Diosetta Profile picture
Dec 9, 2021 74 tweets 11 min read Read on X
Catatan Kecil Kehadiran Mereka

cerita dari narasumber warga twitter yang kental dengan kehadiran mereka yang tak jarang menimbulkan tragedi.

@IDN_Horor
@bacahorror
@qwertyping
@ceritaht
@bagihorror
@HorrorTweetID Image
Yang mau dengerin di youtube bisa mampir ke channel saya ya..

Kenalin namaku Nadia, Aku tinggal di kota Malang yang terletak di propinsi Jawa Timur. Sebagian dari cerita ini mungkin akan didominasi dengan masa kecilku yang sangat kental dengan hal ghaib.

Indigo?
Bukan , aku sendiri tidak bisa menilai mengenai ini.
Mungkin lebih bisa dikatakan kalau aku termasuk orang yang peka atau sensitif.

Semua kejadian yang ingin kuceritakan ini bermula ketika Mbahkungku meninggal. Yang kumaksud adalah Mbahkung dari almarhumah mamaku.
MBAHKUNG

Beliau meninggal kurang lebih Tahun 2010, aku sedikit lupa. Tapi aku selalu mengingat jelas tanggal dan bulan meninggalnya mbahkung karena itu juga mirip dengan tanggal lahirku.
Aku lahir di tanggal satu bulan tujuh. Sedangkan mbahkung lahir di tanggal satu bulan satu dan meninggal di tanggal tujuh bulan tujuh. Entah apa ada yang aneh dengan hal ini? mungkin kita akan tahu nanti.
Mbahkungku ini sebenarya orang yang sangat sabar dan sayang dengan anak dan cucunya. Tapi semua itu akan berubah pada saat ada Mbahti di dekatnya. Seketika Mbahkung akan semakin tegas dan keras dengan cucu-cucunya.
Sejak kecil hingga berumur lima tahun aku tinggal di rumah Mbahkung. Beliau termasuk salah satu tokoh yang dikenal banyak orang.

Yang aku tahu orang-orang sekitar menganggap mbahkung sebagai tukang nyembuhin orang.
Aku kurang mengerti secara jelas karena saat itu aku masih kecil. Namun yang aku ingat di hari-hari tertentu mbahkung kedatangan banyak tamu dari segala kalangan yang minta ‘tombo’ atau kesembuhan.
Saat kecil dulu aku termasuk anak yang usil. Aku sering mengintip saat mbahkung kedatangan tamu. Disana aku melihat mbahkung selalu duduk bersimpuh dan bersuara dengan suara yang tidak kukenal.
Mbahkung bersuara seperti seorang nenek – nenek tua dengan tubuhnya yang membungkuk sangat rendah. Di sebelahnya ada mbahti yang menjaga dan mempersiapkan kebutuhan mbahkung.
Selain itu aku juga sering melihat mereka membeli dupa dan kembang yang saat itu aku sama sekali tidak mengerti kegunaanya. Bahkan sesekali aku pernah iseng menyalakan dupa itu karena kukira dupa itu adalah kembang api.
Saat mulai beranjak besar aku tidak lagi tinggal serumah dengan mbahkung, namun sesekali aku tetap sering bermain ke sana. Menurut saudara-saudaraku aku adalah cucu kesayangan mbahkung dan anak kesayanganya kebetulan juga adalah mamaku.
Saat aku duduk di bangku sekolah dasar aku sering mengingat tentang teman masa kecilku dulu.

Aku sangat dekat denganya, namun saat bermain denganya aku hampir tidak pernah besama dengan teman yang lain. Dia hanya menghampiriku saat aku sedang sendirian.
Aku juga sering menceritakan hal ini ke mbahkung , tapi hanya tersenyum mendengar ceritaku.

Setelah cukup besar aku mulai tahu dari warg bahwa beliau ternyata dikenal sebagai keturunan Kyai sakti yang disegani di daerahnya.
Makanya orang-orang kampung dulu sering berobat ke mbah.
Aku sangat ingat kisah saat seorang ibu yang membawa anaknya dengan panik yang ternyata anak itu menjadi sakit karena dipukul oleh genderuwo.
Mbahkung berusaha semampunya untuk menolong namun karena terlambat ditangani akhirnya anak itu meninggal.

