Diosetta Profile picture
Aug 19, 2021 90 tweets 11 min read Read on X
SENANDUNG SEDU LEMBAYUNG SENJA Vol 2

Di Radio tengah malam pernah disinggung kalo Nandar melakukan ritual di Gunung Lawu..

Sesuai Schedule kita update malam ini...
@bacahorror
@bagihorror
@ceritaht
@RamaAtmaja_HCR
@IDN_Horor
@qwertyping
#ceritahoror #diosetta Image
Habis dari merapi, kita jalan-jalan ke Gunung Lawu.
Kisah ini berdasarkan mitos hal ghaib yang beredar di sana...

Stay tune ya!
Senandung Sedu Lembayung Senja Vol.2

Selangkah demi selangkah aku tertatih menuju ke rumah. Sungguh sakit… seluruh tubuhku terasa sakit oleh luka-luka yang dihasilkan oleh teman-teman Reza ,
tapi itu tidak lebih sakit dari apa yang kurasakan setelah melihat perlakuan Reza pada Rani..
“Heh Nandar! Dari mana kamu pulang selarut ini! Pake babak belur lagi?! Berantem kamu??”
Teriakan ibu menyambutku dari dalam rumah ,
dibelakangnya terlihat seorang pria yg tidak kukenal setengah telanjang di sofa rumah kami dengan tumpukan botol-botol minuman keras.
Aku hanya menoleh dan masuk kamar dengan membanting pintu.
“Dasar Bocah ga tau diuntung! Awas aja sampai kamu bawa masalah kesini…!” Ucap ibu sambil memukul pintu kamarku sekencang-kencangnya.
“Sudah-sudah… itu anak sial yang kamu ceritain itu kan? cuekin aja , mending kita senang-senang lagi… nih minum “
dari dalam kamar terdengar suara laki-laki itu sedang berusaha menarik ibuku untuk meneruskan kesenanganya.
Hal ini sudah sering terjadi. Sudah sering ibu membawa laki-laki yang berbeda ke rumah dan ia akan selalu mengamuk jika aku tanya siapa mereka.
Ayah? Tidak.. aku tidak punya ayah. Ayahku adalah salah satu diantara laki-laki itu yang berhasil menghamilinya.
Aku bisa hidup sampai seumur ini berkat belas kasihan dari Almarhum kakeku yang selalu merawat dan melindungiku dari tingkah laku seseorang yang harusnya tidak pantas kusebut ibu.
Di dalam kamar aku mengenakan headphoneku dan menyetel keras-keras suaranya untuk menghindarkanku dari suara di luar kamar yang selalu membuatku merasa jijik.
…..
.....

