quotes Profile picture
Dec 30, 2021 135 tweets 14 min read Read on X
"kami harus saling bunuh di gunung ini"

athread
@bacahorror #bacahorror Image
Kali ini Mbah mau cerita tentang kisah pendakian mengerikan di gunung Aseupan. Gunug ini sebenarnya jarang sekali di daki karena medannya yang terjal dan rumor tentang kemistisannya yang bikin kebanyakan orang takut unutuk mendaki gunung Aseupan.
Gunung ini terletak di Kabupaten Pandeglang, provinsi Banten. Ketinggian gunung Aseupan mencapai 1.174 Mdpl, sebenarnya gunung Aseupan ini belum dikelola sebagai tempat wisata dan tentunya masih alami.
Baik mari kita awali kisah ini dari seorang karyawan bernama Fajar. Dia bekerja sebagai call center di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Fajar sudah bekerja selama kurang lebih 3 tahun di perusahaan itu. Bagi Fajar pekerjaannya itu sangat membosankan
setiap hari dia harus menerima lebih dari 100 komplain dari pelanggan. Dicaci marahin pelanggan adalah makanan sehari-harinya Fajar. Belum lagi bosnya yang galak membuat penderitaan Fajar semakin lengkap.
Tapi, terlepas dari itu semua, Fajar tidak punya pilihan. Hanya itu pekerjaan yang bisa ia dapatkan, sebenarnya Fajar ini lulusan Teknik mesin, tapi setiap kali dia melamar pekerjaan yang sesuai jurusannya,
dia selalu ditolak dan posisi call center lah satu-satunya pekerjaan yang didapatkannya. Terpaksa Fajar harus bertahan dengan pekerjaannya itu
Si Fajar adalah seorang rantauan dari Jawa Tengah, setelah lulus kuliah dia memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta. Nah suatu hari, dia mau ngambil cuti tahunannya untuk liburan. Setiap tahun Fajar memang selalu mengambil cutinya khusus untuk liburan
melepaskan kepenatan di kantor. Namun tahun ini dia belum ada rencana mau liburan ke mana.
Sekitar jam 12 belas siang, di sela istirahatnya, dia iseng buka smartphone. Awalnya dia hanya browsing saja di internet, namun tiba-tiba di layar smartphonenya itu muncul iklan Open Trip.
Nah, Open Trip adalah jasa perjalanan ke suatu destinasi dengan paket yang telah ditentukan dan memiliki kuota peserta yang tidak terlalu banyak
Otomatis kalau Fajar ikut Open Trip maka dia akan bertemu dengan orang-orang asing.
Fajar tersenyum saat melihat iklan di layar smartphone-nya. Dia pun mengklik iklan itu, ada banyak sekali pilihan destinasi wisata pada halaman web itu. Fajar bingung karena semua destinasi yang ditawarkan sangat menarik
Dia pun memilih wisata ke Gunung Bromo, namun saat akan melakukan pembayaran, dia melihat ada destinasi pendakian ke gunung Aseupan. Kedengarannya sangat asing, Fajar belum pernah mendengar gunung itu
Dia pun mengcancel pesanan ke gunung Bromo dan mengklik pendakian gunung Aseupan.
Fajar melihat sudah ada empat orang yang mendaftar untuk pendakian gunung Aseupan. Dia menutup halaman web open trip dan mulai mencari informasi tentang gunung Aseupan.
Informasi yang ia dapatkan cukup minim, yang Fajar garis bawahi adalah gunung itu jarang sekali didaki dan pastinya masih sangat asri. Dengan cepat Fajar membuka kembali website open trip tadi dan langsung memsan satu tiket untuk pendakian gunung Aseupan
Kebetulan pendakiannya masih 2 Minggu lagi, jadi Fajar bisa mengajukan cuti dari sekarang.
Siang itu juga selepas istirahat. Dia langsung menghadap supervisornya untuk mengajukan cuti. Fajar mengajukan untuk 4 hari, namun hanya diacc tiga hari saja. Fajar tidak masalah karena pendakiannya hanya butuh 2 hari, dan satu harinya untuk istirahat.
“Mau ke mana lo?” tanya supervisornya Fajar sambil menandatangani lembaran cuti milik Fajar.
“Ngedaki gunung, Mas,” jawab Fajar sumringah.
