Diosetta Profile picture
Nov 12, 2021 9 tweets 4 min read Read on X
PENGHUNI SISI LAIN SEKOLAH
#hipweepremium @hipwee

“Dia … yang kamu cari … terjebak di alam kami ...”
Tiba-tiba terdengar seperti suara seorang nenek dari belakangku. www.hipwee.com
Aku menoleh dan hampir saja terjatuh saat melihat seorang nenek mengenakan kebaya hitam dengan wajah yang sudah sangat tua, yang begitu saja berdiri di belakangku.
Dengan kemunculan dan wujud yang seperti itu tidak perlu kemampuan khusus untuk memastikan nenek itu bukanlah manusia biasa. Namun, aku berusaha tetap bersikap sopan kepadanya.

“Maksud Nenek?” tanyaku dengan memberanikan diri.
“Setelah langit gelap, kamu bisa bertemu dengan temanmu bersama kemunculan mereka. Hanya di waktu itu kamu bisa membawanya kembali.”

Nenek itu berbalik dan meninggalkanku. Perlahan wujudnya menghilang seolah ia memang tidak pernah ada di tempat ini.
“Te—terima kasih, Nek!” ucapku yang sepertinya sudah terlambat untuk didengar olehnya.
Sudah ada sedikit petunjuk. Sepertinya aku harus menunggu lebih lama di sekolah untuk membuktikan apa yang dibilang oleh Nenek itu.
Aku menunggu di sudut kelasku, sambil melihat sosok roh ibu dan anak yang kemarin membuat kekacauan di sini. Ketika langit mulai memerah, aku mendengar suara gerbang yang sepertinya ditutup oleh Bu Ratna.
Di tengah lamunanku, samar-samar terdengar suara seperti segerombolan orang yang memasuki kelas yang tidak jauh dari kelasku berada. Aku segera keluar untuk mengecek arah suara itu di tengah gelapnya suasana malam sekolah ini...
Tuh kan! udah muncul aja Chapter ke 2!
Ni platform sih keren.. @hipwee ngerangkul penulis penulis Favorit untuk bisa berkarya di sana.

dan yang penting memudahkan pembaca hanya dengan Rp 14.900,-

bisa baca cerita ini sampe tamat + cerita penulis lainya selama sebulan!
Cara langganannya gimana?
cek di gambar ini ya #hipweepremium
Hipwee premium menyajikan konten2 exclusive dari penulis favorit lho!
untuk membaca bisa klik atau link yang tersedia di Bio ya

bitl.ly/DiosettaHP

#hipwee
#hipweepremium
#diosetta Image

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Diosetta

Diosetta Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @diosetta

Jul 24
PUSAKAYANA
Part 9 - Jagat Menungso

Sudah tiga malam berturut-turut mimpi itu datang. Naya melihat desanya runtuh dalam asap dan api.

Ia melihat Danan pulang membawa kekalahan, dan bersamanya... bencana yang tak bisa dicegah.

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror @ceritaht Image
"Pusaka sejati bukan yang disimpan dalam peti, tapi yang tertanam dalam hati.
Sebab kekuatan tertinggi bukan pada benda, melainkan pada nurani yang menjaganya”
Read 30 tweets
Jul 17
PUSAKAYANA
Part 8 - Alam Pusaka

Paklek bukan lagi seseorang yang mereka kenal, sebagian tubuhnya berubah menjadi tubuh ular layaknya siluman yang mengabdi pada tuannya...

@bacahorror @IDN_Horor #bacahorror #jsd Image
"Digdaya sebuah pusaka bukan terletak pada bentuknya, tapi pada jiwa yang menggenggamnya. Sebilah pusaka bisa jadi cahaya yang menuntun, atau luka yang menghancurkan.
Semua tergantung pada siapa yang memegangnya.”
Read 22 tweets
Jul 10
SABDA PANGIWA 3
Part Akhir - Tamat

Tabu itu tak berarti di hadapan mereka. Ritual yang melanggar norma mereka percayai untuk menuju kesempurnaan.

#bacahorror @bacahorror Image
Cerita Sebelumnya

Sabda Pangiwa - Keranda Tulah 1 - x.com/diosetta/statu…
2 - x.com/diosetta/statu…

Sabda Pangiwa - Warisan Jenazah 1- x.com/diosetta/statu…
2-x.com/diosetta/statu…
Tegar mengamati tanpa ekspresi. Perlahan ia berkata, “Sekte Pangiwa.”
“Pangiwa?” ulang Ujang, belum paham.

“Aliran kiri. Mereka mencari ‘kesempurnaan’ dengan membakar tubuh dan jiwa lewat hawa nafsu. Makin mabuk, makin hilang kendali, makin jauh dari dunia—mereka percaya, itu mendekatkan mereka pada kekuatan leluhur.”