Hal inilah yang sedikit membuka mataku mengenai bahayanya makhluk-makhluk ghaib yang ada di sekitar kami.
Beliau juga pernah menolong dokter yang “diganggu” orang. Di situpun awalnya aku heran, bahkan seorang dokter yang seharusnya mengobati orang lain malah datang ke Mbahkung yang notabene pendidikanya tidak setinggi mereka untuk meminta bantuan.
Ternyata memang ada faktor lain yang tidak bisa ditangani secara medis dan hanya dapat dibantu oleh orang seperti Mbahkungku ini.
Hihi, satu lagi yang aku suka. saat aku mau ujian , Mbahkung pasti sering memberikan minuman yang telah dibacakan doa-doa. Entah fungsinya untuk apa, tapi setelahnya aku selalu bisa menyelesaikan ujianku dengan lancar.
RUMAH KETINTANG

Saat memasuki kelas empat sekolah dasar papa pindah kerja ke kota surabaya. Saat itu juga kami ikut pindah ke sana dan saat itu aku sudah memiliki seorang adik laki-laki.
Aku pindah di daerah ketintang pada tahun dua ribuan.
Rumahnya cukup tua namun sangat luas. Rumah ini hanya emiliki satu lantai damun ada empat kamar tidur , dua kamar mandi dan sebuah garasi yang cuup besar. Ada juga taman di dalam dan luar rumah. Yang di dalam rumah seperti bekas kolam ikan.
Langit-langitnya cukup tinggi dan los tanpa penutup hanya menggunakan ram-raman. Bagusnya kalau malam masih bisa melihat langit, tapi kalau hujan rumah kami bisa jadi air terjun.. haha.

Di dekat taman ada ruang tamu dan ruang keluarga.
Selain itu di dekat dapur ada sebuah sumur yang baunya sangat mengganggu pada saat itu.

“Ojo Pak… ojo tinggal ning kene. Hawane singup”
(Jangan pak, jangan tinggal di sini. Hawanya tidak enak)
Aku mendengar perbincangan ibu yang tidak setuju untuk tinggal dirumah ini. namun bapak merasa keadaan sudah mendesak dan kita harus segera pindah, jadi pendapat ibu harus mengalah.
Walaupun begitu mbahkung sudah memantau rumah ini dan memasang “pagar” untuk melindungi rumah ini.
Saat tinggal dirumah ini aku sering mendengar suara burung hantu dari atas,
pernah saat adiku bermain di atap bersama teman-temanya ternyata mereka menemukan burung-burung itu membuat sarang dia atas rumahku. Dan katanya ternyata mereka dan tetangga lain mengenal rumahku ini sebagai rumah yang angker.
Keangkeran rumah ini dipertegas dengan pengakuan dari anak pemilik rumah. Rumah ini adalah rumah warisan tapi anak-anak pemilik rumah tidak ada yang mau menempati rumah ini.
Walaupun mereka bercerita seperti itu, kami yang tinggal di rumah ini tidak pernah mendapat gangguan yang berarti bahkan hingga adiku keduaku lahir.
Adik pertamaku biasa dipangil Pindi dan adik keduaku biasa dipanggil Saka. Saat saka lahir aku sudah kelas enam sekolah dasar.
Dengan kelahiranya keluarga ini bertambah besar dan mama terlihat semakin sibuk hingga akhirnya kami memutuskan untuk mencari pembantu.
MBAK IDAH

