peluang berkuasa selama 3 periode, yakin itu yang akan kita buat?
Akan ada waktu 15 tahun negara ini dikuasai oleh mereka yang tak sepakat dengan Pancasila?
Itu baru ancaman bila partai tersebut menang, siapa yang yakin bahwa Indonesia dimasa depan pasti selalu terpimpin oleh mereka yang amanah?
Trus bagaimana bila yang tak amanah itu juga berhasil mengamandemen UUD dari 3 periode menjadi 4 atau 5 periode saat dia berkuasa?
Hal itu hanya seperti membuka kotak pandora bagi ketamakan.
Jokowi bukan orang seperti itu dan maka dia sudah berkali-kali menolaknya. Konsisten pada konstitusi adalah kata kunci bagi negara ini bila ingin tetap tegak berdiri 100 hingga 200 tahun kemudian.
"Kan bukan mustahil juga to setelah pak Jokowi selesai menjabat periode ke 3 nya UUD kita amandemen lagi?"
Tanda akan terjadi kiamat adalah ketika matahari sudah terbit dari barat. Sepertinya ini sudah merupakan satu isyarat suatu saat nanti matahari bisa terbit dari barat, karena sekarang sudah di utara,"
demikian suara seorang guru dari Jeneponto Sulawesi Selatan dalam videonya yang viral pada Jumat tanggal 18 Juni yang lalu.
Penekanan pada kata kiamat itulah yang sangat mungkin menjadikan videonya trending. Bukti foto tangkapan kameranya yang memperlihatkan posisi matahari yang memang cenderung terlihat sedang bergeser ke utara pun semakin memperkuat argumen yang dia bangun.
Mungkin kita hanya akan tertawa geli ketika mendapati 2 atau 3 anak-anak yang sedang mencoba mencuri mangga di halaman rumah kita. Terbawa kita pada lamunan masa lalu di mana kitalah anak-anak tersebut.
Tak pantas rasanya bila kita marah apalagi meneriaki anak-anak itu sebagai pencuri. Bila saya pemilik mangga, saya lebih senang akan panggil anak-anak itu 2 atau 3 hari kemudian sambil memberinya beberapa buah yang telah matang.
Mengajak menikmati bersama dan dalam obrolan saya selipkan pertanyaan : "manisan yang mana dengan yang kamu ambil kemarin? Pasti manis yang benar-benar matang di pohon kan?"
Sangat mungkin anak-anak tersebut tak lagi ingin mencuri karena alasan takut, tapi karena rasa malunya.
N E G A R A | tak melulu harus menggunakan pendekatan bisnis. Tak selalu harus berhitung untung rugi. Meski tercatat hanya tinggal satu orang warga negara yang membutuhkannya, pemerintah Jepang tidak lantas menghentikan kewajibannya. Satu orang tetaplah warga yang harus dilayani.
Dalam skala yang tak terlalu jauh berbeda Ahok melakukannya. Memang terlihat seolah dalam makna sebaliknya. Dia memulangkan kembali apa yang tak sepantasnya dia terima. Terlalu banyak negara telah memberi lebih dan maka nuraninya berontak.
Mungkin itulah hakekat sebuah kebenaran dalam arti yang sesungguhnya. Hanya negara dengan akar budayanya yang luhur saja yang akan mampu melakukannya.
Setelah menghapus fasilitas kartu kredit bagi direksi dan komisaris yang jumlahnya sungguh tak terkira bagi kebanyakan rakyat kita, kini Ahok melangkah lebih jauh. Uang saku atau uang representatif direksi pun turut dihapus.
Berapa besaran uang representatif bagi masing-masing direksi memang tak disebut namun pasti significant.
Uang representatif sering kita dengar sebagai tambahan uang saku kepada pejabat negara, sekretaris daerah, pimpinan dan anggota DPRD, dan pejabat eselon II dalam melakukan perjalanan dinas.
KABAR BURUK disampaikan Jusuf Kalla di depan Erick Thohir dari 10 orang kaya hanya 1 yang muslim.
Kalau sekelas mantan wapres saja sampai hari ini masih senang bermain diksi seperti itu, bagaimana meminta rakyat tak juga bermain sentimen yang sama?
Nasibmu Indonesia...dia yang sudah tua dan kenyang jabatan sepanjang hidupnya saja tak juga ada bijak pada dirinya, bagaimana mereka yang kecil dan sedang tak beruntung?
Kabar buruk disampaikan dari Jakarta, dari 25 penduduk Jakarta 1 telah terinfeksi Covid-19 tanpa embel-embel apa agamanya.
Siapa pun yang lari dan meninggalkan medan pertempuran adalah para pengecut. Para penakut yang tak sedikit pun memiliki imajinasi terselubung dibalik mulia makna pertempuran itu. Sejatinya, mereka telah kalah sebelum bertempur.
Perubahan sebagai keniscayaan tak mungkin kita lawan. Itu adalah pertempuran di mana dia tak peduli dan tak pernah meminta kita hadir di dalamnya. Dia hanya terus berjalan sesuai kodratnya tanpa bertanya. Siap atau tidak kita, bukan urusannya.
Ketika kita lari dan bahkan berjalan mundur pada eforia masa lalu, kita bukan pemimpi, kita pelamun. Bangsa ini, saat ini, tampak sedang ingin berada pada masa itu. Kita berjalan mundur dgn banyak usaha pembenaran berdasar perintah yg dibuat seolah berasal dari Dia sang yg benar.