Ujang menelan ludah. “Jadi ini ‘ibadah’ yang mereka omongin tadi…”

Tegar hanya mengangguk. Sementara itu, suara gamelan makin keras. Nada-nadanya tak wajar—seperti dimainkan tangan yang bukan manusia.
Mereka berdua berpindah posisi diam-diam, mengamati kerumunan itu dari balik gelap. Tiba-tiba, Ujang menunjuk ke panggung.

“Gar… itu Pak Baskoro, kan?”

Tegar menyipitkan mata. Di tengah keramaian, terlihat seorang pria tua dengan jubah gelap, berdiri tegak memantau dari belakang altar. Wajahnya tenang, bahkan tersenyum. Tapi matanya kosong, seperti tak ada jiwa di dalamnya.

“Baskoro… tuan tanah itu?”

Ujang mengangguk. “Dia calon kepala desa. Anak buahnya sering ngirim hasil panen ke pasar. Tapi… aku nggak pernah tahu dia ikut-ikut ginian.”

Tegar tak menjawab. Perhatiannya tertarik pada sosok lain.

Di tengah panggung, berdiri seseorang dengan pakaian lengkap kesenian: rompi tua, celana pendek batik, dan… sebuah topeng kayu. Topeng itu tampak sangat tua, hitam, penuh retakan, dan bermata kosong. Meski wajahnya tertutup, entah kenapa aura sosok itu membuat udara di sekitar terasa lebih dingin.

“Pementasan pembawa petaka itu… pakai topeng, kan?” tanya Tegar.

Ujang mengangguk. “Iya. Dan topengnya… Apa mungkin itu topengnya?”

“Yang pasti topeng yang dikenakan itu bukan benda biasa.” gumam Tegar.

“Mereka pelakunya?”
Read 22 tweets
Jul 3
SABDA PENGIWA III - Topeng Patih

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap & menggoda, yg konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yg hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”

#bacahorror Image
“Bercintalah hingga tubuhmu lelah meraba gairah yang hampa, mabuklah sampai setiap tegukan menjadi sia-sia, bersenang-senanglah sampai tawa tak lagi meninggalkan gema. Lalui semuanya… hingga yang fana kehilangan maknanya, dan jiwamu terlepas dari jerat dunia. Itulah saat ketika kesempurnaan menampakkan wajahnya yang sunyi.

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap dan menggoda, yang konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yang justru hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”
Cerita Sebelumnya
Sabda Pangiwa - Keranda Tulah
1 - x.com/diosetta/statu…
2 - x.com/diosetta/statu…

Sabda Pangiwa - Warisan Jenazah
1- x.com/diosetta/statu…
2- x.com/diosetta/statu…
Read 18 tweets
Jun 26
PUSAKAYANA
Part 7 - Sabda Pangiwa

Sosok pria misterius muncul dengan membawa sebuah keranda. Dengan tubuh yang penuh goresan mantra dan topeng bujang ganong menutupi wajahnya, ia menantang wahah terakhir Triyamuka Kala..

@bacahorror #bacahorror @IDN_Horor Image
Beberapa saat sebelumnya…

Seorang pemuda berambut gondrong berjalan perlahan dengan ransel tergantung di satu pundak. Matanya menyapu sekeliling, mengamati jalanan tanah yang lengang dan rumah-rumah panggung yang tampak asing.

Di kejauhan, debur ombak terdengar samar, desa ini berada di pesisir timur, namun Tegar sama sekali tidak tahu namanya.

Seorang pria paruh baya dengan kulit legam baru saja menurunkan jaring dari sepeda motornya. Ia mengernyit saat melihat Tegar.

“Lho… jarang-jarang desa kami kedatangan orang baru,” sapa pria itu ramah.

Tegar menggaruk kepalanya, kebingungan. “Saya juga nggak niat ke sini, Pak. Tadinya numpang truk barang ke Surabaya… tapi ketiduran. Tahu-tahu diturunin di jalan besar sana.”

Pria itu tertawa pendek. “Bisa-bisanya nyasar sampai sini. Nama sampean siapa?”

“Tegar, Pak. Asal saya dari selatan Jawa Timur.”
“Wah, jauh juga. Saya Pak Unggul. Ayo duduk dulu. Jalanan sepi kalau siang begini.”

Tegar duduk di kursi panjang dari bambu di depan rumah Pak Unggul. Angin laut bertiup pelan membawa aroma garam dan sesuatu yang lain—bau amis, atau mungkin asap dari tungku pembakaran.

“Kalau mau balik, besok aja, Mas Tegar,” lanjut Pak Unggul. “Kendaraan umum cuma lewat sampai jam dua belas siang. Setelah itu, sepi.”

“Lho, nggak bisa nyegat bus di jalan besar?”