Pembantu kami bernama Zubaidah yang berasal dari daerah Dampit kabupaten malang. Mbak Idah ini menempati kamar belakang yang memang lama tidak digunakan. Tidak ada yang aneh selama awal-awal bekerja.
Namun sejak kedatanganya kami mulai menyadari hal-hal aneh yang ada di rumah ini ketika kami sudah memiliki tenaga pembantu untuk benar-benar bersih-bersih seluruh bagian rumah yang selama ini kami hiraukan.
Kami akhirnya mengetahui mengenai kamar mandi belakang yang ternyata menjadi sarang kelabang. Hal itu baru diketahui saat mbak Idah membersihkanya. Ukuran kelabang di sana sangat besar. Malah kata ibu kalau banyak hewan seperti itu biasanya tempat itu ada penunggunya.
Dengan adanya pembantu kami mencoba untuk menguras sumur di dekat dapur. Sayangnya walaupun sudah beberapa kali di kuras sumur itu tetap mengeluarkan bau yang mengganggu.
Adalagi hal aneh di garasi. Lampu di garasi hampir tidak pernah awet. Setiap kami memasang lampu pasti selalu mati. Kami mencoba memeriksa kelistrikan dan bolak balik mengganti lampu tapi tidak ditemukan permasalahanya.
Akhirnya kami memutuskan tidak menggunakan lampu sama sekali di garasi.
Suatu ketika seorang teman bapak yang bisa melihat hal ghaib mampir ke rumah dan ia berkata di beberapa tempat dirumah kami ada yang menempati.
Yang cukup jelas ada di di sumur tapi teman bapak tidak bilang mengenai wujudnya. Ia hanya menyuruh memasukan ikan di sumur itu dan kami mengikuti saranya.
Entah apa alasanya Mbak Idah tidak pernah mau bila ditinggal sendirian di rumah, dia juga tidak pernah mau menggunakan kamar mandi belakang. Alasanya karena takut. Tapi dia tidak pernah mau menjelaskan ia takut karena apa.
Sampai akhirnya suatu saat mbak idah minta pulang dengan alasan kangen anaknya yang ada di desa. Kami berusaha mengerti keinginanya dan mengantarkanya kembali ke desanya di kabupaten Malang.
Jaman itu daerah rumah mbak idah masih sepi. Hanya hutan-hutan dan sawah sawah yang terlihat sepanjang perjalanan. Jarak dari satu rumah ke rumah lainpun saling berjauhan.
Kami sampai di rumah Mbak Idah sekitar jam tujuh malam. Sehingga kami memutuskan untuk tidak lama berada di sana dan segera kembali ke kota malang.

Karena sudah malam, aku yang saat itu masih kecil tertidur saat perjalanan pulang.
Namun samar-samar aku mendengar perbincangan diantara bapak dan ibu.

“Papa.. itu ada orang.. perempuan.. kok larinya kenceng, hampir nyamain mobil kita” Tanya ibu yang melihat sesuatu dari spion mobil di sisinya. Namun bapak hanya diam dan fokus menyetir.
“Pa.. tambah banter pa, kok tambah banter iku mlayu e.. ati-ati pa” (Pak tambah kenceng, kok tambah kenceng itu larinya) Ucap ibu yang mulai merasa aneh.

“Wis ma ojo diliat, doa wae” (Sudah ma , jangan dilihat.. doa saja) Ucap bapak yang juga seperti sedang membaca doa.
“Pa… Iku uwonge di sebelah kaca papa” (Pa itu orangnya di sebelah kaca papa)

“Wis Jarno ma” (Sudah ma, diemin aja)

“Uwonge mesem pa, ayu…” (Orangnya senyum pa, cantik)
Saat itu ibu melihat seorang wanita berkerudung putih dan berbaju putih tersenyum menyeringai di kaca sebelah bapak.

“Wis biarin” Bapak berusaha tidak merespon kemunculan orang itu.
Setelah itu wanita itu terlihat berlari lebih cepat dan masuk ke sebuah rumah besar sebelum akhirnya menghilang.

“kok ilangnya cepet banget pak” Tanya ibu heran.

“wis ma.. uwis, sudah.. nanti tak kasi tau” Balas bapak.
Sesampainya di kota saat keadaan sudah mulai ramai bapak mulai bercerita ke ibu.

“Ma.. yang tadi itu kuntilanak. Papa udah liat di spion. Orangnya jelek, wajahnya hancur berdarah-darah. “ cerita bapak.
“Itu tadi nggak ada rumah ma, tadi makhluk itu berlari ke arah pohon-pohon. Dia masuk ke situ lalu hillang”

Seketika wajah ibu menjadi pucat dan berkali-kali membaca istighfar.

