Tahun 1740 VOC melakukan pembantaian terhadap orang Tionghoa, disebut dengan Geger Pecinan. Peristiwa ini jadi momentum persatuan antara pribumi dan etnis Tionghoa. Setelah tragedi itu VOC memisahkan kedua kelompok hingga memupuk sentimen yg bahkan masih dirasakan hingga sekarang
Note: Thread ini berisi puluhan tweet, ada baiknya dibaca di waktu senggang. Thread bersumber dari buku, wawancara saya dengan sejarawan dan pemerhati budaya Tionghoa, jurnal juga artikel. Semua referensi sumber dicantumkan di akhir thread.
1. Gelombang migrasi etnis Tionghoa dari tanah leluhur mereka telah terjadi sejak berabad-abad lalu. Sebagian besar didasari motif ekonomi. Jumlah penduduk yang padat membuat orang-orang Tionghoa sulit mencari pekerjaan di negeri mereka sendiri.
2. Di samping itu, ada juga motif politik. Mereka tidak mau dijajah atau diatur di bawah pemerintahan bangsa lain di tanah mereka sendiri. Contohnya adalah ketika Dinasti Mongol dan Dinasti Manchu menguasai daratan China di abad ke-12 dan 17.
3. Di Nusantara perpindahan etnis Tionghoa terekam sejarah panjang hingga menciptakan keturunan lintas generasi. Pada masa awal itu sangat sedikit dari orang Tionghoa yang terlibat dalam politik, terutama di ranah birokrasi seperti saat zaman Belanda.
4. Cara mereka bertahan pada akhirnya adalah melalui perdagangan, Mengutip buku J.L. Vleming, Jr berjudul Kongsi dan Spekulasi Jaringan Kerja Bisnis Cina, dijelaskan bahwa kaum Tionghoa datang dalam beberapa gelombang migrasi dari dua provinsi di China Selatan.
5. Dari Provinsi Kwangtung adalah orang-orang Hakka, Kanton, dan Tiociu. Provinsi lainnya, Fukien, migrasi diisi oleh orang-orang Hokkian, Hokcia, dan Hinghua. Tujuan mereka adalah untuk mencari nafkah dan penghidupan yang lebih baik. Masing-masing kelompok itu memiliki keahlian.
6. Misal, orang Hokkian dengan bakat dagangnya, orang Hakka ahli di bidang kerajinan kayu dan emas, orang Tiociu yang ahli perkebunan dan pengrajin perak. Kondisi ini terjadi dalam beberapa gelombang hingga melahirkan keturunan di Nusantara, baik kawin campur atau sesama etnis.
7. Saat kedatangan Maskapai Belanda VOC pertama di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, orang Tionghoa yang tinggal di Jayakarta hanya mengisi kawasan pinggir timur kali Ciliwung. Mereka rata-rata berprofesi sebagai petani, pedagang, dan penyuling arak.
8. Memasuki zaman VOC migrasi orang Tionghoa khususnya ke Batavia semakin tinggi. Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen yang mendatangkan mereka secara besar-besaran. Coen yang menganggap orang Tionghoa adalah pekerja keras dinilai dapat menjadi roda penggerak ekonomi.
9. Dalam rangka mendatangkan orang Tionghoa, Coen menempuh dua cara, pertama membujuk mereka baik-baik untuk pindah ke Batavia. Cara ke dua dengan menculik orang-orang Tionghoa dari tanah leluhur mereka, hingga saat itu orang Tionghoa menjadi warga mayoritas di Batavia.
10. Segala cara ditempuh untuk memindahkan orang-orang Tionghoa ke Batavia dengan memberikan hak istimewa untuk mereka yang mau menetap di Batavia, salah satunya dengan pembebasan biaya perjalanan dagang dan cukai.
