Diosetta Profile picture
Penulis Cerita Horror, Urban Legend, Misteri, Kisah leluhur. ( update tiap #malamjumat ) Business inquiry : 0882 005604288 (WA) index cerita di link di bawah
Darling Ella Profile picture IDRUS Profile picture beny kurnia Profile picture Eko Joko Ponorogo Profile picture ꦩꦱ꧀ꦧꦪ꧀ Profile picture 91 subscribed
Mar 23 28 tweets 20 min read
DESA TUMBAL "Lemah Mayit"
Part Akhir - Tanah Para Mayat

Kita Tamatin sekarang ya! Buat temen malem minggu kalian yang jomblo, atau temen sahur.

minta tolong bantu retweet , like dan komen ya biar rame.

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror @ceritaht
#bacahorror Image Part 1 : Desa Tanpa nama


Part 2 : Pemujaan Hawa Nafsu


Part 3 : Jasad Pertama


Mar 21 18 tweets 20 min read
PAGELARAN SEWU LELEMBUT
Part 2 - Gending Leuweung Sasar

.. Terdengar suara gending dari hutan yang sudah ditutup dan dihilangkan dari pandangan manusia itu..

@bacahorror @bagihorror @IDN_Horor @ceritaht
#bacahorror Image Untuk part 1nya bisa baca disini ya :
Mar 16 14 tweets 20 min read
DESA TUMBAL 'Lemah Mayit'
Part 3 - Jasad Pertama

Ritual yang menistakan moral dan logika menjadi undangan untuk mereka yang menanti neraka

@bacahorror @bagihorror @IDN_Horor @ceritaht
#bacahorror Image JASAD PERTAMA
(Sudut pandang Cahyo…)

Sebuah keputusan yang berat ketika aku harus pergi meninggalkan tempat dimana aku terlahir hingga tumbuh dewasa. Namun aku tidak ingin membiarkan kematian Bara menjadi sia-sia. Yah, dia Bara. Seorang ‘Aku’ dari semesta yang berbeda. Semesta tempat sekarang aku berada.

Cukup sulit meyakinkan Candramukti untuk membawaku ke semesta ini. Banyak yang perlu ia pertimbangkan, namun setidaknya kami sepakat dalam satu hal bahwa bencana gaib di semesta ini harus dihentikan.

Waktuku, tidak banyak. Hampir mustahil bagiku untuk menyelesaikan apa yang sudah diperbuat oleh keris pusaka mayit itu sejak ia menipu Bara hingga menguasai alam gaib di tanah ini. Baru beberapa hari saja aku tiba di semesta ini, berbagai kejadian diluar nalar sudah membuatku menggelengkan kepala.

Kalau di semestaku, mungkin mereka yang punya uanglah yang berkuasa. Tapi belum tentu hal itu berlaku di sini. Mereka yang menggadaikan Tuhan-nya dan menjalin perjanjian gaib dengan sekutu keris itu akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bahkan orang-orang kaya di perkotaan pun tak lepas dari hal seperti ini.

Ilmu klenik, peliharaan gaib, santet, pesugihan, hingga pengasihan mulai kembali menjadi hal yang kental. Tidak seperti yang terjadi di masa lalu ketika manusia harus melakukan tirakat dan lelaku untuk mendapatkan ilmu. Di sini, mereka hanya perlu meninggalkan agama dan mengikuti hasutan setan-setan yang semakin mudah untuk ditemukan.

Ada sedikit distorsi ruang dan waktu saat aku tiba di semesta ini. Aku tiba di waktu yang sama saat Bara meninggalkan semesta ini. Itu artinya, aku tiba beberapa tahun lebih cepat dibanding semestaku yang sebenarnya.

Candramukti tidak bisa menemaniku, ia membawa kliwon sebagai pembawa pesan yang menghubungkanku dengan semestaku. Untuk itu rencana utamaku adalah menemui seseorang yang mungkin bisa menyelesaikan menghentikan perbuatan Keris Pusaka Mayit ini. Dan kalau aku harus menduga siapa yang bisa, pikiranku segera tertuju kepada Danan.

Membutuhkan waktu cukup lama hingga aku bisa menemukan Danan di sebuah desa yang bernama Desa Pulungrejo. Kehidupanya jauh berbeda dengan Danan yang kukenal, bahkan sifatnya.

Bayangkan! Seorang Danan yang biasa menjadi sosok bijak yang mengingatkan kenakalanku kini justru berbanding terbalik. Ia sering bertingkah iseng jauh sekali dari sosok Danan yang Karismatik yang kukenal.

Aku menemukanya sedang memanfaatkan kemampuanya untuk mencari uang. Ia pura-pura meminta ‘syarat’ menolong bocah yang juga pura-pura kesurupan, dan menggunakan uang itu untuk dirinya sendiri. Hampir saja aku menghampirinya dan memberinya pelajaran, namun aku menahan diri ketika melihatnya masih memiliki niat baik untuk menyadarkan anak perempuan itu.

Walau memiliki perangai yang berbeda, ternyata Danan di desa ini masih diterima baik oleh warga. Keberadaanya pun diandalkan untuk menangani keberadaan makhluk-makhluk gaib yang mencoba mengganggu desanya. Aku merasa, ia masih ingin menjaga agar desanya tidak terjerat dalam tipu daya iblis.

Saat memperhatikan Danan di semesta ini, aku mulai menyadari apa yang membuatnya seperti itu. Kematian Paklek, Pakde Bisma dan hilangnya Bude Kirana membuatnya terpaksa bertahan hidup seorang diri. Hal itu juga yang terjadi padaku dulu hingga terbiasa mencari perhatian dengan hal-hal bodoh.

Walau begitu, Danan tetaplah Danan. Ia tetap dapat diandalkan ketika dibutuhkan. Dananjaya Sambara di semesta ini mewarisi dua keris pusaka milik leluhur sambara. Keris Ragasukma dan Keris Sukmageni yang seharusnya dimiliki oleh Paklek. Sayangnya, ia belum sepenuhnya mendapat pengakuan kedua pusaka itu. Namun ketika ia mampu menggunakanya. Mungkin itulah versi terkuat Danan yang pernah kulihat.

“Memangnya apa yang berbeda antara semesta ini dan semestamu, Cahyo?” Tanya Danan yang baru saja selesai memanaskan air dari sungai untuk membuat kopi yang hanya tersisa beberapa sachet di persediaan kami.

“Sama saja sebenarnya. Kota-kota besar tumbuh semakin pesat, dan hutan-hutan semakin terkikis. Hukum yang tidak jelas berpihak kepada siapa, hingga orang-orang yang mengejar hasrat fananya masing-masing.

Yang berbeda, di semestaku masih bisa dengan bebas menganut agama dan kepercayaanya masing-masing. Di semesta ini, bahkan sangat sulit aku menemukan tempat ibadah,” Ucapku.
Mar 14 11 tweets 20 min read
PAGELARAN SEWU LELEMBUT
Part 1 - Topeng Nyawa

Mari merayakan kematian di tengah pementasan para mayat. Nikmati semua yang bernyawa, ludahi semua yang bertaqwa.
Pagelaran terkutuk ini hanya untuk penghuni neraka...

@bagihorror @IDN_Horor @bacahorror @qwertyping

#bacahorror Image PROLOG - Raksasa di Balik Kobaran Api

Binar purnama menerangi suara gending gamelan yang mengiringi sebuah pementasan wayang. Seorang dalang memainkan dengan menegangkan kisah pewayangan yang membuat seluruh penontonya terpukau.

Setiap wayang yang dimainkan seolah memiliki nyawa dan berlaku layaknya tokoh yang diceritakan pada lakon yang dimainkan. Ada jiwa yang dimasukkan kedalamnya, jiwa seorang dalang yang menelusuri jejak kitab-kitab pewayangan selama berpuluh-puluh tahun hingga bisa menampilkan sehebat itu pementasan itu.

"Bapak keren ya, Bu!" ucap seorang anak yang mengagumi permainan ayahnya di atas panggung.

"Iyo le, tapi ini sudah lewat tengah malam. Kamu tidur ya," balas ibu dari anak itu.

"Emoh bu, Arsa mau nonton bapak sampai selesai," bantah anak itu.

"Heh, besok kamu sekolah. Sebentar lagi aja ya, habis itu pulang sama ibu," rayu ibunya.

Anak itu memasang muka cemberut, namun ia tahu kalau ia tidak bisa membantah perintah ibunya itu.

Alunan gending gamelan masih terdengar sayup-sayup dari rumah mereka. Anak itu tertidur bersama dengan ibunya yang setia menemani di sebelahnya. Ada sebuah mimpi yang dijaga oleh sang ibu, tentang seorang anak yang bercita-cita meneruskan mimpi ayahnya membawa kebajikan budaya warisan leluhurnya ke seluruh penjuru Nusantara.
...

"Bu! Bu Arimbi! Buka Bu!!"
Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang berteriak sembari menggedor pintu rumah. Ibu dan anak itu terbangun dan mengumpulkan kesadaranya. Ia melihat cahaya matahari masih malu untuk menembus tirai jendela kamarnya. Merekapun segera menghampiri asal suara itu dan mencari tahu maksud dari orang itu.

"Pak Joyo? ada apa, Pak?..."

Belum sempat menyelesaikan pertanyaanya, Ibu itu melihat kobaran api dari arah pementasan.
"Bu? itu api apa, Bu?" Tanya Arsa yang mulai panik dengan menggenggam baju ibunya itu.

"Pa—panggung, panggung dan gubuk sekitar pementasan kebakaran, Bu! Cepat pergi, api akan sampai ke tempat ini!!" teriak orang itu.

Ucapan Pak Joyo seketika membuat Arimbi panik. Iapun menggendong Arsa dan mendekat ke arah panggung.

"Bapak!! Bapak!!"

Teriak Arimbi sembari berusaha melindungi Arsa dari panasnya api.

"Arimbi, sudah... kita harus segera pergi, api mulai menyebar" ucap salah seorang warga.

"Tapi.. Suami saya! Suami saya dimana??!"

Beberapa warga saling bertatapan, wajahnya seolah memberi jawaban buruk atas keadaan suami Arimbi.

"Ma—maaf Arimbi, Ki Darmo Suseno gagal melarikan diri.." balas salah seorang warga.

Seketika tangis Arimbi meledak, ia segera berlari menuju panggung namun beberapa warga memaksa menariknya untuk menjauh. Kobaran api sudah tidak dapat dipadamkan, rumah-rumah kayu yang mendominasi desa menjadi santapan lezat untuk api yang siap menghanguskan seluruh desa.

Arsa menahan tangis di gendongan ibunya. Ia terus menatap panggung tempat semalam ia menyaksikan kehebatan ayahnya. Tapi ada sesuatu yang terus membuatnya menatap api itu begitu lama..

Dari balik api yang melahap seluruh desa, Arsa seolah melihat bayangan sosok raksasa besar yang tertawa di tengah kobaran api. Sosok raksasa yang di kisah pewayangan sering disebut dengan nama Buto..