Setelah itu kami memutuskan untuk mampir ke rumah mbahkung sebelum kembali ke surabaya.
Mbak Idah akhirnya memutuskan untuk tidak bekerja lagi di tempat kami dengan alasan tidak bisa jauh dari anak. Padahal kami sudah cocok dan mengijinkanya mengajak anaknya ke rumah kami tapi mbak idah tetap ga mau. Entah apa alasan yang sebenarnya ia sembunyikan.
Setelah Mbak Idah ada pembantu lagi yang bekerja di keluargaku, seorang janda. Ia tinggal di rumah kami dengan membawa seorang anaknya juga. Aku memanggilnya mbak Rom.
Berbeda dengan Mbak idah, Mbak Rom ini jauh lebih pemberani. Ia menempati kamar belakang di bawah tangga jemuran di samping kamar mandi.
Pernah aku menanyakan pada Mbak Rom apa dia tidak takut di tempat itu
“Sudah biasa , Yang penting dia tidak mengganggu saya juga berusaha tidak mengganggu” Jawabnya dengan santainya.
Sesekali aku penasaran dan bertanya kembali apa benar tidak pernah di ganggu sampai akhirnya Mbak Rom cerita.
“Kadang ada yang aneh, kayak ada orang merokok. Ada yang naik turun tangga pas rumah sedang kosong . ada juga yang lempar-lempar batu.
Tapi saya berusaha biasa saja”
Dia sungguh berani dan hampir tidak pernah mengeluh. Sayangnya Mbak Rom tidak lama tinggal di rumahku.

Mbak Rom ketahuan sering (maaf) ‘mencuri’ baju –baju adikku, mungkin karena anaknya sama-sama laki-laki.
Saat sudah ketahuan kami terpaksa memberhentikan dia. Padahal tidak jarang kami juga sering membelikan baju dan mainan juga untuk anaknya.
Singkat cerita kami sudah berganti pembantu sampai empat kali selain mbak idah dan mbak rom dua pembantu lainya masih muda.
Tapi mereka menghilang sendiri dan tidak kembali lagi ke rumah tanpa mau menceritakan sama sekali apa alasan kepergian mereka.
Untungnya saat itu Saka sudah cukup besar dan bisa disambi.
Jadi kami memutuskan untuk ridak sewa pembantu lagi dan aku yang lebih banyak membantu mama untuk beres-beres.
Sayangnya setelah itu sebuah permasalahan menimpa keluarga kami. Tepatnya pada saat aku menginjak kelas satu SMP.
Saat itu karir papa melejit diumurnya yang cukup muda. Sayangnya bukan hanya hal baik saja yang datang pada saat itu tapi sebuah musibah yang sama sekali tidak pernah kusangka.
Dengan karirnya yang sukses banyak wanita yang tertarik dengan papa dan akhirnya entah kenapa Papa bisa kepincut dengan seorang perempuan entah dari mana asalnya.
PELET

Di umurku yang masih belum mengerti dengan permasalahan keluarga aku menyaksikan tak jarang Papa dan Mama bertengkar dengan masalah yang tidak kuketahui sampai aku mendengar kabar mengenai papa yang dekat dengan seorang perempuan.
Itu adalah salah satu ujian terbesar untuk keluarga kami. Saat itu Pindi menginja kelas satu SD dan Saka berumur satu tahun.

Keadaan di rumah mulai tidak nyaman , apalagi Papa sempat tidak pernah pulang selama kurang lebih tiga bulan lamanya.
Papa yang selama ini aku kenal sebagai sosok panutan kini berubah drastis dan tega meninggalkan kami dan Saka yang masih berumur satu tahun.

Hampir tiap hari aku melihat mama menangis. Namun setiap aku mendekat mama selalu berusaha terlihat tegar di depan anak-anaknya.
“Ma… Papa kok nggak pulang-pulang?”
Seringkali aku menanyakan keberadaan papa ke mama.

“Papa lagi kerja Nadia..”

