Brii Profile picture
Dec 16, 2021 101 tweets 12 min read Read on X
Sejarah panjang dan kelam sering kali terungkap dalam senyap, tergambar oleh tarikan garis seram.

Satu sudut di Lembang, tersaji horor tempat pelatihan, seorang teman coba bercerita pengalaman seramnya di sana.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Waktu seperti berhenti, udara sama sekali gak bergerak, suara detik jam yang tadinya samar terdengar tetiba gak ada lagi. Dalam gelap, aku terus memperhatikan ujung tangga, menunggu kira-kira siapa gerangan yang akan turun dari lantai atas.
Sementara itu, suara yang sepertinya bunyi langkah kaki, terus saja kedengaran, makin jelas, makin dekat.
Perlahan, aku melangkah mundur menuju pintu kamar, tapi pandangan terus fokus memperhatikan ujung tangga, gak lepas.

Langkahku pelan, gak berani mengalihkan pandangan ke arah lain.

Dinginnya lantai sangat terasa di telapak kaki, menambah gigil merinding.
Di dalam kamar aku bersembunyi di balik pintu, tapi setengah wajah masih muncul mengintip ke luar, ke ruang tengah.

Brek..

Brek..

Brekk..

Suara itu terus terdengar.
Langkah kaki bersepatu yang satu demi satunya sangat lambat bergerak,
Aku terus memperhatikan, mengintip ke luar..

Cemas dan takut, berbalut penasaran, membuatku memilih menunggu mencari tahu dari pada menutup pintu coba mengabaikan.

Ruang tengah sangat gelap, tapi cahaya lampu dari luar yang masuk dari sela jendela bisa membantu penglihatan.
Cukup lama seperti itu, menunggu dan menunggu, sampai akhirnya sesuatu mulai terlihat muncul di ujung tangga. Ada yang bergerak turun dari lantai atas.

Suara “Brek, brek” terus mengiringi pergerakan objek yang masih belum terlihat bentuk pastinya..

Brek..

Brek..
Beberapa detik berikutnya, aku mulai bisa menerka-nerka.

Ada kaki bersepatu sedang melangkah menuruni tangga. Langkahnya bergerak sangat pelan, butuh waktu beberapa detik dari langkah satu ke langkah berikutnya.

Brek..

Brekk..
Suaranya khas suara langkah kaki bersepatu. Aku menajamkan pendengaran, coba berusaha untuk manangkap dengan lebih jelas lagi.

Brek..

Brekk..

Tentara! Aku akhirnya bisa memastikan kalau suara itu merupakan suara langkah kaki tentara, tentara dengan sepatunya yang khas.
Aku bisa pastikan ketika perlahan tapi pasti objek misterius yang sedang menuruni tangga itu semakin jelas terlihat bentuknya. Itu adalah benar tentara!

Iya, ada tentara yang sedang menuruni tangga, dengan langkah yang bergerak sangat pelan.
Awalnya hanya kelihatan sepatu, lalu kaki, kemudian pinggang, perlahan terus seperti itu. Sampai akhirnya aku bisa melihatnya secara utuh.
Walau gelap, tapi mataku masih bisa menangkap dengan jelas sosoknya. Baju dan celana sangat menggambarkan kalau dia adalah seorang prajurit, seragam khas tentara, mengenakan helm baja. Tapi ya itu, dia bergerang sangat sangat lambat.
Tangga itu gak lurus langsung ke bawah, jadi di bagian tengahnya dia akan berbelok ke kiri, pada bagian inilah nantinya sosok tentara ini akan menghadap langsung ke arah aku.
Begitulah, di tengah tangga, akhirnya tentara itu benar menghadap ke kiri, menghadap aku, kemudian melanjutkan melangkah turun.
Aku gak bisa melihat jelas wajahnya, namun postur dan bentuk badannya sangat jelas. Tinggi, besar, tegap, tapi ya itu, langkahnya bergerak sangat pelan, malah terlihat agak gontai.

Ini tentara dari mana?