“Gunung apa?” tanya Supervisor tanpa menatap wajah Fajar, dia masih sibuk mengecek lembaran pengajuan cuti milik Fajar.
“Gunung Aseupan Mas,” jawab Fajar.
“Gunung apaan itu, nggak pernah denger,” timpal supervisor, kini dia menoleh ke Fajar.
“Di Pandeglang Mas,”
Si supervisor mengngguk-angguk, “Yaudah hati-hati,” timpalnya.
Setelah itu Fajar pun kembali ke meja kerjanya dan mengenakan headphone. Dia menekan tombol enter pada komputernya untuk menerima panggilan dari customer.
“Selamat siang dengan Fajar, ada yang dapat saya bantu?” ucap Fajar saat ada panggilan masuk.
“Tolong…, tolong saya. Tolonggggg…!” teriak seorang wanita dari seberang telepon, lalu terdengar suara pukulan dan telepon itu terputus.
Fajar melepaskan headpohonenya, napasnya ngos-ngosan, keringat membasahi dahinya. Baru kali ini dia menerima telepon yang sangat mengerikan. Fajar melaporkannya pada supervisor, namun supervisor itu tak mau ambil pusing dan menganggapnya sebagai telepon iseng.
Fajar pun kembali ke meja kerjanya. Dia menarik napas panjang dan menghembuskannya. Dia mengenakan kembali headpohone-nya. Tak ada kejadian aneh lagi hari itu, Fajar bekerja seperti sedia kala, menerima komplain dan dicaci maki customer.
Singkat cerita, hari yang Fajar tunggu-tunggu pun tiba. Di kamar kosnya, dia mempersiapkan semua perlengkapan dari mulai jaket, tenda, kantong tidur, dan peralatan hiking lainnya. Titik kumpulnya di stasiun tanah abang, tepatnya jam 9 pagi.
Untungnya sebelum jam 9 Fajar sudah berada di stasiun tanah Abang, bertemu dengan Mas Goro seorang pemandu wisata dan dua orang peserta lelaki bernama Arif dan Bakti. Masih ada dua orang peserta lagi yang belum datang. Penampilan
Mas Goro sibuk menelepon dua orang peserta itu, ternyata mereka berdua kejebak macet. Mas Goro menutup teleponnya, dia berkata ke para peserta yang sudah datang.
“Udah dibawa semua peralatan yang saya infokan di grup?” tanya Mas Goro.
“Sudah Mas,” jawab para peserta.
“Gua udah biasa naik gunung kok, slow aja Mas,” jawab Bakti. Dari penampilannya Bakti ini memang tampak seperti anak pecinta alam.
Rambutnya gondrong, ia mengenakan gelang dan jam tangan army.
Tak lama kemudian, kedua peserta itu akhirnya datang, ternyata mereka berdua adalah wanita yang cantik. Fajar sampai bengong melihat kecantikan kedua wanita itu. Umur mereka kisaran 24 tahunan. Kedua wanita itu menggendong tas carier dan tampak sangat energik
Mereka memperkenalkan diri, namanya Intan dan Sekar. Sama seperti peserta lainnya, kedua wanita itu juga tidak saling kenal. Open Trip memang ajang untuk mencari teman baru.
Karena semua peserta sudah kumpul, Mas Goro pun menyuruh mereka untuk masuk ke dalam kereta. Perjalanan dari Tanah Abang ke Rangkasbitung memakan waktu kurang lebih 2 jam. Sepanjang perjalanan,
para peserta saling berkenalan. Mereka semua ramah, kecuali Mas Goro dan Bakti, kedua lelaki itu memang bersikap dingin
“Mas nanti dari stasiun Rangkas kita naik apa ya?” tanya Fajar.
“Oh, nanti kita naik mobil carteran langsung menuju Jiput,” jawab Mas Goro.
Tubuh Mas Goro terbilang tinggi besar seperti tentara, kulitnya juga sawo matang. Dari penampilannya itu, sudah bisa ditebak kalau dia memang ahli dalam mendaki gunung. Mereka pun akhirnya tiba di stasiun Rangkasbitung.
Sudah ada mobil carteran yang menunggu mereka di di parkiran. Mas Goro dan para peserta masuk ke dalam mobil itu. Mereka harus sempit-sempitan di dalam mobil itu.
“Lain kali sewa mobil jeep aja, Mas,” kata Bakti dengan wajah kesal.
Mas Goro tidak menanggapi, dia hanya menatap Bakti dari spion pengemudi. Mobil yang mereka tumpangi perlahan berjalan menuju Jiput
