Mungkin sebagian orang menganggap karyawan keluar-masuk itu sbg hal yg biasa. Wajar krna kita pengen yg terbaik buat diri kita sendiri, bukan?
Namun, gimana perspektif perusahaan dalam menyikapi turnover karyawan ini?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Menurut kalian, apa yang jadi sebab utama perputaran karyawan bisa menjadi sangat tinggi?
Dalam ilmu Human Resource Management, banyak definisi yg menjelaskan ttg employee turnover.
Namun secara sederhana, employee turnover merujuk pada seberapa besar tingkat keluar-masuk karyawan di dalam suatu perusahaan.
Turnover ini sendiri terbagi ke dalam dua jenis, yaitu :
Involuntary Turnover
Jenis turnover ini terjadi diluar kehendak karyawan yg bersangkutan.
Artinya, perusahaan terpaksa mengakhiri hubungan kerja karna beragam alasan, misal : memasukkan karyawan ke program pensiun dini, PHK massal, hingga pemecatan krna poor job performance.
Voluntary Turnover
Jenis turnover ini terjadi karna keinginan karyawan itu sendiri alias mereka yg mengajukan resign.
Beragam alasan yg membuat karyawan mengajukan surat pengunduran diri. Pernah kubahas disini – resign dari perspektif karyawan :
Data dari @Financesonline menunjukkan kalo turnover rate di US bisa menembus sampe angka 20%.
Dan yg perlu diperhatikan, 3 dari 4 karyawan tersebut berhenti atas keinginannya sendiri.
Dgn kata lain, turnover terjadi krna lebih banyak yg resign drpd yg diberhentikan perusahaan.
Industri Retail & E-Commerce mendominasi angka employee turnover paling tinggi dengan mencapai 30,7%.
Nomor dua disusul oleh Industri Gaming, Entertainment, dan Media (22,6%). Sektor teknologi di peringkat ketiga (21,3%).
Dan sektor energi yg turnover-nya paling rendah (15,2%).
Sebanyak 45% orang resign dari tempat kerjanya meski mereka BELUM genap SETAHUN disana.
20% yg resign udah bekerja selama 1-3 tahun. Dan yang resign setelah bekerja 3 tahun atau lebih hanya 8% saja.
Turnover ini gak cuman tinggi, tapi juga CEPAT sekali terjadi.
Turnover yang cukup tinggi sebetulnya cukup beralasan mengingat Covid-19 memang dampaknya luar biasa. Khususnya bagi sektor UKM.
Sebanyak 97% perusahaan2 kecil di US menyebutkan Covid-19 punya kontribusi jadi penyebab tingginya angka turnover tersebut. Damage-nya separah itu.
Turnover setinggi itu sebetulnya berbahaya, khususnya bagi karyawan yg terpaksa harus keluar dari pekerjaannya.
Sebab sebanyak 42% orang gak mau resign kalo mereka belum dapet kerjaan baru di luar sana.
Hanya 36% yg tetep resign meski belum jelas selanjutnya bakalan gimana.
Turnover yg terlalu tinggi jg memberatkan perusahaan.
Apalagi kalo yg pergi adalah top talent yg jadi kunci perusahaan itu tumbuh pesat. Di US, kerugian akibat employee turnover ini bisa mencapai $630 milliar dollar.
Cost-nya gede banget. Itu kalo ga pake jalur orang dalem ya.
Banyak alasan seseorang memilih pergi dari tempatnya bekerja.
Mulai dari masalah kompensasi/gaji dan benefit, pengen punya work life balance yg bagus, hingga karyawan merasa perusahaan tidak mengapresiasi kerja keras mereka.
Sehingga ngerasa ndak worth it buat diteruskan.
Alasan diatas berkebalikan dgn orang yg milih tetep loyal sama perusahaan tempatnya bekerja.
Faktor tertinggi karna perusahaan itu menerapkan work life balance yg bagus.
Ada juga yg merasa diapresiasi dan dibayar layak. Ada jg yg karna hubungan baik dgn atasan dan rekan kerja.
Feedback dari perusahaan merupakan salah satu faktor yg menentukan bagaimana seorang karyawan merasa puas dengan tempat mereka bekerja.
