Teguh Faluvie Profile picture
Aug 4 205 tweets 73 min read
KAMPUNG JABANG MAYIT

Tidak terhitung lagi, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk sebuah persembahan ritual.

[Part 5]

@IDN_Horor
@IDN_Horor Selamat datang kembali teman-teman di Kampung Jabang Mayit, akhirnya cerita ini berlanjut lagi, seperti biasa yang belum baca Part 1 sampai 4 bisa klik thread di bawah, agar mengikuti jalan ceritanya.

Part 1


Part 2
@IDN_Horor Dan jangan lupa tinggalkan retweet dan likenya di thread, agar teman-teman yang lain ikut membaca ceritanya juga.

Part 3


Part 4
@IDN_Horor Part 5 – Terekan Janin (arwah tersasar)
...

Kabar meninggalnya Agis malam ini membuatku sangat kaget, apalagi baru hitungan jam sebelumnya memberikan kabar kepada Kang Panjul, yang langsung disampaikan kepadaku tentang kedatangan Bapak ke rumah Ni Itoh
@IDN_Horor dan berdampak langsung hilangnya nyawa Agis, membuatku berada di ujung pikiran antara percaya dan tidak akan penyebab kematian Agis oleh Ni Itoh.
“Benar berarti kabar Agis itu...” ucapku, sambil membakar rokok, membuka sedikit resleting jaket
@IDN_Horor agar bagian leher yang belum sembuh terkena angin, setelah sebelumnya aku oleskan lagi ramuan dedaunan yang budi berikan tadi siang di hutan.
Bahkan sudah lebih dua kali Mak Ela membuka pintu depan rumah, hanya untuk menjawab kepada warga yang datang ke rumah,
@IDN_Horor untuk memberitahu Pak Ageng sudah duluan pergi ke rumah Agis.
“Harusnya aku benar-benar dalam bahaya” ucapku, mengeluarkan kain putih yang Budi berikan lalu menyimpannya di bawah bantal.
“Kreket...”
Tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan,
@IDN_Horor beruntungnya aku menyadari dari langkah suara kaki yang sebelumnya terdengar, dengan cepat aku menutup resleting jaket.
“Tidur, biar besok sembuh” ucap Mak Ela, hanya mengeluarkan sedikit kepalanya saja di balik pintu.
“Eh iyah Mak, mau tidur ini” jawabku,
@IDN_Horor berusaha tidak terlihat kaget, bahkan rokok yang sedang terjepit di antara jari hampir saja terjatuh.
Mak Ela hanya mengusap lehernya saja dengan perlahan, sambil menutup kembali pintu kamar.
“Tidak mungkin Mak Ela mengetahui luka di leherku juga” ucapku dalam hati,
@IDN_Horor sambil menutup jendela karena tidak biasanya angin malam ini benar-benar kencang, sambil memastikan barang pemberian Budi berada tepat di bawah bantal.
Cukup lama aku memperhatikan keluar, angin-angin berhembus menuju ujung kampung di mana rumah Ni Itoh berada
@IDN_Horor walaupun cukup jauh dengan rumah Pak Ageng, namun tidak tahu kenapa perasaanku setiap mengingat nama Bapak “Akbar” perasaan buruk langsung aku rasakan, apalagi ketika mengingat kejadian Nita dan teriakan perempuan yang aku dengar langsung malam itu.
@IDN_Horor “Aborsi... kesaktian Ni Itoh, Pak Ageng...” ucapku perlahan, tiba-tiba bulu pundak berdiri begitu saja.
Dalam ketidaknyamanan masih mengenakan jaket yang sama dari siang sampai malam, aku mencoba tenang dan mengingat semua kejadian selama berada di Desa Rangkaspuna,
@IDN_Horor sebuah kampung yang menyambut kedatanganku dengan segala misteri dan keanehannya, bahkan ketika sudah berada disini selama berhari-hari, malah semakin menjadi menimpaku.

***
@IDN_Horor “Bapak semalam tidak pulang yah Mak, tumben”
Terdengar jelas olehku suara Bu Yani di dapur yang langsung membuatku terbangun pagi ini, salah satu suara dari penghuni rumah ini, sekaligus saudara dari keluarga besar yang masih bisa membuat aku percaya sampai saat ini.
@IDN_Horor “Kurang tahu Bu, tapi sepertinya memang tidak pulang, Basir juga tidak terdengar pulang kesini Bu, mungkin masih di rumah duka...”
Untuk pertama kali aku membuka jaket yang masih menempel di badan, bahkan keringat sudah membuat badan merasa tidak nyaman sekali saking banyaknya,
@IDN_Horor padahal pagi ini terasa sangat dingin.
“Mengelupas...” ucapku, ketika pertama kali memegang bagian leher, kulit keringnya terlepas begitu saja, anehnya berwarna hitam pekat sekali.
Dengan cepat aku berdiri dan berjalan ke arah cermin kecil yang menempel di lemari.
@IDN_Horor “Bisa begini, aneh tanpa bekas, hanya coklat kulitnya saja yang berbeda” ucapku dalam hati, kembali mengingat kejadian malam itu yang menyebabkan luka seperti ini, akibat cakaran sosok Ni Itoh.
Bahkan aku merasa menyesal dan baru berpikir akan kebodohan diri sendiri,
@IDN_Horor karena lupa kemarin siang tidak bertanya kepada Budi bagaimana caranya bisa berjumpa kembali.
“Bu... Arya pagi ini titip isi pulsa yah, buat telpon Bapak di rumah” ucapku setelah melilitkan handuk di leher dan berjalan keluar kamar.
“Nanti bilang saja ke Pak Amat yah di desa, -
@IDN_Horor - Ibu juga biasanya suruh Pak Amat, kalau sudah mendingan sekalian antar dulu yah ke Desa...” jawab Bu Yani.
“Baik Bu” jawabku.
Mak Ela kembali menunjukan tingkah anehnya, tatapannya langsung melihat ke arahku namun dengan cepat di alihkan lagi dengan berjalan ke arah dapur,
@IDN_Horor apalagi ketika aku menyebut Bapak, seolah Mak Ela mengetahui yang selama ini terjadi dan sesuai ucapan Kang Panjul, Mak Ela memilih diam, apalagi aku masih ingat malam itu Mak Ela mencegah Pak Ageng masuk ke dalam kamar, setelah mengasah pisaunya dalam percobaan membunuhku.
@IDN_Horor “Satu persatu, nanti juga bakalan tahu siapa dan seperti apa Mak Ela yang sebenarnya” ucapku dalam hati, sambil masuk ke dalam kamar mandi.
Aku mulai sedikit belajar bagaimana semua kejadian kemarin yang memang sengaja membawa pada masalah atas dasar penasaran,
@IDN_Horor yang berujung marabahaya ini.
“Ibu juga tidak akan lama, mau bawa berkas-berkas saja hari ini, siap-siap saja... jadi nanti tunggu dulu yah di Desa” ucap Bu Yani.
Aku hanya mengangguk saja, apalagi sarapan pagi barusan membuat perut terisi penuh sekali,
@IDN_Horor walaupun tidak seperti biasanya.
...