Obrolan ringan kembali terjadi sepanjang perjalanan menuju Jiput. Ternyata Intan adalah seorang pegawai bank, Sekar penjaga toko buku, sedangkan Arif seorang IT di perusahaan ternama, dan Bakti adalah pengangguran.
“Gua ngangur,” kata Bakti saat teman-teman barunya menanyakan perihal pekerjaannya.
Setelah Bakti menjawabnya dengan nada datar, tak ada seorang pun yang berani bertanya lagi pada Bakti. Sebenarnya Bakti ini anak orang kaya, dia tidak mau bekerja bukan karena malas, tapi sedang menyusun rencana untuk membangun sebuah usaha jaket. Itu sekarang yang dipikirkabakti
tapi sayangnya dia belum melakukan langkah apa pun karena sibuk naik gunung. Bakti sudah mendaki gunung-gunung terkenal yang ada di Jawa.
Dan gunung Aseupan benar-benar membuatnya penasaran karena memang gunung itu jarang sekali didaki.
Merek sempat ketiduran di mobil, hingga akhirnya sampailah mereka di Jiput tepatnya di desa Sikulan.
Desa itu menjadi jalur masuk ke gunung Aseupan. Sebelum masuk ke jalur pendakian, mereka diberi arahan dulu oleh Abah Ma’ad, dia tetua di desa itu, dia paham sekali soal gunung Aseupan dan larangan-larangannya.
“Ingat, hati-hati di gunung ini. Pikiran kalian harus bersih, tidak boleh berbuat mesum, tidak boleh makan langsung dari panic atau alat masak lainnya,
harus pakai piring atau daun. Jangan coba-coba memetik tanaman langka kantong semar. Dan jaga perkataan kalian,” bagitu ucap Abah Ma’ad.
Mas Goro dan para peserta lainnya mengangguk. Sekitar jam tiga sore, pendakian pun dimulai. Mas Goro berjalan paling depan, sedangkan Bakti paling belakang. Akan ada empat pos yang harus mereka lalui untuk sampai ke puncak.
Tak lama kemudian, kaki Intan terpeleset, Fajar buru-buru membantunya.
“Hati-hati jalannya licin,” kata Fajar sambil tersenyum.
“Terima kasih,” jawab.
Perjalanan pun dilanjutkan. Jalan setapak semakin tertutup semak-belukar. Mas Goro harus menebas semak itu untuk membuka jalan.
“Tunggu,” ucap Bakti, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya.
“Ada apa?” tanya Mas Goro.
“Kalian dengar nggak sih. Dari tadi di belakang kita tuh kayak ada pendaki lain. Gua ngedenger langkah kaki,” kata Bakti.
Empat peserta lainnya saling tatap, mereka serentak menggelengkan kepala.
“Jangan melamun, kebanyakan orang hilang di gunung karena melamun,” Kata Mas Goro.
“Halah, gua udah biasa kali naik gunung. Gua nggak percaya sama yang gituan, takhayul,” kata Bakti dengan ketus. Seketika saja Mas Goro tersentak, dia menoleh pada Bakti.
“Hati-hati kalau bicara. Aku hanya memandu kalian untuk sampai puncak, tapi kalau ada hal buruk terjadi karena ulah kalian sendiri, aku tak tanggung jawab,” ucap Mas Goro.
Itan dan Sekar mulai deg-degan. Arif memberi tahu Bakti agar tanang dan jangan arogan, tapi Bakti tidak menghiraukannya.
Perjalanan kembali dilanjutkan. Bakti berjalan sambil bersiul di belakang. Intan seketika saja memberhentikan langkahnya.
“Bakti jangan bersiul. Kata orang tua zaman dulu, bersiul bisa mendatangkan setan,” ucap Intan.
“Iya gua juga pernah denger soal itu. Mendingan cari aman aja Bakti, jangan bersiul, pokoknya kita harus hati-hati,” kata Fajar.
“Halah…, kalian semua kebanyakan nonton film horror,” lagi-lagi Bakti tidak memedulikan saran temannya itu.
Semakin lama, suasana pegunungan itu semakin berkabut. Mas Goro dan para peserta harus menyalakan senter agar pandangan mereka tidak kabur. Tak lama kemudian Mas Goro memberhentikan langkahnya.
“Ada apa Mas?” tanya Fajar.
Mas Goro mengendus-enduskan hidungnya, terciumlah bau melati yang sangat menyengat. Dia pun balik badan dan menatap para peserta.
“Bakti apa yang udah lu lakuin?” bentak Mas Goro. Kali ini dia benar-benar marah.
