Jelang Hari Bahayangkara @DivHumas_Polri yg diperingati tiap 1 Juli, KontraS menyampaikan laporan "Brutalitas Polisi Makin Menjadi Di Tengah Pandemi!" Juni 2020 - Mei 2021.
Siaran pers:
Bagaimana penilaian kamu terkait kualitas Kepolisian hari ini?
"Brutalitas Polisi Makin Menjadi Di Tengah Pandemi!"
Pandemi jadi alat penyusutan kebebasan sipil menindak aksi massa. Sebagian ditempuh lewat kriminalisasi.
Tapi, satu rahasia umum bahwa Kepolisian kerap diskriminatif dengan mengistimewakan pejabat atas pelanggaran yg sama.
Berbagai sorotan & temuan KontraS akan masih gandrungnya Kepolisian akan tindak kekerasan.
Lembaga penegak hukum di bidang keamanan kok memproduksi 651 kasus kekerasan dalam setahun?
Akankah Kepolisian yg brutal & represif ini dievaluasi Presiden @jokowi & @DPR_RI?
390 dari 651 kasus kekerasan Kepolisian dalam setahun belakangan itu berbentuk penembakan. Ringan sekali jarinya menarik pelatuk senjata api ya...
Dalam setahun belakangan, terbukti bahwa pandemi dijadikan alasan oleh Kepolisian guna meredam aspirasi warga untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja & hal-hal ngawur lainnya.
Berbagai pelanggaran hukum acara hingga hak yg dimiliki warga juga muncul di penanganan aksi massa.
Entah kita akan punya Kepolisian dengan kualitas yg bagaimana lagi mengingat proses penegakan hukum kerap menggunakan cara-cara stigmatisasi.
Warga berpakaian hitam saja bisa ditindak hukum oleh Polisi. Semua bisa dicap anarko-radikal-makar dan dibawa ke ranah hukum.
Kepolisian juga menjadi biang di balik menyusutnya kebebasan kita di ranah digital. Setelah kerap gagal memaknai jenis delik aduan dalam pasal-pasal penghinaan dengan terus memprosesnya.
Kepolisian juga melancarkan inisiatif Polisi Virtual yg mengancam ekspresi kita.
Kepolisian juga masih tercatat kerap menggunakan cara-cara kekerasan untuk menanggulangi isu Papua. Baik yg berlangsung di Papua atau di wilayah lainnya.
Selain dengan jelas menimbulkan korban langsung, opsi tindakan kekerasan jelas kontraduktif menyelesaikan permasalahan.
Berbagai problem dalam tubuh Kepolisian yg diulas di atas terjadi sebab minim & tidak adanya koreksi & evaluasi yg sesuai akan kinerja Korps Bhayangkara ini. Ibarat mimpi kita akan menjumpai Polisi yg humanis atau Presisi jika berbagai kekeliruannya tak diatasi.
Berikut rekomendasi kami untuk Negara (Presiden @jokowi, @DPR_RI dkk) serta tentunya Kepolisian untuk bisa memiliki Kepolisian yg sesuai dalam bingkai negara demokratis & menjunjung tinggi HAM.
Sidang ke-21 kriminalisasi Fatia - Haris oleh Menkomarinves sudah dimulai. Agenda kali ini ialah pemeriksaan saksi yg hadir dari Papua. Salah satunya ialah warga dari Intanjaya, wilayah yg terdampak militerisasi sebab pertambangan.
Saksi pertama ialah keluarga dari Alm. Pdt. Yeremia Zanambani yg tewas ditembak Anggota TNI pada 19 September 2020.
Juga keluarga dari Apinus & Luther Zanambani yg tewas setelah dihilangkan paksa & dibunuh dengan cara dibakar oleh Anggota TNI.
#KitaBerhakKritis
@LBH_Jakarta @YLBHI @amnestyindo @GreenpeaceID @TrendAsia_Org @FraksiRakyatID @bersihkan_indo @PBHI_Nasional @jatamnas Bentuk peningkatan aktivitas militer di Intanjaya dapat dibuktikan dengan alih fungsi fasilitas publik seperti sekolah & puskesmas menjadi pos militer.
Terdapat juga warga yg terpaksa harus mengungsi ke wilayah lain.
Pada persidangan kriminalisasi Fatia dan Haris, 29 Mei 2023 kemarin, melalui kuasa hukumnya, pak Luhut mengirimkan surat yang menyatakan bahwa ia tidak bisa hadir ke persidangan karena sedang menjalankan tugas Kenegaraan di "Luar Negeri".
Padahal dari postingan bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan), pak Luhut Senin siang hadir di rapat Kabinet Indonesia Majuhttps://www.instagram.com/p/Cs2cfVdpV-g/
Lalu malamnya dia ada di Ritz-Carlton Jakarta untuk menghadiri China (Sichuan)-Indonesia Economic and Trade Conference. metrotvnews.com/read/kWDCOGom-…
Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil mendapatkan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis, yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan!
Saat proses investigasi, tim bertemu dengan sejumlah saksi, korban dan keluarga korban dengan kondisi ada yang mengalami gegar otak, luka memar bagian muka dan tubuhnya, ruam merah pada muka, hingga trauma yang berat akibat peristiwa kekerasan yang telah terjadi.
Tim menemukan setidaknya 12 temuan awal selama proses investigasi. Pertama, tim menemukan fakta pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu
Karena Status Whatsapp, Pemuda Dianiaya Polisi dan Dipaksa Meminta Maaf pada Anjing Pelacak.
KontraS menerima pengaduan dugaan tindak penyiksaan o/ anggota Polres Halmahera Utara. Kejadian berawal dari status whatsapp, berujung pada tindakan tidak manusiawi terhadap Yolius (22).
Ongen (18/9/2022, 18.00 WIT) membuat unggahan di Whatsapp-nya bentuk ekspresi atas pandangannya terhadap kepolisian. Dari unggahan tersebut, membuatnya dicari oleh anggota Polres Resort Halmahera Utara.
(20/09) Ongen didatangi polisi di rumahnya lalu dipukul di bagian wajah hingga lebam di bawah mata sebelum ia tahu penyebabnya. Ia langsung dibawa ke Polres Halmahera Utara.
Hari ini, KontraS, @antikorupsi, @perludem melaporkan Mendagri Tito Karnavian @kemendagri ke @OmbudsmanRI137 berkaitan dengan proses penentuan Penjabat Kepala Daerah yang tidak diselenggarakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Tindakan maladministrasi tersebut berkenaan dengan dugaan penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan oleh Mendagri Tito Karnavian @kemendagri dalam melantik lima orang menjadi Penjabat Gubernur. suara.com/news/2022/05/2…
Kami menilai pengangkatan yang dilakukan berpotensi menghadirkan konflik kepentingan serta melanggar asas profesionalitas sebagai bagian tak terpisahkan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) karena menduduki dua jabatan sekaligus secara aktif.
Instruksi Kapolda Jabar ini adalah tindakan reaktif dan tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan selanjutnya. Instruksi ini jelas berbahaya sebab berpotensi melanggar HAM dan melegitimasi tindakan represif aparat di lapangan tanpa parameter yang terukur! cnnindonesia.com/nasional/20220…
Kami mafhum bahwa keberadaan begal memberi keresahan bagi masyarakat. Akan tetapi, pernyataan juga langkah kepolisian harus terukur karena langkah kepolisian diawasi oleh peraturan internal dan perundang-undangan, seperti Perkap 1/2009.
Sesuai dengan prinsip kewajiban umum, anggota Polri diharuskan tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum. Artinya, penggunaan kekuatan harus berdasar parameter yang terukur.