Dengan memberikan feedback, baik apresiasi atau kritikan, sebenernya itu bisa membuat karyawan jadi tau sisi mana yg harus mereka improve.
“Loh mas Widas, bukankah itu guna dari SOP? Sehingga karyawan yg keluar-masuk ndak berpengaruh terhadap perusahaan?”
Memang Standard Operating Procedure (SOP) bertujuan untuk memastikan semua yg kita kerjakan di perusahaan sudah sesuai dengan alur system kerja yg dibuat.
Namun SOP hanyalah tools. Untuk beberapa pekerjaan yg memerlukan kemampuan analisa, kreativitas, mengurai akar masalah, hingga problem solving, peran kualitas SDM-nya yg lebih dominan.
Skill dan gagasan dari mereka ini lah yg “mahal”, bahkan bisa jadi rebutan antar kompetitor.
Apakah berarti yg tidak punya skill dan kapasitas diatas lantas lebih mudah digantikan? Tidak juga.
Meskipun ada SOP, namun butuh waktu bagi karyawan baru untuk mempelajari sistem kerja yg ada.
Transfer knowledge sendiri juga bukan sesuatu yg bisa dilakukan secara instan.
Misal, seorang admin gudang yg bertanggungjawab monitoring keluar-masuk barang.
Sekilas terlihat mudah, namun pada prakteknya, mungkin ada barang yg stocknya selisih, mungkin salah kirim ke customer, atau kendala-kendala lain.
Butuh waktu bagi mereka adaptasi dengan ini.
Inilah kenapa perusahaan diharapkan bisa menekan angka turnover employee seminimal mungkin.
Sebab perputaran karyawan yg terlalu tinggi, jg bisa menghambat produktivitas dan growth dari perusahaan itu sendiri.
Terlebih kalo karyawan sebelumnya punya kinerja bagus. Rugi banget.
Menurut @Forbes, kunci utama menekan tingginya turnover karyawan terletak pd proses rekrutmen.
Tidak hanya mencari kandidat yg secara skill dibutuhkan, namun juga yg sesuai dgn work culture perusahaan.
Peluang mereka cepet resign bisa ditekan kalo dia nyaman dgn pekerjaannya.
Seperti halnya calon karyawan yg perlu melakukan riset besaran gaji untuk posisi yg mereka lamar, perusahaan juga perlu melakukan hal yg sama.
Dengan memberikan karyawan kompensasi yg layak, karyawan akan merasa kinerjanya diapresiasi dan akan merasa betah di sana.
Apresiasi ndak selalu dalam bentuk upah atau gaji yg layak, namun juga bisa berupa pujian.
Terutama saat dia berhasil menyelesaikan project atau tugas yg sangat penting bagi perusahaan.
Tujuan memberi pujian ini lebih untuk mendorong terciptanya work environment yg positif.
Ada karyawan yg melihat jenjang karir merupakan aspek penting dalam perjalanan karirnya.
Mereka ingin meningkatkan skill dan pengalaman yg mereka miliki untuk terus improve. Apalagi kalo mereka udah cukup lama bekerja disitu.
Perusahaan perlu menaruh concern terhadap hal ini.
Pandemi Covid-19 membuat beberapa sektor pekerjaan terpaksa harus dilakukan dari rumah (Work From Home).
Fleksibilitas waktu kerja untuk mendorong work life balance yg lebih baik perlu terus diupayakan.
Kita masih jauh dari ini, btw. Overworked aja masih diglorifikasi.
Mustahil bisa menghapus employee turnover. Karyawan tetep akan datang dan pergi.
Mau itu krna keinginan perusahaan ataupun sukarela keinginan karyawan yg bersangkutan.
Goal-nya adalah menekan angka turnover seminimal mungkin dan menciptakan lingkungan kerja yg lebih positif.
Perusahaan mendapat benefit dari top talent mereka yg tetep loyal dgn perusahaan, karyawan jg merasa puas, nyaman, dan betah bekerja di sana. Itu kondisi idealnya.
Semoga yg jadi bos bisa lebih humanis pada karyawannya, dan yg jd karyawan jg bisa perform maksimal.
[THREAD-END]
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Udah pernah kubilang, kalo indikator ekonomi masyarakat cm diliat dari penonton konser, antrian iBox, atau macet di lokasi wisata, mending Fakultas Ekonomi se-Indonesia dibubarin aja.