Pak Unggul tersenyum, matanya menatap kosong ke arah hutan. “Coba aja kalau mau nekad. Tapi masnya pasti lihat sendiri tadi, kan? Jalanan sepi, hutan kiri kanan. Malam... gelap total.”

Tegar terdiam. Ia tidak ingin bermalam di tempat asing, tapi kenyataan memaksanya.

“Sudahlah. Nginep aja di sini. Nggak usah sungkan,” ujar Pak Unggul sambil berdiri.
Siang itu, Tegar memutuskan berjalan keliling desa. Ia melihat kehidupan sederhana para nelayan—menjemur ikan, memperbaiki jaring, memanggul ember-ember besar ke perahu. Tapi ada satu pemandangan yang membuatnya berhenti.

Sebuah perahu kecil merapat ke dermaga, membawa dua ekor ikan tuna raksasa.

Tegar mengernyit. Alat tangkap mereka tampak sangat sederhana. Jangankan alat berat, jala pun tampak rapuh.

Ia mendekat. Di sudut kapal, ia melihat kembang tujuh rupa, kemenyan, dan sebuah tungku tanah kecil. Aromanya menusuk.

“Pak, ikan segede itu ditangkap pakai apa? Nggak mungkin jala, kan?” tanya Tegar, heran.

Seorang nelayan tertawa pendek. “Mas baru pertama kali ke sini, ya?”

“Iya, baru nyasar tadi.”
“Ikan ini nggak bisa dijala atau dipancing, Mas.”
“Lha terus... gimana nangkapnya?”

“Disantet.” jawab nelayan itu tenang sambil menurunkan ikan bersama rekannya.

“Disantet?” Tegar mengulang pelan, tak yakin ia mendengar benar.

“Iya. Disantet dulu, baru ngambang. Habis itu tinggal dinaikkan ke kapal,” jawab nelayan lain dengan nada biasa, seperti menjelaskan cara menanak nasi.

Tegar menyingkir. Tubuhnya merinding. Tapi yang lebih aneh, warga desa tidak tampak takut atau tabu saat menyebut kata ‘santet’. Seolah itu bagian dari rutinitas harian.

Menjelang malam, Tegar kembali ke rumah Pak Unggul. Tapi langkahnya terhenti saat melihat keramaian menuju pantai. Obor-obor menyala, wajah-wajah warga tegang. Tegar mengikuti mereka.

Sesampainya di tepi laut, Tegar melihat beberapa kapal nelayan terdampar di pasir. Suasana sunyi, hanya suara ombak dan isak tangis yang terdengar.

“Mati... mereka semua mati...” gumam seorang ibu dengan suara gemetar.

“Siapa?” tanya Tegar pelan pada orang di sebelahnya.
“Nelayan yang pergi tiga hari lalu. Baru balik... tapi begini.”

Tegar mendekat. Di depan matanya, jasad-jasad nelayan terbujur kaku. Tubuh mereka utuh, tidak ada luka. Namun... mata mereka, hilang. Hanya rongga kosong yang tersisa.

“Tidak ada tanda pukulan, tidak ada luka. Tapi matanya... dicungkil, entah oleh apa…” bisik salah satu warga.
Read 20 tweets
Jun 19
PUSAKAYANA
Part 6 - Penjara Waktu

Paklek tiba di desa Ki Satmo. Kemunculan pusaka kadewatan disana membawa petaka yang mengerikan, namun hanya tempat itu yang bisa menghubungkan paklek dengan Pusakayana...

#bacahorror @bacahorror @ceritaht Image
Cahaya putih menyilaukan mata. Dalam sekejap, lambang mandala yang menyatu di telapak tangan Danan dan Cahyo lenyap begitu saja—dan bersama cahaya itu, tubuh mereka terpental kembali ke zaman di mana ratusan nyawa dipertaruhkan hanya dalam satu kedipan mata.

Langit berwarna kelabu. Udara mencekam.
Di hadapan mereka, samar-samar tergambar satu pertarungan yang bergerak begitu lambat yang berat sebelah.

Bli Waja, berdiri tegak meski tubuhnya mulai koyak, ia berusaha menahan satu wajah dari makhluk terkutuk itu, Sang Triyamuka Kala yang berusaha lepas dari penjara waktu Bli Waja.

Danan mendongak, menatap salah satu wajah yang sebelumnya berhadapan dengannya. Kini ia tahu, wajah itu tak lain adalah perwujudan jahat Sang Hyang Talapraja.

Waktu terhenti saat akar-akar dari wajah itu berhenti tepat saat akan menembus roh Nyi Sendang Rangu.

“Danan… kau berhasil?” Sebuah suara akrab menyela keheningan.

Cahyo. Ia muncul dari sisi lain, tubuhnya terluka tapi matanya bersinar.

“Semoga saja… pusaka ini yang dimaksud,” jawab Danan sambil menggenggam erat belati tulang putih di tangannya.
Read 29 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(