Hanya itu jawaban dari Mama, namun aku baru sadar bahwa setiap pertanyaanku waktu itu pasti semakin menambah luka di hati Mama.
Ketika sudah mulai tidak mampu menahan permasalahan ini akhirnya mama menghubungi keluarga Papa dan menceritakan semua masalah ini. Hal ini membuat mereka kaget hingga akhirnya memutuskan untuk mendatangi ke rumh kami.
Saat itu mama sangat sulit untuk bercerita seolah semua bebanya sudah menumpuk begitu besar hingga mama hanya bisa menangis. Melihat Mama menangis seketika juga kami anak-anaknya juga ikut menangis.
Sebenarnya Pakde dan Bude sempat blang, kalau mau cerai mereka tidak akan menghalangi karena memang sudah tiga bulan kami tidak diberi nafkah lahir dan batin. namun mereka akan tetap berusaha membantu masalah ini.
Saat itu yang banyak membantu kami adalah Almarhum Pakde Hardi. Beliau benar-benar orang yang sangat baik.
(Alfatihah..mohon doanya untuk beliau)

Banyak hal yang terjadi, dan selama itu Pakdelah yang membantu kami baik secara finansial hingga kebutuhan kami.
Dan ternyata mereka juga membantu untuk mencari keberadaan papa dengan bantuan dari seorang Kyai.

Berdasarkan petunjuk dari Kyai itu akhirnya keluarga Papa berhasil menemukan keberadaan perempuan itu di daerah Sepanjang, Sidoarjo.
Di sanalah rumah Lina, perempuan yang membuat papa tega meninggalkan keluarganya.

Menurut Kyai yang membatu kami, Perempuan bernama Lina itu menggunakan baju Papa untuk menarik perhatian Papa dengan menggunakan ilmu Pelet.
Ibunya Lina sendirilah yang melakukan ritual itu seolah memang sudah berniah jahat sejak awal.

keluarga papa datang ke rumah Lina dengan bantuan perangkat desa sekitar yang memang sudah curiga dan mendengarkan cerita dari keluarga Papa.
Mereka melakukan penggeledahan dan akhirnya menemukan barang-barang Papa di rumah perempuan itu.

Dengan bantuan dari Kyai tersebut dan beberapa orang yang memang mengerti, Akhirnya Papa kembali ke rumah dengan sendirinya.

Apakah masalah selesai?
Tidak,

masalah baru mulai bermunculan .

Entah ada hubunganya dengan perempuan bernama Lina itu atau tidak, akhirnya papa mendapat masalah dengan bossnya yang mengakibatkan Papa dipindah kerjakan ke Kota Makasar. Dan kami berempat tetap tinggal di Surabaya.
Setelah ditinggal oleh Papa rumah yang kami tinggali terasa berbeda.

Rumah yang sebelumnya nyaman kini mulai terasa menakutkan.

Hampir semua anggota keluarga merasakan kejadian-kejadian yang mengerikan.
Aku akan menceritakan semuanya kisah yang kami alami, teror-teror mengerikan yang kami dapat setelah kepergian Papa..

semua akan kuceritakan di catatan berikutnya..

(Bersambung…)

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Diosetta

Diosetta Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @diosetta

Aug 7
PUSAKAYANA
Part Akhir - Tembang Pamungkas
(Bagian 2 - TAMAT)

Wujud Asli Pusaka Sukma pun muncul, Wanatunggal meraung, dan Mantra keramat telah terukir.

Kekuatan terbesar memasuki peperangan...

@bacahorror @ceritaht @IDN_Horor #bacahorror #diosetta Image
Di sisi lain langit, ratusan tiang cahaya yang membentuk anak panah menggantung, menanti satu komando. Mereka berpendar dalam warna merah darah, berkedip-kedip seperti detak jantung para makhluk di bumi yang mulai merasakan ancaman maut.

"Tempat ini... akan musnah," desah Arumbraja, hampir putus asa. Ia menatap langit dengan wajah pucat, rambut panjangnya tersapu angin badai yang mulai menggila.

Namun di sebelahnya, Jaya Wira berdiri tegak, menggenggam sebilah pedang sakti yang berdenyut dengan aura panas. "Walau tempat ini hancur, itu bukan alasan untuk berhenti melawan."

Dari kejauhan, terdengar teriakan yang memecah keheningan..
"Mas Arumbraja! Mas Jaya!"