Entah itu halusinasinya atau tidak, tapi samar-samar ia melihat seseorang sedang berdiri seorang diri di hadapan makhluk itu dengan menggenggam keris di tanganya. Sekilas sosok itu menoleh dan menatap Arsa dari jauh.

"Bapak pamit yo, Le..."

***
Mar 7 11 tweets 20 min read
DESA TUMBAL "Lemah Mayit"
Part 2 - Pemujaan Hawa Nafsu

Ritual itu menepiskan semua moral, jasad manusia tidak ada harganya di sana. Dan semua warga desa itu menikmatinya..

@bacahorror @bagihorror @IDN_Horor

#bacahorror Image Untuk Part 1nya bisa dibaca disini ya :
Feb 29 19 tweets 23 min read
DESA TUMBAL "Lemah Mayit"
Part 1 - Desa Tanpa Nama

Misteri di desa itu membawa petaka yang mempertaruhkan banyak nyawa...

#bacahorror Image PROLOG

Suara deru mesin bus terdengar berdesing di antara jalur lintas Jawa yang terasa begitu sepi. Aku menatap ke luar jendela, hanya sekumpulan pepohonan yang sedikit terlihat berkat cahaya temaram dari rembulan.

Setelah sebelumnya melewati beberapa kota, sebagian banyak penumpang sudah turun dan hanya tersisa sedikit penumpang yang berada di bus ini. Aku salah satunya, dan sepertinya tak lebih dari lima orang yang masih berada di kursi-kursi depanku. Mereka semua terlelap terlena dengan suasana gelap dan alunan lagu era 80an yang disetel oleh sang Supir.

Jauh melintasi jalur berkelok di pinggir hutan, entah mengapa tiba-tiba aku merasa bus ini melambat. Perlahan terdengar suara rem bus yang khas berdesis seolah hendak berhenti. Anehnya, aku tak melihat ada satupun terminal, halte, atau apapun di depan. Aku yang bingung pun mendangak berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Brak!

Pintu bus terbuka. Aku mengernyitkan dahi saat menyadari tidak ada satupun penumpang yang turun ataupun naik. Sempat kukira sang supir ingin mengecek sesuatu, atau mungkin sekedar buang air kecil. Namun ia tidak beranjak dari kursinya dan hanya menatap ke depan tanpa menoleh sedikitpun ke arah pintu penumpang di sebelah kirinya.

“Kowe mudun ning kene wae yo, Le…” (Kamu turun di sini saja ya, Nak…)

Tiba-tiba suara seorang kakek terdengar dekat di telingaku. Seketika aku tersentak dan jantungku berdegup kencang. Suara tanpa wujud itu membuatku seluruh tubuhku merinding.

Aku pun beranjak dari kursiku, mengambil tas yang aku letakkan di ruang kecil di atas kursi. Aku mengenakan tas itu di punggungku dan mElangkah dengan ragu menuju pintu yang terbuka itu.
Feb 5 35 tweets 5 min read
SANTRI HERLINA
Dihidupkan kembali untuk membalas dendam

- A thread -

Mereka menggali kembali jasad Herlina dan menemukannya dalam kondisi yang mengenaskan. Tidak rela dengan kematian anaknya, mereka pun membawa jasad itu ke seorang dukun untuk dihidupkan kembali

#bacahorror Image ...Sudah hampir dua jam Herlina tidak keluar dari kamar mandi. Merasa ada yang aneh, santriwati yang menemani herlina pun memaksa untuk membuka pintu kamar mandi itu.
Jan 25 37 tweets 57 min read
KURUSETRA
Part Akhir - Legenda Tentang Masa Depan
(Bagian satu)

Karena part ini panjang banget, jadi mohon maaf akan saya bagi jadi dua part ya, hari ini dan minggu depan.

buat yang nggak mau baca nanggung bisa dirapel minggu depan aja 🙏

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror Image Part 1 :

Part 2 :

Part 3 :

Part 4 :


Part 5 :


Part 6 :

Part 7 :


Part 8 :







Image
Jan 16 17 tweets 23 min read
KURUSETRA
Part 8 - Semesta yang Berbeda

#bacahorror
@IDN_Horor @bacahorror @bagihorror

“Tanah meratap, langit merenung… Mereka yang tidak seharusnya berada di alam ini datang dan menari di atas kubangan darah. Harus ada yang mati…
Seribu nyawa, atau satu…”

Seorang kakek dengan tubuh yang kurus dan dan rambut putih yang tak terawat membuka matanya tepat setelah ilmunya mengambil alih tubuhnya untuk berucap.

Bekas jahitan masih menghiasi mulutnya. Namun walaupun ia bisa berkata, ia memilih untuk menyegel ucapannya yang selalu menjadi kutukan atas orang-orang di sekitarnya.

Mereka tak kasat mata, namun pengaruh mereka nyata. Cela, fitnah, kutuk, hingga kematian terjadi di antara manusia atas kuasa makhluk-makhluk terkutuk yang menuntut manusia untuk berakhir di jalannya.

***Image (Di sebuah gua lereng gunung…)

Pemandangan yang tidak wajar terjadi di dalam goa yang tersembunyi dari mata manusia biasa. Paklek yang baru saja bangkit khawatir dengan keadaan Bulek dan desanya, ia bergegas kembali untuk mengetahui keadaan tempat dimana mereka hampir terbunuh.

Danan memilih jalan yang berbeda. Ia menuju ke sebuah desa tempat sebuah pementasan wayang diadakan untuk menolak bencana yang datang bersama sekumpulan dedemit yang dibawa oleh Trah Pakujagar, Desa Kandimaya. Sementara Cahyo memilih untuk tetap di tempat ini.

Tepatnya, dua orang Cahyo.

“Apa yang terjadi? Mengapa seorang ‘Aku’ bisa ada di sini? Dan mengapa diriku sampai memilih untuk mengenakan topeng yang membunuh kedua orang tuaku dan seluruh warga desaku?” Tanya Cahyo yang sudah bertekad untuk menyelesaikan urusannya dengan sosok topeng hitam itu saat ini juga.

Cahyo yang berwajah penuh luka itu pun mengenakan topengnya lagi seolah menyatakan bahwa topeng itu sudah merupakan bagian dari dirinya.

“Di alamku, Paklek mati… Dan aku tidak pernah mengenal sosok bernama Dananjaya Sambara...”
Cahyo bertopeng hitam berkata dengan tangannya yang bergetar. Matanya memerah menahan amarah atas semua ingatan di masa lalunya.

Seolah sebuah luka yang tak mungkin untuk di sembuhkan, seluruh kekacauan yang ia lakukan saat ini adalah cara untuknya menyembuhkan semua rasa sakit yang ia alami hingga menjadikannya seperti ini

***
Jan 11 12 tweets 22 min read
KURUSETRA
Part 7 - Pulau Mayat

@IDN_Horor @bagihorror @bacahorror
#bacahorror

“Pusat gempa terdeteksi berasal dari laut selatan pulau Jawa, warga diminta untuk berjaga-jaga akan datangnya gempa susulan yang berpotensi tsunami…”

Terdengar suara radio mengalun dari salah satu kapal pencari ikan yang melawan guncangan ombak di perairan laut selatan.

Beberapa gempa telah mengguncang, menyebabkan getaran yang terasa hingga ke pemukiman penduduk di sekitarnya. Meskipun warga pesisir merasa cemas akan dampaknya, kekhawatiran itu sedikit mereda saat mereka mengetahui pusat gempa berada jauh di selatan pulau Jawa. Namun tak demikian bagi sebagian orang yang peka terhadap petunjuk dari kejadian di laut selatan itu.

“Kita kembali ke darat! Pelayaran kita tunda sampai laut benar-benar aman!” Perintah seorang nahkoda kapal Nelayan yang menyadari bahayanya tengah laut pada saat itu.

“Tapi kita baru nebar Jala satu kali, Pak.”

“Jangan pernah meremehkan laut. Lebih baik rugi solar dan waktu dibanding harus mati,” Ucap Nahkoda itu sambil menatap sesuatu yang berada jauh di depan matanya.

Sebuah pulau…

Sepertinya hanya ia seorang diri yang menyadari bahwa pulau itu tidak seharusnya berada di sana, ia sadar sesuatu yang buruk akan datang dari pulau itu.

“Jangan ada yang membantah! Kita kembali!”

Kalimat itu sudah cukup jelas dan mereka pun membatalkan pelayaran mereka dan kembali ke daratan.

Saat pulau sudah terlihat, seorang anak buah kapal tertegun menatap sebuah batu karang. Ia menatap puncak batu itu dan menyaksikan ada sosok seorang pria berumur yang mengenakan baju hitam dan seorang pria yang mengenakan baju adat bali yang menatap ke arah pulau jauh di tengah laut itu.

“Kenapa, Mas? Kok bengong” Tegur awak kapal lainnya.

“I—itu, ada orang di atas karang..”

“Ngawur kamu, nggak ada perahu di sana! Lagian mana ada orang yang bisa naik ke karang tengah laut yang seruncing itu!”

“Lha! Itu liat sendi….”

Saat menoleh kembali, sosok kedua pria itu sudah menghilang dari puncak batu karang itu. Awak kapal itu pun bingung. Saat itu ia hanya melihat sisa percikan api di sana.

“Ta—tadi ada di sana! Benar!” Awak kapal itu mencoba meyakinkan.

Temannya itu hanya menggeleng dan meninggalkan awak kapal itu. Ia kecewa, namun ia tidak ingin memikirkan apa yang ia lihat itu lebih lanjut, walau sebenarnya tidak ada yang salah dengan penglihatannya.


Mereka adalah Bli Waja dan Mbah Jiwo. Gempa yang terjadi adalah sinyal untuk mereka bahwa Trah Pakujagar sudah berhasil membangkitkan sang Ratu dan bersiap menyatukan kekuatan mereka.

“Jadi pulau itu bagian dari padang Kurusetra?” Tanya Mbah Jiwo.

“Bagian paling terkutuk, tempat dimana jasad dari berbagai makhluk bergelimpangan, kolam darah memerahkan tanahnya, dan nyawa-nyawa dikutuk di dasarnya,” Balas Bli Waja.

Mbah Jiwo menelan ludah membayangkan apa yang akan ia hadapi, tapi tidak ada pilihan untuk menyerah baginya.

Dengan bantuan wujud Rangda dari Bli Waja, Mereka pun melayang mencapai pantai pulau terkutuk itu.
Image “Mereka datang,”

Terdengar suara seorang pemuda yang segera menyadari kedatangan mereka. Terlihat sudah ada api unggun kecil yang menyala dan beberapa orang disana.

“Guntur? Darimana kalian tahu kami akan mendarat di sisi pantai ini?” Tanya Bli Waja yang segera kembali ke wujud manusianya.

Saat itu menolehkan wajahnya ke arah seorang nenek yang masih asik dengan tempayannya.

“Mbok Sar?”

Mbah Jiwo yang menyadari keberadaan Mbok Sar dan Nyai Jambrong yang berada di tempat itu pun segera menghampiri mereka.

“Tunggu sebentar lagi yo, Le. Masih ada yang akan datang,” Ucap Mbok Sar.