Seram sekali aku melihatnya..
Sampai akhirnya, sosok ini selesai juga menuruni tangga, kakinya sudah menginjak lantai satu. Beberapa saat lamanya dia diam gak bergerak setelah langkahnya sudah berada di lantai dasar, hanya diam berdiri tegap, menghadap aku yang masih terus mengintip dari balik pintu.
Pada saat itulah tiba-tiba aku merinding, udara dingin semakin menusuk, jantung berdegup kencang, ketika akhirnya menyadari kalau yang sedang berdiri di ujung tangga bukan tentara biasa, bukan manusia..
Kemudian dia mulai bergerak lagi, ke arah kiri, menuju pintu keluar. Terus maju dengan langkah yang masih sangat pelan. Di hadapan sosok tentara itu ada ruangan lagi, di ruangan itulah letak pintu keluar berada, aku gak bisa melihatnya karena terhalang dinding.
Sampai akhirnya, dia gak kelihatan lagi setelah masuk ruangan depan, beberapa saat kemudian suara langkahnya juga ikut menghilang, aku gak mendengarnya lagi.

**
Cerita di atas itu adalah peristiwa yang aku alami pada hari kedua ketika aku sedang mengikuti suatu pelatihan kerja.
Semuanya berawal ketika pada tahun 2005 aku ditunjuk oleh perusahaan tempatku bekerja untuk mengikuti pelatihan di Bandung. Rencananya, ada beberapa cabang yang akan mengirimkan wakilnya untuk mengikuti pelatihan ini. Sementara dari cabangku, ada dua orang yang berangkat.
Perusahaanku ini termasuk BUMN, cabangnya tersebar nyaris di seluruh wilayah Indonesia.
Tempat pelatihannya sendiri di daerah Lembang, wilayah yang udaranya sejuk dan dingin, di situ ada komplek bangunan yang sering digunakan sebagai tempat pelatihan karyawan berbagai perusahaan.
Tapi, sebelumnya aku sama sekali belum pernah mengunjungi tempat ini, ini yang pertama kali. Makanya, karena baru pertama kali, aku sempat terbengong-bengong ketika akhirnya sudah sampai.
Menurutku, tempatnya sangat besar dan luas, di dalamnya ada beberapa bangunan.

Wilayahnya juga terdiri dari dua bagian, atas dan bawah, mengikuti kontur tanah. Di bagian atas berdiri beberapa bagunan, paling depan dekat gerbang ada lapangan parkir yang luas.
Sementara di bagian bawah, wilayahnya lebih luas lagi, juga ada berdiri beberapa bangunan memanjang, bangunan-bangunan ini mengelilingi satu lapangan tanah yang cukup besar di tengahnya.
Oh iya, seluruh bangunan yang ada bentuknya seperti bangunan sekolah jaman dulu, memanjang dengan beberapa ruangan layaknya ruang kelas.
Tapi ada satu bangunan yang beda, letaknya di wilayah bawah paling belakang. Beda dengan yang lain, karena yang ini bertingkat dua, dan belakangan aku baru tahu kalau bangunan ini merupakan tempat menginap bagi peserta pelatihan, makanya bertingkat.
Yah, sudah bisa ditebak, Bandung terkenal dengan kota yang masih banyak memiliki bangunan kuno peninggalan jaman Belanda. Termasuk juga dengan tempat ini, bangunannya sangat jelas merupakan bangunan tua, arsitektur klasik jaman dulu, namun masih terawat dengan baik.
Lingkungannya juga sangat asri, udara sejuk semakin nyaman karena banyak pohon besar dan rindang hampir di setiap sudutnya.
“Dulunya bekas asrama tentara, jaman dulu banget.”