“Gua nggak ngapa-ngapain. Emang kenapa Mas?” tanya Bakti.
“Iya kenapa Mas?” tanya peserta lainnya,
“Boong lu!” bentak Mas Goro, dia menerjang peserta lainnya untuk menghampiri Bakti. Mas Goro memeriksa kantong celana Bakti, dia pun menemukan dua tumbuhan kantong semar.
Mas Goro melempar kantong semar itu ke wajahnya Bakti.
“Eh jangan sembarangan ya lu sama gua!” Bakti pun marah sambil menepis lengan Mas Goro.
Kabut semakin kental saja.
“Gawat ini gawat!” kata Mas Goro, keningnya mengerut, dia ketakutan.
“Lu ada aja sih Bakti!” bentak Arif.
“Kalian semua mencium bau kembang melati kan?” tanya Mas Goro dengan nada tinggi.
Para peseta mengangguk.
“Kita sudah membuat penghuni gunung ini marah! Habislah riwayat kita, kalau tahu kayak gini gua nggak mau bawa kalian ke gunung!” kata Mas Goro, dia sangat marah.
Bakti masih menampakkan wajah tak bersalah.
“Eh gua sengaja cabut kantong semar itu, buat buktiin ke kalian kalau makhluk halus itu nggak ada! Kalian mau saja dibodohi sama mitos, gua udah naik gunung berkali-kali dan sampe sekarang gua masih hidup. Gua langgar semua larangan gunung,” kata Bakti dengan sombong
“Lu nggak tahu siapa yang tinggal di gunung ini,” ucap Mas Goro.
Intan dan Sekar pegangan tangan, mereka berdua mulai ketakutan.
“Halah persetan, gua males ikut Open Trip ini! Cuih!” Bentak Bakti sambil meludah, dia pun putar arah dan hendak pulang.
Peserta yang lain sudah mengingatkan Bakti, tapi lelaki itu memang keras kepala, dia pergi begitu saja. Arif hendak menyusul Bakti, tapi Fajar melarangnya.
“Sudah, biarkan dia pulang. Lagi pula Bakti sudah biasa di gunung,” kata Fajar.
Arif pun menurut. Mereka pun melanjutkan perjalanan. Namun, Mas Goro meminta pada 4 peserta yang tersisa untuk berdoa agar terhidar dari gangguan makhluk halus. Sekitar 15 menit kemudian, mereka semua dikagetkan dengan kemunculan Bakti yang sedang menuruni gunung di jalur yang sm
Ini aneh sekali, padahal barusan Bakti pulang, kenapa tiba-tiba dia berpapasan dengan rombongan Mas Goro.
“Bangsat! Apa-apaan ini!” Bakti jengkel saat menyadari kalau dirinya dipermainkan oleh makhluk gaib.
Intan dan Sekar merengek minta pulang. Mereka ketakutan, sementara itu Mas Goro tertunduk. Dia juga bingung apa yang harus dilakukannya. Kini makhluk gaib gunung itu mulai mempermainkan mereka.
“Kenapa gua berpapasan sama kalian?!” kata Bakti, napasnya ngos-ngosan, padahal dari tadi dia yakin kalau jalur pulang yang ia tempuh itu sudah benar.
Saat mereka sedang kebingungan, terdengarlah bunyi lonceng dari kejauhan. Mas Goro menebas semak belukar, dia mencari permukaan tanah yang agak datar untuk mendirikan tenda karena hari sudah mulai gelap.
Setelah berusaha menebas semak-semak, akhirnya dia menemukan permukaan tanah yang lumayan datar.
“Kita berkemah di sini. Pendakian dibatalkan, besok kita pulang. Saya akan usul ke perusahaan agar mengembalikan uang kalian,” kata Mas Goro sambil mengeluarkan tenda doomnya.
Lahan itu hanya cukup untuk tiga tenda saja. Satu tenda diisi oleh dua orang, tendanya Intan dan sekar berada paling tengah. Sekitar jam Sembilan malam, mereka menutup tenda untuk tidur. Tak ada obrolan atau acara api unggun.
Mereka hanya makan mie instan yang dimasak menggunakan kompor portable. Setelah itu mereka bergegas tidur.
Tengah malam, semua orang sudah tidur kecuali Fajar. Entah kenapa dia susah sekali untuk tidur, Fajar pun menyalakan HPnya,
ia senang karena ada satu jaringan yang masuk ke HP-nya. Ada beberapa pesan yang masuk, dia membalasnya satu persatu. Saat ia sedang membalas pesan yang masuk, terdengarlah suara lonceng dari kejauhan
Buru-buru Fajar memasukkan HPnya ke dalam tas dan memejamkan matanya. Dia sangat ketakutan.