Mbah Jiwo dan Bli Waja pun mengerti. Mereka menyadari tabir ghaib yang dipasang oleh Mbok Sar di sekitar mereka.

“Tak kusangka, Nyai akan membawa sekutu sesakti ini,” Bli Waja menegur Nyai Jambrong yang masih dalam posisi tapanya.

“Arep piye meneh? Satu-satunya ahli cenayang sakti yang kukenal cuma nenek-nenek peyot itu,” Balas Nyai Jambrong.

“Nek aku peyot, kowe opo Nyai?” (Kalau aku peyot, kamu apa, Nyai?)

“Ayu to yo? Opo meneh? Khekehke..” (Cantik donk? Apa lagi? Khekheke..) Tawa Nyai Jambrong.

“Wis tuwo isih centil..” (Sudah tua masih centil..) Celetuk Mbok Sar.

“Opo??”

Mendengar perbincangan itu, Guntur segera menarik Bli Waja untuk menjauh dari Nyai Jambrong dan Mbok Sar.

“Sudah Bli, jangan deket-deket. Kalau mereka ngoceh bahayanya bisa kayak ribut sama wewe gombel,” Ucap Guntur.

Bli Waja mengerti maksud Guntur saat mendengar perbincangan kedua nenek itu tidak kunjung selesai. Sementara itu Mbah Jiwo menyaksikan Dirga yang sedang melakukan Tapa. Ia menyadari bahwa Dirga sedang menyatukan sukmanya dengan pecahan Keris Dasasukma miliknya.

“Kau tahu bahaya dari apa yang kau lakukan? Pecahan keris itu akan menjadi satu dengan sukmamu,” Mbah Jiwo mencoba memastikan bahwa Dirga paham dengan resikonya.

“Artinya jika Prabu Junoyo membunuhku, maka pecahan ini akan musnah bersama sukmaku, Ia tidak akan pernah memiliki Keris Dasasukma sepenuhnya” Jawab Dirga tanpa membuka matanya.

Penyatuan sukma dan pusaka itu sangat sakral, jiwa sang pemilik bisa terancam bila pusaka itu memberontak. Namun Mbah Jiwo pun menyadari keteguhan hati Dirga dan tak mungkin menghalanginya.
Perlahan terlihat kabut putih di sekitar mereka, mereka pun menyadari bahwa hanya ada seseorang yang bisa datang dengan cara seperti itu.

“Mas Jagad,” Sambut Guntur.

Mereka menyambut Jagad dan menyadari keberadaan sosok lain di belakang Jagad. Nyi Sendang Rangu..
Salam singkat terjadi diantara mereka.

“Hanya kita?” Tanya Mbah Jiwo.

“Aku sudah mendatangi padepokan Mbah Widjan, mereka diserang lebih dulu oleh pasukan Trah Pakujagar. Mereka akan menyusul kita jika sudah mengurus setan-setan itu. Aku juga sudah memasang aksara lintas Jagad di beberapa tempat. Saat mereka siap, mereka akan menyusul kita,” Jelas Mas Jagad.

“Berarti setan-setan dari pulau ini juga sudah memasuki tanah Jawa?” Tanya Dirga yang memilih untuk menyudahi semedinya.

“Benar, tapi tidak ada gunanya jika kita mengurus mereka. Sumber kekuatan mereka ada di pulau ini. Untuk sekarang, kita hanya bisa mempercayakan setan-setan itu pada para ulama dan para pendekar memiliki karomah seperti kita,” Jawab Mas Jagad.

Mereka pun setuju. Setidaknya tugas utama mereka saat ini adalah menutup gerbang yang bisa menghubungkan kebangkitan setan-setan zaman perang di tanah Kurusetra itu.

Malam sudah semakin larut, purnama semakin terang menyinari laut sekitar pulau tandus itu. Mbok Sar meninggalkan tempatnya dan memastikan kesiapan mereka.

“Setelah tabir ini kubuka, kalian tidak akan bisa menebak setan-setan apa yang akan mengincar kalian,” Jelas Mbok Sar.

“Kami mengerti, Mbok,” Jawab Mbah Jiwo sambil menggenggam beberapa butir pusaka bola batu miliknya.

Guntur dan Dirga menggenggam tasbih di tangan yang berbeda sementara tangan Bli Waja sudah membara dengan api yang berkobar.

“Pergilah! Kalian yang akan menentukan zaman ini!” Ucap Mbok Sar.

Begitu tabir terbuka, tekanan energi besar menyerang ke arah mereka. Seketika makhluk-makhluk di pulau itu menyadari keberadaan yang bukan bagian dari mereka.

Di Pulau tandus dengan reruntuhan candi itu seketika mereka merasakan ancaman yang membuat mereka gentar.

Grrraaaaarrr!!!!

Suara itu terdengar hingga seluruh penjuru pulau. Manusia biasa takkan bisa melihat wujud dari pemilik suara itu. Namun bagi Dirga, dan yang lain sosok itu adalah mimpi buruk yang membuat mereka tak mampu memalingkan wajahnya.

“Se—sebesar itu? Gimana cara kita ngelawan makhluk sebesar bukit itu??” Wajah Guntur pucat. Kesiapannya yang sudah ia pupuk baik-baik luntur seketika.

Setiap langkah dari makhluk itu menggetarkan tanah dan lautan. Sebagai manusia biasa, Guntur benar-benar merasa tak berdaya.

Di tengah keraguan mereka, sebuah bola api besar terlempar ke arah wajah raksasa itu.

Blarrr!!
Wajah raksasa itu terpental, namun itu masih jauh dari cukup untuk menumbangkannya.
Dec 28, 2023 9 tweets 19 min read
KURUSETRA
Part 6 - Ikatan Leluhur

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @bagihorror
#bacahorror

GENDING KEBOGIRO

Langkah kaki sekelompok orang mendekat di tepi sebuah desa mati di pesisir pantai selatan. Beberapa dari mereka adalah sosok berumur dan berambut putih seperti salju yang melambangkan kebijaksanaan yang telah mereka jejaki semasa hidup.

Sejenak, keheningan di antara mereka hanya terpotong oleh deru ombak yang menggulung di kejauhan.Mereka pun terhenti tepat saat mencapai sebuah desa yang tak lagi dihuni oleh manusia.

Sebaliknya, bangsa tak kasat mata merajai desa itu dengan mayat-mayat manusia sebagai pondasinya.

“Bagaimana, eyang? Apa kita bisa membersihkan desa itu?” Tanya seorang perempuan pada kakeknya.

Sang kakek menoleh kepada beberapa temannya yang sudah memasang wajah cemas semenjak mendekati desa itu.

“Kalau untuk melawan setan-setan yang berkeliaran di desa itu, mungkin bukan masalah besar. Namun sesuatu yang membuat setan-setan itu berkumpul di tempat inilah yang berbahaya,” Jawab Sang kakek.

Mereka adalah orang-orang pelaku spiritual yang memiliki kesaktian yang tak bisa diremehkan, Padepokan Ki Kumbang Ranu. Berbekal pusaka dan ilmu kanuragan, mereka seringkali berurusan dengan makhluk tak kasat mata yang mengganggu orang-orang yang meminta pertolongannya.

Tapi masalah kali ini berbeda…

Belum sempat mengambil keputusan, tiba-tiba laut bergejolak saat purnama merah menyala dengan terang di langit hitam. Tiba-tiba ada suara alunan musik gamelan terdengar dari arah desa seolah menyambut sesuatu.

“Pergi, Nduk. Kamu nggak boleh ada di tempat ini!” Perintah Ki Kumbang Ranu pada cucunya yang mengantar mereka.

“Nggak, Eyang! Ranaya harus pastiin Eyang kembali dengan selamat,”

Wajah Ki Kumbang Ranu benar-benar berbeda dari biasanya. Ranaya mengetahui itu. Terlebih ia merasakan gejolak besar yang berasal dari arah laut.

“Itu gending kebogiro, Eyang! Ada sosok yang mereka sambut!”

Ki Kumbang Ranu mengangguk dan menelan ludah. Keringat menetes di pelipisnya saat menyadari kekuatan besar yang mendekat dari samudra.

Dari dalam rumah-rumah di desa itu tiba-tiba muncul beberapa orang dengan bentuk tubuh yang aneh. Kulitnya hitam seolah pernah membusuk dengan bau yang amat menyengat. Ki Kumbang Ranu menggeleng melihat sosok-sosok itu.

Orang-orang itu masing-masing membawa sebuah nampan berisi taburan kembang dan kemenyan. Tapi tak hanya itu. Saat mereka membuka kain yang menutupi sesajen, terlihat kepala perempuan muda yang akan dijadikan persembahan.

“Ini adalah bukti kesetiaan pengikutmu. Kepala anak kandung dari pengikut setiamu di zaman ini…” Ucap mereka sembari meletakkan nampan-nampan itu di sekitar punden berundak yang berada di tengah desa.

Alunan gending terdengar semakin keras bersama api yang mulai menyala di tengah-tengah mereka.

“Mereka itu siapa, Eyang?” Tanya Ranaya yang heran dengan orang-orang yang berada di desa itu.

“Mayat..”

“Hah? Mayat?”

Ki Kumbang Ranu mengangguk, “Mereka bukan manusia dari zaman ini. Roh mereka tertahan selama ratusan tahun, dan mayat mereka diawetkan dengan sebuah ilmu. Saat waktunya tiba, mereka akan dibangkitkan kembali, dan itu adalah di masa ini.”Image Ranaya merinding mendengar cerita itu. Ia sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa ada jasad yang bisa hidup kembali setelah ratusan tahun.

Duoooongggg!!!

Suara gong terdengar dan alunan gamelan semakin meriah, saat itu kepulan kabut laut menutupi pusat desa dan mengeluarkan bau amis yang pekat.

Dari balik kabut itu samar-samar terlihat bayangan seorang perempuan bersanggul mengenakan selendang.

“Selamat atas kebangkitan Nyai Ratu Tanusedo, Ratu Pakujagar yang agung!”

Teriak salah seorang diantara mereka.

Kabut laut itu pun menghilang dan menampakkan seorang wanita yang sangat tua dengan pakaian kebaya agung berwarna hitam. Wajahnya mengerikan, seolah kulit-kulit di tubuhnya ingin mengelupas dan mengeluarkan bau busuk. Namun tanpa menunggu lama, para pemujanya itu menghantarkan kepala perawan yang mengelilingi punden tempat ia bangkit itu. Sosok yang disebut dengan Nyai Ratu Tanusedo itu meminum satu persatu darah yang diperah dari kepala-kepala itu.

Setiap darah yang ia minum membuatnya menjadi lebih muda dan menawan.

“Mana suamiku? Prabu Junoyo?” ucap Nyai Tanusedo.

“Mohon maaf Nyai Ratu, Prabu Junoyo sedang mengurus pengganggu-pengganggu yang berada di luar sana. Ia ingin memastikan tak ada satupun yang menghalangi kebangkitan Nyai Ratu,” Balas salah satu pengikutnya.

“Bagus, siapapun yang menentang Trah Pakujagar harus mati!”

Saat itu seketika aura mengerikan memancar hingga keluar desa.