11. Ia juga meminta kepala kantor VOC perwakilan Jepang, Jacques Specx untuk mendorong migrasi orang Tionghoa.
Johannes Theodorus Vermeulen dalam buku Tionghoa di Batavia dan Huru-Hara 1740 menjelaskan. "Coen melakukan segala cara untuk mengalihkan semua perdagangan Tionghoa"
12. "Dengan memblokade Manila, Makau, serta pesisir Tiongkok di sekitar Pescadores dan Malaka. Dia juga menangkap kapal Tionghoa yang berlayar di jalur pelayaran Jambi, Banten, Jepara, serta tempat-tempat lainnya di Kepulauan Hindia, serta membawanya ke Batavia,”
13. Cara kasar lain yg dilakukan Coen yakni dengan menculik orang Tionghoa. Hal ini diketahui adanya perintah Coen kepada pemimpin pasukan VOC Cornelis Reyersz pada 1622 agar pergi ke China. Selain berdagang ia diperintahkan menculik penduduk di sepanjang pesisir.
14. "Kalau tidak cukup orang di negeri-negeri itu yang mau secara suka rela datang ke Indonesia, Coen menyarankan untuk menculik mereka sampai jumlah yang diperlukan tercapai. Dia lebih menyukai orang China karena menurutnya mereka pekerja keras dan tidak suka perang"
15. "Rencananya lebih jauh adalah pemusnahan total pelayaran orang Asia dan Eropa asing di Hindia. Bagi para pemukim itu dia mengusulkan untuk memberi izin pelayaran dan perdagangan bebas di bawah peraturan yang dibuat Kompeni,” tulis Bernard H.M. Vlekke dalam bukunya Nusantara.
16. Sejak saat itu penduduk Batavia beragam. Ada orang Eropa, Tionghoa, pribumi dan juga orang Jepang. Tionghoa menjadi salah satu penduduk yang terbanyak. Sulit mengetahui jumlah spesifik mereka di masa itu. Dari data tahun 1739 setahun sebelum tragedi Geger Pecinan.
17. Jumlah etnis Tionghoa di Batavia 4.389 orang. Terdiri dari pria dan wanita. Dewasa ataupun anak-anak yang tersebar di sisi timur sebanyak 1.624 orang Tionghoa, sisi barat sebanyak 2.196, dan di sisi selatan sebanyak 569 orang.
Peta Batavia tahun 1733 (Rijksmuseum)
18. Selepas era Jan Pieterszoon Coen lonjakan penduduk semakin meningkat dan VOC membuat aturan ketat terhadap penduduk yg kadang bersifat diskriminatif. Dikutip dari Leo Suryadinata dalam bukunya Negara dan Minoritas Tionghoa di Indonesia, pengaturan ketat lewat berbagai sistem.
19. Misalnya, sistem opsir yang digunakan untuk mengawasi jumlah penduduk Tionghoa. Dari sistem itu, terbentuklah kelompok masyarakat yang disebut Kapitan Cina. Kapitan Cina adalah orang Tionghoa yang diberi jabatan oleh pemerintah kolonial untuk mengatur urusan orang Tionghoa.
20. Kapitan Cina juga mengurusi segala keperluan administrasi penduduk dan penarikan pajak bagi pemerintah. Yang kedua adalah sistem permukiman. Orang Tionghoa harus tinggal di wilayah tertentu yang sudah ditetapkan pemerintah.
21. Kehidupan mereka di wilayah itu juga diawasi oleh Kapitan Cina. Orang-orang Tionghoa itu dilarang tinggal bercampur dengan pribumi. Pemisahan penduduk semakin diperparah dengan adanya sistem status, yakni penduduk Kota Batavia dibagi berdasarkan agama mereka.
22. Awal tahun 1740, orang Tionghoa di Batavia makin diperlakukan diskriminatif. Mereka yang ingin memasuki Batavia harus memiliki izin berupa kartu tanda masuk (pennissiebriefte), Seringkali orang-orang Tionghoa yang tertangkap ditahan karena tidak memiliki izin masuk.
