Diosetta Profile picture
Oct 28, 2021 37 tweets 7 min read Read on X
AKU MENYEBUTNYA "BADUT"

Cerita dari salah satu pembaca di Twitter mengenai sosok yang ia temui saat ia kecil...

@bacahorror
@bagihorror
@qwertyping
@Wakhidnurrokhim
@ceritaht
@IDN_Horor
@chillbanana313
@RamaAtmaja_HCR
@chow_mas
@balakarsa

#diosetta Image
“'Perkenalkan , Namaku Vira anak tertua dari empat bersaudara.. eh, bukan… maksudnya dari empat bersaudari, karena ketiga adiku juga kebetulan perempuan semua.
Aku hidup sebagai perempuan biasa pada umumnya , mungkin tidak ada hal yang terlalu istimewa yang akan kalian temui padaku, Namun aku memiliki sebuah cerita yang jarang sekali kuceritakan pada orang lain.

Sebuah cerita tentang aku dan “mereka” yang mewarnai masa kecilku….’
...
Kisah pertama : Aku Menyebutnya "Badut"

“Apa? Salahku?? Kamu itu yang ga becus jadi Istri! Aku kerja mati-matian kamu perlakukan kayak begini?”
Terdengar suara bapak yang tak berhenti memaki Ibu.
Tak berhenti sampai di situ, sumpah serapah dan makian terus keluar dari mulut mereka berdua yang membuatku yang masih berumur empat tahun tidak berhenti menangis.
“Lihat si vira nangisnya malah makin kenceng bikin aku tambah pusing! Diam kamu vira! Pergi sana daripada kamu aku pukul"”

Teriak Ibu yang masih terbakar emosi.
Entah apa yang menyebabkan mereka berdua bertengkar, yang aku ingat saat itu beberapa kali pukulan dari ibu mendarat di tubuhku yang tak mau berhenti menangis saat melihat pertengkaran itu.
“Udah cukup! Ini masalah kita.. jangan bawa-bawa Vira” Ucap Bapak yang tak tega melihatku semakin menjadi pelampiasan masalah mereka.

“Berisik! Kalau aja Bocah ini gak ada, mungkin sudah jauh-jauh hari aku minta cerai sama kamu" Ucapan Ibu terdengar menyakiti perasaanku.
“Kamu hati-hati kalau ngomong! Kalau kamu mau kita berpisah, akan aku penuhi" lawan bapak pada ibu, esok harinya bapak mengajakku pergi ke rumah nenek.

Jangan tanya seperti apa perasaanku saat itu.
Seorang anak berumur empat tahun jelas masih sangat kecil untuk memahami maksud mereka dan harus menjadi pelampiasan dari pertengkaran itu.

Bapak dan ibu memang tidak tinggal bersama. Bapak bekerja merantau ke luar pulau di Medan Sumatra Utara, dan ibu di Jakarta.

Aku?
Aku tinggal bersama Neneku di kampung halamanku di Jawa Barat. Namun kali ini mereka sedang pulang kampung ke rumah, jadi aku meninggalkan rumah nenek dan tinggal bersama mereka selama mereka ada di sini.
Sayangnya, setiap mereka pulang, pertengkaran selalu terjadi diantara mereka berdua dan aku yang selalu menjadi pelampiasan atas kekesalan mereka.

Mungkin hal inilah yang membuatku jadi anak kesayangan nenek.
...
Setelah pertengkaran itu Bapak dan Ibu pergi entah kemana dan aku hanya mengurung diri di kamar sambil menangis.
Entah bagaimana aku menggambarkan perasaanku saat itu hingga aku hanya bisa menangis di rumah yang sebenarnya jarang ditinggali bila kedua orang tuaku tidak pulang.


“Ulah nangis…” (Jangan nangis)
Tiba-tiba terdengar suara dari arah kamar mandi yang tidak jauh dari kamarku tempatku berada saat ini.

Jangan berfikir kamar mandiku saat itu sebagus kamar mandi saat ini.
Saat itu keluargaku masih menggunakan sumur timba walaupun sudah menggunakan pompa air untuk mengalirkan airnya.

“Kadieu….” (Ke sini)

Suara itu terdengar lagi, seolah memang menanggapi tangisanku.
Aku yang penasaran segera melap air mataku dan mencari asal suara itu hingga menemukan sesosok makhluk tepat di tempat suara itu berasal.