“Sebaiknya kita sambut dulu tamu kita..” Ucap Nyai Ratu dengan menoleh jauh ke arah kelompok Ki Kumbang Ranu.

Dheggg!!!

Seketika firasat bahaya menyelimuti mereka.
“Lari, Nduk! Pergi dari sini!” Perintah Ki Kumbang Ranu pada Ranaya.

“Nggak, eyang! Nggak!”

Sosok Nyai Ratu Tanusedo pun mulai melayang ke arah mereka.

“Pilihannya hanya dua. Bergabung denganku dan menyembahku, atau bergabung sebagai tumbalku,” ucap sosok itu.

Ki Kumbang Ranu merasakan bahwa saat ini nyawanya dan kelompoknya sedang diujung tanduk. Padahal belum terjadi apa-apa diantara mereka.

“Untuk kali ini saja kamu dengerin perintah eyang, Nduk!”

“Tapi, eyang?”

“Benar, Ranaya. Ini diluar kapasitas kami. Tapi jika kamu selamat, mungkin kamu bisa mencari orang yang bisa menyelamatkan kami…” Tambah salah seorang teman Ki Kumbang Ranu.

Ranaya menatap mata eyangnya dengan khawatir, namun alasan itu masuk akal. Ia pun dengan berat hati meninggalkan ketiga eyang-eyangnya dan secepat mungkin meninggalkan tempat itu.

Ki Kumbang Ranu mengeluarkan sebuah topeng berwarna merah dengan bentuk mengerikan dan mengenakannya. Kedua temannya melakukan hal yang sama, mereka mengenakan topeng putih dengan bentuk yang tak jauh berbeda.

Saat itu seketika energi di tubuh Ki Kumbang Ranu dan kawan-kawan nya berubah. Ada sosok makhluk berwujud setan kuno yang merasuki tubuh mereka.

“Tindakan bodoh!”

Kedua teman Ki Kumbang Ranu melesat dengan menghentakkan kakinya ke tanah hingga tanah itu bergetar. Dengan cepat tiba-tiba mereka sudah berada di sisi-sisi Nyai Ratu Tanusedo dan merapalkan mantra pembakar.

Ki Kumbang Ranu tetap berada di tempatnya, namun ia sudah mempersiapkan ilmunya yang seketika memunculkan wujud ular api raksasa dari bawah tubuh Nyai Ratu.

“Musnahlah!” Teriak Ki Kumbang Ranu.

Panas api menyala begitu membara jauh lebih panas daripada api yang ada. Namun dengan serangan sehebat itu seluruh pengikut Nyai Ratu terlihat tenang, sama sekali tidak terlihat kekhawatiran diantara mereka.

Sosok tubuh yang hangus terbakar pun muncul dari api itu, namun dalam sekejap setiap daging dan kulit dari tubuh itu pulih sendiri. Energi gaibnya membentuk tubuh dan pakaian nya yang anggun kembali.

“Sepertinya dangi-daging kalian lebih berguna untuk makanan pengikutku,” Ucap Nyai Ratu.

Tanpa sempat berbuat apa-apa tiba-tiba tubuh Ki Kumbang Ranu dan kedua temannya itu tercekik dan melayang begitu tinggi. Sebagian topeng mereka pecah dengan kuatnya tekanan dari Ratu Trah Pakujagar itu.

Dari jauh Ranaya terhenti dan tubuh Eyangnya melayang menembus pepohonan.

“Eyang…” Cemas ranaya yang tak mampu menahan air matanya.

“Per…. Gi…”

Dari jauh Ranaya membaca gerak bibir eyangnya yang menoleh ke arahnya.

Ranaya tak mampu melihat kejadian setelah itu. Ia pun memaksakan diri untuk berpaling dan menghapus air matanya. Secepat mungkin ia berlari meninggalkan tempat terkutuk itu dan berharap ada keajaiban yang menyelamatkan eyang-eyangnya itu.

Suara hantaman keras terdengar seperti benda yang jatuh dari tempat yang begitu tinggi. Ranaya sadar, tak mungkin ada yang bisa selamat dari keadaan seperti itu.

***
Dec 18, 2023 87 tweets 11 min read
RAMBUT NYAI RARA MAYIT
- a thread –

“Anakku begitu cantik, akan semakin cantik bila kucungkil kedua bola matanya…”

#bacahorror #rambutpembawamaut Image Desember 2001,

Pagi ini adikku mati…

Ibu membunuhnya dengan mencungkil kedua bola matanya, ayahku menutupi kejadian itu dengan menguburkan adikku di kampung halaman kami di Lamongan.
Dec 15, 2023 10 tweets 22 min read
KURUSETRA
Part 5 - Pusaka Waktu

Satu lagi sosok besar menampakkan dirinya dalam gejolak bencana gaib ini, sementara gejolak di Istana Indrajaya membawa mereka bertemu dengan sosok yang begitu dekat dengan Danan, Cahyo, dan Paklek.

@IDN_Horor @bacahorror
#bacahorror

Part 1 : Persembahan untuk laut


Part 2 : Jagal Mayat


Part 3 : Prasasti Batas Zaman


Part 4 : Jejak Masa Lalu



Image JAMURDWIPA

Dikisahkan pada zaman dulu, Pulau Jawa hampir tenggelam dan condong ke arah barat. Hal itu menyebabkan ketidakseimbangan alam hingga ketimpangan energi spiritual di Tanah Jawa.

Para Dewa yang menyadari keadaan itu pun memutuskan untuk memindahkan Gunung itu ke titik tepat di tengah-tengah pulau Jawa untuk menyeimbangkannya.

Namun, pada saat itu ada dua orang mpu pembuat keris yang sangat sakti sedang bekerja membuat keris keramat di tempat dimana seharusnya gunung itu diletakkan.

Para dewa memperingati kedua mpu kakak beradik itu untuk menyingkir, tapi mereka menolak. Menurut mereka, keris yang mereka buat juga merupakan sesuatu yang penting dan tidak bisa mereka tinggalkan begitu saja.

Kesaktian Mpu kakak beradik itu tidak bisa diremehkan. Ia mengerjakan keris itu dengan kesaktian yang memukau. Besi yang sangat panas itu mereka pegang dengan tangan kosong. Kepalannya sekuat palu yang membentuk lempengan logam keris itu.

Mendengar penolakan itu para dewa pun murka dan mengutus beberapa dewa untuk mengusir kedua Mpu itu. Sayangnya kesaktian mereka mampu membuat pasukan dewa yang menyerangnya takluk dan memutuskan untuk mundur.

Para Dewa yang kesal pun tak lagi mempedulikan resiko yang ada dan memilih untuk menutup mata. Mereka mengangkat Gunung Jamurdwipa dari Laut selatan, dan menjatuhkannya di tempat kedua Mpu sakti itu mengerjakan kerisnya.

Kedua Mpu yang tidak mau meninggalkan prinsipnya pun tetap berada di sana dan mati tertimpa Gunung Jamurdwipa itu. Gunung itu jatuh menimpa tungku yang masih menyala membara.

Sayangnya tungku itu tidak akan berhenti menyala hingga keris yang mereka buat selesai. Namun karena kedua mpu penempa keris itu sudah tiada, maka tidak ada lagi yang bisa memadamkan tungku itu. Api dari tungku itu membuat gunung itu menjadi gunung api yang agresif hingga dinamakan sebagai Gunung Merapi.
Dec 7, 2023 9 tweets 22 min read
KURUSETRA
Part 5 - Jejak Masa Lalu

@IDN_Horor @bacahorror @ceritaht #bacahorror

DESA BUKIT MAKAM
(Sudut Pandang Dirga)
Sebuah desa kecil terlihat menyembunyikan dirinya dari keramaian. Entah apa yang menjadi rahasia sehingga mereka memutuskan untuk mengasingkan diri dan rela hidup jauh dari perkembangan zaman.

Yang lebih membuatku bingung, mengapa Nyai Jambrong membawaku dan Guntur ke tempat seperti ini. Ia tidak memberi tahu sama sekali maksud dan tujuan kami ke tempat ini selain bahwa perjalanan ini adalah langkah untuk menanggulangi tragedi yang mulai datang.

Menurut Nyai Jambrong, saat ini siapapun manusia yang berada di desa itu tidak bisa pergi dari sana. Hutan-hutan yang mengelilingi desa itu dipenuhi kutukan yang tak akan membiarkan siapapun meninggalkan desa itu walau hanya selangkah.

“Kenapa sih kita harus sampai datang ke desa terpencil kayak begitu, Eyang? Emang Eyang yakin masih ada yang hidup di sana?” Keluh Guntur.

“Ada, mereka pasti masih hidup..” Jawab Nyai Jambrong singkat.

“Eyang yakin?” Tanyaku.

“Lebih tepatnya eyang ingin percaya bahwa mereka masih hidup. Eyang akan lebih menyesal kalau tidak berbuat apa-apa dan ternyata masih ada nyawa yang masih bisa diselamatkan di sana..”

Mendengar ucapan Nyai Jambrong itu, tak ada lagi perdebatan diantara kami. Ucapannya benar, walaupun hanya ada satu nyawa yang bisa diselamatkan di sana, itu sebanding.

Sejak tadi kami memasuki wilayah hutan dengan waspada. Desa kecil itu berada di salah satu bukit yang sudah terlihat sejak sebelum kami memasuki hutan. Sepertinya keberadaan desa itu memang sengaja berada di puncak bukit seolah bertujuan untuk memantau berbagai hal di sekitarnya.

Sayangnya, persis seperti apa yang diceritakan Nyai Jambrong, hutan ini dikelilingi oleh makhluk-makhluk pembawa kutukan. Di beberapa pohon bertengger makhluk hitam yang tak henti-henti meneteskan liurnya. Ketika liurnya menyentuh tanah, cairan itu bergerak dan berkumpul jadi satu membentuk seperti ular yang semakin membesar.

Di sisi lain hutan terlihat sekumpulan siluman kelelawar yang bergelantungan di pohon-pohon. Aku mendengar suara aneh dari tempat itu seolah hutan itu sudah dikuasai dengan suara terkutuk yang berasal dari siluman itu.

“Kita mulai dari mana, Eyang? Apa harus kita hadapi mereka satu persatu?” Tanya Guntur.

Plakkkk!

“Pakai otakmu! Sudah bertahun-tahun ngelawan demit masih saja sradak sruduk,” Balas Nyai Jambrong.

“Bener, Tur.. Mending kita nyari buhul yang mengikat setan-setan itu di hutan ini atau sekalian mencari siapa yang memerintah makhluk-makhluk itu,” Ucapku.

“Nah! Itu Dirga aja ngerti..”

Guntur mengelus-ngelus kepalanya yang dipukul oleh Nyai Jambrong. Terkadang ia memang sering bertingkat tanpa berpikir panjang, tapi aku tahu itu terjadi karena ia sudah terlalu khawatir dengan orang-orang di desa itu.

“YA SUDAH, TERUS NUNGGU APA LAGI?!” Bentak Nyai Jambrong.

