Tsunami hebat menghantam wilayah Tohoku, Jepang pada 2011 lalu. Ribuan orang tewas dan kerugiannya mencapai $360 milliar dollar.
Gak lama kemudian ada bantuan datang untuk warga. Uniknya, itu bukan dari pemerintah, namun diduga dari YAKUZA.
Sekitar 70 truk berisi makanan, selimut, pakaian, hingga obat-obatan - yg valuenya ditaksir mencapai $500k dollar - dikirim ke lokasi bencana.
Sumiyoshi dan Inakawa Family, grup Yakuza terbesar kedua dan ketiga di Jepang, disebut sbg kelompok yg mengirim bantuan tersebut.
Dalam tulisan ini, aku pengen cerita sedikit tentang bagaimana kehidupan di balik layar seorang Yakuza.
Thanks to CNN, The Guardian, dan Reuters for their outstanding journalism. Makasih juga buat Gragert (1997) dan Hill (2004) atas ulasan mendalam mereka dlm papernya.
Berbeda dengan mafia ataupun kartel narkoba di negara lain, pada titik tertentu, keberadaan Yakuza diterima cukup baik di masyarakat Jepang dan mereka punya koneksi sampai level tertinggi pemerintahan.
Untuk mahami Yakuza dgn lebih baik, kita perlu sedikit mundur ke belakang.
Ketika Tokugawa Shogunate berhasil menciptakan perdamaian di Jepang, banyak samurai yg nganggur.
Di masa damai, mereka gak begitu dibutuhkan. Namun karna gak punya skill lain selain bertarung, mereka membentuk kelompok yg disebut hatamoto-yakko, lalu meneror dan memeras warga.
Sekilas ini terlihat seperti gambaran sosok Yakuza, namun ternyata tidak.
Yakuza modern lebih merujuk pada macchi-yakko, sekelompok ronin yang bertugas untuk melindungi warga dari ancaman hatamoto-yakko tadi.
Warga merasa lebih aman dan menerima dgn baik sosok macchi-yakko.
Macchi-yakko sendiri bukan sosok yg bersih banget. Mereka dikenal sebagai tukang judi. Dan sering juga beberapa kali terlibat dlm kejahatan.
Namun disaat warga membutuhkan, mereka hadir dan siap untuk menolong. Ndak heran kalo Yakuza merasa dirinya “penjahat” yg bermartabat.
Namun blue print Yakuza sesungguhnya baru terbentuk saat awal abad 18.
Saat itu ada dua kelompok yg disebut Bakuto (traditional gamblers) dan Tekiya (street merchants).
Grup ini punya teritori, membership, struktur organisasi, hingga kode etik organisasi secara khusus.
Tekiya membentuk organisasi yg bertujuan untuk melindungi diri dari opresi Tokugawa Shogunate.
Pedagang2 akan dapat jaminan perlindungan dengan catatan memberikan sejumlah imbalan.
Dan ini ada struktur organisasinya – mulai dari ketua, officer, sampai anggota baru.
Sedangkan kelompok Bokuto direkrut pejabat dari Tokugawa Shogunate yg bertanggungjawab pada proyek pembangunan.
Namun proyek ini butuh banyak biaya buat upah pekerja.
Bokuto direkrut untuk menjebak pekerja tersebut lewat judi dengan harapan uang itu balik ke pemerintah lagi.
Term Yakuza itu sendiri merujuk pd permainan kartu tradisional Jepang yg disebut Hana Fuda.
Goal game ini adalah mencapai 19 poin dan gak boleh lebih. Kalo lebih maka kalah.
Makanya kombinasi 8 (ya) – 9 (ku) – 3 (za) merupakan kombinasi paling jelek krna total poinnya jadi 20.
Sejak itu istilah Yakuza melekat pada kelompok-kelompok yg dianggap “terjelek” di masyarakat.
Seperti halnya samurai yg dulu tidak punya tempat di era damai Tokugawa, member Yakuza pun banyak yg merupakan social outcast – kelompok yg gak punya tempat dlm society Jepang.
Orang-orang yg terpinggirkan dlm society ini kemudian mencari “rumah’’ baru. Itulah kenapa Yakuza lebih dari sekedar geng biasa.
Ketika ada member baru yg datang, dia nerima boss grup itu sbg ayahnya. Begitu selesai disumpah lewat seremonial minum sake, mereka resmi jd keluarga.
Setelah resmi dianggap jd bagian keluarga, loyalitas pada grup Yakuza itu harus absolut.
Gak jarang ada yg sampe harus memutuskan hubungan sama keluarga biologisnya sendiri.
Nah, bagi mereka yg mungkin gak lagi punya tempat di rumahnya, join Yakuza adalah pelarian mereka.