Guntur berlari menembus kabut, bersama Nyai Jambrong yang masih kuat meski usianya telah menua. Debu dan tanah beterbangan saat keduanya tiba.

"Tempat ini terlalu berbahaya!" seru Jaya Wira, mencoba memperingatkan.

Namun Nyai Jambrong hanya terkekeh sinis. “Kekekeke... Memangnya ada tempat yang aman di hari kiamat seperti ini?”

Tanpa banyak bicara, Guntur mendorong sebuah busur besar ke dada Arumbraja. Busur itu bersinar saat menyentuh kulit pendekar itu.

"Ini! Gunakan ini!” seru Guntur.

Arumbraja terdiam, kedua tangannya bergetar saat memegang Busur Pasupati. Aura sakti menyelimuti tubuhnya.

"Darimana kalian dapatkan ini?” tanyanya, ternganga.

"Tak ada waktu menjelaskan! Busur itu takkan bertahan lama! Ki Arsa mempercayakan kalian untuk menggunakannya sebaik mungkin!” seru Nyai Jambrong, lalu menyerahkan Cakra Sudharsana pada Jaya Wira.

Begitu tangannya menyentuh cakra itu, mata Jaya Wira memancarkan harapan yang sebelumnya telah padam. "Dengan ini... kita bisa menandingi Cakram Bayulodra. Terima kasih...”

Namun kegembiraan mereka tak berlangsung lama.

"Masalahnya... di mana pemilik Cakram Bayulodra itu?” tanya Guntur, waspada.

Seketika terdengar suara dari dalam benak mereka. Suara Mbok Sar yang terdengar seperti angin yang menyusup ke celah jiwa.

"Setan-setan itu telah menyerang desa-desa di kaki gunung. Mereka menjadikan warga sebagai tumbal dan membawa wabah ular. Kita terkecoh....”

"Apa?!” Nyai Jambrong menggertakkan gigi. "Kurang ajar makhluk laknat itu!”

Guntur panik. "Terns kita harus bagaimana, Mbok Sar?!”

"Jagad telah pergi mendahului kalian. la menghadapi panglima dari Naga Antadurga— pemilik Cakram Bayulodra. Tapi ia membutuhkan bantuan Nyai Runtak untuk menenangkan warga yang kerasukan dan keracunan di sana...”

"Aing siap!!” seru Kang Jawir dari belakang, menyanggupi tanpa ragu.

"Gerbang gaib Jagad masih terbuka! Pergilah sekarang!”

“Berangkat!!” Kang Jawir menggendong Nyai Runtak dan melesat menembus kabut bersama kekuatan gaib yang membuka celah langit.

Guntur menatap kepergian mereka, hatinya semakin cemas.

“Mas Jagad pergi... Kang Jawir dan Nyai Runtak juga... Lalu bagaimana kita menghadapi makhluk-makhluk itu, Eyang?!”
Nyai Jambrong menjawab ringan, “Pukul saja. Kalau nggak mempan, lempar batu. Kalau masih nggak mempan, pakai senjata. Kalau masih juga. ya pakai semua. Gitu aja kok repot. Kekekeke...”

“Eyang! Ini serius!!”

Wajah Nyai Jambrong berubah dingin, tak ada lagi senyum.

"Memang serius,” katanya datar. la menatap ke langit. Anak panah Nararingga kini mulai bergetar, siap melesat seperti hujan maut.

"Prabu Krana!” seru Arumbraja. "Kali ini aku tak akan kalah... tanpa perlawanan!”

Ia memusatkan seluruh kekuatannya ke Busur Pasupati. Tiba-tiba, dari pusaka itu, terbit cahaya yang membentuk ratusan anak panah cahaya. Jumlahnya sama dengan yang tergantung di langit.

"Sekarang!!”
Wuuuuuuuussssshhh!!!

Panah-panah cahaya melesat ke langit dan saling bertumbukan dengan panah-panah Nararingga.

Trang! Trang! Trang!

Suara logam bertabrakan membelah udara. Kilatan cahaya menyambar-nyambar seperti petir. Langit menjadi ladang pertempuran, tempat dua kekuatan adikodrati saling menghabisi.