Aku dan Guntur pun kaget dan segera bergegas berlari ke dalam hutan. Guntur mencari pohon tertinggi di dekatnya, memanjatnya dan mencari keberadaan sosok yang menjadi biang keladi kekacauan di hutan ini.

Aku tidak mengikutinya dan hanya meletakkan tanganku di tanah hutan itu. Sebuah alunan doa dan ayat-ayat suci kubacakan untuk meruwat tanah yang telah dikutuk ini.

Dalam sekejap kehadiranku disadari oleh makhluk-makhluk yang tengah menguasai hutan ini. Tetapi saat itu juga, aku dan Guntur mendapati apa yang kami cari.

“DISANA!”
“DISANA!”
Teriak kami bersamaan. Kami pun melesat ke dalam hutan mengarah ke dua tempat yang kami tuju. Seketika siluman bersayap kelelawar menyadari kedatangan Guntur dan beterbangan mengincarnya.

Sedangkan di hadapanku, sosok ular-ular yang bangkit dari liur makhluk yang menjadi induknya pun menghadangku.Mereka tumbuh semakin besar setiap tetesan liur itu mencapai tanah.

Aku melindungi penciumanku ketika sadar bahwa ular-ular ini adalah wujud racun gaib yang berbahaya. Dengan cekatan aku menghindari lilitan ular-ular yang mengincarku. Selama bergerak aku melindungi telah melindungi diriku dengan amalan yang diajarkan Nyai Jambrong untuk menghindari diri dari kutukan atau racun makhluk-makhluk itu.

Selamat dari sergapan ular, sang empu nya melompat dari atas pohon dan bersiap menghadangku. Aku menoleh ke arah Guntur dan mendapati dia melesat dari pohon ke pohon dengan begitu lincah. Ia tidak menghiraukan siluman kelelawar itu dan bertahan sekuat tenaga dari suara gaib yang memekakan telinga itu.

Saat aku yakin bahwa Guntur tetap fokus dengan apa yang ia incar, aku pun semakin yakin dengan tujuanku.

Tepat sebelum mencapai makhluk hitam yang bersiap melahapku dengan mulutnya yang besar, aku melesat ke samping menghindari dirinya. Makhluk itu tidak menyangka bahwa aku tak berniat melawannya. Yang kuincar bukanlah itu.

Aku mengencangkan tasbih yang kuikat di pergelangan tangan kananku dan membacakan ajian pada pergelangan tanganku. Saat itu juga sebuah kekuatan mengalir ke telapak tanganku.

Srattt!!!

Dengan cepat aku menancapkan tanganku ke tanah dan merogoh sebuah benda yang sudah kuincar. Benda itu adalah sebuah bungkusan kain kafan yang berisi jantung manusia yang menjadi tumbal. Aku menariknya dan membawanya pergi sebelum setan-setan itu menyusulku.

Masih ada satu benda lagi. Tak jauh dari tempatku berada saat ini. Sayangnya makhluk itu sudah menyadari niatku. Mereka berpencar mengincarku namun aku lebih dulu sampai.

Sekali lagi aku mengambil sebuah benda yang terkubur yang ternyata merupakan sebuah tulang yang tertuliskan rajah. Aku mengumpulkan kedua benda itu jadi satu dan bersiap untuk membakarnya.

Whoooossssh!!!!

Tepat saat api itu menyala seketika makhluk-makhluk yang dengan beringas bersiap mengeroyokku pun menghilang.Image Aku lega ketika makhluk yang terikat oleh buhul santet itu tak lagi bisa mempertahankan keberadaanya setelah aku menghancurkan perantaranya. Namun masalah belum selesai, mereka masih mungkin kembali ketika sang empunya mengirimkan lagi.

Shrrruaaaaakkk!!!

Suara dahan-dahan pohon yang patah terdengar bersama jatuhnya sesosok makhluk berwujud kakek dengan tinggi hampir sepohon pisang. Tumbangnya makhluk itu disusul dengan keberadaan Guntur yang berdiri di salah satu dahan pohon.

“Bocah kurang ajar! Ini semua bukan urusanmu!” Teriak kakek dengan wujud mengerikan itu. Jelas manusia biasa akan merinding ketakutan saat melihat sosok seperti itu.

Guntur mengencangkan tasbih di tangan kirinya dan membacakan ajian yang sama dengan yang aku bacakan sebelumnya.

“Bukan urusanku?! Saat ada satu saja nyawa manusia yang terancam oleh kalian. Itu sudah pasti menjadi urusanku!”

Blammmm!!!
Pukulan tangan kiri Guntur menembus tubuh setan itu. Itu bukan tubuh roh, itu adalah tubuh dari jasad manusia dari ratusan tahun lalu yang dibangkitkan kembali.

“Mayat yang bangkit? Nggak salah lagi, Trah Pakujagar dibalik semua ini..” ucapku menghampiri Guntur.
Guntur mengangguk dan merenggangkan kembali tasbih di tangan kirinya dan memasukkan kembali ke sakunya. Aku menggeleng melihat kejadian itu.

Bila aku menggunakan butiran tasbih di tangan kananku untuk memohon kekuatan kepada Sang Pencipta, Guntur menggunakan Tasbih itu untuk memohon kemampuan yang mampu menahan kekuatan di dalam dirinya. Kami tidak menyangka bahwa kami akan sampai di titik seperti ini.

“Jangan ngelamun, cepet jalan! Banyak nyamuk!” Ucap Nyai Jambrong dengan santainya.

Aku dan Guntur hanya saling bertatapan melihat tingkah Nyai Jambrong yang seolah tak mau repot itu. Walau begitu, samar-samar aku melihat senyuman kecil di bibirnya. Mungkin saja senyuman itu menandakan bahwa ia puas dengan hasil latihan kami di pertarungan tadi.

Semoga saja…

Perjalanan kami berujung pada sebuah desa kecil diatas bukit yang dikelilingi oleh pohon-pohon rindang. Hanya ada beberapa rumah tua yang berjarak dengan satu bangunan besar di pusat desa tersebut. Entah mengapa aku sedikit merasa tidak asing dengan jenis desa seperti ini.

“Kulonuwun! Apa ada orang?”

“Punten!!”

Aku dan Guntur mengelilingi desa itu dan mengetuk rumah-rumah disana satu persatu. Sayangnya tak ada satupun jawaban dari rumah-rumah itu.

Semua kosong, tak ada yang terkunci. Benda dan perabotan di rumah itu sudah berdebu seolah telah ditinggalkan cukup lama.

“Tidak ada orang?” Tanyaku.

Guntur hanya mengangkat bahunya sambil kembali mencari petunjuk.

“Kalau tidak ada orang, tidak mungkin setan-setan tadi repot-repot menyegel desa ini. Kehkehekhe..” ucap Nyai Jambrong yang tiba-tiba tertawa.

“Keluar kau, nenek nakal!”

Aku tidak mengerti apa maksud perkataan Nyai Jambrong. Namun setelah ucapan itu aku merasakan suasana desa mulai berubah seolah akan muncul sesuatu di dekat kami.

Raksasa!

Itu sosok raksasa dengan tubuh setinggi rumah!
Makhluk itu melesat menghantapkan pukulannya kepada kami. Guntur yang berada di depan melesat lebih dulu dan menghantam siku makhluk itu hingga serangannya meleset.

Mungkin di mata manusia biasa, mereka akan bingung denan retakkan tanah yang tiba-tiba muncul di sekitar kami. Tapi bagi yang bisa melihat sosoknya, itu adalah perbuatan sosok raksasa yang mencoba menyerang kami.

Aku bersiap mengencangkan tasbihku lagi dan ikut membantu Guntur, tapi Nyai Jambrong meremas bahuku dan memintaku untuk tidak ikut campur.

“Kenapa, Eyang?” Tanyaku menoleh ke arahnya. Sayangnya ia tidak berkata apapun dan hanya menggeleng.

Guntur bertarung dengan sengit. Pukulan demi pukulan menghantam persendian raksasa itu. Namun Raksasa itu tidak juga rubuh. Dengan tubuhnya yang besar, ia bisa bergerak begitu cepat mengimbangi Guntur.

Walau Guntur sudah membawa pertarungan itu menjauh dari kami, hembusan angin dari pertarungan mereka terasa hingga tempatku dan Nyai Jambrong berdiri. Pertarungan itu begitu intens hingga membuatku lupa mengambil nafas.

Sayangnya, aku merasakan sesuatu yang berbeda setelahnya. Raksasa itu melukai telapak tangannya dan membentuk darahnya seperti sebuah aksara. Seketika kekuatannya meningkat dengan pesat.

Menyadari hal itu, Guntur kembali mengenakan tasbihnya dan menghimpun kekuatan di kepalan tangannya.

Di depan mataku dua kekuatan besar beradu antara sebuah tangan manusia biasa dengan pukulan sosok raksasa yang besarnya berlipat-lipat dari tangan Guntur.

Dhummm!!!!

Raksasa itu terjatuh, Guntur sedikit lebih unggul. Namun alih-alih melanjutkan serangannya, Guntur malah berhenti dan berjalan dengan tenang.
“Hahahaha!! Bagaimana bisa aku menjadi sekuat ini dalam waktu singkat!” Ucap Raksasa itu.

“Apa yang kau katakan? Kau sendiri jauh lebih kuat sejak pertarungan sebelumnya..” Balas Guntur.

“Kau masih ingat denganku?”

Guntur mengangguk.
“Berapa banyak raksasa yang kutemukan sepanjang hidup? Semua bisa kuhitung dengan jari. Untuk mengingat seorang Yai Bayuwono bukanlah perkara yang sulit..” Balas Guntur.

Yai Bayuwono? Tunggu? Aku juga tahu mengenai raksasa itu. Tapi seharusnya ia menjadi di makam keramat Trah Biryasono, dan wujudnya harusnya lebih menyeramkan dari ini? Dan bila Mbok Sar sampai membawa Yai Bayuwono yang sempat mengkhianatinya dulu, Berarti keadaan benar-benar genting.

“Sepertinya kamu kalah satu langkah lagi dari Guntur ya?” Tanya Nyai Jambrong.
Dec 4, 2023 21 tweets 4 min read
KRONOLOGI ERUPSI GUNUNG MARAPI YANG MENEWASKAN SEBELAS PENDAKI

Thread ini berisi rangkuman informasi dari berbagai sumber

#marapi #erupsi Image Gunung Marapi, juga dikenal sebagai Merapi atau Berapi (Gunuang Marapi dalam bahasa Minang), adalah gunung berapi yang terletak di Sumatera Barat, Indonesia.
Gunung ini tergolong gunung yang paling aktif di Sumatra.
Nov 30, 2023 7 tweets 23 min read
KURUSETRA
Part 3 - Prasasti Batas Zaman

@IDN_Horor @ceritaht #bacahorror

PENDOSA DARI MASA LALU

Akar dari semua permasalahan manusia di dunia ini tak lepas dari hawa nafsu. Sebuah hasrat yang mendorong manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya. Kepuasan adalah imbalannya.

Kadang begitu banyak hal yang dikorbankan hanya untuk menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar berarti di alam ini. Harta, kekuasaan, nafsu adalah fana. Tidak ada yang bertahan selamanya, semua akan musnah begitu seorang manusia telah mencapai akhir hayatnya.