“Kembali lagi di Radio Tengah Malam , sesuai janji.. kita akan membahas tentang mitos pencarian ilmu di Gunung Lawu..
Konon gunung lawu ini mempunyai berbagai mitos mengenai bermacam macam misteri.
Salah satunya adalah Pasar Setan yang mirip dengan Pasar Bubrah di Merapi. Saat seorang manusia biasa tersesat di pasar setan ini itu akan menjadi petaka..
konon saat terdengar suara ramai di suatu tempat di gunung lawu , kita harus membuang salah satu barang yang kita bawa dan mengambil sesuatu dari sana seperti ranting, daun, atau sejenisnya.
Lain halnya bila yang sampai ke pasar setan adalah mereka yang memang sedang mencari ilmu. Tempat itu merupakan salah satu tempat terbaik untuk bertransaksi dengan makhluk ghaib untuk mendapatkan Ilmu, pusaka, Khodam, hingga penawar ilmu hitam.
Bahkan ilmu pembalik untuk Santet ataupun pelet bisa didapatkan di tempat ini...
Tentunya itu semua tergantung bayaran apa yang kalian tawarkan “
….
Gunung Lawu… mungkin itu bisa menjadi cara untuk membebaskan Rani dari pelet yang diberikan oleh Reza.
Kalau Reza saja bisa mendapatkan ilmu pelet itu, harusnya aku juga mampu mendapatkan ilmu yang bisa menghentikanya.
Tanpa berpikir panjang aku segera membereskan barang-barang ke dalam tas , seluruh perlengkapan yang kurasa dibutuhkan untuk mendaki kupersiapkan dengan benar.
Berbekal uang tabungan yang kumiliki aku segera pergi meninggalkan rumah dan tidak pernah peduli apa aku akan kembali ke rumah ini atau tidak.
Sudah lewat tengah mala, aku berjalan kaki menuju terminal, kurang lebih satu jam lamanya.
Bis jurusan karanganyar yang kucari sudah terparkir di sana, namun aku harus menunggu hingga pagi sebelum bus itu berangkat.
Aku tertidur di salah satu kursi bus yang menuju ke Karanganyar,
menjelang pagi kernet bus membangunkanku untuk memastikan tujuan sekaligus menarik biaya tiket.
“Masnya ga papa? itu lukanya banyak.. diobatin dulu nih” ucap kernet itu yang kembali lagi dengan membawa perlengkapan P3K.
“Dikeroyok preman ya mas?” Tanyanya.
Aku hanya mengangguk , tidak mungkin juga aku menceritakan kejadian semalam. Segera kubersihkan luka-lukaku dan mengembalikan kotak P3K kepada kernet tadi.
Sungguh lucu , bahkan Kernet bus yang tidak kukenal bisa lebih memperhatikanku dibanding dengan ibuku sendiri.
Sepanjang jalan kuhabiskan dengan mendengar lagu dari walkman peninggalan kakeku ini. Sampai ada seorang kakek tua yang naik dari Indramayu duduk di sampingku dan mulai mengajaku berbicara.
“Mas.. tujuan ke mana?” Tanya kakek itu.
“Karanganyar mbah.. “ Aku menjawab dengan seperlunya saja, namun kakek itu menatapku dengan senyuman yang cukup aneh.
“Ke.. Gunung Lawu kan?” ucap kakek itu.
Tunggu… bagaimana kakek itu bisa tau tujuanku.
Tidak, tidak mungkin aku bilang soal tujuan dan maksudku kepada orang asing.
“Bu.. bukan mbah, saya mau ke tawangmangu” jawabku dengan berbohong.
Kakek itu mengerutkan dahinya seolah tidak percaya dengan jawabanku.
“Ya sudah kalau tidak mau jujur, percuma kalau kamu ke gunung lawu kalau tidak tahu bayaran atas apa yang mau kamu cari” Balasnya lagi sambil menutup mata dan bersiap untuk tidur.
Aku kaget dengan perkataanya , dia benar.. aku tidak mempersiapkan apapun atas bayaran ilmu yang kucari. Aku berfikir berkali-kali hingga memutuskan berkata jujur pada kakek itu.
“Maaf mbah.. bener saya mau ke gunung lawu, ada hal penting yang harus saya dapatkan disana.”
Mbah itu tersenyum dengan posisinya yang tertidur dalam posisi duduk.
“Nanti saat kamu turun di terminal , berjalanlah ke arah timur… disana ada seseorang yang menjual seekor ayam cemani berwarna hitam pekat di seluruh tubuhnya.
Itulah bayaran atas ilmu yang kamu cari” Ucap kakek itu tanpa terbangun dari posisi tidurnya.
“Rokok! Air minum! Tahu!”
Suara pedagang asongan mengalihkanku dari ucapan kakek itu,
sama sekali tidak lama namun ketika aku menoleh kembali ke arah kakek itu, ia sudah tidak ada di tempat.
Sepertinya aku mengerti , sejak tadi aku sudah memulai perjalanan ghaib .
Tinggal satu cara untuk membuktikanya, apakah aku benar akan bertemu penjual ayam cemani seperti yang diucapkan kakek itu atau tidak.
Menjelang sore bis sudah terparkir di terminal.
Sesuai ucapan kakek itu aku mencoba berjalan ke arah utara mencoba mencari orang yang di maksud kakek tadi . cukup lama aku berjalan hingga terhenti di sebuah warung tua.