23. Selain itu banyak dari mereka yang disiksa dan dirampas barang bawaannya oleh pejabat Hindia-Belanda. Biasanya, mereka baru dilepas ketika sudah membayar denda. Sikap diskriminatif itu terus terjadi dan membakar perlahan bara dendam terhadap VOC.
24. Pemicu lain terjadinya perlawanan dan Tragedi Geger Pecinan, saat VOC mengalami situasi kalah saing dengan kongsi dagang inggris, East India Company (EIC). Dampaknya terjadi krisis di perkebunan gula milik orang Tionghoa di Batavia.
25. Belanda mengambil tindakan segera membatasi produksi gula karena penurunan permintaan ekspor gula ke Eropa. Akibatnya warga yang dulunya biasa bekerja di pabrik gula harus kehilangan pekerjaan karena tutupnya pabrik gula.
26. Tingginya jumlah pengangguran selaras dengan meningkatnya tindakan kriminal yang merajalela di Batavia dan gelombang perlawanan masyarakat Tionghoa. Menghadapi situasi itu muncul inisiasi dari Dewan Hindia saat itu, Gustaaf Willem Baron van Imhoff mengeluarkan resolusi.
27. Pada 25 Juli 1740 dikeluarkan resolusi yang berlaku merata bagi semua orang Tionghoa yaitu menangkap setiap penduduk Tionghoa yang dicurigai akan melawan. Mereka lalu dikirim ke Ceylon (sekarang Sri Lanka) untuk bekerja di perkebunan milik VOC.
28. Reaksi penduduk Tionghoa semakin keras lantaran ada isu bahwa orang-orang yang dikirim ke Ceylon bukanlah dipekerjakan di perkebunan VOC, tetapi dibunuh dengan cara dibuang di tengah laut dan ditenggelamkan. Mendengar hal itu, banyak orang Tionghoa yang menyingkir ke hutan.
29. Di sana menghimpun kekuatan yang gigih menggelorakan pemberontakan melawan VOC. Salah satu tokoh pemberontakan dari kalangan ini ialah Kapitan Khe Panjang atau Kapitan Sepanjang. Ia muncul sebagai pemimpin pemberontakan.
30. Berbagai faktor di atas memicu kebencian warga Tionghoa terhadap penguasa dan mendasari pecahnya peristiwa Geger Pecinan pada 9 Oktober 1740. Pemberontakan warga Tionghoa dibalas VOC dengan membantai orang Tionghoa di Batavia dengan brutal tanpa pandang usia dan kelamin.
31. Bahkan, banyak anak-anak yang ikut disembelih dan tidak hanya sampai situ, Belanda juga membakar rumah-rumah penduduk. Para prajurit VOC hingga kelasi-kelasi yang kapalnya sedang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa diminta turun tangan melakukan pembantaian.
32. Maka terjadilah pemerkosaan, penjarahan, pembakaran, dan pembunuhan kepada tiap orang Tionghoa yang mereka temui. Bahkan, banyak anak-anak yang ikut disembelih dan tidak hanya sampai situ, Belanda juga membakar rumah-rumah penduduk.