Begitu kata Pak Ridwan, salah satu penjaga yang bekerja di situ, ketika aku akhirnya mencari tahu informasi tentang tempat ini.
Oh pantes aja, aku sempat berpikir kalau tempat ini terlihat seperti sarana militer, dari susunan bangunanya sampai luas wilayahnya. Ternyata benar.
Bagusnya, nyaris gak ada banguan yang dipugar habis, semua tetap dibiarkan apa adanya, jadi masih sangat lekat terlihat kuno dan klasiknya. Gak ada juga gedung bangunan baru, semuanya bangunan lama.
Kesimpulanku, secara keseluruhan tempat ini terlihat nyaman untuk menggelar acara pelatihan, tempatnya luas dan banyak ruangan yang bisa digunakan sebagai ruang kelas penyampaian materi. Lokasinya jauh dari pusat kota, jadipeserta pelatihan dapat lebih fokus berkegiatan.

***
Aku dan Rio temanku, akan menghabiskan satu minggu ke depan tinggal di tempat ini, rencananya akan ada banyak kegiatan yeng berkaitan dengan pelatihan teori maupun praktek.
Sama sepertiku, walau rumah orang tuanya di Bandung namun Rio juga belum pernah berkunjung ke tempat pelatihan ini, masih asing juga buat dia.

“Selama gue udah sering bolak-balik bandung Lembang, belum pernah tau kalo ada tempat ini, asik juga tempatnya ya,” Rio bilang begitu.
Asik? Menurutku malah gak asik, kenapa? Karena menurutku tempatnya agak sedikit seram.

Seram? Iya.

Memang, gak bisa dipungkiri kalau tempat ini indah dan nyaman, tapi aku merasa kalau ada sisi yang memancarkan aura keseraman. Besar kemungkinan kalau perasaanku gak salah.
Tempat ini sudah berdiri sangat lama, mungkin nyaris seratus tahun usianya, jadi ya tentu saja sudah panjang sejarah di belakangnya, menjadi saksi bisu dari banyak peristiwa.

***
Kamarnya besar, ada dua tempat tidur kayu dengan kasur busa di atasnya, di antara dua tempat tidur ada lemari besar, ada meja dan kursi juga. Kamar mandinya model lama tapi sangat bersih dan terawat.
Itu gambaran kamar beserta isinya yang aku dan Rio akan tempati. Kamar kami ini letaknya persis di depan ruangan semacam lobby gedung, pintu masuk dan tangga ke lantai atas juga ada di ruangan ini.
Oh iya, kamar kami ini letaknya di gedung bertingkat dua yang sudah aku ceritakan di awal tadi. Gedungnya berhadapan langsung dengan lapangan luas yang sepertinya biasa digunakan untuk olah raga atau upacara.
Waktu itu minggu sore, ketika aku dan Rio baru benar-benar tiba, pelatihan baru akan dimulai keesokan harinya.

Setelah menaruh barang bawaan di kamar, kami meluangkan waktu untuk berkeliling melihat-lihat keadaan, menyusuri setiap sudutnya, memasuki setiap bangunan yang ada.
Sore itu langit cerah, menyelimuti dataran Lembang yang sejuk udaranya, di kejauhan terlihat hamparan luas perkebunan teeh, hijaunya sungguh memanjakan mata.
Singkat kata, malam pun tiba.
Waktu itu ada sekitar 15 orang yang sudah hadir dari berbagai kota, selebihnya akan datang senin pagi. Karena belum ada acara resmi, jadinya kami menghabiskan waktu dengan berbincang di depan gedung tempat menginap. Biasalah, perbincangan gak jauh dari pembahasan pekerjaan.
Tapi gak lama, mungkin karena banyak yang sudah merasa lelah karena baru menempuh perjalanan jauh, jadi sekitar jam 10 kami sudah masuk kamar masing-masing.

Semua orang mengisi kamar-kamar yang ada di lantai bawah, jadi yang kami tahu seharusnya kamar atas kosong semua.
Di dalam kamar, aku dan Rio melanjutkan perbincangan sebentar.

“Tempatnya agak serem ya Nal, agak gimanaaa gitu rasanya. Lo ngerasa gitu juga gak sih?” Rio membuka percakapan.