Karna loyalitas itu maknanya absolut, sehingga hukuman dari sikap tidak loyal atau membangkang itu berat. Anggota Yakuza itu harus siap kehilangan salah satu jarinya.
Dulu pas masih di era awal Yakuza, tujuan potong jari ini biar dia gak bisa lagi genggam katana sekuat dulu.
Saat ini, sindikat Yakuza di Jepang diperkirakan ada sekitar 58,000 orang yg membernya tersebar di seluruh Jepang.
Ada 4 family yg mendominasi Jepang saat ini :
Yamaguchi-Gumi – 8,200 member
Sumiyoshi-Kai – 4,200 member
Inagawa-Kai – 3,300 member
Aizukotetsu-kai – 7,000 member
Seperti halnya mafia-mafia yg ada di banyak negara, Yakuza juga beroperasi di kejahatan-kejahatan umum yg kita tau : peredaran narkoba, pemerasan, dan prostitusi.
Sumber pemasukan terbesar Yakuza ada di drug trade. Mereka jual apapun jenis narkoba yg emang diminta oleh pasar.
Selain itu, Yakuza juga aktif dlm sex trafficking, yg target umumnya perempuan2 Asia, Amerika Selatan, hingga Afrika.
Mereka diiming-iming pekerjaan yg menjanjikan di Jepang, namun endingnya mereka dijebak dan dipaksa untuk masuk prostitusi, PL karaoke, hingga jadi hostess bar.
Meski demikian, pemerintah ataupun polisi seolah diam dan tidak mengambil tindakan apapun.
Salah satu sebabnya kadang pemerintah ya butuh mereka juga.
Misal saat tahun 1960, Yakuza diminta untuk membantu pengamanan Presiden US, Dwight D. Eisenhower, yg berkunjung ke Jepang.
Polisi baru mulai ngambil tindakan saat Yakuza masuk ke area white collar-crime.
Salah satunya di bidang real estate. Agen property merekrut Yakuza untuk melakukan sejumlah pekerjaan kotor.
Pemilik tanah diteror sedemikian rupa sehingga mereka mau menjualnya dgn harga murah.
Selain bisnis real estate, Yakuza juga mulai masuk ke ranah korporasi.
Modusnya dengan membeli saham mayoritas sebuah perusahaan, memasukkan officer mereka di rapat pemegang saham, lalu memaksa perusahaan untuk bergerak sesuai kepentingan bisnis lain milik Yakuza tersebut.
Ada pula modus lain yg menarik. Beberapa pemilik perusahaan mendatangi kelompok Yakuza untuk memohon pinjaman uang dalam jumlah besar, yg gak mungkin di acc bank manapun.
Nanti sbg gantinya, Yakuza dibolehkan mengontrol penuh salah satu cabang usaha mereka di wilayah tertentu.
Gak lama mereka menyadari kalo bisnis legal seperti itu, ternyata jauh lebih menguntungkan dibandingkan kejahatan underground yg dulu biasa mereka lakukan.
Bahkan karna bisnis inilah, mereka punya kekuatan untuk mencengkram figur-figur politik penting sampe level tertinggi.
Semakin Yakuza ini tenggelam dalam white collar crime, semakin turun kekerasan yang biasa terjadi diantara para keluarga Yakuza karna rebutan setoran pedagang, misalnya.
Tapi ini justru bikin pemerintah geram yg berujung pada keluarnya hukum “Anti-Yakuza” pada tahun 1991.
Sejak hukum “Anti Yakuza” itu diterapkan, sering terjadi penangkapan dalam jumlah besar.
Ndak hanya itu, pemerintah kemudian membekukan banyak asset milik para kelompok Yakuza.
Hukum yg ketat semacam itu kemudian membuat minat generasi muda buat join Yakuza semakin turun.
Ndak heran kalo kemudian banyak member Yakuza yg saat ini masih eksis, sebagian besar didominasi oleh mereka yg usia 40-50 tahun.
Selain karna tekanan public dan hukum, juga disebabkan oleh krisis demografi Jepang secara umum dimana angka kelahiran mereka sangat sangat minim.
Hubungan Yakuza sm public ini kayak semacam love-hate relationship.
Meski mereka sindikat criminal, namun gak sedikit juga warga yg merasa aman krna wilayahnya ada dalam lindungan Yakuza tersebut.
Yakuza disebut sbg salah satu alasan angka kriminal di Jepang relatif rendah.
Yakuza sendiri selalu berusaha membangun komunikasi publik bahwa mereka bukan ancaman bagi warga sipil. Mereka siap hadir untuk warga.
Itu yg terjadi saat Tsunami 2011 lalu. Kelompok Yakuza berlomba jadi pihak pertama yg bisa menyalurkan bantuan. It’s for their self pride.