Tepat jam 7 pagi, mereka dikagetkan dengan suara Intan yang menjerit dari dalam tendanya. Semua orang berhamburan menghampiri tenda Intan. Mereka kaget saat melihat tubuh Intan penuh luka sayatan, percikan darah kering memenuhi wajahnya
napasnya ngos-ngosan, tepat di hadapan Intan, ada Sekar terkapar tak bernyawa. Ada dua buah garpu yang menancap di lehernya. Kedua matanya melotot.
“Bangsat! Haaah!” Bakti teriak, dia kalap saat melihat jasad Sekar. Sementara peserta lainnya, masih bengong dengan apa yang mereka lihat.
Tanpa ancang-ancang lagi, Arif langsung menonjok wajah Bakti sampai hidungnya mimisan.
“Ini semua gara-gara lo, bangsat!” Arif menindih tubuh Bakti dan menghantamkan tinjunya dalam posisi ground and pound
Bakti menutupi wajahnya dengan sikut, Mas Goro pun melerai mereka. Dia meminta agar semua peserta tetap tenang. Intan dipapah keluar tenda, Fajar mengobati luka sayat dipergelangan wanita itu dengan obat merah.
Saat Intan ditanyai tentang kematian Sekar. Wanita itu malah tidak bisa jawab apa pun, dia tidak tahu apa yang sudah terjadi padanya. Semalam Intan tidak bangun sama sekali, dia merasa tidurnya sangat nyenyak
Tapi entah kenapa, pagi-pagi tubuhnya penuh luka dan Sekar tewas dengan sangat mengenaskan. Seperti ada yang sengaja menancapkan garpu ke lehernya Sekar.
Mas Goro tidak mau ambil pusing dan sudah lepas tangan, dia juga berniat untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Perihal jasad Sekar, Awalnya Bakti menyarankan agar jasad itu dikubur saja. Mas Goro dan peserta lainnya tidak setuju dengan saran Bakti karena sangat tidak maniawi
“Kita harus bawa jasad Sekar ke keluargnya,” kata Fajar.
“Terus kita bilang apa sama keluarganya Sekar?” tanya Arif.
“Kalau soal itu kita serahkan saja ke polisi. Yang penting kita semua harus ngasih kesaksian yang apa adanya,” jawab Mas Goro.
Jasad Sekar ditandu. Mereka membuat tandu itu dari selimut dan sebatang kayu. Perjalanan ke puncak dibatalkan, kini mereka putar balik menuruni gunung. Sebelum malam tiba, rombongan itu harus segera sampai di perkampungan warga.
Namun di perjalanan pulang, mereka menemukan hal yang janggal. Semak belukar yang baru kemarin ditebas, kini tumbuh subur kembali. Jalan setapak itu tertutup tumbuhan liar sehingga Mas Goro harus menebasnya lagi.
Intan masih menangis tersedu-sedu, dia sangat shock dengan kejadian pagi tadi. Fajar dan Arif yang menandu jasad Sekar. Sesekali mereka berdua sempoyongan karena jalan yang mereka lalui itu terjal. Bakti berjalan paling belakang, dia terus mengamati sekliling dan tetap waspada.
Sesekali rombongan itu berhenti untuk istirahat, yang menandu jasad pun bergantian. Kini Mas Gori dan Bakti yang menandu jasad, sementara Fajar menebas semak belukar yang menghalangi jalan.
Empat jam kemudian, Mas Goro menyuruh rombongannya untuk berhenti. Dia merasa ada yang tidak beres. Mas Goro meletakkan jenazah yang ia tandu lalu mendongak ke langit dan memeriksa jalan setapak.
Lelaki itu mengambil golok dari tangan Fajar lalu menebas semak belukar di hadapannya. Seketika saja golok yang digenggamnya jatuh. Mas Goro melihat banyak tapak kaki di permukaan tanah. Itu artinya mereka hanya berputar-putar di tempat yang sama
Mas Goro berlutut, wajahnya sangat ketakutan. Bakti dan Arif melihat tapak kaki itu, mereka berdua langsung kesal. Bakti berteriak dengan kencang.
“Woi…, keluar kalian. Mau kalian apa hah?!” teriak Bakti.
Mas Goro menyuruhnya untuk diam. Saat itu juga lonceng kembali terdengar dari kejauhan.
“Siapa itu yang menabuh lonceng?” tanya Fajar.