Pertama kali dalam hidup di pagi ini rasa khawatir semakin bertambah, apalagi semua yang disarankan Budi untuk selalu membawa benda yang diberikan kepadaku langsung aku laksanakan, walaupun sebenarnya tidak terlalu paham fungsinya
@IDN_Horor untuk apa keris yang berada di dalam kain putih itu.
Setelah motor dipanaskan mesinnya dan Bu Yani sudah duduk di bagian belakang, berbarengan dengan matahari yang perlahan muncul, aku sudah melintasi jalanan kampung menuju Desa.
@IDN_Horor “Semalam tidak dengar Bapak pulang Arya?” tanya Bu Yani tiba-tiba.
“Arya langsung tertidur Bu malam itu” jawabku perlahan sambil memikirkan cara agar bisa kembali melihat keadaan rumah Ni Itoh, walaupun tahu resikonya tidak main-main bahkan berbahaya sekali,
@IDN_Horor namun karena Bapak sedang berada disana, membuat pertimbangan dalam pikiran tidak sama sekali menemukan jawaban.
“Baru pertama kali melayat warga yang meninggal sampai nggak pulang, apalagi itukan anak buah Barja...” ucap Bu Yani tiba-tiba menghentikan ucapannya.
@IDN_Horor Padahal aku menunggu lanjutan ucapan yang keluar dari mulut Bu Yani, namun berhenti begitu saja, seperti ada yang salah dengan ucapannya.
“Agis anak buah Barja begitu Bu? Lalu?” tanyaku.
“Ah sudah-sudah Arya tidak penting, biarkan saja memang sudah keturunan susah, -
@IDN_Horor - Ibu tidak paham saja padahal anaknya sendiri Banu sampai pergi meninggalkan kampung, tidak ada kapoknya” ucap Bu Yani dengan nada kesal.
Aku tidak berani lagi bertanya, apalagi akan segera sampai ke halaman Desa, namun jawaban Bu Yani seolah memberi tahu aku, bahwa Bu Yani juga
@IDN_Horor mengetahui sesuatu di balik semua yang terjadi di kampung ini, apalagi dari awal Kang Banu juga sudah pernah menyuruh aku pergi dari kampung ini, namun keadaannya sudah terlanjur.
“Tuh motor Pak Amat sudah ada, ke belakang saja nanti kasih nomor handphonenya, -
@IDN_Horor - biar Ibu yang bayar” ucap Bu Yani, langsung perlahan turun dari motor dan berjalan ke arah Desa.
Sama sekali aku tidak melihat motor Kang Basir di halaman Desa Rangkaspuna, begitu juga dengan keberadaan Pak Ageng pagi ini.
@IDN_Horor “Bapak sudah dua hari tidak ada kabar, handphonenya antara mati atau tidak ada sinyal, setahu Ibu teman-temannya di kota semua, coba kamu hubungi Arya...” baru saja aku duduk di kursi belakang Desa, pesan masuk dari Ibu langsung aku terima, di susul oleh pesan dari Kak Yuni
@IDN_Horor yang hampir sama memberikan kabar kecemasanya kepada Bapak.
“Semakin dibenarkan, tapi harus melihatnya sendiri keberadaan Bapak” ucapku dalam hati, sambil mengeluarkan rokok dan membakarnya.
“Hayo! Mana nomornya sini, pagi-pagi sudah melamun saja...”
@IDN_Horor “Eh Pak Amat, duh kaget banget! Ini ini Pak, tulis saja langsung” ucapku, hampir saja melepaskan handphone yang sedang tergenggam saking kagetnya.
“Iyah sok sebutin, ini sudah bawa kertas... kalau kaget mirip banget sama kakek kamu semasa masih hidup” jawab Pak Amat,
@IDN_Horor yang sudah membawa sobekan kertas dan bolpoin.
“Padahal Ibu dan Bapak jarang sekali menceritakan Kakek” ucapku dalam hati, kemudian menyebutkan satu persatu nomor yang langsung ditulis oleh Pak Amat.
“Kata Ibu sekalian isi bensin motornya, boleh kunci motornya... -
@IDN_Horor - Arya tunggu dulu disini, tidak akan lama paling setengah jam” ucap Pak Amat.
Setelah kunci motor aku berikan, Pak Amat pergi begitu saja, sementara aku ingin sekali menghubungi Gama, Kang Banu, dan Ibu dalam keadaan seperti ini,
@IDN_Horor hisapan rokok yang biasanya membuat perasaan bisa sedikit tenang, pagi ini sama sekali tidak tercampur rasa ketakutan yang semakin terasa.
“Kakek, Iyah aku harus tahu seperti apa dulu kakek di kampung ini, apalagi sama menjabat kepala desa juga” ucapku perlahan sambil mengangguk,
@IDN_Horor seolah pikiran menemukan jalan lain untuk menuntaskan semua ini.
...

Sambil menunggu Pak Amat kembali, aku hanya menghabiskan waktu dengan memikirkan banyak hal, anehnya malah ucapan Pak Amat yang sekarang aku pikirkan soal kemiripan wajahku dengan Kakek Ambar.
@IDN_Horor “Benar juga kalau di pikir-pikir selama aku hidup Bapak ataupun Ibu tidak pernah cerita soal kampung ini dan kakek” ucapku, sambil mengingat yang aku ketahui tentang kakek Ambar, hanya orang berpengaruh dan terpandang saja di kampung ini.
@IDN_Horor Beberapa pekerja Desa yang sedang bicara di dapur bahkan terdengar jelas, karena pintu belakang bekas Pak Amat keluar tidak ditutup rapat, membicarakan soal kematian Agis yang anehnya saat keluar dari Desa Rangkaspuna, membuat aku terpaksa menguping sebentar,
@IDN_Horor apalagi hal itu memang membuatku cukup penasaran.
“Apa aku akan mengalami hal yang sama seperti Agis...” ucapku perlahan, semakin cemas.
Setelah cukup lama menunggu barulah masuk pulsa yang di belikan oleh Pak Amat, dengan nominal yang cukup banyak,
@IDN_Horor dengan cepat aku mencari kontak Ibu untuk mengirim sebuah pesan.
“Bu Arya baru ada pulsa, baik nanti coba Arya hubungi Bapak, di kampung susah sinyal” segera aku kirim pesan kepada Ibu, lalu mencari kontak Gama.
@IDN_Horor “Gam tidak tahu kenapa aku yakin ini ada hubungannya dengan Kakek dan Bapak juga, apalagi sekarang Bapak sudah ada di kampung yang sama, anehnya tidak berkunjung ke rumah Ageng malah ke ujung kampung, ke rumah Ni Itoh” dengan cepat aku mengirim pesan,
@IDN_Horor sebelum Kang Amat kembali dan Bu Yani mengajak aku pulang ke rumah.
Terus saja aku melihat handphone berharap cemas dan segera mendapatkan balasan dari Gama.
“Belum pulang lagi Arya, Pak Amat?” ucap Bu Yani tiba-tiba, sambil berjalan keluar pintu belakang.
@IDN_Horor “Belum Bu, tapi pulsanya sudah masuk, terimakasih banyak Bu... banyak sekali ini pulsanya” jawabku.
“Biar tidak bolak balik saja, yasudah Ibu sebentar lagi ini, aneh Bapak juga tidak masuk hari ini... paling ada di rumah” jawab Bu Yani mengelengkan kepalanya,
@IDN_Horor sambil memberikan satu gelas kopi hitam panas.
Aku tidak menjawab lagi karena Bu Yani langsung kembali masuk ke dalam dan aku kembali menunggu balasan pesan Ibu dan Gama, sambil berharap cemas.
@IDN_Horor Sudah hampir setengahnya dari kopi panas menjadi hangat dan berbatang-batang rokok aku hisap, barulah terdengar suara Pak Amat dari arah belakang, sementara pesan balasan Gama dan Ibu belum juga masuk ke dalam handphone.
“Lama yah Arya, maklum orang tua bawa motornya pelan...”
@IDN_Horor ucap Pak Amat sambil memberikan kunci motor.
“Iyah Pak tidak apa-apa ini juga sambil ngopi” jawabku, sesekali tetap melihat ke arah handphone.
Sementara Pak Amat langsung mengeluarkan rokok dari saku celananya.
“Semalam mungkin Bapak capek, pantas saja sampai jam segini -
@IDN_Horor - belum datang, semalam sama Si Basir...” ucap Pak Amat tiba-tiba.
“Setahu Arya ke rumah duka yah Pak?” tanyaku.
“Iyah semalam juga langsung di kebumikan Arya, kasihan juga nasib Agis tidak menyangka jenazahnya sampai seperti itu... padahal kecelakaan tunggal, -
@IDN_Horor - ada saksi juga yang lihat Agis kaya menabrak anak kecil, sebelum masuk jalanan Desa di ujung sana... dan katanya, lagi bonceng nenek-nenek, padahal sendirian kata warga yang berpapasan dengan Agis di hutan...” ucap Pak Amat, sambil membakar rokoknya.
@IDN_Horor Aku langsung kaget dengan cerita Pak Amat, karena banyak kejanggalan apalagi menyebut nenek-nenek, yang langsung mengarah pada satu nama, yaitu Ni Itoh.
“Wajahnya hancur banyak mengeluarkan darah... bahkan mulutnya terbuka seperti ada yang membukanya dengan paksa, -
@IDN_Horor - ah diingat-ingat jadi seram... mana ikut memandikan jenazahnya lagi semalam” ucap Pak Amat, sambil mengusap pundaknya begitu saja.
“Kata Ibu anak buah Barja kan yah Agis itu?” tanyaku tiba-tiba tanpa berpikir panjang.
“Iyah benar, semalam juga menjadi perbincangan -
@IDN_Horor - di rumah Agis, takutnya ada kaitanya dengan hal itu, tapi sulit untuk membuktikannya... Barja dan anak buah yang lain juga semalam ada ikut sampai ke pemakaman...” ucap Pak Amat dengan tatapan kosongnya, di iringi setiap asap rokok keluar dari mulut Pak Amat.
@IDN_Horor “Memang ada kaitanya apa Pak?” tanyaku semakin penasaran.
“Ketakutan warga saja, ada hal yang dulu pernah terjadi di kampung ini terulang... walaupun kemungkinannya kecil...” jawab Pak Amat perlahan.
Anehnya Pak Amat langsung melihat ke arahku dengan kaget,
@IDN_Horor seperti ada yang salah dari ucapanya.
“Sudah Arya, ayo Ibu sudah beres” ucap Bu Yani, tiba-tiba keluar dari pintu belakang.
Membuat Aku dan Pak Amat cukup kaget, apalagi barusan tatapan mata Pak Amat benar-benar beda dari sebelumnya.
“Sudah Bu” jawabku, langsung berdiri
@IDN_Horor dan mematikan rokok, juga memasukan handphone ke dalam saku celana.
“Pak Arya duluan, terimakasih barusan sudah membelikan pulsa...” ucapku, sambil mengingat ucapan Pak Amat yang tidak tahu kenapa, hal itu sangat penting untuk aku.
Pak Amat tidak menjawab lagi, bahkan tatapannya
@IDN_Horor semakin menakutkan, membuatku sangat tidak nyaman dengan hal itu, beruntungnya Bu Yani sudah kembali memanggil namaku kedua kalinya.
“Ada kaitanya dengan masa lalu, bisa jadi Kakek Ambar! Benar-benar ada kaitanya dengan ujung kampung itu” ucapku dalam hati, menambah keyakinan
@IDN_Horor dan membawa penasaran bergerak ke hal lain, untuk mengetahui kampung ini setelah semua yang terjadi.
...