Padahal belum lama ini dilaporkan tingkat klaim BPJS Ketenagakerjaan meningkat krna PHK massal.
BPS mencatat selama periode bulan Mei-Agustus (4 bulan), kita mengalami deflasi secara berturut-turut month to month.
Sekilas penurunan harga emg seperti kabar positif, tapi kalo gitu terus dlm jangka panjang, ya gawat juga.
Berarti ada yg remuk pada daya beli masyarakat.
Salah satu gejala ekonomi kita lagi ada goncangan adalah Purchasing Index Managers (PMI) kita Juli kemarin di bawah 50 poin alias sedang mengalami kontraksi. Selaras dgn tingginya PHK yg ada.
PMI umumnya jd dasar melihat tren pergerakan ekonomi pada sektor manufakfur dan jasa.
"Siapapun yg jadi presidennya, kita lho tetep gini-gini aja."
Yaaa milih policy maker emg gak membuatmu yg staff kantor tiba2 jadi juragan kapal kontainer.
Tapi kalo milih policy maker yg tepat, uang kuliah buat anakmu bisa jadi lebih terjangkau, misalnya.
Presiden membuat kebijakan yg dampaknya berpengaruh sama hajat hidup orang banyak. Sometimes it's not always about you.
Kita yg udah hidup nyaman mungkin gak ngerasa ada efeknya, tapi bisa jadi ada kebijakan yg udah lama dibutuhkan saudara-saudara kita yg di pelosok, misalnya.
- Gak ada lagi wilayah NKRI yg malemnya gelap karna gak ada listrik
- Akses air bersih lebih mudah didapatkan
- Lama tempuh ke pulau2 kecil terluar lebih singkat
- Kesejahteraan guru membaik
- Fasilitas publik lebih ramah kelompok difabel
- dll
Sebagai selingan bahasan politikmu di timeline dan kebetulan mau imlek juga, aku pengen sedikit share gimana perayaan Chinese New Year di China berdampak pada global supply chain.
Let's spill the tea 🍵
ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Sebelum masuk inti bahasan, seperti biasa aku mau survey kecil-kecilan.
Apakah temen-temen saat ini familiar dengan dunia Supply Chain Management?
Pertama kita perlu uraikan definisi dari Port Congestion.
Secara sederhana, Port Congestion dipahami sebagai situasi dimana kapal yg udah tiba di area sekitar pelabuhan, nggak bisa sandar dikarenakan antrian bongkar muat kapal lain masih panjang.
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT – Understanding Its Strategic, Tactical, and Operational Level Planning
Spektrum bahasan dalam Supply Chain Management (SCM) sebenarnya sangat luas. Dalam thread ini, aku mau bahas tiga level planning dalam SCM.
Yuk kita spill. 🍵
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Pembahasan SCM mungkin segmented dan bukan bahasan umum yg sering bertebaran di lini masa.
Namun aku penasaran, sejauh mana pembaca thread ini mengenal SCM?
DISCLAIMER :
Karna aku sendiri masih baru 6-7 tahun terjun dalam bidang SCM, penting untuk dipahami bahwa aku BELUM layak untuk menganggap diriku expert dalam bidang ini.
Jadi thread ini kubuat untuk sharing aja agar pembahasan SCM lebih dikenal di lini masa Twitter.
Gimana rasanya tumbang abis mabok dan pas melek ternyata udah DIKUBUR HIDUP-HIDUP sebagai tumbal seserahan acara adat?
Well..... Victor Hugo Mica Alvarez had a terrifying story to tell.
Victor, 30 tahun, bercerita gimana dia berkali-kali mukulin kotak peti mati yg terbuat dari kaca untuk bisa lolos setelah dikubur hidup-hidup dalam keadaan mabok.
Seremnya, lokasi dia "dikuburkan" berjarak sekitar ± 80 KM dari tempat dia terakhir mabok sebelumnya.
Ceritanya, Victor menghadiri acara adat yg disebut Mother Earth Festival, di kawasan El Alto, Bolivia.
Mother Earth Festival merupakan acara adat dimana masyarakat mengadakan semacam "tasyakuran" kepada Pachamama, the Goddess of Earth and Fertility.