Lukisan suasana Geger Pecinan (Rijksmuseum)
33. G.B Schwarzen dalam buku Reise in Oost-Indien (1751) yg kutipannya terdapat di buku Tionghoa Dalam Pusaran Politik karya Benny G. Setiono. Ia menulis pengalamannya saat peristiwa berdarah itu. "Para kelasi kapal-kapal yang sedang berlabuh mulai membongkar pintu rumah"
34. "Lalu membunuh semua orang Tionghoa penghuni rumah yang ditemukan dan merampas seluruh milik mereka. Perempuan dan anak kecil mula-mula tidak diganggu dan tidak dibunuh. Pada pukul 09:00 Gubernur Jenderal semua tukang masuk ke kota dan memukul mati semua orang Tionghoa"
35. "Perintah ini diterima dengan patuh agar menjarah harta benda orang Tionghoa. Dengan cepat semuanya meninggalkan tempat kerja dan memulai pembantaian. Tukang kayu membawa kapak untuk merusak pintu dan jendela. Orang pemilik senjata api, masuk ke rumah dan menembaki penghuni"
36. "Saya (Schwarzen) juga ikut karena saya mengetahui bahwa tetangga saya memiliki seekor babi yang gemuk. Saya ingin mengambil dan menggiringnya ke rumah. Ketika tukang kayu melihat hal itu, ia memukul saya dan menyuruh membunuh pemiliknya terlebih dahulu baru merampas babinya"
37. "Walaupun sebenarnya saya tidak suka, tetapi saya terpaksa membunuh tetangga orang Tionghoa itu. Setelah membunuhnya, saya menemukan sebuah pistol dengan banyak peluru, saya mengambilnya lalu membunuh setiap orang Tionghoa yang saya temui. Setelah membunuh dua tiga orang"
38. "Saya sudah mulai terbiasa sehingga tidak merasa perbedaan antara membunuh seorang Tionghoa dengan seekor anjing. Siang pukul 13:00 kota mulai terbakar karena ulah orang Tionghoa sendiri, mereka memilih membakar diri sendiri daripada jatuh ke tangan kami"
39. "Orang-orang Tionghoa di Batavia mempunyai rumah sakit, kami disuruh membunuh semua pasien, kecuali orang buta. Di balai kota terdapat dua ratus orang tahanan, untuk menghemat peluru mereka semua ditusuk sampai mati"
40. "Pada tanggal 13, semua pembakaran berhenti, dan tidak tampak seorang Tionghoa pun di kota. Semua jalan di lorong penuh mayat, sungai-sungai dipenuhi mayat, sehingga orang dapat menyebrang di atas mayat-mayat tanpa kakinya menjadi basah" tulis Schwarzen dalam catatannya.
41. Geger Pecinan juga tergambar dari kutipan surat kabar Selompret Melajoe berjudul Perkara Boenoe di Taon 1740 edisi November 1902 dalam Jurnal berjudul Peristiwa Chinesetroubelen di Batavia karya Fokky Fuad (2013). "Rumah orang Cina dibakar, miliknya dirampas"
42. "Dan orangnya dibunuh. Dari kiri kanan mereka dikejar dan dipukul di jalan besar, seperti anjing. Sambil bersorak bangsa Belanda binasakan musuhnya yang tidak salah satu apapun. Berapa ratus orang Cina yang ditawan, sudah dipotong kepalanya seperti binatang"
43. "Orang Cina yang lagi berobat di rumah sakit pun dikeluarkan dari pembaringannya lalu dipenggal batang lehernya. Tua, muda, dan anak-anak tiada ampun. Seketika air kali sudah penuh darah. Mayat mereka dilempar ke kali Ciliwung, sebagian dimakan Buya, sebagian hanyut ke laut"
44. Banyaknya orang Belanda yang terlibat pembantaian keji itu, semua mata tertuju pada satu orang yang dinilai paling bertanggung jawab, yaitu Gubernur Jenderal VOC ke-25, Adriaan Valckenier. Ia yang memerintah dari 1737–1741 disinyalir memberi restu pembantaian tersebut.
45. Adriaan Valckenier dianggap secara sadar mendukung dan mengusulkan pembersihan semua warga Tionghoa dan menggeledah rumah mereka. Adriaan mengelak bahwa semua warga di dalam kota bersekongkol dengan pemberontak. Ia menuduh Van Imhoof sebagai dalangnya.
46. Akhirnya, dalam sidang Dewan Hindia, mosi tidak percaya diajukan kepada Adriaan pada 16 Oktober 1740. Ia pun langsung mengundurkan diri dan berencana kembali ke Belanda. Namun, karena sakit Adriaan turun di Cape Town, Afrika Selatan untuk beristirahat sampai pulih.