Sepanjang jalan pulang Bu Yani bercerita kabar meninggalnya Agis kemarin malam membuat warga gempar setelah kabar kondisi mayat Agis menyebar,
@IDN_Horor apa lagi beberapa pekerja Desa juga ikut melayat ke rumah duka, juga melihat keadaan terakhirnya yang cukup mengenaskan, apalagi cerita Bu Yani tidak jauh berbeda dengan ucapan Pak Amat sebelumnya.
“Pak Amat bilang Bu barusan, Ketakutan warga saja hal yang dulu terjadi -
@IDN_Horor - di kampung ini terulang... emang dulu pernah ada apa Bu?” tanyaku.
Bu Yani tidak langsung menjawab pertanyaanku, malah beberapa menit terdiam.
“Ya mungkin takut saja ada korban kecelakaan lagi, maksud ucapan Pak Amat mungkin itu Arya” ucap Bu Yani.
@IDN_Horor “Masih seperti itu jawabnya Bu Yani tidak menjawab pertanyaanku sama sekali” ucapku dalam hati, padahal berharap keluar jawaban sebuah cerita lainnya.
Di halaman rumah sudah terlihat motor Kang Basir terparkir, terlihat juga Pak Ageng dan Kang Basir sedang duduk di teras,
@IDN_Horor bersama tiga orang warga yang pernah terlihat sebelumnya di kebun singkong, sedang berbicara serius.
Aku dan Bu Yani masuk begitu saja, setelah tiga orang warga itu hanya melemparkan senyum, di balas oleh Bu Yani. Namun ketika sudah masuk ke dalam rumah,
@IDN_Horor wajah Bu Yani langsung terlihat kesal sekali.
Aku langsung berjalan menuju kamar untuk berganti pakaian, apalagi Kang Panjul sudah terlihat berkerja di halaman belakang dan Mak Ela sibuk di dapur.
“Kang gimana kabar Bapak?” ucapku perlahan sambil mendekat ke arah Kang Panjul.
@IDN_Horor Kang Panjul langsung memperhatikan sekitar halaman belakang sambil menatap ke arahku.
“Jangan sekarang... jangan terlalu dekat juga kita, jaga jarak Arya, Bapak di rumah” jawab Kang Panjul.
“Tapi ada kabar belum Kang?” tanyaku semakin cemas dan penasaran,
@IDN_Horor apalagi hanya melalui Kang Panjul saja yang aku harapkan kabar Bapak, sama seperti kabar Bapak sebelumnya ketika tiba di kampung ini walaupun melalui almarhum Agis.
Kang Panjul hanya mengelengkan kepalanya saja, sambil kembali memperhatikan sekitar.
@IDN_Horor “Orang gila itu siapa sebenarnya Arya?” tanya Kang Panjul tiba-tiba dengan serius.
“Kenapa memangnya Kang? Kenapa bertanya tentang orang gila itu?” tanyaku, langsung teringat Budi.
“Semalam Akang melihatnya ada di pemakaman Agis, bahkan sudah dua kali tidak sengaja -
@IDN_Horor - sore ketika pulang Akang melihatnya di kebun jati dekat dengan kamar yang kamu tempati Arya, Akang curiga takutnya orang suruhan Ni Itoh” ucap Kang Panjul, sambil melihat ke arah kebun jati.
Baru saja aku akan memberitahu sebenarnya siapa orang gila itu,
@IDN_Horor Kang Panjul malah berjalan meninggalkan aku begitu saja.
“Bagian tanaman sana beri pupuk saja, itu pupuknya jangan banyak-banyak Arya!” ucap Kang Panjul sambil berteriak, sambil berjalan meninggalkan aku begitu saja.
Baru aku sadari, pasti sudah ada yang memperhatikan
@IDN_Horor aku dari arah dapur, membuatku langsung melaksanakan perintah Kang Panjul, tanpa melihat ke arah dapur.
Sampai matahari benar-benar meninggi dan beberapa tanaman sudah aku berikan pupuk, barulah aku menepi ke teras belakang terlebih dahulu,
@IDN_Horor apalagi keringat sudah mengalir begitu saja membasahi badan, keberadaan Pak Ageng hari ini di rumah membuat aku dan Kang Panjul tidak bisa leluasa untuk berbicara panjang padahal banyak hal yang ingin aku tanyakan.
“Ini kopinya Arya” ucap Kang Panjul, setelah kembali dari dapur.
@IDN_Horor “Kang Bapak?” ucapku, menanyakan hal yang sama kedua kalinya pada Kang Panjul.
“Soal itu Akang belum bisa memastikan Arya, tapi tadi pagi ketika melihat ke kebun singkong, tidak sengaja dan kebetulan sekali melihat Barja membawa perempuan ke arah jalan keluar kampung”
@IDN_Horor jawab Kang Panjul.
Aku langsung ingat teriakan perempuan di rumah Ni Itoh dan tidak akan salah lagi itu adalah perempuan yang sama.
“Ingat! Jangan sampai kamu ke ujung kampung sana, walaupun tahu Bapak kamu Akbar ada disana, bahaya, Agis sudah cukup menjadi bukti! -
@IDN_Horor - Mungkin selanjutnya Akang!” ucap Kang Panjul, kemudian berjalan lagi meninggalkan aku sendirian.
Dengan penuh rasa bersalah setelah membenarkan semua ucapan Kang Panjul, membuatku semakin kebingungan untuk berbuat apa selanjutnya dan tidak ingin Kang Panjul harus benasib
@IDN_Horor sama dengan Agis apalagi setelah semua kebaikannya kepadaku selama ada di kampung ini.
...

