Penulis Cerita Horror, Urban Legend, Misteri, Kisah leluhur.
( update tiap #malamjumat )
Business inquiry : 0882 0056 04288 (WA)
index cerita di link di bawah
106 subscribers
Jul 3 • 18 tweets • 16 min read
SABDA PENGIWA III - Topeng Patih
Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap & menggoda, yg konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yg hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”
#bacahorror
“Bercintalah hingga tubuhmu lelah meraba gairah yang hampa, mabuklah sampai setiap tegukan menjadi sia-sia, bersenang-senanglah sampai tawa tak lagi meninggalkan gema. Lalui semuanya… hingga yang fana kehilangan maknanya, dan jiwamu terlepas dari jerat dunia. Itulah saat ketika kesempurnaan menampakkan wajahnya yang sunyi.
Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap dan menggoda, yang konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yang justru hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”
Jun 26 • 20 tweets • 19 min read
PUSAKAYANA
Part 7 - Sabda Pangiwa
Sosok pria misterius muncul dengan membawa sebuah keranda. Dengan tubuh yang penuh goresan mantra dan topeng bujang ganong menutupi wajahnya, ia menantang wahah terakhir Triyamuka Kala..
@bacahorror #bacahorror @IDN_Horor
Beberapa saat sebelumnya…
Seorang pemuda berambut gondrong berjalan perlahan dengan ransel tergantung di satu pundak. Matanya menyapu sekeliling, mengamati jalanan tanah yang lengang dan rumah-rumah panggung yang tampak asing.
Di kejauhan, debur ombak terdengar samar, desa ini berada di pesisir timur, namun Tegar sama sekali tidak tahu namanya.
Seorang pria paruh baya dengan kulit legam baru saja menurunkan jaring dari sepeda motornya. Ia mengernyit saat melihat Tegar.
“Lho… jarang-jarang desa kami kedatangan orang baru,” sapa pria itu ramah.
Tegar menggaruk kepalanya, kebingungan. “Saya juga nggak niat ke sini, Pak. Tadinya numpang truk barang ke Surabaya… tapi ketiduran. Tahu-tahu diturunin di jalan besar sana.”
Pria itu tertawa pendek. “Bisa-bisanya nyasar sampai sini. Nama sampean siapa?”
“Tegar, Pak. Asal saya dari selatan Jawa Timur.”
“Wah, jauh juga. Saya Pak Unggul. Ayo duduk dulu. Jalanan sepi kalau siang begini.”
Tegar duduk di kursi panjang dari bambu di depan rumah Pak Unggul. Angin laut bertiup pelan membawa aroma garam dan sesuatu yang lain—bau amis, atau mungkin asap dari tungku pembakaran.
“Kalau mau balik, besok aja, Mas Tegar,” lanjut Pak Unggul. “Kendaraan umum cuma lewat sampai jam dua belas siang. Setelah itu, sepi.”
“Lho, nggak bisa nyegat bus di jalan besar?”
Pak Unggul tersenyum, matanya menatap kosong ke arah hutan. “Coba aja kalau mau nekad. Tapi masnya pasti lihat sendiri tadi, kan? Jalanan sepi, hutan kiri kanan. Malam... gelap total.”
Tegar terdiam. Ia tidak ingin bermalam di tempat asing, tapi kenyataan memaksanya.
“Sudahlah. Nginep aja di sini. Nggak usah sungkan,” ujar Pak Unggul sambil berdiri.
Jun 19 • 29 tweets • 20 min read
PUSAKAYANA
Part 6 - Penjara Waktu
Paklek tiba di desa Ki Satmo. Kemunculan pusaka kadewatan disana membawa petaka yang mengerikan, namun hanya tempat itu yang bisa menghubungkan paklek dengan Pusakayana...
"Tak ada satu pun yang berani menyentuhmu atau keluargamu... selama jenazah itu tetap kau simpan."
Suara itu terdengar lirih namun berat, seolah menyatu dengan malam yang mencekam. Di tengah remang cahaya obor yang berkedip, seorang pria melangkah berat menuju sebuah jasad. Jenazah itu dibungkus kain kafan kusam bertuliskan aksara merah—seperti coretan darah yang tak mengering.
Di samping jasad, berdiri seorang lelaki tua berpakaian hitam. Wajahnya dipenuhi kerutan, sorot matanya tak menunjukkan belas kasihan—ia hanya menunggu.
