“Kang Said, nanti kalau di Madinah tolong temani saya, ya. Saya mau mencari makam Ali al-Uraidhi,” tutur Gus Dur kepada KH Saiq Aqil Siradj yang sedang mengenyam pendidikan S-2 di Ummul Quro’, Makah, pada tahun 1989.
Pertemuan tersebut merupakan perkenalan pertama kali Kiai Said dengan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu, Gus Dur sedang menunaikan ibadah umroh bersama rombongan, termasuk KH. Nur Muhammad Iskandar.
Karena Kiai Said berdomisili diMakah, maka beliau tak begitu hafal seluk beluk Madinah.Kiai Said kemudian meminta bantuan Zainuddin,salah satu temannya dari Cirebon yang berada di Madinah dan dia dengan senang hati berkenan menghantarkan GusDur mencari posisi makam yang dimaksud.
Sehabis sholat shubuh, Zainuddin menghantarkan Gus Dur dan Kiai Said ke makam tersebut. Sebentar kemudian makam yang dituju berhasil ditemukan. “Saya tak menyangka pencarian makam begitu cepat dan ketemunya persis di tengah-tengah perkebunan kurma,
kisaran 8 km dari pusat masjid Nabawi dan ternyata banyak orang yang tidak tahu makam itu,” ujar Kiai Said.
Sesampainya di makam, Gus Dur mengajak membaca fatehah seribu kali. Eh, fatehah baru dibaca 35x, Polisi Arab (laskar) memergoki mereka,
bahkan rombongan itu hendak ditangkap. Kang Said pun lalu berkata ke laskar itu: “Ini tamu dari Indonesia, sedangkan saya adalah pelajar di sini.”
Laskar itu akhirnya tak jadi melakukan aksi penangkapan tapi rombongan itu diusir dan disuruh menjauh dari makam.
Gus Dur tampak kecewa dan marah besar. Sambil pergi berlalu, Gus Dur berkata pada sang Laskar: “Kamu musuh Allah, Wahabi.”
Karena rasa penasaran berkecamuk di pikiran Kiai Said, di tengah perjalanan pulang ke rumahnya, beliau pun akhirnya memberanikan diri bertanya pada Gus Dur.
“Siapakah sesungguhnya Ali al-Uraidhi tadi, Gus?”
“Ali al-Uraidhi adalah putra Ja’far Shodiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal abidin bin Khusain bin Ali bin Abi Tholib. Ali Uraidy punya anak Isa, Isa punya anak An-Naqib, An-Naqib punya anak Ahmad, Ahmad yang hijrah ke Kamboja,
Ahmad punya anak Ali Jamaluddin Al-Akbar, punya anak Ibrahim, punya anak Jumadil Kubro, Punya anak Sunan Ampel, punya anak Sunan Drajat dan Sunan Bonang,” ujar Gus Dur dengan sangat detail.
Kiai Said terpaku, heran campur takjub atas pengetahuan cucu Hadrotusyekh KH Hasyim Asy’ari yang sangat beliau dikagumi. Wabilkhusus tentang keistimewaan Gus Dur kok bisa tahu tentang siapa sesungguhnya yang dikebumikan di tengah kebun kurma yang diziarahinya itu.
Alhasil, dari peristiwa tersebut Kiai Said sangat yakin bahwa sesungguhnya Gus Dur adalah waliyullah. Hal itu sebagaimana pernah dikatakan oleh Abu Yazid al Busthami:
“Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya.“
IJAZAH SALAM MASUK RUMAH, AGAR RIZKI LANCAR DARI GUS BAHA'
Gus Baha’ mengijazahkan amalan, agar rezeki kita lancar dan tidak menjadi fakir. Yaitu pada saat kita masuk rumah khususnya rumah kita sendiri, yg dimungkinkan tidak ada orang yang menjawabnya,
maka kita membaca salam untuk diri kita sendiri dengan membaca: “Assalaamu ‘Alainaa Wa Alaa `Ibaadillaahish Shaalihiin”.
Artinya: “Keselamatan semoga dilimpahkan kepada diri kami dan hamba2 Allah yg saleh”. Dan para Malaikat yg akan menjawab salam yang kita ucapkan.
Kenapa orang yg mengucapkan salam tsb rezekinya lancar?
Gus Baha’ menerangkan, orang yg mengamalkan, mendapatkan jaminan dari Allah, swt ” tahiyyatan min indhillahi mubarakatan thayyiba “. Mendapatkan keberkahan dari sisi Allah swt.