Aku yang masih kecil saat itu sulit untuk menggambarkan makhluk apa yang ada di sana.
Terlihat makhluk itu duduk tepat di lubang sumur timba dengan wajah yang terlihat tersenyum mengerikan.

Yang kuingat saat itu mulut dan sekitar bibirnya terlihat berwarna merah dengan kulit yang berwarna putih pucat.
Entah dari mana asal warna merah yang menghiasi bibir dan sebagian wajahnya.

Aku berfikir.. dengan penampilan seperti itu mungkin saja makhluk ini adalah sesuatu yang dinamakan “Badut”


“Eleuh… pinter pisan budak ieu” (pintar sekali anak ini)
Makhluk yang kukira sebagai “Badut” itu mencoba memanggilku untuk mendekat ke arahnya untuk bermain bersamanya.

Tentu saja, walau masih kecil aku sudah bisa membedakan sesuatu yang terlihat aneh di hadapanku.

Aku kembali mundur dan menjauh dari makhluk itu.
“Kadieu … “ (kesini)

Kali ini tidak hanya memanggil, makhluk itu menunjukan uang lima ribu rupiah dan menawarkanya kepadaku.
Pada saat itu, uang lima ribu sangat besar untuk anak seumuranku sehingga rasa inginku akan uang yang “Badut” itu tawarkan mampu mengalahkan rasa takutku.

"Tah ieu acis kanggo jajan" (nah ini uang buat kamu jajan)
Ucapnya yang menyambut kedatanganku yang mengambil uang pemberian darinya. Itu adalah ucapan terakhir yang kudengar sebelum akhirnya kehilangan kesadaran.

.....
Narasumber :
Entah, aku tidak dapat mengingat apa yang terjadi.

Setelah selembar uang lima ribu itu kuterima , aku kehilangan kesadaran dan tiba-tiba tersadar di rumah Nenek Amah, tetanggaku yang tinggal di sebelah rumah.
“Duh Vira… Kamu ga papa? “ Tanya Nenek Amah yang menolongku dan sudah meminta pertolongan warga lain untuk memanggil kedua orang tuaku dan orang yang mungkin mengerti kejadian ini.
“Vira kenapa nek?” Tanyaku yang masih bingung, namun tak lama setelahnya muncul seorang warga desa yang memang dikenal sering menangani kejadian ghaib.

Ia memberikanku segelas air putih yang sudah dibacakan doa olehnya.
Aku meminum air itu dan perlahan ingatanku sebelum kehilangan kesadaran mulai muncul satu persatu.
“Dek Vira… kamu sudah tidak apa-apa?” Tanya orang itu.

Aku mengangguk setelah benar-benar merasakan tubuhku yang jauh lebih baik dari sebelum meminum air itu.
“Vira kenapa… kok sampai bisa gelantungan di Sumur itu?” Tanya Nenek Amah.
Aku mencoba menceritakan semua hal yang ku ingat.
“Tadi di sana ada yang ngajak Vira main…” Jawabku dengan polos, namun kali ini saat aku merinding saat mengingat wujud makhluk yang mengajak aku bermain saat itu.
“Vira kenal sama yang ngajak main?” Tanya Nenek Amah lagi.
“Nggak.. Vira ga kenal” Jawabku lagi.
“Kalo ga kenal kenapa Vira mau diajak main?” Nenek Amah mencoba menggali lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi.

“Tadi Vira dikasi uang lima ribu” Jawabku.

Nenek Amah menghela nafas, ia memintaku menunjukan uang yang diberikan oleh makhluk itu.
Namun benar-benar aneh, saat aku mengeluarkan uangnya dari kantongku uang itu berubah menjadi dua lembar daun berwarna cokelat… ya, berwarna cokelat..
Nenek Amah menghela nafas, Sepertinya Nenek Amah dan beberapa warga yang berada di tempat itu sudah tidak ragu lagi mengenai kejadian yang kualami.

“Ya sudah… Vira Istirahat dulu saja.
Tapi memangnya yang ngajak main Vira itu makhluk seperti apa sih?” Tanya seseorang yang tadi membacakan doa pada air putih yang kuminum.
Sekali lagi aku mengingat apa yang kulihat tadi sebelum kehilangan kesadaran. Yang kuingat saat itu mulut dan sekitar bibir makhluk yang kulihat terlihat berwarna merah dengan kulit yang berwarna putih pucat.
“Yang ngajak Vira main tadi…. Badut”

---ooo---

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Diosetta

Diosetta Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @diosetta

Aug 7
PUSAKAYANA
Part Akhir - Tembang Pamungkas
(Bagian 2 - TAMAT)

Wujud Asli Pusaka Sukma pun muncul, Wanatunggal meraung, dan Mantra keramat telah terukir.