Warung itu terletak di pinggir jalan, namun seperti tidak ada seorangpun yang menyadari keberadaan tempat itu. Seorang pria yang menjaga warung terlihat menatap kearahku. Seolah aku mendapat kepastian bahwa itu tempat yang kucari.
Segera aku menghampiri warung yang terlihat lusuh itu , namun belum sempat aku memberi salam , orang itu sudah lebih dulu berkata kepadaku..
“Itu.. ayamnya sudah saya siapin, tinggal bayar “ Ucap pria itu.
Aku terheran, namun semenjak sadar bahwa ini adalah perjalanan ghaib, sudah sewajarnya hal seperti ini terjadi.
“Be.. berapa harganya pak?” Tanyaku.
“Semua uang yang kamu punya!” ucapnya tanpa ragu.
Tidak mungkin aku menggunakan semua uang yang kumiliki, aku masih harus kembali ke jakarta nanti. Tapi aku berfikir pasti ada tujuan atas semua bayaran itu.
“Ini pak.. “ Aku memberikan seluruh uang yang kupunya yang jumlahnya cukup banyak tanpa menyisakan sepeserpun.
“Bagus.. saat melalui perjalanan ini kamu harus meninggalkan semua hal duniawi, itu bawa ayamnya.. dan ini , dimakan sebelum kamu melanjutkan perjalanan” Ucap pria itu.
Sepiring nasi dengan lauk pecel yang diisi dengan berbagai dedaunan yang tidak kukenal diberikan kepadaku ,
segelas air juga sudah tersedia disampingnya.
Aku baru ingat, sejak semalam aku sama sekali belum makan. Segera saja aku berterima kasih dan menghabiskan makanan itu.
“Setelah ini kamu tidak akan merasa lapar , lanjutkan perjalananmu… “
Benar juga, makanan yang hanya sedikit itu membuatku sangat kenyang. Aku segera berterima kasih dan meninggalkan warung itu dengan membawa keranjang dengan berisi ayam yang berwarna hitam pekat tanpa noda sedikitpun.
Tanpa adanya uang, aku mencari tumpangan dari kendaraan-kendaraan yang lewat dan dilanjutkan berjalan kaki untuk tiba di gerbang pendakian gunung lawu di sebuah komplek candi yang cukup luas.
“Mas.. ke gunung lawu benar lewat sini kan?” Ucapku pada seorang pemuda yang sedang berjaga di sana.
Orang itu melihatku membawa seekor ayam seolah mengerti sesuatu.
“Bener mas… tapi masnya yakin mau ke sana?” Pemuda itu memastikan kepadaku.
Aku hanya mengangguk , tak ada pilihan bagiku untuk mundur.. semakin lama aku menunda, semakin aku tidak yakin dengan kondisi Rani.
“Mas coba dipikir-pikir dulu ya , lebih baik masnya… “ Belum sempat selesai berbicara . suara seorang kakek memotong ucapanya.
“Hei.. kamu!, Kemari!”
Itu adalah kakek yang tadi berada di sampingku saat di bus.
Aku meninggalkan pria itu dan menghampirinya.
“Jalan yang kamu tuju ke arah sana, setelah kamu melewati percabangan pohon cemara kamu akan menemukan sebuah padang yang dipenuhi ilalang…
Ingat , yang kamu cari adalah sosok Harimau!”
“Baik mbah… “ ucapku tanpa membantah kata-katanya, Keanehan yang terjadi selama perjalanan ini membuatku merasa tidak perlu meragukan perkataan kakek itu sama sekali.
“Jangan bertransaksi dengan siapapun kecuali sosok harimau… ingat itu!” Sekali lagi kakek itu memperingatkanku.
Langit mulai memerah , perbatasan siang dan malampun kembali terlihat.
Senja yang muncul di kaki gunung ini membuka Ingatanku akan Rani dan semakin membulatkan tekadku untuk meraih tujuanku di gunung ini.
Walaupun aku belum pernah ke sini , entah mengapa aku merasa sudah ada yang menuntunku untuk menemukan apa yang kucari.
Dengan perasaan itu aku merasa yakin untuk berjalan sendiri ,terpisah dengan pendaki lainya.
Selangkah demi selangkah aku melalui jalur pendakian yang cukup terjal , ketika malam semakin pekat, aku merasakan banyak sosok yang memperhatikanku dari balik pepohonan.
Aku berusaha untuk tidak mempedulikanya hingga satu saat cahaya bulan tertutup oleh awan.
Suasana hutan menjadi semakin kelam , aku menahan rasa takutku hingga satu-satunya jalur yang kulewati dihadang oleh
sesosok makhluk terbungkus kain kafan lusuh dengan sisa noda darah di tubuhnya.
“P.. Pocongg…” Aku terjatuh dan memaksa diriku menjauh dari makhluk itu. Namun ketika menoleh ke belakang , makhluk serupa sudah mendekatkan wajahnya yang penuh belatung ke arahku.
Satu-persatu makhluk serupa bermunculan mengelilingiku di tengah gelapnya malam , terlihat satu diantaranya yang paling berbeda dengan kain kafan yang berwarna hitam menoleh kearahku.
“Dengan bayaran yang kamu bawa, kamu bisa mendapatkan kekayaan dan kesetiaan seluruh pasukanku..” Ucap makhluk itu melalui pikiranku.
Semula aku merasa takut, namun ucapan Pocong hitam itu mengingatkanku akan perkataan kakek tua tadi bahwa aku hanya boleh bertransaksi dengan sesosok harimau.