Mas Goro tidak menjawab pertanyaan Fajar dan malah melanjutkan perjalanan. Namun sayangnya sampai malam tiba, mereka terus berputar-putar di satu tempat. Mas Goro pun memutuskan untuk kembali mendirikan tenda. Jasad Sekar dibiarkan terbaring diluar tenda, tubuhnya ditutupi selimt
Intan tidak berani tidur sendirian, dia tidur bersama Arif dan Fajar, sementara Mas Goro satu tenda dengan Bakti. Setelah makan mie instan, mereka pun bergegas tidur.
Tengah Malam, Fajar terbangun dia mendengar ada bunyi grasak-grusuk di tendanya Mas Goro. Fajar juga mendengar suara lelaki yang mengerang kesakitan.
Buru-buru Fajar keluar dari tendanya. Kebetulan seleting tendanya Mas goro terbuka sedikit jadi Fajar bisa mengitipnya. Fajar menyorotkan senter ke dalam tenda itu dan seketika saja ia kaget dengan apa yang dilihatnya
Di dalam tenda itu Mas Goro dan Bakti saling cekik, golok menancap bahunya Bakti. Wajah mereka berdua pucat seperti mayat, kedua bola matanya hitam semua.
Fajar sampai terjungkal ke belakang saat melihat wajah mereka berdua yang sangat mengerikan. Fajar meringsut mundur, cahaya senternya masih menyinari tenda Mas Goro, bayangan mereka berdua tampak jelas,
Mas Goro mencabut golok yang tertancap di bahunya Bakti lalu ia menikam dadanya Bakti berkali-kali. Darah muncrat membasahi tenda.
Fajar lari ke tendanya lalu membangunkan Intan dan Arif. Mereka bertiga menghampiri tenda Mas Goro, pelan-pelan Fajar membuka sleting tenda itu
Tampak Mas Goro sedang tertidur pulas dengan wajah bersimbah darah, sementara Bakti sudah tewas, ada golok yang tertancap di dadanya.
Intan pun berteriak lalu menangis ketakutan. Arif dan Fajar masih melongo, kejadian itu benar-banar tidak masuk akal. Perlahan Arif masuk ke dalam tendanya Mas Goro, dia guncangkan tubuh lelaki itu.
“Mas…? Mas Goro?” ucap Arif, tapi Mas Goro tidak mau bangun, dia masih tidur dengan pulas.
Arif pun menoleh pada Fajar, “Dia nggak mau bangun,” kata Arif.
Saat itu juga, tanpa diduga-duga, Mas Goro bangun, wajahnya masih pucat, bola matanya hitam, dengan cepat ia mencabut golok yang menancap di dadanya Bakti
Kemudian Mas Goro menikam punggung Arif berkali-kali hingga lelaki itu tewas. Fajar berteriak, dia menarik lengan Intan, mereka berdua lari begitu saja menjauh dari perkemahan.
Fajar hanya membawa sebuah senter, sementara tas dan peralatan lainnya tertinggal di tenda. Mereka berdua keluar dari jalur pendakian, menorobos semak-semak. Yang terpenting bagi Fajar sekarang adalah menjauh dari Mas Goro yang sedang kerasukan setan.
Mereka berdua kelelahan dan berhenti, Intan meringis, kedua kakinya berdarah tergores semak belukar yang tajam. Dari kejauhan terdengar suara Mas Goro yang meraung-raung, suara itu semakin mendekat.
Fajar menarik kembali lengan Intan dan mengajaknya lari. Tampaknya Intan sudah sangat kelelahan, tapi dia memaksakan dirinya. Mereka sudah hilang arah, tak lama kemudian terdengarlah suara lonceng.
Kini suaranya terdengar sangat dekat. Lonceng itu terus berbunyi. Fajar dan Intan mengikuti sumber suara lonceng itu, siapa tahu memang ada orang yang bisa mereka temui untuk dimintai tolong.
Saat mereka berdua berusaha untuk mendatangi sumber suara itu, dari dalam semak-semak munculah Mas Goro. Entah bagaimana dia bisa secepat itu menyusul Fajar dan Intan. Mas Goro mengayunkan golok ke lehernya Fajar
untung saja Fajar masih bisa menghindar. Mas Goro ditendang dari belakang sampai tersungkur, golok yang digenggamnya lepas, buru-buru Fajar meraih golok itu dan mengacungkannya ke wajah Mas Goro.
“Jangan mendekat!” kata Fajar, Intan menangis ketakutan di belakang Fajar.
Mas Goro yang sudah dirasuki setan, dia tak mempedulikan ancaman Fajar dan langsung menerkam lelaki itu. Fajar refleks menebaskan golok itu tepat di lehernya Mas Goro