Guntur ternganga, tubuhnya bergetar menyaksikan keajaiban di atas sana. Panah-panah dari Busur Pasupati berhasil menahan setiap anak panah Nararingga. Tak satu pun menyentuh tanah.

Langit tetap gelap. Tapi harapan kini mulai bersinar.
Ledakan cahaya dari benturan panah-panah sakti di langit mengguncang langit dan bumi. Di balik lapisan dimensi lain, sepasang mata menyala dalam kegelapan.

Sosok tinggi besar, tersembunyi di antara batas realitas, mengamati semua dengan dingin.

“Jadi... benar dugaanku,” gumam Prabu Krana dengan suara dalam, bergemuruh seperti gaung dari perut bumi. "Sebagian kekuatan Busur Nararingga telah dicuri. Kalau tidak, mustahil panah lemah itu mampu menandinginya.”

Tanpa peringatan, makhluk setinggi pepohonan itu melangkah keluar dari alam persembunyian. Tanah bergetar, udara terhisap masuk, dan kabut gelap merambat mengikuti langkahnya.

Wujudnya menyerupai raja agung dari zaman purba, mengenakan pakaian kerajaan yang berhiaskan simbol naga dan matahari hitam. Di tangannya tergenggam Busur Nararingga, pusaka emas berkilau yang menyimpan kekuatan penghancur zaman.

Tapi tubuhnya mengeluarkan aroma amis darah dan kematian—seperti jagal agung yang baru saja keluar dari medan pembantaian.

"Aku tahu pencuri kekuatan pusaka itu ada di zaman ini,” ucapnya dengan nada tenang namun mengancam. "Serahkan padaku, sebelum kuguncang gunung ini dan kuhapuskan tanah tempat kalian berpijak.”

Deg! Nyai Jambrong yang biasanya tak gentar kini terdiam sejenak. la tahu, ancaman makhluk itu bukan sekadar gertakan kosong.

Namun ia tertawa renyah, "Kekekeke... kami tidak sebodoh itu, Prabu Krana! Tanpa kekuatan utuh dari pusakamu, kau mungkin bisa meruntuhkan gunung ini. Tapi jika kekuatan itu kembali padamu, zaman ini yang akan binasa!"
Read 21 tweets
Jul 31
PUSAKAYANA
Part Akhir - Tembang Pamungkas
(Bagian 1)

Ingatan Prabu Arya Darmawijaya membuka rahasia tentang wujud sebenarnya dari Tiga Pusaka Sukma..

#bacahorror @bacahorror @IDN_Horor @ceritaht Image
"Saat pusaka turun ke dunia, langit retak oleh takdir yang bergeser, bumi gemetar oleh beban warisan masa lalu, dan jagat pun berseteru seakan lupa makna harmoni. Tapi ingatlah..

Pusaka hanyalah saksi, bukan pembawa petaka. Ia tak berniat membawa kehancuran..

Kejahatan lahir dari tangan-tangan yang dipenuhi nafsu, dari jiwa-jiwa yang lupa bahwa kekuatan bukan untuk dikuasai, melainkan untuk dijaga. Maka bukan pusaka yang patut ditakuti, tapi mereka yang merasa paling layak memilikinya.”
Read 16 tweets
Jul 24
PUSAKAYANA
Part 9 - Jagat Menungso

Sudah tiga malam berturut-turut mimpi itu datang. Naya melihat desanya runtuh dalam asap dan api.

Ia melihat Danan pulang membawa kekalahan, dan bersamanya... bencana yang tak bisa dicegah.

@bacahorror @IDN_Horor @bagihorror @ceritaht Image
"Pusaka sejati bukan yang disimpan dalam peti, tapi yang tertanam dalam hati.
Sebab kekuatan tertinggi bukan pada benda, melainkan pada nurani yang menjaganya”
Read 30 tweets
Jul 17
PUSAKAYANA
Part 8 - Alam Pusaka

Paklek bukan lagi seseorang yang mereka kenal, sebagian tubuhnya berubah menjadi tubuh ular layaknya siluman yang mengabdi pada tuannya...