“Ya agak-agak sih, mungkin karna bangunannya bangunan tua kali ya.” Jawabku.
“Semoga karna itu aja ya, pokoknya kalo ada apa-apa gue langsung nginep di rumah ortu aja ah.”

“Loh, trus gue sendirian di sini? Tega amat lo”

“Ya lo ikut aja Ronaaall, gapapa, rumah ortu ada kamar kosong kok,”
Ada-ada aja Rio, aku yang awalnya terus coba mengabaikan pikiran-pikiran jelek yang mulai muncul karena memang tempat ini terasa sedikit seram, jadi kepikiran lagi gara-gara dia membahas itu.
Tapi ya memang gitu, tempat ini memancarkan aura seram di banyak sudutnya, ditambah sepertinya memang lebih sering kosong dari pada terisi.

Gak lama, menjelang jam 11 sudah gak ada lagi perbincangan, kami saling diam menjelang terpejam menuju lelap.

***
“Nal, bangun, Nal…”

Terkesiap aku terbangun dari tidur, tiba-tiba Rio sudah berada di dekatku, sepertinya dia menggoyang-goyangkan tubuhku supaya aku bangun.

“Lo mimpi apa sih? Ngigo heboh banget.” Begitu Rio bilang.

“Gue mimpi serem,” Jawabku.
Masih jam 4 subuh, ketika aku terbangun di atas ranjang dalam keadaan berkeringat. Udara subuh Lembang yang sangat dingin, tapi aku malah berkeringat?
Jadi, sebelum Rio membangunkan aku dari tidur, aku bermimpi yang viasualisasinya cukup jelas, mimpi seram, mungkin itu yang membuat aku mengigau seperti apa yang Rio bilang.
Mimpiku sangat seram, cukup buat aku jadi benar-benar merasa panik dalam tidur, cukup untuk membuat berkeringat dingin. Di dalam mimpi itu, aku seperti sedang berada di tempatku saat ini, mess pelatihan.
Suasananya tengah malam, sama sekali gak ada lampu, gelap total, aku sedang berdiri persis di tengah-tengah lapangan yang ada di depan mess pelatihan ini, aku berdiri sendirian. Gak ada orang sama sekali di sekitar, sepi dan kosong.
Aku yang masih kebingungan memperhatikan sekitar, tiba-tiba mendengar ada suara langkah kaki dari kejauhan, suara langkah yang terdengar seperti ada orang yang sedang gerak jalan.
Sontak saja aku langsung menoleh ke arah sumber suara. Gelapnya suasana membuat aku sulit untuk menembus remang, tapi tetap mampu untuk melihat kalau ada yang bergerak dari kejauhan.
Benar dugaanku, ternyata memang ada yang sedang berbaris, dua baris ke belakang, mereka bergerak mendekat ke tempat di mana aku sedang berdiri diam. Awalnya samar, lama kelamaan makin jelas, setelah sudah dekat dan makin dekat lagi akhirnya aku bisa melihat mereka seutuhnya.
Tentara, mereka semua ternyata tentara yang sedang baris berbaris, seragam lengkap dengan helm tempur dan senjata laras panjang di tangan. Aku terkesima melihatnya.
Tapi ada yang aneh, mereka semua diam gak bersuara, hanya langkah kakinya saja yang terdengar, wajahnya pun gak ada yang bisaku lihat dengan jelas, semuanya samar.
Nah, ada beberapa di antara mereka yang membuat panik ketakutan, aku melihatnya dengan jelas karena mereka terus berjalan melintas persis di hadapan.

Apa sih yang membuat aku panik ketakutan?

Aku melihat ada beberapa tentara yang berjalan tanpa kepala..
Saat itulah aku sangat ketakutan, tetapi kaki sama sekali gak bisa digerakkan,seperti dipaksa untuk menyaksikan semuanya dari dekat.

Aku panik, menjerit dalam diam, sampai akhirnya sadar dari tidur setelah Rio membangunakan.

Sungguh mimpi yang sangat menyeramkan.