47. Gustaaf Willem Baron van Imhoff lalu kembali ke Belanda guna menghadapi tuntutan hukum atas tuduhan yang diajukan oleh Adriaan. Hasil sidang malah sebaliknya. Heeren XVII pemilik VOC menganggap seteru Adriaan dan Van Imhoof dipicu perebutan posisi Gubernur Jenderal VOC
48. Hasil sidang di Belanda juga mengirim perintah ke Cape Town untuk menangkap mantan Gubernur Jenderal Adriaan Valckeiner guna diperiksa dan dimasukkan ke penjara. Tapi jalan menghukum Adriaan berlangsung berbelit-belit hingga 10 tahun.
49. Adriaan juga telah mengajukan dokumen pembelaan yang sangat-sangat tebal sehingga tak ada satu orang pun menyentuh dokumen itu untuk diteliti. Pada 20 Juni 1751, Adriaan meninggal dunia dan pemeriksaan terhadap dirinya menguap begitu saja.
50. Setelah tragedi berdarah itu banyak warga Tionghoa meninggalkan Batavia, ada yang bersembunyi, sementara yang lainnya melakukan perlawanan terhadap VOC guna menuntut balas. Perlawanan orang Tionghoa di Batavia ini dipimpin oleh Oey Panko yang lebih dikenal dengan Khe Panjang.
51. Dalam runutan literasi sejarah, Kapitan Khe Panjang bagai muncul tiba-tiba. Begitu sedikit informasi soal latar belakangnya yang dapat digali. Sejarawan, Ravando Lie @ravandolie mengamini hal itu. "Kapitan Sepanjang ini memang unik dan butuh penelusuran lebih jauh lagi"
52. "Terutama dari arsip-arsip VOC. Latar belakang Kapitan Sepanjang ini sepertinya belum banyak dikulik. Buku-buku yang mengulas Geger Pacinan pun sepertinya tidak memberikan porsi untuk background beliau. Bisa jadi karena memang kekurangan sumber," kata @ravandolie
53. Meski tak ada kejelasan terang latar belakang Kapitan Sepanjang, namun perlawanannya yg dipicu huru-hara menewaskan ribuan Tionghoa itu tidak bisa diremehkan. Akibat dipukul mundur, Kapitan Sepanjang dan pasukannya melarikan diri ke Bekasi untuk menggalang kekuatan.
54. Pengejaran terhadap Kapitan Sepanjang yang terus melawan pemerintah Hindia Belanda terus berlangsung sampai tahun berikutnya. Juni 1741, tentara VOC yang terdiri dari 150 orang tentara Eropa, 250 tentara Pribumi, dan seratus angkatan laut diberangkatkan menuju Bekasi
55. Tujuannya menyerang pertahanan orang Tionghoa yang dianggap memberontak. Selama dua minggu, pengejaran Kapitan Sepanjang menewaskan banyak penduduk Bekasi. Tempat bekas penginapan Kapitan Sepanjang dan pasukannya dibumihanguskan.
56. Namun Kapitan Sepanjang dan empat ratus pasukannya berhasil lolos dari sergapan tersebut dengan melarikan diri ke arah Gunung Priangan. Masih mengutip buku Johannes Theodorus Vermeulen, Tionghoa di Batavia dan Huru-Hara 1740.
57. Yang mengisahkan bagaimana Kapitan Sepanjang terus menyemangati pasukannya walau Belanda terus mendesak. Bahkan, jika ada salah satu pasukan yang kendur semangat atau berniat menyerah dari perlawanan akan dihukum pancung.
58. Pergerakan selanjutnya, Kapitan Sepanjang berkoalisi dengan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa, Raden Mas Garendi kelak menjadi raja bergelar Sunan Kuning atau Amangkurat V, serta Patih Notokusumo untuk mengobarkan perlawanan terhadap VOC di wilayah Mataram.
59. Persatuan pasukan ini menjadi ancaman kekuatan yang mengerikan bagi VOC, bahkan dianggap sebagai potret keberagaman. Pendiri Museum Pustaka Peranakan Tionghoa, Azmi Abu Bakar @Azmiabubakar12 hal ini merupakan langkah solidaritas yang tinggi antara etnis Jawa dan Tionghoa.