Aku hanya menghabiskan waktu di kamar saja setelah makan siang sampai sore hari tiba, apalagi hal itu di perintah oleh Kang Panjul karena tidak mau membuat Pak Ageng dan Kang Basir curiga,
@IDN_Horor walaupun aku yakin sudah menerima banyak laporan dari Mak Ela, sesekali aku juga ingin tahu kenapa Kang Panjul seperti itu, selain pernah berkata sebagai caranya membalas Budi akan kebaikan Ibuku saja ketika berada di kampung ini.
“Coba ada sinyal!” ucapku kesal,
@IDN_Horor karena hanya membuka laptop saja, itu juga untuk berjaga-jaga jika ada yang masuk ke dalam kamar.
Melihat jam di kamar sudah pukul 17:15 sore ini, setelah rokok dan korek api masuk ke dalam celana, berserta kain putih yang Budi berikan selalu aku bawa,
@IDN_Horor aku langsung izin kepada Bu Yani untuk keluar sebentar.
“Mau kemana emangnya Arya?” tanya Bu Yani yang sedang duduk dan berbicara dengan Pak Ageng.
“Telpon Ibu saja dan Bapak Bu ke belakang...” jawabku.
Anehnya tiba-tiba Kang Basir berdiri begitu saja di teras depan
@IDN_Horor dan berjalan masuk ke dalam ruangan tengah rumah.
“Akang antar sudah sore ini, sebentar lagi juga magrib” sahut Kang Basir tiba-tiba.
“Tidak usah Kang sebentar saja kok ini...” jawabku.
“Sudah Sir biarkan saja, Arya juga sudah pasti hafal jalannya, -
@IDN_Horor - jangan kemalaman pulangnya Arya” ucap Pak Ageng tiba-tiba.
Kepala Pak Ageng hanya mengangguk saja ke arah aku dan Kang Basir, namun anehnya aku merasakan sebuah kecurigaan dari gerakannya itu, apalagi Kang Basir langsung mengikuti, berjalan ke arah motor.
@IDN_Horor “Pulang Kang?” tanyaku tiba-tiba.
“Iyah” jawab Kang Basir dengan ragu menjawab.
“Biasanya pamit, tumben barusan nggak” ucapku dalam hati, langsung menyalakan mesin motor.
Motor yang aku gunakan berbelok ke arah ujung kampung, sementara Kang Basir ke arah berlawanan,
@IDN_Horor anehnya kecepatan motor yang Kang Basir kendarai begitu kencang, tidak seperti biasanya.
“Bisa begitu tumben” ucapku dalam hati, merasakan sesuatu yang aneh, namun aku kesampingkan.
Di bawah cahaya kuning keemasan dengan perasaan cemas, untuk kesekian kalinya lagi kembali
@IDN_Horor ke sebuah jalan yang akan membawa menuju ujung kampung, apalagi malam akan segera tiba, membuat rasa ketakutan akan hal-hal buruk terjadi lagi menimpaku, seperti malam sebelumnya itu.
“Gama... angkat Gam” ucapku, sudah berdiri di tempat yang sama sambil memegang saku celana
@IDN_Horor yang berisikan rokok, korek dan kain putih.
Sudah lebih dari tiga panggilan ke nomor Gama terus menerus aku lakukan.
“Tunggu sebentar Arya” masuklah pesan dari Gama yang membuat perasaan sedikit tenang.
Aku langsung duduk di atas rumput-rumput hijau, apalagi dari kejauhan
@IDN_Horor sudah terlihat juga lampu kuning yang membuat awal penasaran itu muncul, sebuah cahaya yang membawa aku pada sebuah masalah sampai saat ini.
“Di rumah itu bapak berada, tapi kenapa belum juga berkunjung ke rumah Pak Ageng” ucapku, semakin cemas.
@IDN_Horor Tiba-tiba masuklah panggilan dari Gama.
“Arya... halo” ucap Gama dengan tergesa-gesa.
“Gam sudah baca pesan aku tadi pagi, aku semakin ketakutan Gam, bagaimana caranya menemui Budi?” tanyaku.
“Bukan itu masalahnya, Budi sudah memberitahu Akbar bapak kamu dengan ciri-cirinya -
@IDN_Horor - lengkap berada di rumah Nenek itu, itu lebih berbahaya, ini aku berada di rumah Bah Idim, Bapaknya Budi. Jikalau keadaanya semakin memburuk, aku pasti datang! Dengarkan baik-baik...” ucap Gama perlahan.
“Sejak kapan Gama mengetahui ciri-ciri Bapak” ucapku dalam hati,
@IDN_Horor sambil bertanya siapa lagi nama yang Gama sebutkan, bahkan baru pertama mendengar nama itu, Bah Idim.
Beberapa kali ingin rasanya aku berbalik badan, apalagi cahaya kuning keemasan sudah semakin tengelam dari arah barat, tiba-tiba terdengar langkah dari arah belakang,
@IDN_Horor namun ketika aku pastikan langkah itu kembali hilang.
“Halo Arya...” ucap Gama.
“Iyah Gam aku dengarkan ini, lanjutkan ucapan barusan, aku pasti dengarkan semua perkataan kamu” jawabku, padahal perasaanku semakin cemas, karena lagi-lagi gesekan kaki berjalan terdengar,
@IDN_Horor apalagi di hamparan sawah sudah tidak ada orang satupun.
“Budi sudah tidak ada kabar semenjak malam kemarin, setelah ada yang meninggal di kampung itu, apalagi Budi bilang satu nama Agis yang meninggal sudah memberikan jalan kepada Kang Panjul” ucap Gama
@IDN_Horor dan baru kali ini suaranya sangat cemas.
“Baik Gam lalu apa lagi yang harus aku lakukan? Aku ingin memastikan semuanya dan ada apa sebenarnya di balik masalah aneh ini” tanyaku.
Lagi-lagi suara langkah kaki semakin mendekat, namun tanpa wujud sama sekali.
@IDN_Horor “Jangan mencari keberadaan Budi, Budi yang akan menemui kamu, semuanya sudah terlanjur” jawab Gama.
“Gam ini seperti ada langkah namun tidak ada wujudnya, dari tadi semakin mendekat apalagi disini sudah mau gelap” jawabku sambil berdiri dan memperhatikan sekitar.
@IDN_Horor “Pulang! Cepat! Sekarang!” ucap Gama dengan tegas.
Bulu pundak semakin berdiri, apalagi semakin dekat di telinga suara langkah kaki yang diseret di atas rumput-rumput, beberapa kali mengeluarkan suara nenek-nenek tertawa yang kencang, namun tanpa wujud sama sekali.
@IDN_Horor “Sssttt... hihihi...”
“hihihi...”
“Sssstttt...”
Tanpa berpikir lagi, aku langsung berjalan dengan cepat ke arah motor dan menyalakan mesin dengan terburu-buru, anehnya barulah terasa panas di bagian paha yang membuatku berpikir karena kain putih,
@IDN_Horor yang di dalamnya berada keris pemberian Budi. Bahkan aku sangat kaget, ketika menarik gas motor meninggalkan tempat ini sudah ada dua orang di samping hutan, yang beberapa hari ke belakang di gunakan Budi untuk menghindari kejaran warga sore itu, aku masih mengingatnya.
@IDN_Horor Dua orang itu mengenakan pakaian hitam, sedang membawa golok di lengannya, bahkan golok yang di pegangnya itu sudah terlihat seperti darah yang menempel, aku jelas sekali melihatnya karena jaraknya tidak terlalu jauh, seperti orang yang akan melangkah
@IDN_Horor namun tiba-tiba hanya terdiam mematung, seperti tidak bisa bergerak sama sekali, namun tatapan tajamnya jelas melihat ke arahku.
“Keadaan bapak berbahaya, sama halnya denganku... tapi bagaimana bisa Gama mengetahui ciri-ciri Bapak, aneh” ucapku, sambil mengatur nafas ngos ngosan
@IDN_Horor dan tidak terasa keringat sudah mengalir deras di tubuh.
Sesampainya di halaman rumah tepat sekali cahaya sore sudah benar-benar berganti dengan gelapnya malam, anehnya ketika melihat kedatanganku, Pak Ageng dan Kang Basir benar-benar terkejut, bahkan Kang Basir sampai berdiri,
@IDN_Horor seperti memastikan keberadaanku melihatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, Pak Ageng hanya menepuk pundak Kang Basir, kemudian berdiri dan berjalan masuk ke dalam rumah.
...

“Jangan sampai orang yang ingin mencelakai barusan di ujung kampung, orang suruh Pak Ageng -
@IDN_Horor - dan Kang Basir” ucapku dalam hati, perlahan membuka jendela, apalagi semua orang yang berada di dalam rumah, sudah masuk ke dalam kamar masing-masing, setelah makan malam bersama yang untuk kesekian kalinya tidak pernah ada suasana harmonis di rumah ini.
@IDN_Horor Berbatang-batang rokok kembali aku habiskan malam ini, seperti sebelumnya aku hanya menyalakan laptop, untuk berjaga-jaga saja ketika ada orang yang masuk kamar agar aktivitasku tidak dicurigainya
Walaupun dalam pikiranku semakin bercampur, setiap ucapan Gama dan keberadaan Bapak
@IDN_Horor saat ini, karena aku teringat kembali cerita bagaimana meninggalnya Agis secara tragis.
“Kunci pintunya”
Tiba-tiba ada ucapan dari luar jendela yang membuatku sangat kaget.
“Bud!” ucapku, sambil berdiri.
“Jangan berisik, kunci cepat!” jawab Budi.
@IDN_Horor Segera aku berjalan menuju pintu, sambil melihat Budi, seperti tidak percaya malam ini menemui aku walaupun belum terlalu larut malam.
Budi dengan cepat menaiki jendela kamar yang sudah terbuka dengan sangat cepat, bahkan ketika kakinya mendarat pun,
@IDN_Horor tanpa mengeluarkan suara hentakan.
“Malam itu terbayang ketika membawa tubuhku” ucapku dalam hati, mulai terjawab bagaimana kemampuan Budi, setelah melihatnya langsung.
Budi langsung mengambil rokok yang tergeletak di atas kasur, perlahan membakarnya.
@IDN_Horor “Malam besok tutup satu jendela seperti ini, sebagai tanda kamu masih bangun Arya, ini penting tidak perlu kamu tanyakan sekarang, karena ada yang lebih penting dari pada itu!” ucap Budi sangat pelan, sambil berdiri di dekat jendela, matanya memperhatikan keluar,
@IDN_Horor sementara aku sudah duduk di atas kasur.
“Baik Bud aku paham, tadi sore aku telpon Gama, ada hal penting apa Bud? Aku cemas keadaan Bapak di rumah Ni Itoh” ucapku perlahan.
Perlahan Budi melihat ke arahku sambil menggerakan badannya,
@IDN_Horor barulah aku melihat jelas bagian tangan nya sudah ada bekas sayatan benda tajam, bahkan menggunakan dedaunan yang sama, yang pernah aku gunakan untuk leherku, hijaunya dedaunan itu masih belum menutup semua bekas lukanya yang masih terlihat merah dan cukup dalam.
@IDN_Horor “Ini bekas sore tadi, kalau tidak luka ini bisa berada tepat di leher kamu Arya, dua orang yang kamu lihat itu sudah berniat membunuh kamu, beruntungnya aku mengetahui kedatangan Basir ke rumah Ni Itoh! Dan benda dalam kain putih itu kamu bawa juga, -
@IDN_Horor - kalau tidak sudah di seret kamu oleh mahluk kiriman Ni Itoh!” ucap Budi, sambil menghisap rokoknya.
Aku langsung kaget ketika mengingat rentetan kecurigaan pada Pak Ageng dan Kang Basir tadi sore, seperti membangkitkan emosiku malam ini.
“Ageng Bud!” ucapku.
@IDN_Horor Budi hanya mengangguk saja, sambil menghisap rokoknya semakin tidak tenang.
“Di belakang rumah Ni Itoh banyak sekali lubang-lubang bekas janin yang terkubur, bekas ritual yang dilakukannya, sama halnya ketika malam itu kamu melihatnya langsung! -
@IDN_Horor - Bahkan mungkin lebih banyak di balik ritual neloninya dulu jabang bayi yang di ambilnya dengan paksa dari jatah hidup bayi itu dalam kandungan! Siapa sebenarnya kakek kamu! Cepat jawab!” ucap Budi, sambil mendekat ke arahku dengan tatapan tajamnya, juga matanya yang melotot.
@IDN_Horor Membuatku langsung terdiam, mendengarkan ucapan Budi, antara rasa kaget dan membenarkan selama ini ada kaitanya dengan Kakek Ambar.
“Cepat jawab Arya! Siapa dan apa yang kamu ketahui agar semuanya selamat! Dan sumpah di kampung ini tidak benar!” ucap Budi,
@IDN_Horor semakin mendekatkan wajahnya.
Membuat nafasku semakin tidak tenang, bahkan mulutku seperti sulit sekali berkata karena mendengar ucapan Budi yang baru aku ketahui, apalagi ucapan “Sumpah” yang baru aku dengar pertama kali malam ini.
“Bud! Aku tidak tahu apapun soal kakek, -
@IDN_Horor - malah aku yakin ini ada hubungannya Aborsi di kampung ini, Kakek, Ageng bahkan Akbar bapakku sendiri! Sumpah apa itu Bud yang kamu maksud?” jawabku sambil tidak terasa bibirku bergetar begitu saja.
Budi hanya mengelengkan kepalanya saja, sambil perlahan menjauh
@IDN_Horor dari ujung kasur tempat dimana aku sedang duduk.
“Sialan! Baru pertama aku tahu hal seperti ini... biadab, membuat tempat suci sebelumnya menjadi penuh noda dosa dengan nyawa-nyawa jabang bayi yang berangsur-angsur hilang di kampung ini... -
@IDN_Horor - Sebuah sumpah yang berkaitan dengan tingkah kakek kamu, namun belum bisa aku pastikan juga benarkan...” ucap Budi, bahkan mematikan bara rokok menggunakan jarinya.
Aku langsung terdiam, mengatur nafas agar kembali tenang setelah mendengar penjelasan Budi,
@IDN_Horor namun tiba-tiba Budi melihat ke arah pintu dengan tatapan matanya yang sangat tajam, sambil mengusap rambutnya, hampir beberapa detik Budi melihat ke arah pintu kamar.
“Cepat buka kunci kamarnya, jangan ada suara! pelan-pelan!!!” ucap Budi hanya menggerakan mulutnya,
@IDN_Horor tanpa mengeluarkan suara.
Dengan cepat aku melangkah ke arah pintu, memutar kunci dengan sangat pelan dan berhati-hati.
“Ingat malam besok jangan di buka semua jendela, sisakan seperti ini” ucap Budi.
Baru saja akan menjawab, terdengar langkah kaki yang berjalan cepat ke arahku,
@IDN_Horor membuat Budi langsung dengan cepat keluar melalui jendela.
“Arya, Bapak minta rokok, punya Bapak habis lupa tadi menyuruh Basir buat beli...” ucap Pak Ageng yang langsung membuka pintu dengan cepat, tidak seperti biasanya.
“Eh pak ini ada” jawabku,
@IDN_Horor sambil perlahan menutup laptop setengahnya, berusaha tenang di hadapan Pak Ageng dan memberikan bungkus rokok berserta korek api.
“Lain kali bekas matikan rokok sakarnya di asbak ini saja, masa ada di lantai...” ucap Pak Ageng sambil memperhatikan ke arah jendela kamar,
@IDN_Horor yang anehnya tidak aku sadari sudah terbuka seperti biasanya.
Pak Ageng langsung membakar satu batang rokoknya dan keluar kamar begitu saja, setelah menutup kembali pintu kamar.
“Hampir saja ketahuan, tapi aneh kenapa Bapak bisa mengetahui kedatangan Budi” ucapku dalam hati,
@IDN_Horor sambil berdiri membersihkan bekas Budi mematikan sakar dengan jarinya dan menutup jendela setelah memastikan Budi sudah tidak ada di luar.
Badanku sudah terbaring di atas kasur, sambil melihat atap kamar, tentu saja kabar dari Budi membuatku semakin kebingungan soal “Sumpah” itu,
@IDN_Horor apalagi perintah Budi agar besok malam membuka setengah jendelanya jika masih terbangun, sambil mencoba memejamkan mata dengan segala hal yang seharusnya membuatku berhenti menelusuri apa yang telah terjadi di kampung ini, setelah berbagai ancaman dan gangguan yang aku alami,
@IDN_Horor malah sebaliknya membuatku seperti mempunyai tanggung jawab akan keluarga besar dari kakek ini.
“Seperti sengaja di kala kesusahan bukannya mendapatkan kemudahan untuk jalan keluar usaha keluarga sendiri, malah seperti ini namun sudah tanggung... semuanya sudah terjadi...”
@IDN_Horor ucapku dalam hati, merasakan sebuah dorongan keyakinan dalam diri bahwa yang terjadi di masa lalu, akan segera aku ketahui.