***
“Lo mimpi apa emangnya semalam, Nal?”

Rio bertanya seperti itu pada siang harinya, ketika kami sudah memulai pelatihan.

“Serem aja pokoknya, gue ngeliat ada tentara di lapangan itu sedang baris berbaris.” Jawabku sambil menunjuk ke lapangan yang ada di luar gedung.
“Ada tentara baris? Apa seremnya?” Rio penasaran.
“Seremnya, karena ada tentara yang gak ada kepalanya. Udah ah, serem gw ngingetnya lagi.”

“Buset, ngeri.”

“Nah, gue juga ngerasain ada yang serem tadi malam, Nal.” Rio melanjutkan.
“Gue denger ada langkah kaki di lantai atas, persis di atas kamar kita.”

“Langkah kaki? langkah kaki gimana?” aku mulai penasaran.

“Brek, brek, brek, gitu Nal. Kayak kaki bersepatu APD gitu. Kan katanya lantai atas serem ya, kenapa ada langkah-langkah kaki? serem kan.”
“Ah lo salah denger kali.”

“Beneran, Nal. Gue yakin. Ujungnya lo kan ngigo aneh tuh, makanya gue bangunin.”

Itu cerita Rio, intinya, katanya dia mendengar ada suara langkah kaki bersepatu di lantai atas, padahal lantai atas benar-benar kosong, gak ada orang sama sekali.
Apakah ada kaitan antara mimpiku dan langkah kaki yang Rio dengar? Entahlah, saat itu aku gak tahu.

***
Malam berikutnya mess pelatihan ini sudah gak sesepi sebelumnya, nyaris seluruh peserta sudah hadir, jumlahnya sekitar 40 orang.
Tapi, Rio bilang kalau gak semuanya menginap di mess seperti kami, ada sebagian yang menginap di hotel sekitar tempat pelatihan, entah apa alasannya.
Jadi, yang tadinya agak ramai, setelah acara selesai sekitar jam delapan malam suasana jadi sepi lagi, karena sebagian peserta pergi menuju hotelnya masing-masing.
Setelah aku perhatikan, jumlah peserta yang menginap di mess malah lebih sedikit dari malam sebelumnya, gak sampai 10 orang ditambah dengan beberapa orang panitia, jadi tambah sepi aja mess pelatihan ini.
Ya sudah, aku dan Rio memutuskan untuk masuk ke kamar sebelum jam 10, karena suasana sudah sangat sepi. Setelah sudah di kamar, gak lama kemudian kami langsung terlelap.

***
BRAKKK..!!!

Suara bantingan pintu mengagetkanku, membangunkan aku dari tidur lelap.

Kamar masih gelap, tapi aku melihat Rio sedang berdiri di depan pintu yang baru saja terbanting tertutup. Rio kelihatan tersengal-sengal, lalu dia menyalakan lampu.
“Ada apa, Rio? Lo abis dari mana?” Aku jadi panik juga melihat Rio kelihatan sangat ketakutan, wajahnya pucat.

Masih jam dua lewat tengah malam, buru-buru Rio mendekat ke tampat tidurku.
“Nal, pokoknya besok kita jangan nginep di sini lagi, di rumah ortu gue aja.” Rio bilang begitu dengan suara yang nyaris berbisik.

“Emang ada apa, sih?” Tanyaku.

“Besok aja ceritanya, sekarang kita jangan tidur.” Masih berbisik Rio bilang begitu.
Ada apa sih sebenarnya? Rio habis dari mana?
Yang pasti, setelah itu sampai pagi kami gak tidur lagi. Dan yang aneh, sesekali kami mendengar suara langkah kaki dari lantai atas, langkah kaki yang seperti sedang berjalan bolak balik dari ujung yang satu ke ujung yang lain, aku dan Rio sama-sama mendengarnya, jelas.