Tubuhku masih gemetar, namun aku tetap memaksakan diri untuk berlari menerobos melewati sosok makhluk –makhluk itu .
Beberapa pos pendakian kulewati , hingga tiba di sebuah sabana.. di tempat ini indraku semakin sensitif, kali ini makhluk halus berwujud prajurit mengelilingiku… terdengar sayup-sayup di sekitarku seolah suara peperangan yang berlangsung terus menerus.
Terlihat selama di tempati itu makhluk halus itu terus berlutut seolah menawarkan kesetiaanya.Namun aku tetap pada pendirianku dan meninggalkan mereka.
Setelahnya aku sampai di Pos lima tempat beberapa kemah telah didirikan karena memang tidak ada shelter disini.
Banyak pendaki telah beristirahat, namun aku mulai merasa aneh.. rasa lapar , haus, dan lelah sama sekali tidak kurasakan hingga aku memutuskan untuk terus berjalan.
Kali ini sebuah percabangan terlihat di hadapanku, sebuah pohon cemara yang tinggi membelah jalur hingga terbagi menjadi dua. Aku merasa bahwa jalur tergelaplah yang harus aku lewati. Namun seekor burung jalak mencoba menghalangiku melewati jalur itu..
berkali kali aku menghindarinya, tapi burung itu terus menghadang didepanku hingga akhir akhirnya aku terus memaksa untuk maju.
Diujung percabangan sebuah padang ilalang yang luas terbentang di depan. Namun tidak ada apa-apa disini.
Tidak seperti kejadian saat pocong dan prajurit tadi menghampiriku.
Ternyata keheningan yang kurasakan ini tidak bertahan lama, Ayam cemani yang kubawa tersadar dari tidurnya, spontan ia berkokok dan menggema ke seluruh tempat itu.
Seperti sebuah tabir kabut yang menghilang, perlahan terlihat makhluk halus dengan berbagai wujud memperhatikanku. Samar-sama terasa di kakiku seekor ular yang melilit mencoba menaiki tubuhku.
Aku berusaha mengusirnya, namun ternyata itu adalah ekor dari setan berbentuk wanita berkulit hitam pekat yang menghampiriku.
“Apa yang kamu cari? Aku bisa memberikan?” suara berbisik terdengar dari mulut makhluk yang mendekat ke telingaku .
Perlahan sebuah penglihatan muncul, di situ terlihat Rani dan beberapa wanita lain sedang melayaniku di sebuah ruangan.
“ Tidak.. tidak.. bukan itu” Tolakku pada makhluk itu.
“ Ini ilmu yang lebih hebat dari yang dilakukan manusia musuhmu itu.. “ sekali lagi makhluk itu berusaha menarik perhatianku, Namun aku tetap pada pendirianku.
Aku berjalan meninggalkanya, dan kali ini makhluk tinggi kurus dengan tangan dan kaki yang panjang menunduk ke arahku.
Sebuah penglihatan kembali muncul. Kali ini terlihat tubuh lelaki yang bersama ibuku, tubuh Reza dan teman-temanya mati dengan mengenaskan. Sebenarnya aku cukup puas melihatnya namun bukan itu tujuanku ke sini.
Hingga akhirnya di ujung tempat yang dipenuhi keramaian makhlus halus ini terlihat seekor harimau berdiri dengan gagah. Aku segera menuju ke sana, namun terhenti dengan sebuah suara.
“Bayaranmu cukup menggiurkan anak muda… apa yang kamu cari” kali ini bukan makhluk halus, melainkan sesosok pria tua berbaju hitam seperti dukun dengan janggut panjang menghiasi wajahnya.
“Saya mencari ilmu yang bisa menghapus pelet mbah…” jawabku yang mulai merasa sedikit tenang setelah tahu ada manusia lain di sini.
“Harimau itu bisa memberimu kekayan, kekuatan, pengasihan… tapi itu tidak mampu menolong temanmu.. apa kamu yakin?” jelas dukun itu.
“Ta.. tapi kakek tua yang mengarahkanku kemari bilang agar saya bertransaksi dengan harimau itu” ucapku.
“Harimau itu adalah ilmu tertinggi di gunung lawu ini.. semua “juru arah” akan menunjukan kepada mereka yang melakukan perjalanan ghaib untuk menemui Harimau itu, bila kalian tidak tergoda seyogyanya kalian akan mendapatkan ilmu tertinggi itu..”
Sekali lagi dukun itu menjelaskan kepadaku.
“Lantas kenapa mbah?” Tanyaku sekali lagi.
“Seperti kataku tadi… dengan ilmu setinggi itu, kamu akan menjadi kaya, daya tarik, dan kekuatan.. tapi itu tidak akan menyelamatkan temanmu.” Cerita dukun itu.
Aku menangkap yang dimaksud olehnya , sama sekali tidak ada gunanya semua itu apabila aku tidak bisa menyelamatkan Rani.
“Terus mbah.. apa tidak ada ilmu yang bisa menyelamatkan teman saya?” aku mulai merasa gelisah mendengar penjelasan dukun tadi.
“Itu Setan lawu.. dia yang bisa nolongin kamu” Ucapnya sambil menunjuk makhluk tinggi dan kurus yang tadi sempat menghadangku.
“Mbah.. dia tadi menujukan kematian orang yang kubenci, itu tidak ada hubunganya dengan Rani!” aku merasa tidak setuju dengan dukun itu.