Hanya amalan dan perbuatan baik yang mampu mensucikan roh kita lah yang patut diperjuangan. Karena sejatinya hal itulah yang memastikan apakah kita pantas untuk kembali berada di sisi Sang Pencipta.

Tapi jalan seorang manusia tidak semulus itu. Mereka tidak hanya sedang berpacu dengan kehidupan. Mereka makhluk-makhluk yang dilaknat dan tak lagi mendapat pengampunan tak rela melihat manusia mendapatkan tempat yang tak lagi bisa mereka gapai. Dengan berbagai cara dan muslihat, mereka menarik manusia untuk jadi bagian dari mereka ke dalam siksaan abadi.

“Umur manusia saat ini mungkin hanya seratus tahun, namun umur Iblis itu sampai hari kiamat. Jangan heran bila Iblis lebih pintar, lebih sakti, dan lebih kuat dari manusia..” Nyai Jambrong bercerita pada Guntur dan Dirga di belakang mobil truk kosong yang mereka tumpangi.

“Terus kenapa mereka tidak menghabisi manusia saja, Eyang? Kan mereka sekuat itu?” Tanya Dirga.

“Tuhan memberi berbagai batasan di alam ini untuk melindungi umatnya. Termasuk terpisahnya alam roh, alam manusia, dan dimensi lain adalah salah satu caranya. Walau sehebat itu, Iblis tidak memiliki kuasa untuk membunuh manusia. Makannya mereka menghasut dan memanfaatkan manusia untuk memenuhi keinginan mereka,” Jelas Nyai Jambrong.

Dirga dan Guntur mengangguk mengerti. Setiap setan dan roh yang mencelakai manusia hampir seluruhnya memiliki ikatan atau hubungan dengan manusia sebelumnya walaupun mungkin manusia tersebut sudah mati. Salah satu yang menjadi masalah di alam ini adalah mereka yang melakukan perjanjian gaib dan akhirnya mati meninggalkan sosok setan perjanjian itu bergentayangan di alam ini.

“Kalian pernah dengar tentang perang Kurusetra?” Tanya Nyai Jambrong.

Dirga menggeleng, namun Guntur mengangguk.

“Tanah dimana perang Baratayuda terjadi kan, Eyang? Dimana titisan-titisan para dewa ikut andil dalam perang tersebut.”

Nyai Jambrong mengangguk. Ia menceritakan bahwa perang itu mengorbankan begitu banyak nyawa dan melepaskan begitu banyak kekuatan. Jasad makhluk dari berbagai ras terbaring dan terkubur disana dengan pusaka-pusaka yang mampu menggetarkan bumi.

“Perang Baratayuda itu kisah nyata, Eyang? Kayaknya nggak masuk akal,” Balas Guntur .

“Banyak misteri di masa lalu yang tidak bisa dijamah oleh manusia, Tur. Entah itu perang Baratayuda atau perang lainnya, tapi sisi lain padang Kurusetra menyimpan semua dendam dari peperangan itu,” Jelas Nyai Jambrong.

Dirga mencoba mencerna perbincangan itu. Ia jelas merasakan besarnya masalah yang mereka hadapi saat ini.

“Memangnya seburuk apa hal yang berhubungan dengan padang Kurusetra, Eyang?” Tanya Dirga.

“Kalian ingat betapa mengerikannya kerajaan Setra Gandamayit yang kita lawan dulu?” Ucap Nyai Jambrong.

Guntur dan Dirga mengangguk. Mereka tidak akan lupa pertarungan yang hampir menghilangkan nyawa mereka di Jagad Segoro Demit dulu.

“Sekarang bayangkan sebanyak apa kerajaan dari berbagai ras yang bertarung di padang Kurusetra. Dan bayangkan berapa banyak makhluk dari berbagai ras yang mati dengan masih membawa dendamnya disana.. Raksasa, Wanamarta, Dedemit, berbagai makhluk yang tidak kita ketahui.

Dan Trah Pakujagar berniat membangkitkan dan memanfaatkan kekuatan mereka,” Jelas Nyai Jambrong.

Mendengar perkataan itu, Guntur dan Dirga pun merinding. Mereka merasa tidak mungkin bila manusia harus berhadapan dengan makhluk-makhluk seperti itu lagi. Mungkin itu artinya sama dengan kiamat.

“Hal itu nggak akan terjadi, Eyang. Kita akan cari keberadaan Mas Cahyo dan kembali menyelesaikan ini semua seperti biasa,” ucap Guntur.

Kali ini Nyai Jambrong memalingkan wajahnya.
“Bersiaplah untuk semua kemungkinan..” Ucapnya.

Dirga sangat jelas membaca gelagat Nyai Jambrong. Ia yang biasa galak dan banyak berceloteh kini terlihat serius. Ia tahu sesuatu yang membuat Nyai Jambrong bisa seperti ini, jelas bukan hal yang sembarang.

“Tenang Eyang, Tuhan pasti memberi kita jalan. Jangan sampai hal ini membuat Eyang murung terus seperti itu..” Ucap Dirga.

“Bukan, Dirga. Bukan itu saja yang membuat eyang tidak tenang..” Ucap Eyang.

“Lantas apa lagi, Eyang?” Tanya Dirga.

Nyai Jambrong menggerakkan rahangnya dan wajahnya benar-benar kesal.

“Eyang lupa bawa gigi palsu eyang. Bisa repot kalau Eyang nggak bisa makan..” ucapnya.

Mendengar ucapan itu seketika wajah Dirga melongo aneh, sedangkan muka guntur sudah terlihat kecut.

“Tenan, to. Wis nggenah ora usah ditaktoke..” (Bener, kan! sudah bener nggak usah ditanyain)

Keluh Guntur sambil membuang muka. Mendengar ucapan Itu Nyai Jambrong pun memelototi Guntur. Guntur yang merasa terancam menggeser pantatnya menjauh dari Nyai jambrong hingga ke ujung belakang.

***Image (Sudut pandang Danan…)

Langit yang selalu kelam dan tanah yang tandus. Suara teriakan dan tangisan terdengar dari berbagai tempat di alam ini. Aku tahu, tak ada tempat bagi kami untuk bersembunyi di alam ini. Lambat laun setan-setan di alam ini pasti menemukan kami entah itu dari dalam hutan, dari atas langit, atau bahkan dari dalam tanah.

“To—tolong…”

Seorang anak perempuan berjalan tertatih ke arah kami dari kumpulan pohon-pohon tandus.

“Nan! Anak kecil!” Teriak Cahyo yang bergegas ingin menghampiri anak kecil itu, Namun aku menarik tubuhnya dan menahannya.

“Jangan, Jul!” Tahanku.

Cahyo heran dengan maksudku, namun sebelum aku menjelaskannya Cahyo sudah mendapat jawabannya sendiri.

Seketika kepala anak itu jatuh ke tanah dan tubuhnya tetap berjalan ke arah kami. Dari dalam lehernya terlihat sekumpulan ular yang menguasai tubuh anak kecil itu.

“Sialan!” Geram Cahyo.

Alih-alih menghadapi setan itu, kami semua memilih untuk mundur. Sang pemuda yang sempat menolong kami pun mengikuti kami.

“Syukurlah kalian orang baik,” ucap pemuda itu.
“Syukurlah, masnya juga..” Balas Cahyo.

Aku menyenggol Cahyo menegur sikapnya yang mungkin bisa menyinggung pemuda itu.

“Maaf tapi waktu saya tidak banyak, saya harus mencari obat untuk menyembuhkan kutukan Raja saya. Saya izin pamit,” Ucap pemuda itu.

Paklek yang masih penasaran dengan sosok pemuda itu ingin menahannya, namun pemuda itu dengan segera berlari mengikuti petunjuk yang sepertinya baru saja ia dapat.

“Sepertinya kita akan bertemu dia lagi,” ucap Paklek.

“Mungkin, Paklek..” Balasku.

Saat aku dan Paklek menyelesaikan perbincangan kami, tiba-tiba terjadi sesuatu yang aneh pada Cahyo. Nafasnya menderu dan tatapannya mulai kosong..

“Jul! Panjul! Sadar Jul!” Teriakku mencoba menyadarkan Cahyo. Sayangnya Cahyo tidak menggubris.Sebaliknya, Cahyo menggeram seolah mengancam.

Paklek dengan cekatan memutarkan tangannya beberapa kali dan menyalakan Geni Baraloka. Ia meletakkan tangannya yang terbakar api itu ke punggung Cahyo. Perlahan nafas cahyo kembali normal dan ia mulai mendapatkan lagi kesadarannya.

“Jul?” Tanyaku.

“Aku kenapa, Nan?”

Paklek mematikan kembali Geni Baralokanya agar kami tidak menjadi incaran setan-setan di alam ini.

“Jangan lengah! Kesadaranmu hampir saja diambil alih! Paklek tidak punya kekuatan seperti Nyi Sendang Rangu dan Wanasura yang bisa mempertahankan kesadaran kalian seterusnya. Pagari diri kita masing-masing,” Jelas Paklek.

Aku dan Cahyo mengangguk. Kami pun membacakan doa-doa sepanjang perjalanan sebagai pernyataan bahwa nyawa kami dalam genggaman Sang Pencipta. Alam ini tidak punya hak untuk mengambil kesadaran kami. Sayangnya, memang terlalu berat bagi roh manusia biasa berjuang di alam ini.

“Kita harus mencari tempat yang aman secepatnya sebelum kita juga menjadi setan-setan seperti mereka yang bergentayangan di alam ini,” Ucap Paklek.
Dharrr!!

Di tengah kebingungan kami, tiba-tiba kami dikagetkan dengan suara dentuman yang keras. Dentuman itu diikuti dengan getaran dari dalam tanah yang semakin lama semakin besar.

“Paklek! Itu!” Teriak Cahyo menunjuk ke salah satu arah.

Gunung api…

Sebuah gunung meletus tak jauh dari tempat kami berada.

“AAARrrgghh!! Apa lagi ini?!” Cahyo kesal.
Tak mau berlama-lama, aku pun mengajak mereka untuk meninggalkan tempat itu. Bukan tanpa sebab, selain karena gempa dan hawa panas yang mulai terasa. Samar-samar aku melihat bayangan makhluk besar keluar dari lahar gunung itu. Jangan sampai kami berurusan dengannya..

Tapi, entah sebesar apa jangkauan gunung itu. walau sudah melayang secepat mungkin, debu dan awan dari gunung itu terbawa angin dan mengelilingi kami bertiga. Aku, Paklek, dan Cahyo saling memegang tangan agar tidak terpisah karena Badai debu yang menghantam kami.

Dharrr!!!

Suara letusan gunung kali ini terasa begitu dekat. Anehnya kali ini terdengar suara teriakan riuh orang-orang di sekitar kami. Kami tidak bisa memikirkan apapun selain cara agar tidak terpisah dan terus bertahan dari hembusan badai ini. Hingga setelah beberapa saat, badai itu pun mereda.