"Jadi… ini jawabannya?" suara pria itu pecah, goyah. Ia menahan napas, bau busuk dari jenazah membuat perutnya mual. Ia bahkan tak tahu siapa mayat itu.
Tapi ia bisa merasakan sesuatu... sesuatu yang jauh dari kematian biasa.
"Bawalah pulang," ujar lelaki tua itu, "Minta apa pun padanya. Perlakukan ia seperti Tuhan. Kau tak akan menyesal."
Pria itu diam, lalu mendengarkan tata caranya:
Jenazah harus digendong, tak boleh menyentuh tanah. Harus dibaringkan di atas keranda bambu dan dimandikan setiap tengah malam, menggunakan bunga-bunga tertentu.Dan yang terpenting... setiap seribu hari, seorang gadis perawan harus tidur di sampingnya.
Putus asa. Dendam. Rasa malu yang telah dipendam bertahun-tahun. Semua itu menutup mata pria itu dari logika dan nurani.
…
May 15 • 33 tweets • 21 min read
PUSAKAYANA
Part 3 - Untuk Aku di Masa Lalu
Masa lalu tak bisa diubah, tapi kenangan tentangnya bisa menjadi penuntun arah hidup manusia..
..Sebatang tombak tua, berkarat & berlumuran darah, menembus dari dalam mulutnya, merobek rahang dan bibirnya. Tombak itu memanjang penuh ukiran aneh, disertai semburan darah segar ..
@bagihorror #bacahorror @IDN_Horor @ceritaht
"Apa yang menjadikan sebuah benda memiliki gelar pusaka?”
Apr 25 • 18 tweets • 15 min read
SABDA PANGIWA - Keranda Tulah
Part Akhir
Tak hanya Tegar, beberapa orang mengaku mampu menangani santet itu. Mereka lebih menjanjikan dari seorang kuli panggul lusuh yang datang dari pasar itu.
#bacahorror @bacahorror @IDN_Horor @bagihorror
Mobil Kijang tua yang membawa Tegar akhirnya sampai di halaman sebuah rumah kayu besar nan rapi di tengah perkebunan. Angin lembut membawa aroma kopi segar dari kejauhan, dan suara burung terdengar bersahutan.
“Lho, ada mobil lain?” tanya Wahyuni sambil turun dari mobil, matanya menyipit menatap sedan hitam di sudut halaman.
“Mungkin tamu juga,” tebak Mas Sarno sambil membantu membuka pintu untuk Tegar.
Begitu memasuki rumah, aroma kayu dan kopi langsung menyambut. Namun kehangatan itu segera digantikan rasa penasaran saat mereka mendapati beberapa orang asing sudah duduk di ruang tamu. Beberapa tampak tua, satu orang bahkan berdandan ala dukun dengan kalung manik-manik dan jubah hitam.
“Mereka juga mau ngobatin Mbak Sita?” tanya Wahyuni pada ibunya yang muncul dari arah dapur.
“Iya, Nak. Mereka katanya paham soal persantetan. Tapi... ya begitu. Belum ada hasil,” jawab Ibu Wahyuni pelan.
Wahyuni menoleh ke ruang tamu, mendapati dua orang 'orang pintar' duduk tegang, sementara satu orang lainnya masih berada di dalam kamar Sita.
Ia melangkah cepat menuju kamar, lalu mendadak menghentikan langkahnya.
“Bu! Itu... Sudirwo, kan?” serunya dengan suara tertahan.
“Iya, Nak. Dia datang katanya bisa bantu nyembuhin...” jawab ibunya, canggung.
“Tapi Bu, dia itu kurang ajar! Dia bilang mau sembuhin Sita, tapi syaratnya minta nikah sama Wahyuni!” Suara Wahyuni naik satu oktaf, amarahnya sulit ditahan.
Ibunya menghela napas panjang. “Tenang, Nak. Bapakmu udah tolak mentah-mentah. Tapi ya itu, dia sekarang minta bayaran rumah dan mobil.”
Dari belakang, suara batuk kecil terdengar.
“Ehhem... tenang, Mbak. Ilmunya nggak setinggi harganya kok,” ujar Tegar dengan nada santai, berdiri di belakang Wahyuni sambil menahan senyum.
“Eh? Ini siapa, Nak?” tanya sang ibu.
“Ini, Bu. Mas Tegar. Yang kemarin Ibu minta Wahyuni panggil,” jawab Wahyuni.