“pasukan demit itu bisa menggantikan tubuh temanmu yang terkena ilmu hitam sehingga temanmu bisa selamat meski diserang berkali-kali dengatn pelet, tapi hanya itu… kamu tidak akan mendapatkan kekayaan dan lainya seperti yang bisa diberikan harimau itu”
sebuah penjelasan panjang disampaikan oleh dukun itu.
Itu masuk akal, aku langsung menyetujui cerita dukun itu dan segera menghampiri makhluk yang disebut “Setan Lawu “ oleh dukun itu.
Sebuah perjanjian hitam kulakukan , Ayam cemani yang kubawa kuletakan dan segera disambar oleh lengan panjangnya . Makhluk hitam itu menggigit leher ayam itu dan memakanya hidup-hidup.Terlihat darah yang menetes dari mulutnya juga berwarna hitam.
Aku bertanya-tanya sebenarnya ayam apa itu? Sepertinya lebih dari sekedar ayam cemani biasa.
Perlahan rasa sakit yang amat sangat menyerang tubuhku, rasa sakit itu semakin bertambah setiap setan itu menggigit ayam yang ia pegang.
Aku hampir tidak bisa bertahan, namun darah segar mengguyur seluruh tubuhku , entah mengapa darah itu bisa menghilangkan rasa sakitku dan ketika darah itu membanjiri tubuh, bayangan ibu dan lelaki yang bersamanya muncul di pikiranku.
Cukup lama hal itu terjadi hingga aku kehilangan kesadaran, namun ketika terbangung terlihat setan-setan itu mengelilingiku dan tunduk dihadapanku setelahnya mereka menghilang ketika pagi datang.
Aku mencoba untuk bangun dan berdiri, terlihat tidak ada lagi sisa-sisa pasar setan yang berada di tempat ini. Semua terlihat sepi seolah tidak ada kejadian apapun semalam. Aku merasa urusanku sudah usai dan segera meninggalkan gunung yang dipenuhi banyak misteri ini.
……
“ Nandar!.. Nandar! Ibumu Nandar!” teriak salah satu tetangga yang melihat kedatanganku.
Mobil ambulance terlihat terpakir di depan rumahku, Aku segera berlari menuju rumah mencari tahu apa yang terjadi. Di pintu rumah aku dihentikan oleh seorang polisi,
mereka mencoba menenangkanku. Terlihat dari pintu dua jasad manusia , ibuku dan laki-laki yang bersamanya telah meninggal dengan mata yang terbuka.
“Mas, Mas anaknya ibu itu? “ Tanya polisi itu.
“i.. iya pak” Jawabku dengan singkat.
“Yang kuat ya mas ibu dan laki-laki yang bersamanya meninggal dan belum dapat kita simpulkan penyebabnya” Polisi itu mencoba menenangkan dan menjelaskan kepadaku.
Aku melangkah masuk dan melihat kondisi mereka, namun entah mengapa aku tidak merasa sedih seperti yang seharusnya.
Tidak sesedih saat Reza menyakiti Rani di hadapanku kemarin. Namun samar-samar aku melihat sosok anak buah setan lawu berada di dekat jasad mereka.
……
Hari berganti, aku masih belum mengetahui keberadaan Rani yang dibawa pergi oleh Reza. Sepeninggalan ibu, aku hidup sendiri.
Tapi sepertinya sisa-sisa peninggalan Almarhum kakeku masih cukup untuk aku hidup hingga lulus nanti.
Aku sudah biasa hidup sendiri, namun entah mengapa belum pernah sesepi ini.
………………..
“Radio tengah malam.. kembali lagi bersama saya Ardian, Gimana cerita kiriman Nandar tadi? Gila.. gua merinding dengernya.
Cerita tengang seorang pelacur dan lelaki hindung belang yang mati saling bunuh karena dirasuki arwah penasaran??
Gua ga tau dah pengirim cerita bernama Nandar ini bisa dapet cerita darimana, yang pasti ini bikin merinding…
Buat Nandar, kalau ada cerita lagi jangan segan-segan kirim ke kami lagi ya! Pasti gua bacain!
Mendengar ceritaku dibacakan di Radio tengah malam cukup membuatku terhibur, setidaknya kini banyak yang mau mendengar ceritaku.
Saat ini aku sudah sampai di sebuah Vila dari informasi yang diberikan oleh orang yang pernah menjadi pesuruh di keluarga Reza.
Vila yang cukup besar dengan banyak kamar yang memiliki jendela yang terlihat dari luar. Lokasinya cukup terpencil, tempat yang bagus untuk berbuat hal bejat, pikirku.
Aku mengelilingi vila ini dengan berhati-hati mencari keberadaan Rani dengan mengintip satu persatu jendela di Vila itu hingga akhirnya aku berhenti di sebuah kamar.
Kamar yang cukup bagus dengan kasur mewah yang cukup besar, namun lebih dari itu yang kulihat membuatku tak lagi bisa memaafkan Reza apapun alasanya..
Rani.. tergeletak di lantai kamar dengan kaki yang di rantai dengan tiang kasur,
Tubuhnya terlihat penuh luka tanpa pakaian menutupi sedikitpun bagian tubuhnya.
“Reza… aku pastikan kamu akan menyesali semua ini”
Ucapku Diikuti kemunculan puluhan setan berwujud makhluk kurus dengan tangan dan kaki yang panjang merangkak berkumpul di belakangku.