***

Hari ini aku bisa leluasa bergerak di dalam rumah, apalagi Ibu tidak pergi ke Desa dan mengerjakan semua pekerjaannya di rumah saja,
@IDN_Horor bahkan sesekali aku membantu merapikan berkas-berkas yang sama sekali tidak aku pahami, walaupun tetap saja pikiranku berada di satu titik tentang Bapakku sendiri, soal keberadaan juga keadaannya saat ini, apalagi suasana dingin antara Bu Yani dan Pak Ageng di dalam rumah
@IDN_Horor semakin terasa, bahkan sudah tidak pernah terdengar lagi obrolan diantara mereka berdua, namun aku cukup tahu diri tidak berani mencampuri urusan rumah tangga mereka.
Tiba-tiba terdengar salam dari kang Panjul yang datang dari pintu depan rumah,
@IDN_Horor bahkan aku kira sudah datang sedari pagi.
“Jul benar kabar itu?” tanya Bu Yani tiba-tiba.
Aku langsung terdiam, apalagi belum mengetahui maksud ucapan Bu Yani.
“Kalau satu orang mungkin bisa jadi bohong Bu... ini sudah tiga warga saksinya ketika melewati hutan malam kemarin, -
@IDN_Horor - tadi juga di jalan ramai-ramai warga kampung ini membicarakan hal itu” ucap Kang Panjul sambil menghisap rokoknya.
“Bapak juga bilang tapi tidak jelas, apa lagi makin aneh akhir-akhir sama adik kamu itu Jul Si Basir...” jawab Bu Yani.
Aku langsung membereskan berkas Bu Yani,
@IDN_Horor dengan tujuan agar sakar rokok Kang Panjul tidak terjatuh.
“Semalam kamu ngerokok Arya disini tumben, kayak rokok yang pernah diberikan Bapak...” ucap Bu Yani tiba-tiba.
Padahal aku juga kaget juga rokok yang semalam Pak Ageng minta dari kamar masih panjang
@IDN_Horor dan berada di atas asbak, membuatku yakin bahwa semalam kedatanganya ke kamar, hanya untuk memastikan keberadaanku saja.
“Nah Bu anehnya tuh tangisan bayi yang terdengar di hutan, kayak dulu lagi 10 atau 15 tahun kebelakang sebelum Kakek Amar meninggal, -
@IDN_Horor - bahkan dua warga melihat sosok bayi di dalam hutan sangat banyak tergeletak begitu saja... juga suara tertawa nenek-nenek...” ucap kang Panjul tiba-tiba.
Ibu dan Aku yang mendengarkan ucapan Kang Panjul, langsung terdiam.
“Kalau keadaan kampung tidak baik-baik saja mungkin -
@IDN_Horor - seperti itu Jul, apa mungkin ulah Agis sebelumnya, yah dulu jaman Ki Amar baik-baik saja...” sahut Mak Ela tiba-tiba datang membawa satu gelas kopi untuk Kang Panjul.
“Sudahlah kabar saja itu... Arya simpan saja berkasnya di meja sana!” ucap Ibu dengan tegas, membuatku kaget,
@IDN_Horor termasuk Kang Panjul dan Mak Ela.
Aku langsung berdiri membawa semua berkas-berkas dan disimpan di atas meja lainnya, Bu Yani langsung masuk ke kamar, di susul oleh Kang Panjul dan Mak Ela berjalan ke arah dapur.
“Bisa-bisanya seperti itu, apa berkaitan dengan kampung Aborsi -
@IDN_Horor - atau sumpah yang semalam Budi katakan” ucapku dalam hati, untuk kesekian kalinya lagi setiap pertanda begitu saja datang tentang kampung ini kepadaku, dengan cara tidak disengaja.
“Arya, sini” ucap Kang Panjul berteriak cukup keras, ketika melihat aku berjalan ke arah dapur.
@IDN_Horor Segera aku berjalan ke arah Kang Panjul, yang masih duduk di teras belakang rumah.
“Gimana Kang? Aman sepertinya” jawabku.
“Benar rokok itu?” tanya Kang Panjul.
“Bapak semalam ke kamar Kang, kayak waktu itu lagi” jawabku.
“Akang tidak bisa ambil resiko untuk datang -
@IDN_Horor - ke ujung kampung, memastikan Bapak Arya ada disana, tapi sudah menyuruh beberapa warga kampung sini yang bisa akang pegang, agar memberi informasi, jika Barja membonceng Bapak Arya” ucap Kang Panjul.
“Sulit yah Kang...” jawabku.
“Keadaannya sekarang di kampung sulit sekali, -
@IDN_Horor - apalagi ramai-ramai terekan janin istilah jaman dulu tuh” ucap Kang Panjul.
“Apa itu Kang terekan janin tuh, Arya baru dengar juga?” tanyaku.
“Iyah seperti kejadian semalam di hutan itu, arwah-arwah bayi yang di paksa dulunya keluar dari rahim... -
@IDN_Horor - arwahnya dimanfaatkan jin menjadi makhluk semalaman itu, tersesat di hutan, bahasa orang tua jaman dulu...” jawab Kang Panjul, menjelaskan dengan perlahan.
“Bekas Aborsi itu?” ucapku perlahan, mengingat ucapan Budi semalam bekas ritual Neloni masa lalu dan sebuah sumpah.
@IDN_Horor “Mungkin bisa jadi Arya, tapi anehnya setelah kematian Agis, walaupun sampai saat ini hati akang belum menerima kematian itu, jika benar dalangnya adalah orang yang Akang curigai, seharusnya berakhir dengan sama orang itu di tangan Akang” ucap Kang Panjul
@IDN_Horor dengan tatapannya penuh dengan emosi.
Bahkan tidak di sangka olehku, semakin cepat menjalani hari ini sekedar membantu pekerjaan Kang Panjul yang anehnya semakin kesini tingkah Mak Ela memperhatikan aku dan Kang Panjul tidak sembunyi-sembunyi seperti sebelumnya,
@IDN_Horor membuatku harus kembali berjaga jarak dengan Kang Panjul.
...

