gil Profile picture
Aug 29, 2022 166 tweets 25 min read Read on X
SURENGKALA

(Bagian 1)

"Teluh dan karma, seakan datang bersama-sama dikehidupan Waluyo dan Suryani disaat mereka ingin meninggalkan keburukan dan dosa dimasa lalu".

@bacahorror_id @IDN_Horor @menghorror #kisahnyata #teluh #Karma Image
Kisah yang diyakini oleh narasumber saya sebagai kisah nyata ini saya dapatkan secara tidak sengaja sekira 3 tahun yang lalu, berlatar belakang tahun 90an, tentang pasangan "Lintah darat" Yang ingin bertobat setelah anak satu-satunya meninggal.
Namun ternyata seiring dengan pertobatannya itu, gangguan-gangguan aneh terus muncul, berupa teror lelembut dan teluh yang mengancam jiwa mereka & orang-orang disekitarnya. Bagaimana kisahnya?? Karena cerita ini cukup panjang, akan saya up menjadi beberapa bagian secara bertahap.
Tapi bagi teman-teman yg buru-buru ingin membacanya, cerita ini sudah tamat di Karyakarsa, bisa baca dulu di sini :

Bagian 1 - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

Bagian 2 - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

Bagian 3 - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

Bagian 4 - Tamat - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Jawa Tengah awal tahun 1989,

Pasangan Waluyo dan Suryani sedang dalam masa kejayaannya, bisnisnya berkembang seperti tak terbendung, untuk awal tahun ini saja mereka sudah ke 4 kalinya membeli tanah. Belum lagi di tahun-tahun lalu,
mungkin tak sempat terhitung berapa petak tanah yang sudah mereka beli. Pasangan yang memiliki 2 anak ini berubah hanya dalam waktu kurang dari 5 tahun, dari yang tadinya hidup pas-pasan kini menjelma bak keluarga priyayi.
Waluyo mantan preman pasar yang kini tak sudi kembali ke kehidupan lamanya yang keras, memilih fokus ke bisnis yang di inisiasi oleh istrinya ini. Yaitu menjadi lintah darat, Waluyo yang berjiwa brutal dan istrinya--
-- yang hanya berfikir tentang uang, uang dan uang nyatanya berhasil menjadi pasangan yang cocok. Dengan Suryani sebagai pengutang atau pencari debitur dan Waluyo sebagai penagihnya. Mereka tentu tau ini bukan bisnis yang baik, tapi mereka terlanjur terbuai menikmati--
--setiap labanya dan seakan bermasturbasi dengan penderitaan orang yang tercekik oleh itu. Dan tanpa mereka sadari, mereka sedang menanam pohon kebencian yang suatu saat nanti pasti akan berbuah.
Pasangan Waluyo dan Suryani ini kini terkenal sebagai rentenir yang kejam, orang-orang sering menyebutnya “Raja Tega”. Memang berapapun uang yang akan di pinjam pasti mereka berikan, tapi tentu dengan bunga--
-- berjalan yang mencekik dan tak masuk akal dan bila sang debitur tak bisa mengembalikannya, siap-siap saja menjadi miskin dan menderita.

Dengan semua keburukan ini, nyatanya berbanding terbalik dengan Pratikno, anak tunggal Pasangan Suryani dan Waluyo ini, --
--ia yang kala itu sudah duduk di bangku SMP, tumbuh menjadi remaja yang alim, kalem dan berprestasi. Dengan keadaan ekonominya yang sekarang, tentu bapak dan ibunya memperlakukannya dengan cukup istimewa, mengarahkan Pratikno--
-- kepada hal-hal yang baik seperti mengaji dan les mata pelajaran di sisa luang setelah sekolahnya. Pratikno juga tampak tak terpaksa dan menikmati itu. Sebagai orang tua tentu Waluyo dan Suryani menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
Tahun demi tahun pun berlalu seiring harta mereka yg terus bertambah dan ketamakan mereka yg semakin menjadi2, suatu musibah pun terjadi, entah ini cobaan atau karma, hanya Tuhan lah yg tahu. Pratikno meninggal dlm kecelakaan bus saat akan berangkat kuliah di "jogja".
Pratikno yg masih menjadi anak baik, alim dan pintar itu telah meninggalkan bapak dan ibunya untuk selamanya. Apakah ini karma? Yg jelas hikmah dari meninggalnya Pratikno menjadi titik balik perubahan pasangan Waluyo dan Suryani. Dan dari sinilah cerita “Surengkala” ini di mulai. Image
Jawa Tengah kisaran tahun 1994,