Kami tak menyangka ada gunung yang akan meletus di alam ini. Letaknya cukup jauh tapi dampak ledakannya sampai ke tempat ini. Mungkin saja pohon-pohon yang kering dan tandusnya alam ini juga disebabkan oleh kejadian alam serupa di alam ini.

Aku membayangkan, jangan-jangan Jagad Segoro Demit dulunya juga tanah yang subur dan ditinggali oleh makhluk hidup. Tapi apa yang membuatnya menjadi tempat semengerikan ini?

Debu-debu yang menghalangi penglihatan kami mulai mereda. Suara keriuhan tadi berubah menjadi teriakan dan tangisan yang terdengar tak jauh dari tempat kami berada.

Aneh… saat abu dari gunung itu menghilang, pemandangan di sekitar kami tiba-tiba berubah. Yang terlihat di sekitar kami adalah suasana malam di pemukiman yang sebagian bangunan-bangunanya sudah hancur. Ada sekumpulan orang di sana yang ketakutan dengan aktivitas gunung itu.

Yang membuatku tidak tenang, aku juga merasakan ada sosok-sosok lain yang berbahaya di sekitar mereka.

“Saat kesadaran mereka menghilang, ketiga roh keramat akan merasuki tubuh mereka dan menikmati persembahan kita!” Teriak seorang kakek yang berjalan bungkuk dengan tongkatnya.

“Jangan, Mbah! Jangan!! Anak saya tidak salah apa-apa!” Seorang ibu berlutut meminta pengampunan atas anaknya.

Kami melihat seorang anak gadis terbaring di sebuah batu yang membentuk sebuah meja. Dan di dekatnya terdapat tiga pria yang duduk bersila di sekitar sesaji. Asap-asap dari kemenyan yang dibakar mengelilingi mereka. Ritual itu membuat kesadaran ketiga pemuda itu menghilang perlahan.

“Paklek? Ini dimana?” Tanya Cahyo.

“Lha piye carane paklek iso ngerti?” (Lha gimana caranya paklek bisa tahu?) Balas Paklek.

Kami bertiga bingung dengan apa yang terjadi, tapi yang terlihat di hadapan kami saat ini sesuatu yang membuat kami cemas.

Dhummmm!!!

Terdengar suara dentuman dari dalam tanah. Seketika warga pun panik.

“Tidak ada waktu lagi! Persembahan harus dilakukan atau sang Lanting Giri Agung akan bangkit dengan amarah!” terik kakek itu.

“Jangan, Mbah!!!”

Ibu itu berteriak tapi beberapa orang menahan ibu itu dan membawanya menjauh.

“Seharusnya kau bangga anakmu bisa menjadi penyelamat desa ini,” balas kakek itu.

Ia pun menancapkan tongkatnya ke tanah dan membacakan mantra yang panjang. Ketiga pemuda itu kehilangan kesadarannya dan suara raungan, tawa, dan teriakan terdengar dari sekitar kami. Dan saat itu juga kami melihat ketiga sosok makhluk mengerikan mendekat ke ketiga pemuda itu.

“Tubuh ni kupersembahkan untuk wadah Ndoro-ndoro sekalian..” ucap kakek itu.
Nov 13, 2023 19 tweets 3 min read
ONGGO INGGI BENGAWAN SOLO

Danyang Penunggu sungai Bengawan Solo yang mengincar anak-anak untuk menjadi tumbalnya.

- A Thread -

@bacahorror @idn_horror @bagihorror @ceritaht

#mitologihantunusantara #bacahorror Image ONGGO INGGI

Masyarakat Solo atau khususnya yang tinggal di Bantaran Sungai Bengawan Solo pasti sudah tidak asing mendengar tentang sosok hantu ini.
Berbagai kisah beredar mengenai keberadaan makhluk yang konon sering menjerat manusia yang beraktivitas di sungai Bengawan Solo.
Nov 9, 2023 62 tweets 8 min read
TUNDAN DEMIT

“Jangan sampai sedikitpun suara keluar dari mulutmu, bila kau gagal mereka yang kembali dari alam lain akan mengincarmu.

Kamu yang lahir di weton itu mangsa kesukaan Sengkolo, Le…”

- a thread –

@bacahorror @bagihorror
#sengkolo #malamsatusuro #satusuro Image Malam itu bapak sedang sibuk-sibuknya mengeluarkan pusaka-pusaka miliknya dari tempat penyimpanan. Ibu juga berada di sana membantu bapak dengan berhati-hati memindahkan pusaka itu.
Oct 30, 2023 9 tweets 2 min read
RENG TUA MALAM

- A Thread -

Sosok hantu yang dikenal di wilayah Madura. Bukannya ditakuti, sosok ini malah dicari-cari oleh banyak orang.

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror @ceritaht
#bacahorror Reng tua malam (copiright picture by diosetta) Sosok hantu ini banyak dikenal di wilayah Madura.
Reng Tua Malam sendiri memiliki arti “Orang Tua Malam”. Disinyalir nama itu disematkan karena sosoknya memang seorang pria tua yag berjalan di tengah malam.

Mengenai kisahnya sendiri, ada beberapa versi yang paling dikenal.
Oct 14, 2023 32 tweets 5 min read
Terjebak di Alam Lain
KERETA TENGAH MALAM
- A Thread -

Ada cerita yang diceritain seorang kenalan saat perjalanan naik kereta dari Semarang ke Jakarta 2011 silam. Ini sukses bikin saya merinding. Bantu share ya, langsung kelar kok

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor #bacahorror Image Sebelumnya, perkenalkan saya Riza. Kisah ini terjadi saat saya masih bekerja di kota Semarang dan sering sekali bolak-balik ke Jakarta saat ada libur lebih dari dua hari.
Kereta api masih menjadi pilihan favoritku.
Oct 12, 2023 12 tweets 24 min read
DARYANA PUTRA SAMBARA
Part 3 - Prasasti Desa

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor @bagihorror

Desa Wirobayan..
Sebuah desa di pinggir kerajaan yang seolah sengaja menyingkir dari pesatnya perkembangan jaman. Dilihat dari sisi manapun tempat ini jauh dari jalur perdagangan maupun pusat kerajaan.

“Ibuk, sebenernya milih tinggal di desa ini karena nggak sengaja atau gimana to Buk?” Tanyaku iseng.
Biar bagaimanapun, Bapak dan Ibu adalah orang yang sempat merasakan kemewahan kerajaan dan memiliki andil di sana.

Aku masih belum bisa percaya mereka rela meninggalkan itu semua dan tinggal di desa terpencil ini.
“Kowe percoyo sing jenenge takdir Le?” (Kamu percaya yang namanya takdir Nak?) Ucap ibu.

“Piye yo bu? Nek mung pasrah marang takdir, rasane pengen dadi wong kesed,” (Gimana ya bu? Kalau cuma percaya sama takdir, rasanya pingin jadi orang males) Jawabku.

Ibu menggeleng dan mengelus kepalaku.
“Omonganmu ada benernya Le, tapi Tuhan sudah menggariskan hal-hal tertentu di hidup kita.

Pertemuan, perjalanan, perpisahan.. hanya saja kita yang menentukan seberapa berartinya itu semua untuk kita,” Jelas Ibu.

“Lha terus hubunganya sama pertanyaanku apa bu?” Tanyaku lagi.

Ibu mulai bercerita, sejak awal ia bersama bapak memang tidak memiliki tujuan untuk tinggal di desa ini. Terlebih saat Prabu Arya masih hidup, bapak masih sering menemani sahabatnya itu untuk sering ke istana.

Saat mengungsi di kerajaan ini, Raja Indrajaya sudah menyediakan tempat terbaik untuk Bapak dan Ibu di istana. Tapi Ibu sangat mengerti, Bapak bukanlah orang yang betah tinggal di tempat mewah seperti itu.

“Lha piye yo, wit cilik bapakmu kuwi uripe ning alas..” (lha gimana ya? Dari kecil bapakmu itu hidupnya di hutan) ucap ibu.

“Yang bener bu?” sekali lagi aku kaget mendengar cerita ibu.

“Ibu juga kurang tahu dengan jelas masa kecil bapak, tapi firasat ibu kamu akan mengetahuinya kelak,” Balas ibu.

Ibu bercerita saat itu, mereka sempat tinggal di istana, bapak mengembara berkeliling desa di wilayah kerajaan Indrajaya. Ia terhenti di sebuah sungai yang membelah sebuah hutan. Sungai itu tidak jauh dari desa ini.

Ia bertemu dengan warga desa yang tengah mencari hasil hutan keluarganya. Bapak mengikuti mereka dan menemukan desa ini. Desa yang sepertinya tidak tersentuh oleh kerajaan. Bapak takjub ketika melihat desa yang sangat sederhana ini bisa dihidupi oleh alam.

Mereka makan dari hasil hutan, minum dari aliran sungai dan mata air. Terlebih mereka tidak terdampak oleh perang.

Bapak meminta ijin untuk tinggal di desa ini kepada Raja Indrajaya. Tapi Raja Indrajaya menolak.
Ada alasan desa itu tidak tersentuh oleh kerajaan.

Ada sesuatu yang bisa menghancurkan kerajaan Indrajaya ternyata tersembunyi di desa ini. Tetapi walau berkata begitu, Raja Indrajaya sendiri belum mengetahui tentang apa yang tersembunyi disana.
“Menghancurkan kerajaan?” Tanyaku bingung.
Ibu mengangguk dan melanjutkan ceritanya.

Bapakpun mencari tahu tentang ramalan itu dan menemukan sebuah prasasti. Ada aksara aneh yang bahkan belum pernah bapak lihat. Namun karena sangat ingin tinggal di desa ini, bapak bersemedi di sana dan mencari petunjuk mengenai isi prasasti ini.

Setelah dua puluh satu hari, akhirnya bapakmendapatkan petunjuk. Bapakpun melapor ke Raja Indrajaya.

Bapak menceritakan kebenaran tentang ramalan itu. Semua ditunjukkan oleh prasasti yang ia temukan. Dan benar , sesuatu di desa itu akan menghancurkan kerajaan Indrajaya.

“Terus? Kenapa bapak masih milih tinggal di sini?” Aku semakin penasaran.

“Sabar to Le, ibu selesain dulu ceritanya,” balas ibu.
Aku menggaruk kepalaku dan kembali mendengarkan cerita ibu.

Ramalan itu benar. Sesuatu yang tersembunyi di desa ini akan menghancurkan Kerajaan Indrajaya. Tapi bukan saat itu, bukan saat kerajaan dipimpin dengan adil dan bijaksana.

Tapi ada saatnya dimana Kerajaan Indrajaya dikuasai oleh hawa nafsu dan niat buruk. Sesuatu yang berada di desa inilah yang akan menghancurkan kerajaan ini.

“Berarti prasasti itu menyembunyikan kekuatan yang luar biasa ya bu?” Tanyaku.

“Mungkin saja, tapi bapak menganggap itu sebagai hal baik dan memaksa untuk tinggal di desa ini,” jelas ibu.

Raja Indrajaya percaya dengan cerita bapak. Iapun setuju bila memang itu faktanya, maka hal itu merupakan hal baik.