-Bersambung ke Vol.3 Part terakhir di tgl 22/8/21
Yang ga sabar nunggu senin bisa ke sini.. ada bonus cerita episode spesial gending alas mayit 😉
karyakarsa.com/diosetta69/vol…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Diosetta

Diosetta Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @diosetta

Jul 3
SABDA PENGIWA III - Topeng Patih

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap & menggoda, yg konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yg hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”

#bacahorror Image
“Bercintalah hingga tubuhmu lelah meraba gairah yang hampa, mabuklah sampai setiap tegukan menjadi sia-sia, bersenang-senanglah sampai tawa tak lagi meninggalkan gema. Lalui semuanya… hingga yang fana kehilangan maknanya, dan jiwamu terlepas dari jerat dunia. Itulah saat ketika kesempurnaan menampakkan wajahnya yang sunyi.

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap dan menggoda, yang konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yang justru hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”
Cerita Sebelumnya
Sabda Pangiwa - Keranda Tulah
1 - x.com/diosetta/statu…
2 - x.com/diosetta/statu…

Sabda Pangiwa - Warisan Jenazah
1- x.com/diosetta/statu…
2- x.com/diosetta/statu…
Read 18 tweets
Jun 26
PUSAKAYANA
Part 7 - Sabda Pangiwa

Sosok pria misterius muncul dengan membawa sebuah keranda. Dengan tubuh yang penuh goresan mantra dan topeng bujang ganong menutupi wajahnya, ia menantang wahah terakhir Triyamuka Kala..

@bacahorror #bacahorror @IDN_Horor Image
Beberapa saat sebelumnya…

Seorang pemuda berambut gondrong berjalan perlahan dengan ransel tergantung di satu pundak. Matanya menyapu sekeliling, mengamati jalanan tanah yang lengang dan rumah-rumah panggung yang tampak asing.

Di kejauhan, debur ombak terdengar samar, desa ini berada di pesisir timur, namun Tegar sama sekali tidak tahu namanya.

Seorang pria paruh baya dengan kulit legam baru saja menurunkan jaring dari sepeda motornya. Ia mengernyit saat melihat Tegar.

“Lho… jarang-jarang desa kami kedatangan orang baru,” sapa pria itu ramah.

Tegar menggaruk kepalanya, kebingungan. “Saya juga nggak niat ke sini, Pak. Tadinya numpang truk barang ke Surabaya… tapi ketiduran. Tahu-tahu diturunin di jalan besar sana.”

Pria itu tertawa pendek. “Bisa-bisanya nyasar sampai sini. Nama sampean siapa?”

“Tegar, Pak. Asal saya dari selatan Jawa Timur.”
“Wah, jauh juga. Saya Pak Unggul. Ayo duduk dulu. Jalanan sepi kalau siang begini.”

Tegar duduk di kursi panjang dari bambu di depan rumah Pak Unggul. Angin laut bertiup pelan membawa aroma garam dan sesuatu yang lain—bau amis, atau mungkin asap dari tungku pembakaran.

“Kalau mau balik, besok aja, Mas Tegar,” lanjut Pak Unggul. “Kendaraan umum cuma lewat sampai jam dua belas siang. Setelah itu, sepi.”

“Lho, nggak bisa nyegat bus di jalan besar?”

Pak Unggul tersenyum, matanya menatap kosong ke arah hutan. “Coba aja kalau mau nekad. Tapi masnya pasti lihat sendiri tadi, kan? Jalanan sepi, hutan kiri kanan. Malam... gelap total.”

Tegar terdiam. Ia tidak ingin bermalam di tempat asing, tapi kenyataan memaksanya.

“Sudahlah. Nginep aja di sini. Nggak usah sungkan,” ujar Pak Unggul sambil berdiri.
Siang itu, Tegar memutuskan berjalan keliling desa. Ia melihat kehidupan sederhana para nelayan—menjemur ikan, memperbaiki jaring, memanggul ember-ember besar ke perahu. Tapi ada satu pemandangan yang membuatnya berhenti.

Sebuah perahu kecil merapat ke dermaga, membawa dua ekor ikan tuna raksasa.

Tegar mengernyit. Alat tangkap mereka tampak sangat sederhana. Jangankan alat berat, jala pun tampak rapuh.

Ia mendekat. Di sudut kapal, ia melihat kembang tujuh rupa, kemenyan, dan sebuah tungku tanah kecil. Aromanya menusuk.

“Pak, ikan segede itu ditangkap pakai apa? Nggak mungkin jala, kan?” tanya Tegar, heran.

Seorang nelayan tertawa pendek. “Mas baru pertama kali ke sini, ya?”

“Iya, baru nyasar tadi.”
“Ikan ini nggak bisa dijala atau dipancing, Mas.”
“Lha terus... gimana nangkapnya?”

“Disantet.” jawab nelayan itu tenang sambil menurunkan ikan bersama rekannya.

“Disantet?” Tegar mengulang pelan, tak yakin ia mendengar benar.

“Iya. Disantet dulu, baru ngambang. Habis itu tinggal dinaikkan ke kapal,” jawab nelayan lain dengan nada biasa, seperti menjelaskan cara menanak nasi.