Sekira 1 bulan saja setelah berpulangnya Pratikno membuat perubahan yang cukup besar untuk pasangan rentenir ini, terutama sangat terlihat pada diri Waluyo, yang setiap harinya tak pernah melewatkan satu hari pun untuk menangis di kamarnya,
seorang mantan preman ini benar-benar tak bisa menyembunyikan kesedihannya atas kepergian Pratikno si anak semata wayang. Berbeda dengan Suryani sang istri yang lebih tampak tegar walau ia terlihat menjadi pribadi yang pendiam.
“Wes to Pak, yang ikhlas, kita semua juga kehilangan Tikno”. Ucap Suryani menenangkan suaminya yang tengah menangis lagi dikamar setelah selesai acara tahlilan 40 hari kematian Pratikno.
Waluyo hanya terdiam dan mengusap air matanya. Hingga tak selang beberapa lama pintu kamarnya pun dibuka oleh seorang wanita tua yang langsung berjalan masuk, wanita itu adalah ibu Waluyo atau nenek almarhum Pratikno.
“Wes, doakan saja Tikno dan mulailah sembahyang sama Gusti, kalian harus berubah, tahu kan harus berubah menjadi bagaimana?”. Ucap Nenek yang memang sudah bertahun-tahun selalu mengingatkan Waluyo dan Suryani untuk meninggalkan bisnis kotornya.
Nenek ini memang satu-satunya orang yang gigih menentang, meski konsekuensinya ia harus di benci oleh anak dan menantunya sendiri. Hingga ia berfikir inilah saat yang tepat untuk mereka berubah yaitu saat Pratikno sudah tiada, bagi nenek ini adalah sebuah pertanda.
“Terus terang, aku ndak pernah bangga kalian mau sesukses & sekaya apapun, kalau cara tempuhnya seperti ini, sekarang lihat saja buahnya, Gusti pasti ndak rela cucu kesayanganku di kasih makan dgn harta yg kotor, jadi sekarang Ia mengambilnya!!”. Ucapnya dgn mata berkaca-kaca.
Waluyo dan Suryani hanya terdiam mendengar perkataan ibunya. Hingga setelah nenek keluar kamar, Waluyo dan Suryani pun tampak saling pandang dan merenungi perkataan itu yang memang ada benarnya.
Nampaknya kata-kata dari nenek tadi cukup menampar Waluyo dan Suryani, dan sejak itu mereka mulai berfikir untuk menghentikan bisnisnya ini, bisnis yang berhasil membuat mereka menjadi sesukses sekarang, tapi apalah arti semua ini bila Pratikno tak ada?.
Singkat cerita hari demi hari pun berlalu, Waluyo dan Suryani mulai sadar dan melunaskan bunga hutang dari para debiturnya, bahkan ada beberapa yang sengaja tak mereka tagih. Waluyo dan Suryani pun kini telah berubah, mencoba berbisnis lagi dengan cara lain, yang jelas--
--dengan cara halal dan bersih. Waluyo yang dulu terkenal sebagai raja tega pun kini berubah drastis menjadi seseorang yang lebih lembut, ia kini sering ke Masjid dan menjadi pribadi yang sangat bersosialisasi. Sejak kepergian Pratikno, --
--Waluyo sadar bahwa siapa menabur angin pasti akan menuai badai, namun yang menjadi pertanyaan adalah, berapa banyak angin yang ia tabur?.
Setahun pun berlalu sejak kematian anak semata wayangnya itu, seiring berubahnya Waluyo dan Suryani menjadi lebih baik, bersamaan dengan itu badai mulai berdatangan. Buah dari Pohon-pohon kebencian yang mereka tanam bertahun-tahun lalu.
“DUARRRR!!! PYAR!!!!!!”. Suara kaca jendela yang pecah membangunkan Waluyo dan Suryani di tengah malam itu.

“Apa itu mas!!”. Ucap Suryani yang pertama kali terbangun dan meminta suaminya itu untuk memeriksa ruangan depan.
Dengan Mata kantuk Waluyo pun berjalan menuju ke ruang tamu. Menghidupkan lampu dan terlihatlah kaca jendela yang sudah berserak, begitu juga dengan batu yang di bungkus kertas putih, sangat diduga kuat dengan batu inilah seseorang telah memecahkan kaca jendelanya.
Dengan penasaran Waluyo memungut batu itu, membuka kertas yang membungkusnya dan betapa tercengangnya Waluyo ketika melihat tulisan di kertas itu.