Kekuatan terbesar memasuki peperangan...

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor #bacahorror #diosetta Image
Di sisi lain langit, ratusan tiang cahaya yang membentuk anak panah menggantung, menanti satu komando. Mereka berpendar dalam warna merah darah, berkedip-kedip seperti detak jantung para makhluk di bumi yang mulai merasakan ancaman maut.

"Tempat ini... akan musnah," desah Arumbraja, hampir putus asa. Ia menatap langit dengan wajah pucat, rambut panjangnya tersapu angin badai yang mulai menggila.

Namun di sebelahnya, Jaya Wira berdiri tegak, menggenggam sebilah pedang sakti yang berdenyut dengan aura panas. "Walau tempat ini hancur, itu bukan alasan untuk berhenti melawan."

Dari kejauhan, terdengar teriakan yang memecah keheningan..
"Mas Arumbraja! Mas Jaya!"

Guntur berlari menembus kabut, bersama Nyai Jambrong yang masih kuat meski usianya telah menua. Debu dan tanah beterbangan saat keduanya tiba.

"Tempat ini terlalu berbahaya!" seru Jaya Wira, mencoba memperingatkan.

Namun Nyai Jambrong hanya terkekeh sinis. “Kekekeke... Memangnya ada tempat yang aman di hari kiamat seperti ini?”

Tanpa banyak bicara, Guntur mendorong sebuah busur besar ke dada Arumbraja. Busur itu bersinar saat menyentuh kulit pendekar itu.

"Ini! Gunakan ini!” seru Guntur.

Arumbraja terdiam, kedua tangannya bergetar saat memegang Busur Pasupati. Aura sakti menyelimuti tubuhnya.

"Darimana kalian dapatkan ini?” tanyanya, ternganga.

"Tak ada waktu menjelaskan! Busur itu takkan bertahan lama! Ki Arsa mempercayakan kalian untuk menggunakannya sebaik mungkin!” seru Nyai Jambrong, lalu menyerahkan Cakra Sudharsana pada Jaya Wira.

Begitu tangannya menyentuh cakra itu, mata Jaya Wira memancarkan harapan yang sebelumnya telah padam. "Dengan ini... kita bisa menandingi Cakram Bayulodra. Terima kasih...”

Namun kegembiraan mereka tak berlangsung lama.

"Masalahnya... di mana pemilik Cakram Bayulodra itu?” tanya Guntur, waspada.

Seketika terdengar suara dari dalam benak mereka. Suara Mbok Sar yang terdengar seperti angin yang menyusup ke celah jiwa.

"Setan-setan itu telah menyerang desa-desa di kaki gunung. Mereka menjadikan warga sebagai tumbal dan membawa wabah ular. Kita terkecoh....”

"Apa?!” Nyai Jambrong menggertakkan gigi. "Kurang ajar makhluk laknat itu!”

Guntur panik. "Terns kita harus bagaimana, Mbok Sar?!”

"Jagad telah pergi mendahului kalian. la menghadapi panglima dari Naga Antadurga— pemilik Cakram Bayulodra. Tapi ia membutuhkan bantuan Nyai Runtak untuk menenangkan warga yang kerasukan dan keracunan di sana...”

"Aing siap!!” seru Kang Jawir dari belakang, menyanggupi tanpa ragu.

"Gerbang gaib Jagad masih terbuka! Pergilah sekarang!”

“Berangkat!!” Kang Jawir menggendong Nyai Runtak dan melesat menembus kabut bersama kekuatan gaib yang membuka celah langit.

Guntur menatap kepergian mereka, hatinya semakin cemas.

“Mas Jagad pergi... Kang Jawir dan Nyai Runtak juga... Lalu bagaimana kita menghadapi makhluk-makhluk itu, Eyang?!”
Nyai Jambrong menjawab ringan, “Pukul saja. Kalau nggak mempan, lempar batu. Kalau masih nggak mempan, pakai senjata. Kalau masih juga. ya pakai semua. Gitu aja kok repot. Kekekeke...”

“Eyang! Ini serius!!”

Wajah Nyai Jambrong berubah dingin, tak ada lagi senyum.

"Memang serius,” katanya datar. la menatap ke langit. Anak panah Nararingga kini mulai bergetar, siap melesat seperti hujan maut.