Tegar menyingkir. Tubuhnya merinding. Tapi yang lebih aneh, warga desa tidak tampak takut atau tabu saat menyebut kata ‘santet’. Seolah itu bagian dari rutinitas harian.

Menjelang malam, Tegar kembali ke rumah Pak Unggul. Tapi langkahnya terhenti saat melihat keramaian menuju pantai. Obor-obor menyala, wajah-wajah warga tegang. Tegar mengikuti mereka.

Sesampainya di tepi laut, Tegar melihat beberapa kapal nelayan terdampar di pasir. Suasana sunyi, hanya suara ombak dan isak tangis yang terdengar.

“Mati... mereka semua mati...” gumam seorang ibu dengan suara gemetar.

“Siapa?” tanya Tegar pelan pada orang di sebelahnya.
“Nelayan yang pergi tiga hari lalu. Baru balik... tapi begini.”

Tegar mendekat. Di depan matanya, jasad-jasad nelayan terbujur kaku. Tubuh mereka utuh, tidak ada luka. Namun... mata mereka, hilang. Hanya rongga kosong yang tersisa.

“Tidak ada tanda pukulan, tidak ada luka. Tapi matanya... dicungkil, entah oleh apa…” bisik salah satu warga.
Read 20 tweets
Jun 19
PUSAKAYANA
Part 6 - Penjara Waktu

Paklek tiba di desa Ki Satmo. Kemunculan pusaka kadewatan disana membawa petaka yang mengerikan, namun hanya tempat itu yang bisa menghubungkan paklek dengan Pusakayana...

#bacahorror @bacahorror @ceritaht Image
Cahaya putih menyilaukan mata. Dalam sekejap, lambang mandala yang menyatu di telapak tangan Danan dan Cahyo lenyap begitu saja—dan bersama cahaya itu, tubuh mereka terpental kembali ke zaman di mana ratusan nyawa dipertaruhkan hanya dalam satu kedipan mata.

Langit berwarna kelabu. Udara mencekam.
Di hadapan mereka, samar-samar tergambar satu pertarungan yang bergerak begitu lambat yang berat sebelah.

Bli Waja, berdiri tegak meski tubuhnya mulai koyak, ia berusaha menahan satu wajah dari makhluk terkutuk itu, Sang Triyamuka Kala yang berusaha lepas dari penjara waktu Bli Waja.

Danan mendongak, menatap salah satu wajah yang sebelumnya berhadapan dengannya. Kini ia tahu, wajah itu tak lain adalah perwujudan jahat Sang Hyang Talapraja.

Waktu terhenti saat akar-akar dari wajah itu berhenti tepat saat akan menembus roh Nyi Sendang Rangu.

“Danan… kau berhasil?” Sebuah suara akrab menyela keheningan.

Cahyo. Ia muncul dari sisi lain, tubuhnya terluka tapi matanya bersinar.

“Semoga saja… pusaka ini yang dimaksud,” jawab Danan sambil menggenggam erat belati tulang putih di tangannya.
Read 29 tweets
Jun 13
PUSAKAYANA
Part 5 - Pusaka Para Raja

"Lambang mandala itu terhubung dengan hatimu, Cahyo. Bukan kepada tempat. Bukan kepada waktu. Tapi pada tujuan terdalam dalam dirimu..."

#bacahorror @bacahorror @ceritaht Image
Link Part Sebelumnya :
Part 1 : x.com/diosetta/statu…
Part 2 : x.com/diosetta/statu…
Part 3 : x.com/diosetta/statu…
Part 4 :
x.com/diosetta/statu…
Kembang Getih… Itulah yang semula Cahyo kira sebagai satu-satunya masalah di desa ini.
Sebuah bunga merah darah yang tumbuh diam-diam dari tanah bekas kematian, dan dengan cara yang mengerikan, menghidupkan kembali roh-roh warga yang mati mengenaskan.

Namun kini, Cahyo mulai sadar, ini bukan sekadar kutukan. Ini adalah luka dari masa lalu yang dibiarkan membusuk terlalu lama.

“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” Cahyo bertanya, suaranya pelan namun tegas, mencoba memecah kebisuan yang menggantung berat di udara pagi.

Kerta berdiri mematung menatap arah desa, sementara Mbah Wongso duduk bersila di tanah, berusaha mengatur napas yang sejak tadi memburu. Ada duka dalam matanya, namun juga tekad yang mulai menyala kembali.

“Kita nggak mungkin kembali ke desa, kan?” Kerta akhirnya bersuara. “Berarti tujuan kita cuma satu.” Ia menoleh ke arah hutan, tempat dimana Kembang getih mekar.

“Jadi… saat ini kita tetap akan cari cara untuk menghentikan kutukan Kembang Getih itu?” tanya Mbah Wongso pelan.

Cahyo menggeleng pelan. Ada sesuatu yang menahannya untuk ikut menyepakati itu.

“Yakin, Mbah? Walaupun kutukannya dihentikan… aku nggak yakin mereka, para warga itu, akan benar-benar berhenti menyembah iblis Raden Reksomayit itu.”