“Kowe bakalan Sengsara”.
(Kalian akan Sengsara). Begitu sekiranya yang tertulis di kertas itu.
Buru-buru Waluyo membuka pintu dan memeriksa ke depan rumahnya, namun sudah terlambat, yang ia lihat hanyalah keheningan. Dengan gugup dan cemas Waluyo kembali ke kamarnya sambil membawa kertas--
-- itu dan ia perlihatkan kepada istrinya. Suryani sang istri tentu terkejut membaca tulisan itu namun mereka memutuskan untuk tak terlalu memikirkannya dan kembali melanjutkan tidurnya malam itu.
Singkat cerita keesokan harinya kembali terjadi ke anehan ketika Suryani yang kala itu hendak menyapu halaman depan rumahnya, ia di kejutkan oleh ceceran tanah berbau wangi tersebar di teras depan. Dengan tangannya ia menjumput sebagian tanah itu dan menciumnya,--
-- yang seketika langsung kembali ia lemparkan karena tak tahan dengan bau wanginya yang sangat menyengat. Dan bersamaan dengan itu Sulis salah satu pembantunya datang membuka gerbang yang langsung di panggil oleh Suryani.
“Lis... Ini apa ya?”. Tanya Suryani kepada Sulis sambil menunjuk ceceran tanah itu.

Dengan segera Sulis pun memeriksanya, seraya mengrenyitkan dahinya Sulis pun berkata,
“Wah ini kok kayak yang pernah saya temukan di depan gerbang ya Buk, baunya persis seperti ini”.--
--Ucap Sulis sambil menjumput ceceran tanah itu.

“Lhoh, km pernah nemuin yg kayak gini to lis!! Kok ndak laporan ke saya?”. Jawab Suryani agak terkejut.
“Lawong saya pikir ini Cuma tanah biasa kok buk, “. Jawab Sulis yg matanya langsung tertuju ke arah kaca jendela yg pecah”.
“lhoh, ini kok pecah, kenapa buk?”. Tanya Sulis setelah melihat kaca jendela yang di lempar seseorang tak dikenal semalam.

Suryani pun menjelaskan perihal pecahnya kaca itu, namun tidak dengan tulisan yang juga ikut dilempar bersama batu yang memecahkan kacanya.
Hingga saat mereka tengah berbincang, Waluyo pun keluar karena mendengar sedikit kegaduhan Pagi itu. Belum sempat Waluyo bertanya apa yang terjadi, Sang istri langsung menjelaskan seraya menunjukkan ceceran tanah itu.
Waluyo hanya terdiam, matanya seakan tahu untuk apa tanah wangi itu di cecerkan di depan rumahnya.

“Lis sana, carikan ‘Degan ijo’ (kelapa muda), buat ngepel lantai ini”. Ucap Waluyo menyuruh Sulis, Suryani tampak agak kebingungan tapi ia memutuskan untuk tidak banyak tanya.
Singkat cerita, setelah beberapa saat, Sulis pun kembali datang dengan membawa kelapa muda pesanan juragannya itu, segera ia mengupasnya dan mengambil airnya sesuai arahan Dari juragan Waluyo.
“ini pak air kelapanya sudah saya taruh panci, “. Ucap Sulis menghampiri Waluyo yang tengah duduk di ruang tengah bersama Suryani.
“Wes, air itu buat ngepel teras Lis!!, sampai bersih”. Jawab Waluyo singkat.
Sulis pun membersihkan--
--ceceran tanah wangi itu dan berlanjut dengan mengepelnya hingga bersih, sementara di dalam rumah Waluyo dan Suryani tampak masih membicarakan hal tersebut.
“Jangan-jangan ada yang ndak suka sama kita mas!!”. Ucap Suryani kepada suaminya itu.
“Ya jelas to buk, dengan semua yang kita kerjakan, pasti banyak yang ndak suka sama kita”. Jawab Waluyo gelisah.
“Terus gimana ini mas!!, apa ndak papa kita biarkan saja, atau sampean pergi ke tempat Mbah Juwarno saja”. Ucap Suryani yang menyuruh Suaminya itu untuk menemui Mbah Juwarno, orang pintar yang sering diajak konsultasi oleh mereka.
“Lihat saja nanti, itu kan sudah di bersihkan sama Sulis, kalau nanti ada yang aneh-aneh, besok aku tak langsung ke Mbah Juwarno”. Ungkap Waluyo menyudahi pembicaraan itu.
Singkat cerita petang pun tiba, Waluyo & Suryani tampak sudah usai setelah Sholat maghrib berjamaah dgn kusyuk, pemandangan ini sudah cukup biasa sejak kepergian pratikno, Waluyo & Suryani yang sudah berhenti dari usahanya yg lalu kini tampak lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
“kita pasrah saja sama Gusti Allah buk sekarang”. Ucap Waluyo dalam perbincangan di depan televisi.

Suryani memang lebih tampak gusar dibanding Waluyo perihal tulisan dan ceceran tanah tadi. Firasatnya mengatakan akan datang sebuah bencana. --
-- Hingga jam pun terus berlalu, setelah sholat isya Waluyo dan Suryani masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Sekira pukul 11 malam, mata mereka berdua masih terjaga,entah apa yang membuat Waluyo dan Suryani tak bisa tidur, --
-- padahal suasana malam itu sangat dingin dan tenang bahkan tergolong sunyi. Tapi tampaknya hal ini lah yang membuat mereka merasa aneh. Sampai akhirnya terdengar suara yang membuat mereka tersentak.
“tok... Tok.. Srekkkk... Srekkkk”. Suara langkah aneh terdengar mengelilingi rumahnya. Seperti irama langkah, tapi bukan kaki, lebih mirip tongkat kayu yg sengaja di hentakkan di ubin.