Walau sudah tinggal di desa ini, Raja Indrajaya dulu tetap menyediakan tempat untuk Bapak dan Ibu di istana sampai aku lahir. Sampai akhirnya perang usai, Bapak dan ibu akhirnya menetap di desa ini sebagai orang biasa.

“Kami beruntung Raja Indrajaya mau mengerti keinginan kami,” Ucap Ibu.

Sekali lagi aku melamunkan cerita tentang kehidupan bapak dan ibu saat di istana dulu. Walau aku bahagia tinggal di sini, tapi rasa penasaran tetap saja ada.

“Bu, sering-sering ceritain kisah ibu sama bapak di jaman dulu ya. Putra seneng dengerinya,” Pintaku.
Ibu mengelus rambutku lagi.

“Ibu takutnya kamu jadi tidak bersyukur dengan kehidupan kita dan mendambakan kehidupan di Istana,” balas ibu.

Aku menggeleng dan menggenggam tangan ibu.
“Putra yakin, kehidupan yang dipilihkan oleh Bapak dan ibu adalah yang terbaik. Putra hanya ingin ikut merasakan kisah ibu sama bapak dulu,” ucapku lagi.
Saat itu wajah ibu seolah menerawang sambil sedikit tersenyum.

“Wah, nanti ibu ceritain gimana ndableknya Bapakmu itu!” ucap ibu semangat.
Ibu tidak berniat menceritakan itu hari ini. Tapi tidak masalah, cerita-cerita itu akan menjadi alasanku untuk pulang setiap selesai melakukan perjalanan.

Sejak saat ini aku melihat desa ini dengan berbeda. Bukan lagi desa terpencil di pinggir kerajaan, tapi desa ternyaman dan teraman yang dipilihkan kedua orang tuaku sebagai tempatku tumbuh.

“Heh Putra! Ngelamun aja!”

Tiba-tiba seseorang datang memecah lamunanku. Taryo Rupanya..
“Taryo? Kamu udah sehat?” Tanyaku kaget melihat perubahan dirinya.

Tubuhnya tidak lagi kurus, ia sudah hampir berjalan dengan normal. Masih ada bekas luka di kakinya, tapi aku menduga sebentar lagi lukanya akan pulih sepenuhnya.

“Iya, Terima kasih buat kamu. Semenjak kamu obatin itu lukaku berangsur-angsur membaik,” ucap Taryo.
“Halah, kebetulan aja kok. Ada acara apa sampai jauh-jauh ke sini?” Tanyaku.

“Ibuku bikinin jamu buat ibumu, sekalian mampir sudah lama aku nggak ketemu ibumu,” jawabnya.
Akupun segera mengajaknya masuk kedalam rumah bertemu ibu. Ibu menerima dengan senang hati jamu buatan Mbok Mi dan menggantinya dengan beberapa lauk yang ada di rumah.

“Jangan capek-capek yo Le, kakimu itu belum benar-benar pulih,” wejang ibu.
“Sudah kok Nyai, aku sudah sering jalan-jalan sama ibu juga. Nanti juga setelah ini aku mau jalan-jalan ke alun-alun. Sudah lama tidak ke sana,” ucap Taryo.
“Alun-alun? Ya sudah nanti aku temenin,” ucapku.
“Beneran?” Wajah Taryo terlihat senang.

“Iya, nggak papa kan bu?” Tanyaku pada ibu.
“Nggak papa, jangan pulang malem-malem nanti Mbok Mi khawatir,” Balas ibu.
“Iya Nyai, habis ini saya mampir rumah dulu nganter lauk ini sekalian minta ijin,” Balas Taryo.

Akupun bersiap sebentar dan pergi menemani Taryo. Mendengar cerita ibu tadi, aku jadi ingin berkeliling dan melihat-lihat desa ini.

Sejak aku kecil desa ini memang tidak terjamah oleh perang. Tidak ada perekrutan prajurit dan relawan perang di desa ini. Banyak anak muda yang merantau ke desa sekitar kerajaan untuk mendapat kesempatan hidup yang lebih baik.

Taryo terlihat bersemangat saat mencapai alun-alun. Walau disebut alun-alun, sebenarnya tempat ini hanya lapangan biasa yang menjadi tempat berkumpulnya warga yang ingin bertukar hasil panen. Tempat ini ditandai dengan sebuah candi kecil yang berada di tengahnya.

Berbagai macam orang berkumpul disini untuk bertukar hasil panen dan kerajinan. Setiap ada saudagar yang kembali dari perjalanan, mereka selalu diserbu oleh warga desa yang tidak mau kehabisan barang mulai dari kain, keramik, hingga berbagai macam barang yang tidak tersedia di tempat ini.

Tapi di tengah-tengah keramaian itu tiba-tiba Taryo terdiam menatap sesuatu.
“Yo, kenapa bengong?” Tanyaku.
“E—enggak, itu perempuan itu kenapa keliatan takut ya?” Tanya Taryo.

Aku memperhatikan ke arah yang ditunjukkan oleh Taryo. Benar ada seorang perempuan di sana. Ia memegangi bajunya yang terlihat sobek dengan wajah takut seolah bingung. Sepertinya ditubuhnya juga terdapat beberapa luka.

Aku sempat mengira dia adalah seorang perempuan yang terpisah dari anggota keluarganya. Tapi tak lama setelah kami memperhatikanya tiba-tiba terdengar suara derap langkah kuda mendekat.

Seketika firasatku menjadi tidak enak. Ada seorang prajurit berkuda mendekat ke alun-alun dengan membawa sebuah tombak di tanganya. Warga menjadi riuh berhamburan berusaha menghindari prajurit itu.

“Minggir!!!” Teriak prajurit itu.
Mereka melihat perempuan yang ketakutan itu dan mengejarnya. Sebuah tombak besar diangkat dan diarahkan ke perempuan itu.

“Mati kau!” Teriak prajurit itu sembari melemparkan tombak itu kepada perempuan yang masih berusaha melarikan diri.
Tombak itu melesat menuju tubuh wanita lemah itu. Spontan aku berlari kearahnya, namun terlambat. Walau sudah berusaha menghindar, tombak itu tetap mengenai bahu wanita itu.

Prajurit itu meminta sebuah tombak lagi pada bawahanya dan bersiap melemparkan lagi.
"Tolong! Tolong!! Ada yang mati!!” Taryo membuat kericuhan hingga warga di alun-alun itu berhamburan lagi dan membuat prajurit itu kebingungan.

Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan menarik wanita itu bersembunyi di belakang salah satu bangunan di sana. Taryo yang memperhatikankupun segera menyusulku.
“Gimana keadaanya Mas Putra?” Tanya Taryo.

Aku memeriksa perempuan itu yang meringis menahan sakitnya. Perempuan itu juga tahu bila dia menangis atau berteriak prajurit-prajurit itu pasti akan menemukanya.

Aku merobek kain yang ada di bajuku dan mengikatkanya di bahu wanita itu untuk menghentikan pendarahan di bahunya. Sayangnya sepertinya itu tidak cukup.

“Kamu itu sebenernya siapa to? Kok sampe dikejar-kejar prajurit itu?” Tanya Taryo.
Perempuan itu menahan tangisnya dan berusaha menjawab pertanyaan kami.

“A—aku, aku nggak tahu. Aku cuma perempuan desa biasa, tiba-tiba mereka menculikku dan..”
“Keluarrr!!!” Terdengar teriakan prajurit itu dengan beberapa derap langkah kuda yang semakin banyak.
“Ssst!” Aku menahan perempuan itu untuk berbicara dan terus bersembunyi bersama Taryo.

Sesekali aku mengintip kearah mereka. Jelas dari pakaianya itu adalah prajurit kerajaan indrajaya. Tapi ada masalah apa sampai mereka mengejar perempuan ini?

“Kamu mencuri? Atau berbuat salah sama mereka?” Tanyaku.
Perempuan itu menggeleng, ia berbicara sambil terisak menahan tangisnya.

“Prajurit-prajurit itu memasuki desaku, mereka meminta mengumpulkan perempuan-perempuan untuk dibawa ke kerajaan. Tapi itu semua bohong, mereka membawa kami ke kemah tersembunyi di hutan dan menjadikan kami sebagai pelampiasan nafsu mereka..” cerita perempuan itu.

Aku menelan ludah mendengar ceritanya, dari tangisan dan tatapan matanya sulit untuk mengatakan bahwa perempuan ini berbohong.
“Mas, terus gimana mas?” tanya Taryo bingung.Image “Kita sembunyi, mungkin dia dikejar karena prajurit itu takut dia menceritakan ini ke prajurit kerajaan lain atau ke warga desa,” balasku.

Taryo mengangguk setuju, kami berniat bersembunyi sampai prajurit itu pergi. Namun ternyata rencana kami tidak semulus itu.

“Keluar! Jangan berani-berani menyembunyikan pemberontak! Hukumanya mati!” Teriak prajurit itu.
Salah seorang prajurit lain menarik warga desa dan memaksanya untuk berbicara.

“Keluarkan perempuan itu!” teriaknya.
“Ampun.. ampun den. Saya tidak tahu apa-apa,” Seorang bapak tua yang tengah membereskan daganganya menjadi sasaran kekesalan prajurit itu.
Prajurit itupun melemparkanya ke hadapan kerumunan dan prajurit lain menyusulnya dengan mengambil beberapa warga desa dan mengumpulkanya di hadapan mereka.

Warga desa itu segera berlutut memohon ampun.
“Sumpah tuan prajurit, kami tidak tahu wanita itu. kami tidak tahu dia dimana..” ucap mereka.

Sepertinya prajurit itu tidak peduli. Ia mencabut pedang dari pinggangnya dan turun dari kudanya. Pedang yang tajam itu menggores pipi salah satu kakek yang menjadi pelampiasan emosi prajurit itu.
Kakek itu tidak berani melawan dan hanya mampu menahan rasa sakitnya.

“Dalam hitungan sepuluh, bila tidak ada yang menyerahkan wanita itu. satu persatu kepala akan terpisah dari tubuhnya.” Ucap prajurit itu.

Sontak warga desapun ketakutan. Mereka yang jarang sekali melihat prajurit kini memandang prajurit kerajaan sebagai sosok yang mengerikan.
“Satu…. Dua..” Prajurit itu menghitung sembari memainkan pedangnya dan menggoreskanya di tubuh warga desa.

Darahpun menetes dari pipi, leher, dan bagian tubuh mereka. Aku tidak sanggup lagi melihat pemandangan itu.
“Taryo, titip ya! Jangan keluar sampai benar-benar aman. Apapun yang terjadi jangan keluar,” ucapku.
“Heh! Kamu mau ngapain? Jangan Nekad!!” Tolak Taryo.

Aku melepas tanganya dan mengendap-ngendap ke kerumunan warga desa.
“Sepuluh! Rupanya kalian tidak sayang nyawa!” Ucap Prajurit itu kesal.

Iapun menjambak rambut kakek itu dan bersiap memenggalnya dihadapan warga desa lain. Tapi sebelum itu terjadi aku menembus kerumunan dan berhadapan denganya.