60. "Sungguh luar biasa, pemahaman kolektif kita, ketinggalan serba jauh dari para leluhur kita tempo dulu. Bahkan perangnya dikatakan sebagai perang jihad, justru dikomandani oleh Kapitan Sepanjang yang bukan Muslim," kata @Azmiabubakar12
61. Persatuan kekuatan dua etnis ini mengobarkan perang hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Akibatnya, Kota Jepara, Kudus, Rembang, Demak, berhasil direbut oleh Laskar Tionghoa dan Prajurit Jawa.
62. Bahkan Kapitan Sepanjang memimpin pasukan Tionghoa dan Jawa menyerang Keraton Mataram di Surakarta dan berhasil merebut Keraton Kartasura yang memaksa Sunan Pakubuwono II lari meninggalkan istana ke wilayah Magetan.
63. Sebenarnya awalnya Sunan Pakubuwono II memihak kepada Kapitan Sepanjang dan Laskar Tionghoa, namun ia berbalik mendukung VOC pada tahun 1742, sehingga menimbulkan kekecewaan baik dari Laskar Tionghoa maupun para patih dan bupati yang di bawah kekuasaan Sunan.
64. Mereka mengabaikan perintah dan lebih memilih melawan VOC bersama Kapitan Sepanjang. Raden Mas Garendi dinobatkan sebagai pengganti Sunan Pakubuwono II dengan gelar Sunan Amangkurat V Senopati Ing Alaga Abdurahman Sayidin Panatagama.
65. Raden Mas Garendi juga dijuluki Sunan Kuning, hal ini diartikan karena ia adalah raja yang memiliki pasukan berkulit kuning saat melawan VOC. Sementara, Kapitan Sepanjang dipercaya menjadi guru untuk panglima perang oleh Sunan Kuning.
66. Tapi Sunan Amangkurat V ini kekuasaannya tidak bertahan lama. Pada akhir tahun 1742, tentara VOC bersama pasukan Bupati Madura Cakraningrat berhasil merebut kembali Keraton Kartasura. Kalah dalam penggempuran itu akhirnya Sunan Amangkurat V mundur ke arah timur.
67. Bersama dengan Kapitan Sepanjang dan Laskar Tionghoa. Mereka kembali meneruskan perlawanan dan bertempur, sayangnya Amangkurat V dan Kapitan Sepanjang terpisah karena Amangkurat V tertangkap di Surabaya pada Desember 1743 dan dibuang ke Sri Lanka.
68. Kapitan Sepanjang tetap melakukan perlawanan terhadap VOC lalu menyebrang ke Bali dan mengabdi di sebuah kerajaan. Sejak saat itu namanya tak pernah terdengar lagi, tak ada catatan sejarah tentang pergerakannya di Bali. Kiprahnya dan laskar Tionghoa pun ikut terkubur.
69. Dampak dari peristiwa Geger Pecinan atas pembantaian massal itu membuat kompeni merugi besar. Terlebih lagi VOC memang sejak lama mengandalkan etnis Tionghoa dalam menggerakkan ekonomi. Habisnya orang Tionghoa membuat ekonomi Batavia tersendat bertahun-tahun.
70. Orang-orang Tionghoa yang selamat pun tidak mau melakukan kegiatan apa pun, hanya berdiam diri di rumah. Mogok aktivitas ini juga mengakibatkan ketersediaan bahan makanan menipis. Sebelum Geger Pacinan, distributor bahan makanan terbesar ke Batavia adalah orang Tionghoa.
71. Bahan makanan yang menipis membuat harga menjadi tinggi, VOC saat itu sempat melakukan usaha perdagangan sendiri agar tidak bergantung kepada orang Tionghoa, namun berkali-kali dicoba hasilnya kurang memuaskan.