Srekkk...srekkk”.
“apa itu mas!!!”. Kata Suryani sambil memegang lengan Waluyo suaminya.
Waluyo tampak terdiam mencermati suara itu, yang irama langkahnya terdengar semakin cepat. Buru-buru ia meraih senter baterai yang ada di samping tempat tidurnya dan beranjak untuk memeriksa suara itu sambil melepaskan lengan yang sedari tadi di genggam oleh sang istri.
Waluyo berjalan mengendap menuju pintu kamarnya, namun ketika tangan waluyo menyentuh gagang pintu. Tiba-tiba terdengar suara yang sangat jelas.
“Pakkkk....Makkkkk”. Begitu suara yang terdengar di balik pintu luar kamarnya. Dan suara itu adalah suara Pratikno, anak mereka yang sudah meninggal sekira hampir setahun yang lalu.
Waluyo terkejut dan roboh ke lantai, begitu juga dengan Suryani yang kini terlihat melongo setelah mendengar suara itu.

“Pakkkk... Makkkkkk’. Suara itu terdengar lagi dan sangat amat jelas kalau suara itu adalah suara Pratikno.

Bersambung - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
“Tiknoooo...”. Kata Waluyo dengan suara yang bergetar menahan tangis.
“Tiknooo... Apakah itu kamu Tikno”.. Kata Waluyo kembali sambil bangkit dari robohnya.
Dan tak ada lagi jawaban dari balik pintu. Waluyo kini tampak meneteskan air matanya, begitu juga dengan Suryani yang tak lagi bisa mengatakan apa-apa.
“Tadi dengar ndak buk?”. Tanya Waluyo kepada istrinya dengan terbata seraya menoleh ke arah istrinya yang masih berada di atas tempat tidur. Suryani hanya menganggukkan kepalanya sambil menangis, mengisyaratkan kalau dia tadi juga mendengar suara dari anaknya yg sudah meninggal.
Sungguh malam yang sangat ganjil, harus dilalui mereka berdua. Rasa takut bercampur pilu yang harus mereka rasakan ketika tiba-tiba saja mendengar suara mendiang anaknya dari balik luar pintu kamar. Jelas itu adalah jin yang menjelma, karena sangat mustahil itu Pratikno.
Sambil saling mendekap dan menangis mereka terus terjaga hingga adzan subuh berkumandang, hingga pada saat itulah Waluyo dan Suryani mulai mengumpulkan keberanian untuk keluar dari kamarnya, mengambil wudhu dan melaksanakan salat subuh.
Singkat waktu setelah matahari mulai terbit, terlihat Suryani tengah merebah di kamarnya, badannya deman, mungkin ia masih syok dengan kejadian semalam, sementara di belakang rumah, Waluyo terlihat melamun di depan kandang lembunya.
Inilah usaha yang sekarang coba ia geluti setelah lepas menjadi lintah darat. Wajahnya tampak kusut, sepertinya ia masih memikirkan kejadian aneh yang terjadi semalam.
Beberapa saat kemudian Mbok Menik pembantu paruh waktu yang biasanya mengurus rumah Waluyo ini pun datang menghampiri seraya membawakan segelas kopi untuk Waluyo.
“Mbak Yani di mana mas? Kok ndak kelihatan?”. Ucap Mbok Menik sambil meletakkan minuman itu di samping tempat duduk Waluyo.

“Masuk angin mbok, itu lagi tiduran dikamar, sana ditanya Mbok, mau makan apa". Jawab Waluyo seraya menyambar gelas kopi di sampingnya.
Mbok Menik pun mengiyakan dan segera berjalan menuju kamar Juragan perempuannya itu.

“Mbak...”. Ucap Mbok Menik sambil membuka pintu kamar pelan dan masuk.

Nampak Suryani yang tengah melamun di atas tempat tidurnya dalam posisi duduk dan masih berselimut.
“Mau sarapan apa Mbak?”. Ucap Mbok Menik yang sedikit membuat Suryani kaget dan tersentak dari lamunannya.