Darah muncrat, Mas Goro berlutut, tubuhnya lemas, dia pun tewas seketika. Tangan Fajar bergetar, dia melongo saat melihat Mas Goro tewas.
Tanpa pikir panjang lagi, dia meraih lengan Intan kemudian lari menghampiri sumber suara lonceng yang masih berbunyi. Tak lama kemudian, akhirnya mereka menemukan sumber suara lonceng itu.
Tertnyata yang membunyikan lonceng itu adalah seorang kakek-kakek, ia memukul lonceng besar yang digantung pada dahan pohon. Fajar senang sekali saat menyadari ada warga yang tinggal di gunung ini.
Fajar menghampiri kakek tua itu dan meminta tolong. Namun anehnya si kakek diam saja, dia malah terus memukul lonceng itu. Fajar memegang lengan si kakek, terasa sangat dingin dan kaku seperti orang mati. Si kakek itu pun menoleh pada Fajar, tatap wajahnya datar.
“Kalau kalian mau selamat, naiklah ke puncak. Di sana ada makam keramat,berziarah dan minta maaplah,” ucap si Kakek.
“Tolong tunjukan jalan menuju puncak Kek,” ucap Fajar.
Si Kakek pu menunjuk ke Barat, ternyata tak jauh dari sana ada jalan setapak. Fajar dan Intan pun pamit. Mereka naik ke puncak gunung Aseupan dengan hanya berbekal senter. Sialnya di tengah-tengah perjalanan, Intan malah kesurupan
Dia menerkam Fajar hingga terjungkal, kedua mata Intan hitam semua, dia berusaha mencekik lehernya Fajar. Untung saja lelaki itu masih bisa bertahan.
Tangan kanan Intan berhasil meraih sebuah kayu yang ujungnya lancip. Kayu dihujamkan ke wajahnya Fajar, tapi tidak kena, Fajar berhasil menghindar.
“Intan sadar Intan!” bentak Fajar.
Intan masih berusaha untuk membunuh Fajar. Dia mengangkat kembali kayu lancip lalu mengarahkannya ke leher Fajar dan sebelum kayu itu berhasil dihujamkan, Fajar menendang tubuh Intan sampai terpental jauh. Tubuh wanita itu menabrak batang pohon, dia pun pingsan begitu saja.
Fajar tidak mau ambil risiko, dia mengikat kedua kaki Intan dengan gespernya, tangan intan juga diikat dengan tali yang fajar cabut dari jaketnya. Fajar menyorotkan senter, ternyata puncak memang sudah dekat, dengan sisa tenaga yang ada,
Fajar membopong tubuh Intan dan membawanya ke puncak. Ia sempat sempoyongan, namun akhirnya dia berhasil membawa wanita itu ke puncak.
Perkataan lelaki tua itu memang benar, ada sebuah kuburan yang batu nisannya dibungkus dengan kain putih. Itu pasti kuburan keramat. Fajar pun berziarah di kuburan itu, dia berdoa sebisanya bahkan menggunakan bahasa Indonesia
Dia juga meminta maap atas perbuatan temannya yang tidak mematuhi aturan. Dan saat itu juga, seketika saja Intan yang terkapar dekat kuburan, matanya melotot, dia berteriak kesakitan,
wajahnya pucat banyak urat yang menjalar di wajahnya. Fajar ketakutan melihat wajah Intan, wanita itu mengamuk, tapi untungnya Fajar sudah mengikat kedua kaki dan tangannya.
Saat Intan berteriak, entah kenapa kepala Fajar terasa sangat pusing. Pandangannya kabur, dia pun terkapar tak sadarkan diri di dekat kuburan.
Singkat cerita, keesokan paginya, ada rombongan orang yang membangunkan Fajar. Mereka adalah tim pencarian orang hilang. Mereka datang ke gunung ini bukan untuk mencari rombongan Mas Goro,
tapi untuk mencari sepasang kekasih yang dinyatakan hilang secara misterius. Kabarnya baru tersebar 2 hari lalu, makanya gunung itu tidak segera ditutup.
Perlu diketahui, dua minggu sebelum rombongan Mas Goro mendaki, memang ada sepasang kekasih yang melakukan pendakian gunung ini, namun mereka tak pernah kembali. Tim penyelamat tak bisa menemukan sepasang kekasih itu, namun mereka berhasil menyelamatkan Fajar dan Intan.
Kondisi Intan dan Fajar sangat lemah sehingga mereka harus ditandu.
selesai