Semakin sore beberapa warga sudah di terima oleh Ibu akan laporannya terkait keramain yang terjadi kemarin malam, bahkan beberapa warga yang pulang mencari kayu bakar di hutan sore menjelang waktu magrib hari ini
@IDN_Horor kembali mendengar tangisan juga tertawa dari dalam hutan, mengarahkan suara itu berasal ke ujung kampung.
“Takut kejadian malapetaka beberapa puluh tahun kembali terulang Bu, nyawa ini masalahnya” tidak jarang pengaduan warga selalu berkaitan dengan kejadian yang terulang,
@IDN_Horor membuatku semakin curiga bahwa dululah dalang dari semua ini adalah bagian dari keluargaku besarku, entah Kakek, Pak Ageng ataupun Bapaku sendiri.
“Memangnya mau kemana lagi Pak?” tanya Bu Yani, memecah kesunyian di tengah makan malam.
“Hutan perbatasan kampung Bu, -
@IDN_Horor - penasaran semua warga sudah ketakutan harus di pastikan dulu, ini sudah pekerjaan Bapak, ayo Sir!” ucap Pak Ageng.
Aku hanya duduk saja berhadapan dengan Bu Yani, sementara Mak Ela sibuk membereskan bekas makan malam di atas meja makan.
@IDN_Horor Barulah aku berdiri setelah Bu Yani pergi ke kamar, tanpa berlama-lama lagi aku ingat ucapan Budi kalau malam ini aku harus membuka jendela hanya satu ketika belum tidur.
Satu jendela sudah sengaja aku buka mengikuti perintah Budi, bahkan cukup lama aku semakin kebingungan
@IDN_Horor akan ketakutan warga yang aku dengar hari ini, setelah adanya kejadian di hutan itu.
Sudah berbatang-batang rokok kembali aku hisap, apalagi aku hanya bisa duduk sambil berpikir apa maksud dari perintah Budi malam kemarin itu, sampai pintu kamar Mak Ela terdengar di tutupnya,
@IDN_Horor aku masih saja duduk di atas kasur menghadap ke arah jendela, sambil berharap cemas.
“Arya tidur belum...” ucap Bu Yani, tiba-tiba terdengar di luar kamar.
“Belum Bu” jawabku, sambil membuka pintu.
“Tumben jendelanya dibuka sebelah, biasanya kamu buka dua-duanya” ucap Bu Yani.
@IDN_Horor “Dingin saja Bu” jawabku perlahan.
Bu Yani terlihat matanya sembab, sambil jari tangan nya beberapa kali mengucek kedua matanya yang sekarang terlihat merah, seperti bekas menangis.
“Kenapa Bu?” tanyaku tiba-tiba.
“Tidak tahu ini hanya perasaan Ibu saja atau memang benar -
@IDN_Horor - Arya sudah mengetahui semua hal yang terjadi di kampung ini” ucap Bu Yani perlahan duduk di atas kasur, dengan pintu yang masih terbuka.
“Harusnya Arya tidak datang dan menumpang hidup disini Bu, hingga semuanya tidak seperti ini” jawabku.
“Benar, namun tidak salah dan bukan -
@IDN_Horor - berkaitan dengan itu, Banu anak laki-laki Ibu satu-satunya sudah mengetahui hal ini, namun sulit untuk dicegah kelakuan Ageng itu, tetap percaya kepada Ni Itoh!” ucap Bu Yani tiba-tiba.
“Sebentar Bu, kenapa bicara hal ini?” tanyaku langsung, walaupun aku cukup kaget
@IDN_Horor mendengar ucapan Bu Yani malam ini.
“Awal kedatangan kamu kesini, Ibu kamu sudah cemas, namun Akbar tetap yakin karena tidak ada pilihan lain, berharap semuanya baik-baik saja dan kamu tidak bakalan mengetahui, dulunya seperti apa keluarga besar kamu ini... -
@IDN_Horor - Ibu juga sudah curiga malam itu kamu memang keluar kamar, namun ada orang lain yang menolong kamu bukan? Juga Ibu tahu malam pertama kedatangan kamu Ni Itoh sampai datang ke rumah ini” ucap Bu Yani perlahan.
Aku langsung terdiam apalagi setelah teringat malam itu,
@IDN_Horor memang Bu Yani sempat melihat kotoran bekas tanah di lantai, bekas kaki Budi tepatnya.
“Maksud Ibu kampung Aborsi?” tanyaku langsung.
Bu Yani melihat ke arahku dengan sangat kaget.
“Iyah itu akan jadi dosa keluarga Ibu, setiap ada tamu perempuan yang datang dengan mengandung, -
@IDN_Horor - namun tiba-tiba pulang dengan perut yang kosong, karena Ageng tidak bisa mencegah dan mengusir Ni Itoh, hanya karena dulunya sudah diberi izin oleh Kakek Ambar agar Aborsi itu terus terjadi di kampung ini selalu itu alasannya, kemudian berdalih dengan kata; Meneruskan... -
@IDN_Horor - sampailah Ismi mengandung dan Banu harus keluar dari kampung anak Ibu satu-satunya, sama halnya dengan Ibu kamu dulu mengandung Kakak kamu, tidak pernah kembali, hanya karena takut berurusan dengan Ni Itoh...” ucap Bu Yani sambil melihat ke arahku,
@IDN_Horor air mata kembali membasahi pipinya, apalagi penjelasan Bu Yani penuh emosi.
Anehnya angin malam ini kembali kencang, beberapa kali Bu Yani maupun aku tersadar seperti ada orang yang berjalan mendekat, apalagi suaranya sama seperti kejadian di ujung kampung sore itu,
@IDN_Horor membuatku semakin cemas, namun berhasil aku simpan semua ucapan Bu Yani yang baru aku dengar itu.
“Ibu tahu bagaimana dulu Kakek Ambar ceritanya?” tanyaku semakin penasaran dan semua kecemasanku selama ini di aminkan oleh pengakuan yang keluar dari mulut Bu Yani.
@IDN_Horor “Tertutup oleh Akbar dan Ageng kedua anak Kakek Ambar... hanya pertengkaran yang selalu terjadi ketika membahas hal itu Arya, sulit...” ucap Bu Yani perlahan.
Aku langsung terdiam, untuk kesekian kalinya lagi yang ingin aku ketahui datang lagi sebagaimana mestinya kepadaku.
@IDN_Horor Perlahan Bu Yani mengeluarkan handphonenya dari saku celana, kemudian seperti mencari sesuatu di dalam handphonenya, tiba-tiba memperlihatkan sebuah pesan tertulis Gina nama Ibuku.
“Yani, tolong bisa pastikan Akbar tidak kembali ke kampung itukan, ke rumah Ni Itoh, -
@IDN_Horor - tolong saya minta tolong Yani”
Aku membaca pesan dari handphone Bu Yani dengan perlahan, walaupun aku benar-benar merasakan bagaimana kecemasannya pada Bapak, walaupun ada sedikit kekecewaan kenapa Ibu tidak pernah berbicara banyak hal ini dari dulu soal kampung ini.
@IDN_Horor “Ibu kamu ketakutan, takut Akbar kembali dan...” ucap Bu Yani tertahan.
Karena dari depan terdengar suara pintu dibuka.
“Tumben tidak lama” ucap Ibu sambil melihat jam di kamar yang aku tempati, waktu menunjuk pukul 21:00 malam ini.
@IDN_Horor Bu Yani keluar dari kamarku begitu saja, bahkan lebih cepat langkahnya sambil tanganya aku lihat bergerak mengucek-ngucek bagian matanya dan juga membasuh air mata yang sedari tadi melewati pipinya begitu saja.
“Bangunkan Mak Ela, suruh buatkan kopi buat Barja, -
@IDN_Horor - Dewo dan Basir Bu” ucap Pak Ageng, karena masih terdengar jelas suaranya.
“Tumben Pak?” tanya Bu Yani.
“Rapatnya di depan saja, apalagi berjaga-jaga takut ada warga yang ngalamin hal aneh lagi ketika melintas hutan malam ini” jawab Pak Ageng.
@IDN_Horor Aku langsung kaget dengan ucapan Pak Ageng menyebut nama Barja salah satu orang di hari kedatangan aku pertama kali ke Desa Rangkaspuna ini yang membuat permasalahan perlahan muncul kepadaku.
Sambil berharap cemas, bahkan aku terus duduk di dekat pintu,
@IDN_Horor agar mendengar ucapan Bu Yani dan Pak Ageng, apalagi Bu Yani sepertinya sudah masuk ke dalam kamar.
Perlahan terdengar olehku langkah kaki berjalan ke dapur, menuju Mak Ela yang sedang terdengar memanaskan air untuk membuat kopi
“Mak! Dimana kamarnya?” ucap suara yang benar-benar
@IDN_Horor membuatku kaget, suara yang sangat berat pernah menegur aku di ujung kampung pertemuanku pertama kali dengan orang itu, bahkan Kang Basir juga di buat ketakutan saat itu.
“Barja!” ucapku dalam hati, membuat langsung merasakan ketakutan, dan rasa bahaya sudah benar-benar bersamaku
@IDN_Horor Seketika langkah itu mendekat dan langsung menepuk-nepuk pintu kamarku dengan perlahan beberapa kali, dalam keadaan tidak terkunci dan aku masih dalam posisi yang sama.
“Duk...”
“Duk...”
“Duk...”
“Jangan sampai Barja masuk” ucapku dalam hati dengan detak jantung semakin kencang,
@IDN_Horor tiba-tiba aku melihat ke arah jendela yang terbuka satu itu bergerak seperti terkena angin, padahal di luar anginnya malam ini tidak terlalu kencang.
Sambil mengatur nafas yang sudah tidak tenang dan detak jantung yang berdetak semakin kencang, suara Mak Ela tidak terdengar lagi.
@IDN_Horor Tidak berselang lama langkah kaki Barja berjalan kembali ke depan.
“Tujuannya bukan untuk mengambil kopi, memastikan kamarku saja” ucapku dalam hati, semakin ketakutan.
Setelah terdengar langkah kaki yang bisa aku pastikan itu adalah Mak Ela yang membawa kopi
@IDN_Horor untuk di bawa ke depan rumah, aku langsung berjalan ke atas kasur, berpikir dengan cepat karena aku yakin hal yang pernah Pak Ageng urungkan dengan pisaunya malam itu, akan terulang dan dilakukan oleh Barja untuk mencelakai aku.
@IDN_Horor Berbatang-batang rokok sudah aku habiskan sambil berpikir apa yang selanjutnya akan aku perbuat, walaupun aku merasa seperti di penjara dan menunggu kematianku akan tiba malam ini.
“Barja bukan sembarang orang pasti bakalan jauh nekat dari pada Pak Ageng” ucapku dalam hati,
@IDN_Horor padahal ingin rasanya berpikir tenang malam ini setelah mendengarkan cerita dari Bu Yani dan informasi lainya siang tadi dari Kang Panjul, namun ternyata keadaan malah membuatku seperti ini.
Waktu terus berputar sebagaimana mestinya, sampai beberapa kali terdengar suara motor
@IDN_Horor berdatangan ke rumah Pak Ageng, sementara keringat dan rasa takut belum sepenuhnya hilang.
Sudah berjam-jam lamanya sampai dini hari tiba, Barja tidak kembali lagi ke dapur, membuatku sedikit tenang, mendengar suara motor perlahan pergi meninggalkan rumah,
@IDN_Horor apalagi terdengar pintu depan rumah sudah di tutup oleh Pak Ageng.
“Lalu untuk apa jendela ini terbuka sebelah Bud” ucapku perlahan.
“Barja tidak akan pernah berani masuk ke kamar ini, selama ada aku Arya!”
Tiba-tiba suara terdengar begitu saja di luar jendela.
@IDN_Horor “Bud!” ucapku kaget, langsung berdiri.
“Aku sudah mengetahui rencana Barja, orang licik, perintah Ni Itoh...” jawab Budi perlahan.
Aku hanya mengangguk saja mendengarkan ucapan Budi, membuatku langsung tenang sedari tadi Budi mengawasi di luar kamar.
@IDN_Horor “Jadi malam ini pintu jendela aku buka sebelah untuk itu Bud?” tanyaku.
“Bukan, tunggu sebentar harusnya terdengar sampai sini, kamu harus mendengarkannya sendiri” ucap Budi dengan kepalanya melihat ke arah belakang rumah.
Aku masih kebingungan dengan maksud yang Budi ucapkan
@IDN_Horor apa lagi beberapa jam barusan berada di dalam rasa ketakutan.
“Nah ini! Dengarkan Arya biar kamu juga percaya!” bentak Budi tiba-tiba.
“Apa Bud tidak mendengar apapun...” ucapku.
Tiba-tiba tangisan bayi aku dengar namun cukup pelan.
“Suara tangisan bayi Bud?” tanyaku.
@IDN_Horor Budi tidak menjawab hanya menganggukan kepalanya saja.
Perlahan suara tangisan itu semakin jelas aku dengar, sesekali berbarengan dengan suara teriakan perempuan yang pernah aku dengar sebelumnya di rumah Ni Itoh sangat percis sekali, membuat bulu pundakku berdiri begitu saja.
@IDN_Horor Tiba-tiba terdengarlah suara Nenek yang sedang tertawa sangat kencang masuk ke dalam telingaku yang langsung membuat sekujur tubuhku merinding, apalagi suara-suara itu membawa aku kembali pada ingatan semua kejadian aneh di kampung ini, dari arah hutan tepat rumah Ni Itoh berada.
@IDN_Horor “Bud!” ucapku tiba-tiba saking ketakutannya, karena pikiranku sudah tidak terkendali memikirkan keadaan Bapakku sendiri.
“Karena ulah kakek kamu meninggalkan semua ini!!! dilanjutkan oleh anaknya Ageng dan sekarang akan dilanjutkan juga oleh Bapak kamu Akbar!!!”
@IDN_Horor ucap Budi membentak dengan wajah yang kesal melihat ke arahku.
Aku langsung terdiam, ucapan Budi seperti menusuk hatiku, bahkan langsung mengunci bibirku agar tidak bisa berbicara lagi dengannya.
Namun dari sisi lain aku berpikir memang kenyataan yang sekarang aku dengar,
@IDN_Horor suara dari arah hutan ujung kampung itu semakin jelas dan tidak terbayang, jika warga lain akan mendengarkan hal yang sama, karena sangat kencang sekali suara-suara itu bahkan dari jarak sejauh ini.
“Hanya keluarganya saja dan orang yang berurusan dengan Ni Itoh -
@IDN_Horor - mendengarkan suara itu malam ini suara dari arwah-arwah bayi yang tersasar, terekan Janin!” ucap Budi perlahan, seperti penjelasan Kang Panjul tadi siang.
“Maksudnya Bud?” tanyaku.
“Ritual harusnya sedang terjadi disana...” ucap Budi perlahan.
@IDN_Horor “Akbar bapak aku Bud?” tanyaku gemetaran.
“Harusnya iyah, tapi aku harus tahu dulu kakek kamu dulu seperti apa, besok malam aku kembali, buatlah jendela seperti ini buka sebelahnya... jangan simpan benda yang aku berikan di bawah bantal, -
@IDN_Horor - simpan selalu di saku celana kamu!” jawab Budi.
“Bud benda apa sebenarnya itu, hal ini belum aku tanyakan” ucapku dengan suara pelan, karena badan ku tiba-tiba lemas.
“Keris dari pohon besar, penjaga hutan dan arwah-arwah jabang bayi yang tidak berdosa, wujudnya besar, -
@IDN_Horor - bahkan kakinya penuh dengan bulu... orang biasa akan bisa melihat wujud semuanya, peliharaan Ni Itoh! Agar setiap kiriman mahluk dari Ni Itoh tidak bisa mencelakai kamu sama halnya sore itu” ucap Budi perlahan.
Aku langsung kaget dengan penjelasan Budi, apalagi langsung
@IDN_Horor teringat malam pertama datang ke kampung ini, setelah melihat kaki hitam dengan penuh bulu itu barulah aku melihat sosok Nenek-nenek yang sampai malam ini sedang mengincar nyawaku dengan segala hal yang terjadi pada keluarga besarku.
“Baik Bud aku paham, akan aku simpan di saku -
@IDN_Horor - celana malam ini dan seterusnya” jawabku perlahan.
Tiba-tiba terdengar pintu kamar Mak Ela dan Pak Ageng dengan secara bersamaan terbuka.
“Tutup perlahan! Aku pastikan dulu semuanya ke arah hutan malam ini” bentak Budi, kemudian pergi ke arah belakang rumah.
@IDN_Horor Dengan cepat aku menutup jendela dan mengambil posisi tidur, apalagi suara teriakan - teriakan itu perlahan semakin hilang, namun ucapan Budi terbukti dengan Pak Ageng dan Mak Ela berjalan ke arah dapur dan membuka pintu.
“Telat Mak!” ucap Pak Ageng,
@IDN_Horor suaranya masih terdengar jelas olehku.
“Akbar! Tidak mungkin!” bentak Mak Ela.
“Pertanda!” jawab Pak Ageng.
“Ageng! Itu adik kamu sendiri... darah daging yang sama dengan Amar, kenapa bisa... malapetaka di kampung ini akan kembali” ucap Mak Ela.
@IDN_Horor Aku langsung terdiam, dadaku seperti ada yang memukul dengan kencang, apalagi Mak Ela mengucapkan nama Bapak kandungku.
Antara kepercayaanku pada Budi dan ucapan Pak Ageng juga Mak Ela membuatku bimbang, apalagi hal buruk seperti kematian Agis sudah aku bayangkan
@IDN_Horor terjadi kepada Bapak.
Setelah pintu dapur tertutup oleh Pak Ageng dan Mak Ela mereka berjalan kembali melewati kamarku, mata sudah aku paksa untuk terpejam, berusaha percaya kepada Budi apalagi badanku terasa lemas, dalam satu sisi aku semakin penasaran apa yang telah diperbuat
@IDN_Horor Kakek di masa lalu berkaitan dengan kampung ini, namun di sisi lain bahkan sampai keadaanya seperti inipun, aku belum paham kenapa harus menimpa dan berurusan dengan keluargaku.
“Malapetaka di kampung ini akan kembali” terus saja ucapan Mak Ela terngiang-ngiang di dalam pikiranku
@IDN_Horor bercampur dengan cerita dari Bu Yani dan Budi, membenarkan semuanya bahwa ada sebab dari akibat yang sedang aku alami.
...