“Apa ya Mbok, aku kok ndak Lapar”. Jawab Suryani dengan muka linglung dan lesu.
Mbok Menik memandangi Juragannya itu, ia yang kemarin sempat mendapat cerita dari Sulis tentang ceceran tanah wangi itu, kini mulai menerka-nerka, “Pasti ada sesuatu yang terjadi semalam!”. Batin Mbok Menik.
Dan benar saja, tiba-tiba saja Suryani bercerita kepada Mbok Menik tentang suara-suara yang ia dengar semalam, begitu juga dengan suara mirip Pratikno.
“Apa itu benar Tikno ya Mbok?? Atau itu ada hubungannya dengan ceceran tanah di teras kemarin?”. Ungkap Suryani dengan mata yang berkaca-kaca.
“Apa bener begitu mbak?”. Tanya Mbok Menik yang mengrenyitkan dahinya seakan kurang percaya dengan perkataan juragannya itu.
“Bener Mbok, coba tanya Mas Waluyo kalau ndak percaya, kami semalam mendengar langkah kaki seperti bakiak yang di seret dan dengar suara --
-- Pratikno memanggil “Pakkkk...Makkk”. Dari balik pintu Mbok!!”. Ucap Suryani dengan sangat yakin dan serius.

Mbok Menik hanya terdiam setelah mendengar perkataan dari juragannya itu, ia tak tahu harus menjawab apa, hingga akhirnya dengan alasan ingin membuatkan sarapan, --
-- Mbok Menik pun pamit keluar dan segera menghampiri Sulis yang baru saja datang dan hendak berjalan menuju kandang lembu di belakang rumah.
“Lisss!!! Rene tak kandani!!”.
(Liss!! Sini aku ceritain). Ucap Mbok Menik berbisik.
Sambil menjauh ke pekarangan samping rumah, Mbok Menik pun menceritakan cerita yang barusan Suryani ceritakan kepadanya.
“Wes tak batin!!! Mesti ono opo-opo, iki santet Mbok koyone”.
(Sudah kuduga, pasti ada apa-apa, ini sepertinya santet Mbok). Jawab Sulis dengan membisik menanggapi cerita dari Mbok Menik.
Singkat waktu 3 hari berlalu tanpa ada kejadian yang janggal, Suryani sudah mulai membaik dan melupakan kejadian malam tempo hari begitu juga dengan Waluyo yang kini tengah giat dengan ternaknya di bantu dengan Sulis yang sekarang--
-- mulai tinggal di rumah juragannya. Mbok Menik juga, mereka kini di buatkan kamar di area belakang rumah, ini semua atas kemauan Suryani agar rumah tak terasa begitu sepi.
Malamnya, suasana tampak hangat di atas meja makan, Waluyo, Suryani, Sulis dan Mbok Menik terlihat sedang makan dalam satu meja.
“Mbok, Bejo suruh tinggal sini sekalian aja to”. --
-- Kata Suryani kepada Mbok Menik, menyuruh anak Mbok Menik untuk tinggal bersama di rumah ini.
“Iyo Mbok, bisa sekalian bantu-bantu aku di kandang”. Ucap Waluyo menimpal pembicaran itu.
“Ya nanti saya coba tanya dulu sama anaknya nggih, soalnya Bejo itu orangnya pemalu”. Jawab Mbok Menik.
“Halah, isin opo ngisin-ngisinke!! He😆”.
(Halah, malu apa malu-maluin!! 😆). Ucap Sulis menyambar jawaban dari Mbok Menik yg langsung di sambut oleh gelak tawa dari mereka
Namun tiba-tiba suara ledakan terdengar dari atas rumah, “Duarrr!!!”. Yang langsung menghentikan tawa dari mereka. Tapi tidak untuk Suryani, yang masih tertawa terbahak.

Bersambung

karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
“Sssttttttt, diam dulu buk!! Barusan dengar tidak?”. Kata Waluyo seraya memegang lengan istrinya itu.

Tapi anehnya Suryani tak juga berhenti tertawa, bahkan semakin terbahak, --
-- Waluyo, Sulis dan Mbok Menik tentu sekarang jadi memandangi Suryani secara bersama-sama yang masih saja tertawa dan kini mulai terlihat aneh. Matanya melotot, kepalanya menggeleng dan sekarang tampak berdiri sambil bertolak pinggang.
Waluyo yang kebingungan kini berdiri memegangi pundak istrinya itu.
“Bukkk.... Kenopo buk!!!!”. Ucap Waluyo seraya mengguncang-guncang kan tubuh istrinya itu.
Dan Suryani pun terdiam, melotot memandangi mereka satu persatu. Sulis dan Mbok Menik yang--
-- mulai takut kini beranjak dari kursi dan memundurkan langkahnya.