[utas]
TENTANG HABIB SALIM BIN 'ABDULLAH ASY-SYATHIRI dan KHR. MUHAMMAD KHOLIL AS 'AD SYAMSUL 'ARIFIN
Kurang lebih cerita yg saya tangkap,
Pada tahun 2004 saat saya silaturrahmi untk konsultasi terkait LPBA di Pondok Pesantren Walisongo Situbondo ke rumah Habib Muhdlar As Segaf,
murid Sulthonul Ilmi Habib Salim As Syathiri.
Beliau bercerita, bahwa suatu saat beliau dipanggil oleh Habib Salim dan bertanya: "Muhdlar antum orang mana?" Beliau menjawab: "Jawa Timur Indonesia", Habib bertanya lagi: "Antum tahu pada Syaikh Khalil Asad"?
Beliau menjawab dengan jujur: "Tidak Habib". Habib Salim berkata dengan nada agak tinggi: "Antum ini bagaimana, katanya orang Indonesia tapi kok tidak tau, coba ambilkan album foto disana!".
Lalu beliau mengambilkan dan menghaturkan kepada Habib Salim.
Sebagaimana kita ketahui, pemerintahan orde baru sangat membatasi bahkan cenderung melarang hak warganya dalam mengemukakan pendapat. Saat itu, kekuasaan pemerintah cenderung sangat otoriter-militeristik.
Nah, dalam sebuah forum diskusi muktamar di Pondok Pesantren Cipasung yang dihadiri para kiai, Gus Dur memberikan sambutan di urutan pertama dengan menggunakan bahasa Arab.
"Saya minta agar semua berbicara menggunakan bahasa Arab, karena pertemuan ini disusupi dan diawasi oleh intel," ujar Gus Dur.
Ketika intel pulang ke markas, ia ditanya oleh Komandannya: "Bagaimana pertemuan antara kiai-kiai dan Gus Dur tadi?"
KH. Humam Bajuri adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Imdad, yang terletak di Dusun Kauman, Wijirejo, Pandak, Bantul, Yogyakarta. Beliau lahir pada tahun 1937 dari pasangan R Bajuri dan Arsiyah. Wafatnya tepat pada hari jum’at, 14 Juni 1996, dalam usia 59 tahun.
Semasa hidup, Kiai Humam nyantri di berbagai pesantren. Salah satunya adalah Pesantren Krapyak, Yogyakarta, pada tahun 1955. Di Pesantren tersebut, Humam muda berguru kepada KH. Ali Maksum (Rais Syuriah PBNU 1981-1984),
serta berguru kepada KH. Zainal Abidin Munawwir dan KH. Ahmad Warson Munawwir, yang merupakan putra dari KH. Muhammad Munawwir.
Di Pesantren Krapyak, Kiai Humam menamatkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah 6 tahun, dan Madrasah Aliyah 4 tahun.
4 Oktober 1934, atau 87 tahun lalu, di Semarang, sekelompok anak muda peranakan Arab mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab: 1. Tanah air peranakan Arab adalah Indonesia; 2. Peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri;
3. Peranakan Arab harus memenuhi kewajibannya terhadap tanah air dan bangsa Indonesia.*)
Sumpah tersebut selanjutnya diberi arti dan dimaknai sebagai Hari Kesadaran Bangsa Indonesia Keturunan Arab dan sempat diperingati beberapa kali setiap tahunnya di seluruh Indonesia.
Sumpah tersebut diikuti keesokan harinya pada 5 Oktober 1934 dengan pendirian sebuah organisasi yang disebut “Persatuan Arab Indonesia” atau disingkat dengan PAI dimana A.R. Baswedan menjadi ketua dan pimpinannya. PAI akhirnya berubah menjadi Partai Arab Indonesia pada 1940.
Padang Pariaman, Prokabar -Mungkin banyak diantara kita bertanya tanya siapa foto kakek yang terpajang disetiap warung nasi Padang. Tak sedikit juga kita penasaran siapa orang yang ada di foto tersebut.
Foto tersebut adalah foto Ungku Saliah, seorang ulama yang terkenal shaleh dan ‘dikeramatkan’ sebagian masyarakat. Ungku Saliah, berasal dari Lubuak Bareh, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Setiap rumah makan yang memajang foto Ungku Saliah tersebut sudah dipastikan pemiliknya berasal dari Piaman (Padang Pariaman dan Kota Pariaman) atau orang Minang.
Ungku Saliah lahir sekitar 1887 M. Belum diketahui tanggal maupun bulan kelahirannya secara pasti.