@bacahorror @IDN_Horor #bacahorror #jsd Image
"Digdaya sebuah pusaka bukan terletak pada bentuknya, tapi pada jiwa yang menggenggamnya. Sebilah pusaka bisa jadi cahaya yang menuntun, atau luka yang menghancurkan.
Semua tergantung pada siapa yang memegangnya.”
Read 22 tweets
Jul 10
SABDA PANGIWA 3
Part Akhir - Tamat

Tabu itu tak berarti di hadapan mereka. Ritual yang melanggar norma mereka percayai untuk menuju kesempurnaan.

#bacahorror @bacahorror Image
Cerita Sebelumnya

Sabda Pangiwa - Keranda Tulah 1 - x.com/diosetta/statu…
2 - x.com/diosetta/statu…

Sabda Pangiwa - Warisan Jenazah 1- x.com/diosetta/statu…
2-x.com/diosetta/statu…
Tegar mengamati tanpa ekspresi. Perlahan ia berkata, “Sekte Pangiwa.”
“Pangiwa?” ulang Ujang, belum paham.

“Aliran kiri. Mereka mencari ‘kesempurnaan’ dengan membakar tubuh dan jiwa lewat hawa nafsu. Makin mabuk, makin hilang kendali, makin jauh dari dunia—mereka percaya, itu mendekatkan mereka pada kekuatan leluhur.”

Ujang menelan ludah. “Jadi ini ‘ibadah’ yang mereka omongin tadi…”

Tegar hanya mengangguk. Sementara itu, suara gamelan makin keras. Nada-nadanya tak wajar—seperti dimainkan tangan yang bukan manusia.
Mereka berdua berpindah posisi diam-diam, mengamati kerumunan itu dari balik gelap. Tiba-tiba, Ujang menunjuk ke panggung.

“Gar… itu Pak Baskoro, kan?”

Tegar menyipitkan mata. Di tengah keramaian, terlihat seorang pria tua dengan jubah gelap, berdiri tegak memantau dari belakang altar. Wajahnya tenang, bahkan tersenyum. Tapi matanya kosong, seperti tak ada jiwa di dalamnya.

“Baskoro… tuan tanah itu?”

Ujang mengangguk. “Dia calon kepala desa. Anak buahnya sering ngirim hasil panen ke pasar. Tapi… aku nggak pernah tahu dia ikut-ikut ginian.”

Tegar tak menjawab. Perhatiannya tertarik pada sosok lain.

Di tengah panggung, berdiri seseorang dengan pakaian lengkap kesenian: rompi tua, celana pendek batik, dan… sebuah topeng kayu. Topeng itu tampak sangat tua, hitam, penuh retakan, dan bermata kosong. Meski wajahnya tertutup, entah kenapa aura sosok itu membuat udara di sekitar terasa lebih dingin.

“Pementasan pembawa petaka itu… pakai topeng, kan?” tanya Tegar.

Ujang mengangguk. “Iya. Dan topengnya… Apa mungkin itu topengnya?”

“Yang pasti topeng yang dikenakan itu bukan benda biasa.” gumam Tegar.

“Mereka pelakunya?”
Read 22 tweets
Jul 3
SABDA PENGIWA III - Topeng Patih

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap & menggoda, yg konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yg hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”

#bacahorror Image
“Bercintalah hingga tubuhmu lelah meraba gairah yang hampa, mabuklah sampai setiap tegukan menjadi sia-sia, bersenang-senanglah sampai tawa tak lagi meninggalkan gema. Lalui semuanya… hingga yang fana kehilangan maknanya, dan jiwamu terlepas dari jerat dunia. Itulah saat ketika kesempurnaan menampakkan wajahnya yang sunyi.

Sabda Pangiwa bukan sekadar petuah. Ia adalah jalan terlarang, gelap dan menggoda, yang konon bisa menuntun manusia pada puncak kesempurnaan. Namun, tak sedikit yang justru hancur sebelum sampai, tertelan oleh bayang-bayang jalur itu sendiri…”
Cerita Sebelumnya
Sabda Pangiwa - Keranda Tulah
1 - x.com/diosetta/statu…
2 - x.com/diosetta/statu…

Sabda Pangiwa - Warisan Jenazah
1- x.com/diosetta/statu…
2- x.com/diosetta/statu…
Read 18 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(