“Ohh...” Ibu Wahyuni tersenyum ramah dan mendekati Tegar. “Maaf ya, Mas... udah ngerepotin.”
“Enggak, Bu. Nggak repot sama sekali kok. Ibu malah kelihatan butuh istirahat. Mata Ibu kayak belum tidur dua malam,” balas Tegar jujur.
Apr 18 • 17 tweets • 17 min read
SABDA PENGIWA - Keranda Tulah
Part 1
Sebuah keranda bambu, diusung oleh para pria berikat berpakaian hitam.
Di dalamnya, terbaring Jasad Keramat yang diarak dan mendatangkan kematian bagi warga desa
@IDN_Horor @bagihorror #bacahorror
"Nak, jangan pernah kamu mengaku sebagai anak Bapak. Hapuskan nama Bapak dari namamu..."
Malam itu, suara tangis seorang remaja pecah di tengah keheningan sebuah gubuk tua yang tersembunyi di pematang sawah.
Di luar, angin menderu kencang membawa bau anyir lumpur dan kematian. Langit seperti ikut menangis, menggantung mendung tanpa hujan. Gubuk reyot itu menjadi satu-satunya tempat yang belum dijangkau oleh teror dari kegelapan.
"Nggak, Pak! Keluarga kita keluarga terhormat! Keluarga kita sudah menolong banyak orang! Tegar bangga dengan keluarga kita!"
BRAKK!!
Suara tubuh terhempas keras ke lantai
bambu mengguncang hati Tegar. Ia menoleh dan
melihat ayahnya tergolek di lantai, tubuhnya
kejang-kejang.
Dari telinga dan sudut matanya
mengalir darah hitam pekat yang tak wajar—seperti ada sesuatu yang sedang menggerogoti dari dalam.
Tegar berlari dan memeluk tubuh ayahnya. Tubuh itu panas, namun terasa sekarat. Tangannya gemetar, mencoba menahan kehancuran yang ia tahu tak bisa dihentikan.
"Jangan jadi mantri seperti Bapak, Le. Hiduplah dengan cara yang jauh berbeda. Pilihlah jalan yang tak bisa mereka temukan... Jangan... biarkan mereka menemukanmu..."
"Bapak! Jangan ngomong kayak gitu! Bapak pasti bisa sembuh! Bapak pasti bisa lawan penyakit ini!"
Sang ayah tersenyum tipis—senyum
seorang lelaki yang tahu ajalnya tinggal hitungan detik. Ia mengangkat tangannya dengan sisa tenaga, menyentuh wajah anaknya.
"Ini... sudah batasnya. Pergilah... Mereka akan sampai ke sini sebentar lagi..."
Tegar menggeleng, menggenggam tangan ayahnya erat-erat. "Tegar nggak akan ninggalin Bapak!"
"Keras kepala tidak akan membawa kebaikan, Le... Beberapa detik lagi... yang ada di hadapanmu cuma mayat... Jangan dendam... Bapak cuma ingin lihat kamu hidup..."
Tangis Tegar pecah. Air matanya jatuh satu per satu, membasahi dada ayahnya. Namun saat itulah, suara-suara itu terdengar dari kejauhan.
Suara obor.
Langkah-langkah berat.
Nyanyian lirih yang seperti mantra kematian.
Tegar menoleh. Dari celah bilik bambu, terlihat cahaya obor menyala—bergerak perlahan seperti ular api yang meliuk di tengah sawah. Di tengah arak-arakan itu, sesuatu yang membuat jantung Tegar serasa diremas oleh tangan tak kasatmata.
Apr 11 • 17 tweets • 24 min read
JALUR MATI ALAS MERAPI
Part Akhir II - Pusaka Para Dewa
Kita tuntaskan Part Akhir POV Danan dan Cahyo.
Bantu share sama komen ya temen-temen biar cerita-cerita horor bisa kembali ramai di kancah twitter.
JALUR MATI ALAS MERAPI
Pos 1 - Sukma yang Tertinggal
Tragedi di Merapi tahun lalu masih membekas di ingatan Galang dan yang lain. Mimpi yang sama terus muncul, dan kemunculan satu sosok membahayakan nyawa Tiwi.
Merapi memanggil kembali...
@bagihorror @IDN_Horor @bacahorror
Buat yang belum baca 2910 Mdpl bisa mampir ke sini ya :