72. Tapi lambat laun keadaan kembali normal dan sistem pemisahan tempat tinggal di Batavia bagi Etnis Tionghoa dan pribumi tetap dipertahankan akibat Belanda trauma jika dua kekuatan kelompok ini menyatu. "VOC melihat potensi bahaya dari kolaborasi tersebut. Salah satu cara"
73. "Adalah dengan memaksa orang-orang Tionghoa untuk tinggal dalam satu lokasi. Segregasi ini nantinya bakal diperkuat dengan penerapan passenstelsel, di mana orang-orang Tionghoa tidak dapat meninggalkan pecinan tanpa memiliki surat jalan" ujar Sejarawan @ravandolie
Sumber buku:
📖 Tionghoa di Batavia dan Huru-Hara 1740 karya Johannes Theodorus Vermeulen
📖 Nusantara karya Bernard H.M. Vlekke
📖 Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta karya Adolf Heuken SJ
📖 Kongsi dan Spekulasi Jaringan Kerja Bisnis Cina karya J.L. Vleming, Jr
📖 Tionghoa Dalam Pusaran Politik karya Benny G. Setiono
📖 Negara dan Minoritas Tionghoa di Indonesia karya Leo Suryadinata
Ini ex kurir tadi siang udah minta maaf bikin perjanjian, minta thread dihapus. Udah dilakuin, masih aja ngancam.
Orang begini gak berenti kalau gak kena ciduk. Sesuai janji gue tadi siang ke Mbak @ddablueblue, bantuan hukum sudah siap bantu, tinggal mbak nya mau lanjut lapor gak
Karena temenku di lembaga hukum kan gak mungkin tawarin diri, melanggar kode etik mereka. Jadi menang nunggu keputusan si mbak sendiri.
Semoga mbak berubah pikiran untuk keselamatan diri sendiri.
Update kasus wafatnya Novia Widyasari
Tim Advokasi Keadilan untuk Novia Widyasari yang terdiri dari 22 advokat telah melakukan pendampingan terhadap Fauzun (ibunda Novia Widyasari) dalam pemeriksaan sebagai saksi oleh Bid Propam Polda Jawa Timur. voi.id/bernas/123836/…
Dari pemeriksaan diketahui orang tua Randy pernah menelpon Ibu Fauzun untuk menanyakan pelaporan yang dilakukan oleh Novia terhadap Bripda Randy ke Propam Polres Pasuruan. Orang tua Randy khawatir karir anaknya di Kepolisian terancam dan diproses hukum voi.id/bernas/123836/…
"Obrolan via telpon, ayah dan ibu Randy mempertanyakan kepada Ibu Almarhumah Novia mengapa Novia melaporkan Randy ke Propam Polres Pasuruan, karena laporan sudah masuk maka orang tua Randy khawatir jika Randy diproses" kata Enny Ketua Tim Advokasi voi.id/bernas/123836/…
Berita Ardhito ternyata udah punya isteri lebih mengagetkan jagat raya dari berita kasus narkoba dia kemaren.
Buat yang hah hah hah gak percaya Ardhito udah punya isti. Nih istrinya dateng ke kantor pulisi. news.detik.com/berita/d-58961…
Karena orang ngiranya Ardhito belom nikah, sama si Jeanneta orang ngiranya pacaran, termasuk fansnya. Tau statusnya udah laki bini ya pasca ketangkap ini, makanya rame lagi.
Polri akan ganti lagi warna seragam Satpam dari cokelat jadi krem. Alasannya: "Seragam (Satpam) sekarang terlalu mirip dengan seragam Polri. Sehingga menyebabkan kebingungan masyarakat untuk membedakan polisi dan satpam," kata Karo Penmas Div Humas Polri voi.id/berita/123482/…
Padahal mereka juga tau ya konsekuensinya logis dari seragam Polisi dan Satpam disamain ya masyarakat bingung, tapi tetep aja dibikin. Udah bagus dulu seragam Satpam putih.