***
“Semalam itu, awalnya gue denger langkah kaki, jelas banget. Makin lama makin jelas, ganggu banget, gue sampe susah buat merem. Makanya, akhirnya penasaran, trus gue berniat untuk cari tahu, siapa sih yang lagi jalan-jalan di atas? Berisik banget soalnya.”
Rio mulai bercerita pada siang harinya, ketika kami sudah mulai pelatihan.

“Trus lo ke atas?” tanyaku.

“Iya, bodohnya gitu, gue beneran ke atas, mau cari tahu,”

“Apa yang lo liat di atas? Siapa yang lagi jalan?” aku makin penasaran.
“Gila, Nal. Setelah di atas, gue ngeliat setan serem banget, ketakutanlah gue, panik, trus lari balik ke bawah, ke kamar.”

“Emang apaan yang lo liat?” aku sangat penasaran.
“Awalnya gak terlalu jelas, tapi di ujung lorong atas, gw ngeliat ada tentara sedang berdiri tegap.”

“Buset serem amat, tentara?”

“Iya, tentara. Yang ngeri, tentara itu berdiri gak ada kepalanya, Nal!.”

Iya, malam itu, Rio melihat sosok tentara tanpa kepala di lantai atas.
Makanya, Rio mengajak untuk bermalam di rumah orang tuanya. Tapi dengan berat hati aku menolak, karena tanggung, hanya tinggal semalam lagi, hari jumat esok adalah hari terakhir pelatihan.

Dan juga, rumah orang tua Rio agak jauh dari Lembang, jaraknya satu jam lebih perjalanan.
Makanya, walau agak ragu aku tetap menolak ajakan Rio, dan membiarkan dia untuk pergi ke rumah orang tuanya.

Ya sudah, akhirnya aku sendiran tinggal di mess pada malam terakhir.

***
Mungkin hanya tersisa lima orang peserta pelatihan yang bertahan pada malam terakhir, ditambah dengan beberapa orang panitia. Sedikit yang tersisa, tempat ini jadi terasa makin sepi.
Aku tadinya coba untuk beristirahat santai dengan duduk berbincang dengan peserta lain yang tersisa di ruangan depan, malah sudah merasakan kantuk yang teramat sangat ketika masih jam sembilan malam.
Ya sudah, karena sudah gak tahan makanya aku pamit untuk masuk kamar untuk tidur. Setelah itu, aku mendengar dari kamar kalau rekan lainnya masih terus melanjutkan perbincangan.
Dan gak lama, beberapa saat kemudian aku langsung terlelap, mungkin karena kelelahan karena kegiatan sepanjang hari ditambah kurang tidur pada malam sebelumnya.

***
Setelahnya, sekitar kira-kira beberapa jam lamanya aku tertidur, tapi kemudian terbangun entah kenapa.

Masih jam satu lewat tengah malam, ketika aku melirik ke jam tangan yang tergeletak di atas meja.
Masih setengah sadar ketika aku merasakan udara dingin berhembus menyentuh tubuh, dingin sekali. Seperti ada angin datang bertiup dari luar kamar.

Benar, aku merasakan ada hembusan angin bertiup.
Masih berselimut menghadap dinding, aku belum menoleh ke pintu. Kenapa harus menoleh ke pintu? Karena akhirnya aku sadar kalau hembusan angin dingin ini gak akan terjadi kalau pintu dalam keadaan tertutup.
Aku langsung terperanjat ketika akhirnya sadar dan mengambil kesimpulan kalau pintu kamar sepertinya dalam keadaan terbuka.
Reflek, aku langsung menoleh ke pintu, dan dugaanku benar, ternyata pintu memang terbuka lebar, karena itulah angin dingin dengan lancar bisa masuk ke dalam kamar.
Aneh, kenapa pintu kamar tiba-tiba sudah terbuka?

Aku merinding ketakutan, tubuhku seperti mati rasa gak bisa bergerak, lemas, keringat dingin mulai bercucuran..