Menarik untuk melihat sampai sejauh mana kultur Yakuza ini nantinya bertahan oleh perkembangan jaman.
Makasih udah mampir buat membaca ya. Mohon maaf kalo ada kalimat yg kurang pas ya. Sampai ketemu di dongeng selanjutnya. 😆
Panjang umur perjuangan. 🔥
Selamat malam.
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Udah pernah kubilang, kalo indikator ekonomi masyarakat cm diliat dari penonton konser, antrian iBox, atau macet di lokasi wisata, mending Fakultas Ekonomi se-Indonesia dibubarin aja.
Padahal belum lama ini dilaporkan tingkat klaim BPJS Ketenagakerjaan meningkat krna PHK massal.
BPS mencatat selama periode bulan Mei-Agustus (4 bulan), kita mengalami deflasi secara berturut-turut month to month.
Sekilas penurunan harga emg seperti kabar positif, tapi kalo gitu terus dlm jangka panjang, ya gawat juga.
Berarti ada yg remuk pada daya beli masyarakat.
Salah satu gejala ekonomi kita lagi ada goncangan adalah Purchasing Index Managers (PMI) kita Juli kemarin di bawah 50 poin alias sedang mengalami kontraksi. Selaras dgn tingginya PHK yg ada.
PMI umumnya jd dasar melihat tren pergerakan ekonomi pada sektor manufakfur dan jasa.
"Siapapun yg jadi presidennya, kita lho tetep gini-gini aja."
Yaaa milih policy maker emg gak membuatmu yg staff kantor tiba2 jadi juragan kapal kontainer.
Tapi kalo milih policy maker yg tepat, uang kuliah buat anakmu bisa jadi lebih terjangkau, misalnya.
Presiden membuat kebijakan yg dampaknya berpengaruh sama hajat hidup orang banyak. Sometimes it's not always about you.
Kita yg udah hidup nyaman mungkin gak ngerasa ada efeknya, tapi bisa jadi ada kebijakan yg udah lama dibutuhkan saudara-saudara kita yg di pelosok, misalnya.
- Gak ada lagi wilayah NKRI yg malemnya gelap karna gak ada listrik
- Akses air bersih lebih mudah didapatkan
- Lama tempuh ke pulau2 kecil terluar lebih singkat
- Kesejahteraan guru membaik
- Fasilitas publik lebih ramah kelompok difabel
- dll
Sebagai selingan bahasan politikmu di timeline dan kebetulan mau imlek juga, aku pengen sedikit share gimana perayaan Chinese New Year di China berdampak pada global supply chain.
Let's spill the tea 🍵
ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Sebelum masuk inti bahasan, seperti biasa aku mau survey kecil-kecilan.
Apakah temen-temen saat ini familiar dengan dunia Supply Chain Management?
Pertama kita perlu uraikan definisi dari Port Congestion.
Secara sederhana, Port Congestion dipahami sebagai situasi dimana kapal yg udah tiba di area sekitar pelabuhan, nggak bisa sandar dikarenakan antrian bongkar muat kapal lain masih panjang.
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT – Understanding Its Strategic, Tactical, and Operational Level Planning
Spektrum bahasan dalam Supply Chain Management (SCM) sebenarnya sangat luas. Dalam thread ini, aku mau bahas tiga level planning dalam SCM.
Yuk kita spill. 🍵
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Pembahasan SCM mungkin segmented dan bukan bahasan umum yg sering bertebaran di lini masa.
Namun aku penasaran, sejauh mana pembaca thread ini mengenal SCM?
DISCLAIMER :
Karna aku sendiri masih baru 6-7 tahun terjun dalam bidang SCM, penting untuk dipahami bahwa aku BELUM layak untuk menganggap diriku expert dalam bidang ini.
Jadi thread ini kubuat untuk sharing aja agar pembahasan SCM lebih dikenal di lini masa Twitter.
Gimana rasanya tumbang abis mabok dan pas melek ternyata udah DIKUBUR HIDUP-HIDUP sebagai tumbal seserahan acara adat?
Well..... Victor Hugo Mica Alvarez had a terrifying story to tell.
Victor, 30 tahun, bercerita gimana dia berkali-kali mukulin kotak peti mati yg terbuat dari kaca untuk bisa lolos setelah dikubur hidup-hidup dalam keadaan mabok.
Seremnya, lokasi dia "dikuburkan" berjarak sekitar ± 80 KM dari tempat dia terakhir mabok sebelumnya.
Ceritanya, Victor menghadiri acara adat yg disebut Mother Earth Festival, di kawasan El Alto, Bolivia.
Mother Earth Festival merupakan acara adat dimana masyarakat mengadakan semacam "tasyakuran" kepada Pachamama, the Goddess of Earth and Fertility.