"Prabu Krana!” seru Arumbraja. "Kali ini aku tak akan kalah... tanpa perlawanan!”

Ia memusatkan seluruh kekuatannya ke Busur Pasupati. Tiba-tiba, dari pusaka itu, terbit cahaya yang membentuk ratusan anak panah cahaya. Jumlahnya sama dengan yang tergantung di langit.

"Sekarang!!”
Wuuuuuuuussssshhh!!!

Panah-panah cahaya melesat ke langit dan saling bertumbukan dengan panah-panah Nararingga.

Trang! Trang! Trang!

Suara logam bertabrakan membelah udara. Kilatan cahaya menyambar-nyambar seperti petir. Langit menjadi ladang pertempuran, tempat dua kekuatan adikodrati saling menghabisi.

Guntur ternganga, tubuhnya bergetar menyaksikan keajaiban di atas sana. Panah-panah dari Busur Pasupati berhasil menahan setiap anak panah Nararingga. Tak satu pun menyentuh tanah.

Langit tetap gelap. Tapi harapan kini mulai bersinar.
Ledakan cahaya dari benturan panah-panah sakti di langit mengguncang langit dan bumi. Di balik lapisan dimensi lain, sepasang mata menyala dalam kegelapan.

Sosok tinggi besar, tersembunyi di antara batas realitas, mengamati semua dengan dingin.

“Jadi... benar dugaanku,” gumam Prabu Krana dengan suara dalam, bergemuruh seperti gaung dari perut bumi. "Sebagian kekuatan Busur Nararingga telah dicuri. Kalau tidak, mustahil panah lemah itu mampu menandinginya.”

Tanpa peringatan, makhluk setinggi pepohonan itu melangkah keluar dari alam persembunyian. Tanah bergetar, udara terhisap masuk, dan kabut gelap merambat mengikuti langkahnya.

Wujudnya menyerupai raja agung dari zaman purba, mengenakan pakaian kerajaan yang berhiaskan simbol naga dan matahari hitam. Di tangannya tergenggam Busur Nararingga, pusaka emas berkilau yang menyimpan kekuatan penghancur zaman.

Tapi tubuhnya mengeluarkan aroma amis darah dan kematian—seperti jagal agung yang baru saja keluar dari medan pembantaian.

"Aku tahu pencuri kekuatan pusaka itu ada di zaman ini,” ucapnya dengan nada tenang namun mengancam. "Serahkan padaku, sebelum kuguncang gunung ini dan kuhapuskan tanah tempat kalian berpijak.”

Deg! Nyai Jambrong yang biasanya tak gentar kini terdiam sejenak. la tahu, ancaman makhluk itu bukan sekadar gertakan kosong.

Namun ia tertawa renyah, "Kekekeke... kami tidak sebodoh itu, Prabu Krana! Tanpa kekuatan utuh dari pusakamu, kau mungkin bisa meruntuhkan gunung ini. Tapi jika kekuatan itu kembali padamu, zaman ini yang akan binasa!"
Read 21 tweets
Jul 31
PUSAKAYANA
Part Akhir - Tembang Pamungkas
(Bagian 1)

Ingatan Prabu Arya Darmawijaya membuka rahasia tentang wujud sebenarnya dari Tiga Pusaka Sukma..

#bacahorror @bacahorror @IDN_Horor @ceritaht Image
"Saat pusaka turun ke dunia, langit retak oleh takdir yang bergeser, bumi gemetar oleh beban warisan masa lalu, dan jagat pun berseteru seakan lupa makna harmoni. Tapi ingatlah..

Pusaka hanyalah saksi, bukan pembawa petaka. Ia tak berniat membawa kehancuran..

Kejahatan lahir dari tangan-tangan yang dipenuhi nafsu, dari jiwa-jiwa yang lupa bahwa kekuatan bukan untuk dikuasai, melainkan untuk dijaga. Maka bukan pusaka yang patut ditakuti, tapi mereka yang merasa paling layak memilikinya.”
Read 16 tweets
Jul 24
PUSAKAYANA
Part 9 - Jagat Menungso

Sudah tiga malam berturut-turut mimpi itu datang. Naya melihat desanya runtuh dalam asap dan api.

Ia melihat Danan pulang membawa kekalahan, dan bersamanya... bencana yang tak bisa dicegah.