Dan “Duarrrrr!!!!”. Satu ledakan terdengar lagi dari atas rumah, Suryani pun ambruk terkulai yang langsung di peluk oleh Suaminya.
“Mbokk...Lis Tolong Mbok, bantu bawa ke kamar”. Kata Waluyo.
Suryani digotong menuju kamarnya bersama perasaan mereka semua yang masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. Waluyo, Sulis dan Mbok Menik tampak terdiam setelah merebahkan tubuh Suryani di atas tempat tidurnya.
“Jam berapa sekarang?”. Kata Waluyo memecah suasana itu.
“Jam setengah 9, Pak”. Jawab Sulis dengan sedikit gagap.
“Saya tak ke Mbah Juwarno dulu, ini sudah ndak beres, Kamu dan Mbok Menik jaga rumah ya, dan jaga Mbak Suryani”. Kata Waluyo yang langsung --
--beranjak pergi tanpa sempat mendengar jawaban dari Sulis dan Mbok Menik yang masih terlihat bingung dengan semua ini.

Tinggalah Mbok Menik, Sulis dan Suryani yang masih tak sadarkan diri. Sulis tampak celingak-celinguk.
“Awak dewe kudu piye Mbok?”
--
--(Kita harus bagaimana ini Mbok?). Kata Sulis mengawali pembicaraan.
“Wes, teko tenang, dongo wae sing akeh!!”.
(Sudah, tenang saja, berdoa saja yg banyak!!). Jawab Mbok Menik.
--Sulis kini duduk diluar kamar juragannya itu sementara Mbok Menik masih menunggui di dalam kamar
--bersama Suryani yang belum juga sadar.

Berjam-jam berlalu, dengan keadaan yang masih sama, Waluyo juga belum pulang dari Mbah Juwarno. Mbok Menik yang bosan kini tampak keluar dari kamar dan membangunkan Sulis yang ternyata sudah ketiduran di atas kursi.
“Liss!!!! Tangi!!!, ojo turu!!”.
(Liss!!! Bangun!!, jangan tidur!!”. Kata Mbok Menik pelan sambil menggoyangkan tubuh Sulis.
Sulis pun terbangun dengan agak kaget, sambil melihat ke arah belakang Mbok Menik ia mengisyaratkan matanya, memberitahu ada seseorang --
--yang tengah berdiri di depan pintu kamar. Mbok Menik menoleh, ya!! Suryani juragan mereka kini tengah berdiri mematung dengan tatapan kosong.
“Mbak Yani!!”. Ucap Mbok Menik pelan sambil berjalan mendekati Suryani yang tengah berdiri aneh itu.
Di ikuti oleh Sulis yang kini bangkit dari tempat duduknya dan mendekat juga ke arah Suryani.

“Kenopo kui Mbok!!!”.
(Kenapa itu Mbok). Bisik Sulis mendekat.
Namun semua teralihkan, karena ada suara ketukan di pintu depan “Tok.. Tok.. Tok..”. --
--Mbok Menik pun menoleh, mengisyaratkan kepada Sulis untuk membukakan pintu.

Sambil melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, Sulis pun ke depan dan membuka pintu.
“Sopo Lis!!”.
(Siapa Lis!!). Ucap Mbok Menik sedikit berteriak.
Untuk beberapa saat Sulis tak menjawab, hingga tak selang beberapa lama tampak ia berlari ke dalam. Dengan wajah ketakutan Sulis menghampiri Mbok Menik yang masih berada dalam posisi yang sama.
“Oooono wong wedok Mbok!! Awak’e gedhi rambute dowo!! Ngadeg ning njobo pager!!”.

(ada perempuan Mbok!! Badannya besar, rambutnya panjang!! Berdiri di luar pagar!!). Kata Sulis dengan gelagapan dan wajah yang sangat takut.
Mbok Menik hanya terdiam, dan entah bagaimana kini ia dan Sulis sama-sama menoleh ke arah Suryani yang masih berdiri seperti tadi. Namun sekarang Suryani terlihat tersenyum. Menyeringai tatapannya berubah-rubah, kadang menatap Sulis dan kadang menatap Mbok Menik.
“Mbak Yani...”. Kata Mbok Menik pelan dan terbata.

Namun Suryani tak bergeming dan masih berlanjut dengan keanehannya itu. Sulis yang sedari tadi sudah kencing di celana kini mulai memundurkan langkahnya dan berlari ke belakang menuju kamarnya.
Sementara itu giliran Mbok Menik yang kini mau tak mau harus berhadapan dengan Suryani yang sekarang mulai berjalan menatap dan mendekatinya.

“Liss.... Sulisss....”. Kata Mbok Menik sambil memundurkan langkahnya.
Hingga suasana pun berubah ketika tiba-tiba Suryani mulai jatuh, roboh dan menggelinjang di lantai.