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with quotes

quotes Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @goodquotesid

May 10, 2023
“Mak Haji itu perempuan solehah. Rajin ngaji, gak mungkin dia pelihara jin. Jangan ngada-ngada kamu!” bentak ibuku.

“Ibu mau bukti? Ibu dengar kan dia lagi ngaji sekarang, ayo kita intip Bu. Itu bukan Mak haji yg ngaji, Ada makhluk lain di dalam rumahnya,” kataku.

~A thread Image
Akhir tahun 2020, Kiai Ahmad yang sudah jadi tetanggaku selama bertahun-tahun datang ke rumah. Beliau minta bantuan buat jual rumahnya.

“Kenapa di jual Pak Kiai?” tanyaku.

“Saya mau pindah ke pinggiran kampung Nak. Nemenin bapak saya yang udah tua,” ucap Kiai Ahmad.
Kiai Ahmad sudah tidak punya santri. Pesantrennya sepi, dulu sih pas aku masih kecil rame banget santrinya, tapi sekarang udah ga ada santri sama sekali.

Pesantren salafinya kosong melompong. Gak ada satu pun yg mau nyantri di sana.
Read 50 tweets
Jun 16, 2022
Rumah panggung itu adalah satu-satunya rumah yang bisa kami sewa untuk dijadikan posko KKN. Yang kami tak habis pikir, kenapa di kolong rumah itu banyak tulang belulang. Itu jelas tulang manusia, lebih tepatnya tulang bayi. Tempat apa ini sebenrnya?

~A Thread Image
Sekitar tahun 2014 silam Gua ikut KKN di salah satu kampung terpencil area Banten. Kebetulan Gua ditunjuk sebagai ketua kelompok KKN itu.

Jumlah kami kalau gak salah waktu itu ada tujuh orang. Gua gak akan sebutin nama mereka satu per satu karena udah lupa.
Sebelum lanjut, gua punya sahabat namanya Indra kebetulan dia sekelompok KKN-nya sama Gua.

Indra orangnya out of the box, nyeleneh, dan susah diatur. Gua sih sebenernya males satu kelompok sama dia. Orangnya bener-bener susah diajak kerja sama.
Read 26 tweets
Jun 7, 2022
"Nak, kalau kakek udah gak ada. Nanti bakal banyak yang jagain kamu," itu kata kakek sebelum dia meninggal.

Jujur gua kira yang dimaksud kakek adalah sanak keluarga. Tapi ternyata bukan. Yang jagain Gua setelah kakek meninggal adalah koloni setan peliharaan kakek.

~A thread Image
Ada yang pernah denger jangjawokan ga? Kalau di kampung gua, jangjawokan itu kayak jampe lah ya. Nah, kisah ini berawal dari rasa penasaran gua sama jangjawokan yang kakek punya.

Dulu kakek gua punya banyak jampe yang bisa nyembuhin penyakit.
Kakek gua dulunya Salah satu tokoh masyarakat di kampung. Dia dihormati banyak orang karena kakek gua ini bisa nyembuhin berbagai penyakit hanya menggunakan jampe.

Ya, ga selalu sembuh sih, cuma kebanyakan bisa disembuhin sama kakek. Gua heran kok kakek bisa sesakti itu.
Read 97 tweets
Jan 27, 2022
Hidupku hancur karena boneka arwah.

A thread
@bacahorror #bacahorror
Malam itu hujan turun dengan sangat deras, angin kencang berembus menggoyangkan pepohonan. Ini baru jam 10 malam, tapi jalan di perumahan elit itu sudah sepi. Tak ada satu pun kendaraan yang berlalu lalang. Kemudian dari kejauhan tampak seorang lelaki mebawa payung warna hitam
ia berjalan dengan terburu-buru dan berhenti di depan gerbang rumah elit. Tampak tangan kiri lelaki itu menenteng sebuah boneka bayi yang amat kotor.
Si lelaki membuka gerbang dan segera masuk ke halaman rumah yang cukup besar itu.
Read 49 tweets
Jan 20, 2022
Teror lelembut gunung karang.

@bacahorror #bacahorror Image
Sudah dua hari hewan ternak warga kampung Kaduengang hilang secara misterius. Puluhan ayam lenyap dari kandangnya, kambing yang dipelihara bertahun-tahun juga hilang
Belum lagi kerbau, ada sepuluh ekor yang hilang secara misterius. Mereka yakin pasti ada maling di kampung mereka. Warga kampung itu sepakat untuk memperbanyak pos ronda.
Read 155 tweets
Jan 13, 2022
Sekolahku angker.

A thread
@bacahorror #bacahorror Image
"Gina, lu serius berani sendiri?"
Fika mengarahkan cahaya senter ke gedung sekolah tiga lantai. Tak ada lampu yang menyala di gedung itu, mungkin listriknya sedang mati.
"Iya Fik. Itu jam tangan pemberian almarhum nyokap gua. Takut ilang kalau nggak diambil sekarang."
"Lagian lu ada-ada aja pake lupa segala. Eh, gua nggak berani nganter lu masuk ke kelas, ya. Gua nunggu di sini."
"Iya nggak apa-apa. Lu jagain motor gua."
Read 215 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(