“Aku kasih kamu Amar keturunan dan percayalah keturunanmu tidak akan pernah bisa mengandung jabang bayi dan jangan pernah -
@IDN_Horor - mengganggu urusan saya di kampung ini, biarkanlah hutan penuh dengan jabang bayi...”
Terlihat olehku seorang lelaki sedang bersujud di depan seorang perempuan dengan membawa wadah tampah penuh dengan darah.
@IDN_Horor “Jika melanggar sumpah itu, akibatnya akan menimpa pada keluarga besar kamu! Paham!”
Aku masih terdiam memperhatikan dua orang yang tidak aku kenal itu, apalagi aku hanya melihatnya dari arah belakang.
@IDN_Horor Perlahan tangan perempuan dengan rambut panjang yang terurainya itu mengambil darah di atas wadah, dibarengi dengan mengangkatnya secara pelan kepala lelaki, darah yang diambil dari wadah tampah itu langsung di basuhkan ke wajah lelaki dengan perlahan,
@IDN_Horor sampai memenuhi semua wajahnya.
“Diam! Sumpah itu untuk kamu Arya, sebelum sumpah itu terjadi dan menimpa semua warga kampung ini, kamu harus mati!”
Sebuah golok sudah menempel tepat di leherku, membuatku hanya bisa terdiam, tiba-tiba teriakan suara bayi-bayi menangis
@IDN_Horor dan teriakan perempuan kesakitan aku dengar jelas, bahkan sampai membuat kupingku merasa sakit.
Lelaki dengan wajah penuh darah itu perlahan berbalik badan, dari jarak yang tidak terlalu jauh aku semakin jelas melihat wajahnya, bahkan sangat mirip sekali dengan wajahku.
@IDN_Horor “Kakek!” ucapku perlahan, sambil merasakan golok tajam terus bergerak di atas kulit leher dan rasa sakit semakin aku rasakan.