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror @ceritaht Image
"Pusaka sejati bukan yang disimpan dalam peti, tapi yang tertanam dalam hati.
Sebab kekuatan tertinggi bukan pada benda, melainkan pada nurani yang menjaganya”
Read 30 tweets
Jul 17
PUSAKAYANA
Part 8 - Alam Pusaka

Paklek bukan lagi seseorang yang mereka kenal, sebagian tubuhnya berubah menjadi tubuh ular layaknya siluman yang mengabdi pada tuannya...

@bacahorror @IDN_Horor #bacahorror #jsd Image
"Digdaya sebuah pusaka bukan terletak pada bentuknya, tapi pada jiwa yang menggenggamnya. Sebilah pusaka bisa jadi cahaya yang menuntun, atau luka yang menghancurkan.
Semua tergantung pada siapa yang memegangnya.”
Read 22 tweets
Jul 10
SABDA PANGIWA 3
Part Akhir - Tamat

Tabu itu tak berarti di hadapan mereka. Ritual yang melanggar norma mereka percayai untuk menuju kesempurnaan.

#bacahorror @bacahorror Image
Cerita Sebelumnya

Sabda Pangiwa - Keranda Tulah 1 - x.com/diosetta/statu…
2 - x.com/diosetta/statu…

Sabda Pangiwa - Warisan Jenazah 1- x.com/diosetta/statu…
2-x.com/diosetta/statu…
Tegar mengamati tanpa ekspresi. Perlahan ia berkata, “Sekte Pangiwa.”
“Pangiwa?” ulang Ujang, belum paham.

“Aliran kiri. Mereka mencari ‘kesempurnaan’ dengan membakar tubuh dan jiwa lewat hawa nafsu. Makin mabuk, makin hilang kendali, makin jauh dari dunia—mereka percaya, itu mendekatkan mereka pada kekuatan leluhur.”

Ujang menelan ludah. “Jadi ini ‘ibadah’ yang mereka omongin tadi…”

Tegar hanya mengangguk. Sementara itu, suara gamelan makin keras. Nada-nadanya tak wajar—seperti dimainkan tangan yang bukan manusia.
Mereka berdua berpindah posisi diam-diam, mengamati kerumunan itu dari balik gelap. Tiba-tiba, Ujang menunjuk ke panggung.

“Gar… itu Pak Baskoro, kan?”

Tegar menyipitkan mata. Di tengah keramaian, terlihat seorang pria tua dengan jubah gelap, berdiri tegak memantau dari belakang altar. Wajahnya tenang, bahkan tersenyum. Tapi matanya kosong, seperti tak ada jiwa di dalamnya.

“Baskoro… tuan tanah itu?”

Ujang mengangguk. “Dia calon kepala desa. Anak buahnya sering ngirim hasil panen ke pasar. Tapi… aku nggak pernah tahu dia ikut-ikut ginian.”

Tegar tak menjawab. Perhatiannya tertarik pada sosok lain.

Di tengah panggung, berdiri seseorang dengan pakaian lengkap kesenian: rompi tua, celana pendek batik, dan… sebuah topeng kayu. Topeng itu tampak sangat tua, hitam, penuh retakan, dan bermata kosong. Meski wajahnya tertutup, entah kenapa aura sosok itu membuat udara di sekitar terasa lebih dingin.

“Pementasan pembawa petaka itu… pakai topeng, kan?” tanya Tegar.

Ujang mengangguk. “Iya. Dan topengnya… Apa mungkin itu topengnya?”

“Yang pasti topeng yang dikenakan itu bukan benda biasa.” gumam Tegar.

“Mereka pelakunya?”
Read 22 tweets
Jul 3
SABDA PENGIWA III - Topeng Patih

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap & menggoda, yg konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yg hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”

#bacahorror Image
“Bercintalah hingga tubuhmu lelah meraba gairah yang hampa, mabuklah sampai setiap tegukan menjadi sia-sia, bersenang-senanglah sampai tawa tak lagi meninggalkan gema. Lalui semuanya… hingga yang fana kehilangan maknanya, dan jiwamu terlepas dari jerat dunia. Itulah saat ketika kesempurnaan menampakkan wajahnya yang sunyi.

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap dan menggoda, yang konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yang justru hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”
Cerita Sebelumnya
Sabda Pangiwa - Keranda Tulah
1 - x.com/diosetta/statu…
2 - x.com/diosetta/statu…

Sabda Pangiwa - Warisan Jenazah
1- x.com/diosetta/statu…
2- x.com/diosetta/statu…
Read 18 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(