“Tuluuunggg... Lis.. Sulis!!!!”. Teriak Mbok Menik lagi sambil memegangi tubuh juragannya yang semakin bergetar tak beraturan itu.
Sulis yang sekarang tengah meringkuk ketakutan di dalam kamar mendengar panggilan Mbok Menik untuk kedua kalinya, dengan celana yang masih basah ia pun mulai memberanikan diri dan berjalan menghampiri Mbok Menik. Tampak kini Mbok Menik tengah memeluk Suryani --
-- yang masih kejang menggelinjang, Sulis yang dari jarak beberapa meter melihat itu pun langsung berlari mendekat, dengan penuh keraguan ia memegangi kedua kaki juragannya itu.
“Piye iki Mbok!!!”.
(Gimana ini Mbok!!!). Ucap Sulis kebingungan.

“Wes kono kowe lungo ning Mbah Juwarno, omong Mas Luyo!!”.

(Sudah kamu pergi ke Mbah Juwarno, Bicara sama mas Waluyo!!). Kata Mbok Menik kepada Sulis.
Tanpa berpikir panjang Sulis pun berangkat, menggunakan sepeda kayuh, sejenak ia lupa dengan ketakutannya dan celananya yang masih basah oleh air kencingny sendiri. Dengan terburu Sulis mengayuh sepeda itu menuju rumah Mbah Juwarno yang jaraknya memang tak begitu jauh.
Singkat cerita, sesampainya di sana yaitu di rumah Mbah Juwarno, tanpa permisi Sulis langsung masuk, karena memang pintu depan rumah Mbah Ju tampak dalam keadaan terbuka.

“Kulonuwun!!!!!kulonuwunnn!!! Pak Luyo!!! Pak Luyo!!!”. Kata Sulis sambil berjalan masuk.
Suasana ruang tamu tampak lengang, Sulis kembali ke arah teras dan melihat sepeda motor Waluyo untuk memastikan kembali bahwa juragannya memang benar-benar ada disini.

“Kulonuwunnnn!!!!”. Ucapnya lagi.

Bersambung --
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Hingga tak selang beberapa lama, Mbah Juwarno dan Waluyo pun keluar mengampiri panggilan dari Sulis itu.
“lhohh!! Ono opo!! Lis, piye Mbak Yani?”.
(Lhohh!! Ada apa!! Lis, Gimana Mbak Yani?). Kata Waluyo yang tampak kaget melihat kedatangan Sulis.
“Nganu Mas!!eh Pak!! Sakniki -
--wangsul mawon!! Ben njenengan semerep piyambak “.
(Anu Mas!! Eh Pak!! Sekarang pulang saja, biar sampean lihat sendiri). Kata Sulis dengan gelagapan.

Mbah Juwarno dan Waluyo tampak saling pandang. Hingga akhirnya mereka bertiga pun memutuskan untuk pergi memeriksa Suryani.
Tampak raut gelisah di wajah Waluyo ia buru-buru pulang kerumahnya bersama dengan Mbah Juwarno, sementara seperti tadi Sulis menyusul dari belakang dengan menggunakan sepeda kayuh.
Tiba-tiba saja hujan turun dengan sangat deras Waluyo tentu memacu kendaraannya dengan kencang sementara Sulis yang hanya menggunakan sepeda tentu ketinggalan jauh, tapi ia tak peduli, Sulis terus mengayuh sepeda itu di tengah derasnya hujan malam itu.--
-- Sementara Waluyo dan Mbah Juwarno yang sudah sampai langsung masuk.

Tampak Suryani masih kejang menggelinjang dalam pelukan Mbok Menik.
“Tulungi pak... Tulungi!!”.
(Tolongin pak tolongin!!). Kata Mbok Menik setelah melihat juragannya dan Mbah Juwarno masuk.
Waluyo terlihat panik menghampiri dan kini menggantikan Mbok Menik untuk memegangi Suryani istrinya. Meski ia tahu ada sesuatu tak beres terjadi tapi ia tentu bingung dengan keadaan ini.
Mbah Juwarno pun memegangi kepala Suryani seraya mengucapkan Doa, hingga beberapa saat kemudian Suryani pun mulai tenang dan tak lagi kejang, namun ia masih belum sadarkan diri.
“Gowo mlebu ning kamar!!!”.
(Bawa masuk ke kamar!!). Ucap Mbah Juwarno menyuruh Waluyo untuk membawa istrinya masuk ke kamarnya).

Mbah Juwarno berjalan menuju ruang tamu dan duduk, terlihat dari raut wajahnya, jelas kejadian ini bukanlah hal yang bisa di anggap enteng.
Ia tampak menggenggam tasbihnya seraya terus mengucapkan doa. Bersamaan dengan itu Sulis pun akhirnya sampai, dengan basah kuyup ia masuk kerumah Waluyo, satu kata yang ia ucap ketika kakinya menginjak lantai ruang tamu itu.
“Tulung!!!”. Begitu ucapnya dengan hidung yang mengeluarkan darah Sulis pun limbung dan jatuh ke lantai.
Mbah Juwarno yang memang berada dalam ruangan yang sama pun langsung mengampiri dan memegang tubuh Sulis yang basah kuyup itu.
Tercium bau yang tak sedap dari tubuh sulis, bukan kencingnya yang bercampur air hujan, melainkan kotoran (BAB) hitam yang kini terlihat mengalir di balik tubuh Sulis yang terkapar.
Mbah Juwarno memanggil-manggil, hingga Waluyo dan Mbok Menik pun datang.