(Bersambung...)
@IDN_Horor Setelah semua suara-suara dari arah hutan menuju ujung kampung Desa Rangkaspuna di dengar oleh Arya yaitu terekan janin, lewat sebuah perantara seorang Budi, perlahan membuat keberadaan Arya semakin terancam,
@IDN_Horor apalagi di satu sisi Akbar bapak kandung Arya malah berada di rumah Ni Itoh dengan tujuan yang belum bisa Arya ketahui sampai saat ini, apalagi ada sebuah sumpah dan kejadian yang tidak mau terulang di kampung yang membuat kecemasan sampai kepada warga.
@IDN_Horor Sumpah apakah itu? Dan seperti apa Ki Ambar memulai semua ini, sehingga gambarannya sudah perlahan ketahui juga, apakah hal itu juga yang membuat kedatangan Arya sejak awal ke rumah Pak Ageng dianggap berbahaya?
...
@IDN_Horor Apakah ada sangkut pautnya! Dan apakah janin yang sedang dikandung oleh Ismi istri dari Kang Banu anaknya Pak Ageng akan selamat? Benarkan perjanjian itu pernah terjadi?

Part 6 sudah bisa teman-teman baca dan download exclusive ebooknya (klik link).

karyakarsa.com/qwertyping/kam…
@IDN_Horor Kita akan berjumpa kembali, bagaimana masa lalu itu bisa bekerja, sehingga tempat suci bisa di nodai oleh perilaku manusia, perjalan Arya akan terus berlanjut.

Part 7 – Ikatan Iblis (sumpah serapah)
(Klik link)

karyakarsa.com/qwertyping/kam…
@IDN_Horor Typing to give you a horror story, thanks for supporting me.

Part 8 Tamat – Putus Nyawa

(Klik link)

karyakarsa.com/qwertyping/kam…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with Teguh Faluvie

Teguh Faluvie Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @qwertyping

Jul 28
KAMPUNG JABANG MAYIT

Tidak terhitung lagi, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk sebuah persembahan ritual.

[Part 4]

@IDN_Horor Image
@IDN_Horor Selamat datang kembali di Kampung Jabang Mayit, malam ini kita masuk ke Part 4, untuk teman-teman yang belum baca dari Part 1, 2, dan 3 bisa langsung klik link.

Part 1


Part 2


Part 3
@IDN_Horor Part 4 – Ritual (rahasia di balik kampung)
...

Dengan kepala yang masih terasa berat dan sangat sakit, aku terbangun oleh suara pintu kamar yang perlahan terbuka begitu saja.
“Itu ada Arya di kamar Pak! Kenapa Bapak yang jadi aneh, -
Read 192 tweets
Jul 21
KAMPUNG JABANG MAYIT

Tidak terhitung lagi, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk sebuah persembahan ritual.

[Part 3]

@IDN_Horor Image
@IDN_Horor Selamat datang di Kampung Jabang Mayit, kini saat kita melanjutkan cerita Part 3, untuk teman-teman yang belum baca dari Part 1 & 2 silahkan baca terlebih dahulu, agar mengikuti ceritanya.

Part 1 (Klik link)


Part 2 (klik link)
@IDN_Horor Part 3 – Terror Dari Ujung Kampung
...

Langkah kaki Kang Panjul bergerak sangat cepat, tangannya terus memegang tanganku, memasuki kebun-kebun untuk kembali menuju rumah Pak Ageng, bahkan suara nafas ngos ngosan terdengar sangat jelas.
“Kang pelan-pelan” ucapku,
Read 206 tweets
Jul 14
KAMPUNG JABANG MAYIT

Tidak terhitung lagi, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk sebuah persembahan ritual.

[Part 2]

@IDN_Horor Image
@IDN_Horor Terimakasih atas antusias teman-teman pembaca Kampung Jabang Mayit di Part 1, kini saatnya kita berjanjut ke Part 2, untuk teman-teman yang belum baca Part 1, silahkan baca terlebih dahulu, agar mengikuti cerita ini.

@IDN_Horor Part 2 – Sebuah Jawaban (Pertaruhan Nyawa)
...

Mulut Nita terus bergerak mengunyah tangan bayi yang berada di dalam mulutnya, sambil tatapan mata putihnya tidak lepas ke arah wajahku.
“Jangan campuri urusan kami di kampung ini...” ucap Nita mendekatkan wajahnya,
Read 190 tweets
Jul 6
KAMPUNG JABANG MAYIT

Tidak terhitung lagi, berapa banyak nyawa bayi dalam kandungan yang mati untuk sebuah persembahan ritual.

@IDN_Horor @diosetta @mwv_mystic
@IDN_Horor @diosetta @mwv_mystic seperti sebuah pepatah “roda kehidupan selalu berputar”, sebelumnya tidak pernah berlaku dalam hidup seorang Arya Pradipta, namun pepatah itulah yang sekarang sedang bersamanya.
@IDN_Horor @diosetta @mwv_mystic Untuk pertama kali dalam hidupnya usaha Pak Akbar, bapaknya Arya yang mempunyai material kayu paling besar di kota, seketika jatuh bangkrut. Akibat terlilit sebuah hutang yang cukup besar jumlahnya pada salah satu bank,
Read 217 tweets
Jun 23
"Mereka" menunggu, mengajak hingga memaksa aku untuk mati... setelah siksaan itu datang, hampir dapat kupastikan, semua itu tidak akan pernah berakhir...

[A Thread]

"Darah Penghantar Kematian"

Part 5 - Malapetaka penebusan nyawa

[TAMAT]

@bacahorror @IDN_Horor
#bacahoror Image
@bacahorror @IDN_Horor “Sadar Rum, istighfar...” ucapan Adit masuk dalam telingaku secara perlahan, sementara terasa badanku di peluk erat dari belakang.
Tanganku masih terasa kuat, setelah mencengkram leher Kia dan Cio, yang sekarang sudah dibawa oleh Bi Ihat dan Kang Entis keluar dari dalam kamar.
Read 146 tweets
Jun 16
"Mereka" menunggu, mengajak hingga memaksa aku untuk mati... setelah siksaan itu datang, hampir dapat kupastikan, semua itu tidak akan pernah berakhir...

[A Thread]

"Darah Penghantar Kematian"

Part 4 - Dosa keluarga besar

@bacahorror @IDN_Horor Image
@bacahorror @IDN_Horor Aku adalah korban atas nama dosa keluarga, aku hanya bisa menerima, siksaan ini tidak ada yang bisa memahami... kecuali diriku sendiri, untuk melawan walaupun aku tahu akan kalah... kemudian, mati...

-----
Read 145 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us on Twitter!

:(