Kenapa begitu? Apa karena melihat pintu terbuka? Bukan, tapi ada yang lebih menyeramkan lagi.
Aku ketakutan teramat sangat karena melihat ada sosok menyeramkan sedang berdiri tepat di depan pintu! dia berdiri diam menghadap ke arah aku, dalam remang gelap aku melihatnya dengan jelas.
Seorang sosok tentara berseragam, lengkap dengan senjata laras panjang di tangannya, dia berdiri tanpa kepala!
Masih gak bisa bergerak, ketika kemudian aku melihatnya tiba-tiba mulai melangkah masuk ke dalam kamar. Dia berjalan terus menuju tempat tidurku.
Rangkaian doa perlahan mulai bisa aku lantunkan dalam hati, ketika sosok tentara tanpa kepala ini akhirnya sudah berdiri tepat di samping tempat tidur.

Sungguh momen yang sangat menyeramkan, waktu serasa berhenti berputar, kaku di dalam ketakutan yang mencekam.
Beberapa puluh detik terus seperti itu, sampai akhirnya doa-doaku di dengar olehNya, perlahan tubuhku bisa digerakkan..
Tanpa memandang sosok seram itu, aku turun dari tempat tidur dari sisi berlawanan, kemudian lari ke luar kamar. Tujuanku adalah pos sekuriti di gerbang depan.

Sungguh momen yang sangat mengerikan..

***
Keesokan harinya, aku berkumpul lagi dengan teman-teman pelatihan. Di hari terakhir itu kami sempatkan untuk berbincang santai sebelum pulang ke kota masing-masing.
Pada perbincangan itulah terungkap alasan kenapa banyak peserta yang memilih untuk tidur di hotel dari pada di mess. Sama seperti aku dan Rio, ternyata mereka juga merasakan teror hantu tentara yang menyeramkan itu. Hampir semua orang mengalaminya.

***
Hai, balik lagi ke gw ya Brii.

Cukup sekian cerita mala mini, insyaAllah ketemu lagi minggu depan dengan cerita seram lainnya.

Tetap sehat, jaga hati dan perasaan diri sendiri dan orang lain, biar bisa terus merinding bareng.

Salam,
~Brii~

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Brii

Brii Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @BriiStory

Sep 26
Seperti suara, ada tapi gak terlihat. Susuran ruang dan waktu sering kali gak sesuai capaian akal, atau mungkin kita belum sampai ke tahapan itu.

Raka akan bercerita tentang perjalanannya ke Jogja yang berbelok entah ke mana.

Simak semuanya di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti biasa, beberapa belas menit sebelum stasiun Lempuyangan aku terbangun, menghela nafas sebentar berusaha memaksimalkan kesadaran setelah tidur cukup lama.
Di luar gerimis, jendela kereta basah tapi gak terlalu. Atap rumah-rumah yang terlewati kelihatan basah, begitu juga jalanan. Lampu kota gak seterang malam awal, apa lagi ini bukan Jakarta, penerangan seadanya, rumah-rumah hanya menyalakan lampu kecil, banyak juga yang malah nggak ada penerangan, tapi semuanya akan sedikit berubah ketika kereta mulai memasuki Jogjakarta.
Read 94 tweets
Aug 15
(Katanya) Ada banyak lapisan dimensi di alam ini, tapi gak banyak orang yang bisa masuk dan merasakan berada di dalam dimensi lain.

Menurut kamu, apakah Niko sedang menembus antar dimensi ketika tersesat di kaki Gunung Kerinci seperti ceritanya di bawah ini?

Simak di sini, hanya di Briistory.
***Image
Tersesat, aku benar-benar tersesat..

Jarak pandang jadi sangat pendek karena tertutup kabut tebal, jalan setapak yang tidak rata serta licin jadi medan berat yang harus dilalui. Tas ransel besar di punggung makin terasa berat. Udara sangat dingin.