Ucapannya bukan sinis—melainkan getir. Ia tahu betul bahwa dosa manusia lebih dalam dari sekadar bunga terkutuk. Dosa yang lahir dari rasa takut… atau haus akan pemuas nafsunya.

Mbah Wongso terdiam. Lama. Lalu mengangguk, pasrah tapi mantap.

“Lambang mandala Mbah... muncul demi menghentikan kutukan itu. Kalau itu jalannya, maka itu yang akan Mbah tempuh.”
Read 31 tweets
Jun 6
PUSAKAYANA
Part 4 - Kembang Getih

Kembang yang tumbuh di desa memanggil satu-persatu manusia di sana untuk mati. Ada yang disembunyikan oleh desa misterius itu..

#bacahorror @bacahorror Image
Link Part Sebelumnya :
Part 1 : x.com/diosetta/statu…
Part 2 : x.com/diosetta/statu…
Part 3 : x.com/diosetta/statu…
Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh Cahyo tepat saat ia tersadar. Dadanya sesak, seakan ditindih batu. Napasnya terengah, dan dunia di sekelilingnya berputar perlahan. Dalam kepalanya, gema suara Bli Waja masih terngiang..

“Kau harus mencari cara mengalahkan satu wajah Triyamuka Kala. Waktu di tempat Wanasura akan berhenti—tapi hanya untuk sementara.”

Mata Cahyo menatap ke telapak tangan kanannya. Simbol mandala yang samar-samar berpendar di sana seperti hidup, denyutnya seirama dengan jantung Cahyo. Ia menggertakkan gigi dan berbisik..

“Wanasura... Aku pasti akan kembali sebelum waktu kembali berjalan...”

Cahyo berdiri perlahan. Sekelilingnya gelap dan sunyi. Di balik bayang-bayang pepohonan, rerumputan tinggi bergoyang ditiup angin malam yang dingin menggigit. Jauh di kejauhan, kilauan api samar menyala.

“Desa?”gumamnya, penuh ragu.

Semakin ia mendekat, nyala itu bertambah jelas—bukan cahaya lampu listrik, melainkan obor dan lampu minyak. Cahyo melangkah ke dalam sebuah desa tua yang tersembunyi di antara pepohonan, rumah-rumahnya berjauhan, terhubung hanya oleh jalan tanah setapak yang dipenuhi lumut.

Tak ada kabel. Tak ada suara mesin. Hanya desir angin dan bunyi dedaunan. Cahyo menyadari bahwa ia berada di zaman yang jauh di belakang.

Atmosfer terasa ganjil. Udara seperti lebih berat. Setiap langkah menimbulkan rasa tidak nyaman. Saat itulah ia mulai melihatnya—satu per satu...

Orang-Orangan Sawah.
Read 25 tweets
May 31
SABDA PANGIWA II
- Warisan Jenazah -
TAMAT

Malam ini arak-arakan keranda jenazah akan muncul, jalur sudah dipersiapkan, dan kematian sudah dipastikan...

@bacahorror
#bacahorror Image
“Ini Mbah Setyo, sesepuh desa. Waktu kejadian kesurupan, beliau yang bantuin warga,” jelas Gigih pada Tegar.

Tegar menunduk sopan. “Saya Tegar, Mbah. Cuma numpang lewat.”

“Numpang lewat kok bikin keluarga Wisesa kalang kabut,” sahut Mbah Setyo sambil tersenyum.
Tegar hanya garuk-garuk kepala, malu.

“Mampir ke rumah, yuk. Ngobrol di rumah lebih enak.,” tawar Mbah Setyo ramah.

“Wah, ngga usah, Mbah. Nanti merepotkan…”

“Yakin? Singkong Mbah Setyo enak lho. Panenan sendiri,” goda Gigih.

“Eh, kalau gitu… kayaknya saya harus mampir deh, Mbah,” kata Tegar cepat berubah pikiran. “Nggak sopan nolak rezeki.”


Benar saja, di rumah Mbah Setyo, singkong rebus hangat disajikan dengan teh gula batu. Istri Mbah Setyo yang berambut perak tersenyum ramah.

“Makan yang banyak. Kalau kurang, tinggal panen lagi di kebun,” ujar beliau.

Tanpa ditawari dua kali, Tegar dan Gigih langsung makan lahap. Suasana hangat dan santai, seolah tak ada ancaman apa pun di luar sana.

Sampai Tegar melihat memar biru pekat di lengan istri Mbah Setyo. Seperti luka lama yang enggan sembuh.

“Mbah, ngapunten…” ucap Tegar. Ia mengambil segelas air putih, membisikkan doa, lalu menyiramkannya perlahan ke lengan sang istri.

“Ssshhh…”
Istri Mbah Setyo meringis, tapi tak lama kemudian memarnya memudar perlahan. Rasa nyeri di wajahnya pun sirna, berganti kelegaan.
Read 28 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(