Aku tidak tahu harus melangkah ke mana..
Jalan setapak ini kadang menanjak, kadang menurun, tapi sepertinya lebih banyak menurun jadi sepertinya ini sudah ke arah yang benar, yaitu ke kaki gunung. Syukur-syukur kalau bisa menemui sungai, aku bisa menyusuri arusnya menuju hilir yang sudah pasti ada pemukiman di sana. Tapi, entah sudah berapa jam berjalan tanpa arah seperti ini, aku belum juga menemukan aliran sungai, suara air mengalir pun tidak terdengar, apa lagi pemukiman penduduk, tidak ada sama sekali.
Read 177 tweets
Feb 22
Mungkin penghuni lama hanya ingin berkenalan, menunjukkan eksistensi kepada kita yang baru datang. Tapi sering kali, caranya sangat menguji nyali.

Indra, ingin berbagi pengalaman seram ketika bekerja di pergudangan tua di Cianjur.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
“Emang begini keadaannya, tinggal dibersihin dikit aja udah enak deh, hehe,” kata Kang Ijal, sambil cengengesan.

Buset, ini si udah kayak gudang gak keurus, berantakan banget, akan kerja keras aku membereskannya.
“Nanti, Mas tinggal di sini bareng Pak Rony, dia di kamar depan, sekarang orangnya lagi mudik, biasanya nanti malam atau besok pagi udah balik lagi ke sini,” kata Kang Ijal lagi.

Aku masih terus memperhatikan ruangan yang nantinya akan aku gunakan sebagai kamar tempat tinggal.
Read 108 tweets
Feb 8
Kadang kita disuguhi kejadian seram ketika berkendara melintas malam, tertuang dalam fragmen gelap berbalut kengerian.

Salah satu teman akan berbagi cerita klasik seram ketika melintas di Jalur Purwakarta Bandung pada tahun 1996.

Simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
Normalnya, Purwakarta Bandung bisa ditempuh dalam kisaran satu sampai dua jam saja, tapi kalau aku biasanya santai, jadi seringnya sampai dua atau malah tiga jam lebih kalau harus beristirahat makan dulu di satu rumah makan.
Belum terlalu lama aku rutin berkendara sendiri rute Jakarta Bandung, semua berawal dari dua bulan lalu ketika harus berkantor di Jakarta, sementara Istri dan anak-anak tetap tinggal di Bandung.
Read 97 tweets
Dec 7, 2023
Pedalaman Sumatera menyimpan banyak cerita, jejak seram tergelar nyaris di setiap sudutnya.

Salah satu teman akan menceritakan pengalamannya ketika mengalami kejadian mengerikan di perkebunan bambu di dalam hutan Sumatera, simak di sini, hanya di Briistory.

*** Image
“Satu batang lagi, ah”

Aku bergumam sendiri, sambil memandang jalanan di depan yang kosong, gak ada kendaraan sama sekali, hanya gelap tanpa penerangan.

Aku duduk sendirian di depan gubuk kecil pinggir jalan yang letaknya di tengah-tengah antah berantah di belantara Sumatera.
Gak tahu pasti di daerah mana aku berada saat ini, hampir jam dua belas tengah malam, ponselku mati kehabisan baterai, sempurna.
Read 130 tweets
Sep 28, 2023
Panti Asuhan yang terletak di tengah-tengah hutan kecil, banyak cerita dan peristiwa seram di dalamnya. Dalam rentang waktu pertengahan 1990-an, semuanya akan tertuang di series “Panti Asuhan” ini.

Simak di sini, hanya di Briistory..

*** Image
Seperti di tengah-tengah hutan, walaupun terbilang kecil tetapi hutan ini cukup banyak menampung pepohonan, berbagai jenis pohon ada, dari yang kecil sampai yang menjulang tinggi, dari yang jarang sampai yang lebat dedaunan, rumah panti asuhan berdiri hampir di tengah hutan kecil ini. makanya, sepanas apa pun kondisi cuaca, lingkungan panti tetap terasa relatif sejuk dan segar udaranya.
Akan makin terasa suasana hutan di waktu pagi, udara sejuk terbilang dingin di mana embun tebal menghias permukaan lingkungan panti dan sekitarnya, sampai sang embun menghilang terkikis oleh hangatnya sinar mentari.
Read 57 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(