“Opo meneh iki!!”.
(apa lagi ini!!). Ucap Waluyo melihat hidung dan mulut Sulis sudah di penuhi dengan darah.
Bersamaan dengan itu, “UGHHH!!”. Ekspresi Waluyo dan Mbok Menik ketika menyadari ada bau yang tak sedap tercium oleh mereka.
“Iki yo keno!!!!”.
(ini juga kena!!). Ucap Mbah Juwarno mencoba menjelaskan situasi itu dengan singkat.
Sementara itu bau kotoran yang dikeluarkan Sulis kini perlahan mulai berubah menjadi bau busuk yang sangat menyengat. Baunya sangat tak tertahankan hingga akhirnya mereka bertiga pun memutuskan untuk memindahkan Sulis yang masih tak sadarkan diri itu di teras depan.
Mbok Menik langsung berlari ke belakang untuk mengambil peralatan pel, dan membersihkan lantai ruang tamu itu yang diceceri oleh kotoran hitam dari Tubuh Sulis. Baunya sangat busuk, hingga membuat sesekali Mbok Menik merasa mual dan muntah. Diluar, Waluyo dan Mbah Juwarno pun--
-- tak tinggal diam, dengan air selang ia memandikan Sulis begitu saja tanpa mengindahkan keselamatan dari Sulis sendiri. Satu per satu pakaian Sulis ditanggalkan oleh Waluyo meski sesekali ia harus melakukan itu --
--menggunakan kakinya. Guyuran demi guyuran membersihkan tubuh Sulis di teras itu, Mbah Juwarno terlihat menyeka Wajah Sulis yang di penuhi oleh darah. Kotoran hitam itu pun kini sudah mengalir ke depan rumah Waluyo dan di sapu oleh hujan lebat malam itu. Begitu juga dengan--
--Mbok Menik yang tampak sudah selesai membersihkan ruang tamu.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari, hujan lebat pun sudah sedikit mereda, Waluyo, Mbah Juwarno dan Mbok Menik kini tengah duduk di ruang tamu, dengan Sulis yang direbahkan di salah satu kursi--
-- panjang diruangan itu berdampingan di sisi Mbok Menik. Mereka semua saling diam dengan raut gelisah. Mbah Juwarno pun berdiri mendekati Sulis, memegang-megang jari kakinya seraya mengucapkan mantra membisik, hingga tak selang beberapa lama Sulis pun terbatuk dan sadar.
“Ampunnn.. Ampunnn.. Ampun!!!!”. Kata Sulis setelah sadarnya seakan tadi dia telah didatangi oleh sesuatu.

Sulis bangkit dan memeriksa sekujur tubuhnya yang kini sudah dipakaikan baju yang berbeda dari pakaian yang tadi ia kenakan.
“onten nopo niki?”
(Ada apa ini?). Ucapnya keheranan.

“Kowe mau ditemoni opo?”.
(kamu tadi bertemu apa?). Tanya Mbah Juwarno yang masih berada didepan Sulis.
Sulis terdiam sejenak, menggaruk-nggaruk kepalanya, mencoba mengingat kejadian yang ia alami saat perjalanan dari rumah Mbah Juwarno sampai kesini. Matanya melirik ke semua orang yang berada dihadapanya itu, karena sebenarnya sedari awal saat ia sadar Sulis--
--sudah ingat dengan siapa tadi ia bertemu, namun Sulis seakan mencoba mengulur-ulur waktu untuk tidak menceritakannya.

Hingga akhirnya karena terus dicecar, Sulis pun bercerita.

“Anu ... Kulo nganu, wau di temoni kalih Mas Tikno..”.
--
(Anu, saya.. Anu, tadi saya didatangi oleh Mas Tikno). Ucap Sulis dengan gugup mengatakan kalau tadi ia bertemu dengan mendiang Pratikno, anak Waluyo yang sudah meninggal.

“Tapi niku tetep sanes Mas Tikno, soale teko-teko deknen malih dados kuntilanak gedhi banget!!!”.--
(tapi saya rasa itu bukanlah Mas Tikno, soalnya tiba-tiba saja, dia berubah menjadi sosok kuntilanak yang badannya sangat besar!!). Ucap Sulis dengan nada yang bergetar ketakutan.

Bersambung - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
“Koyo sing mau bengi meruhi kowe ning ngarepan omah??”.
(kayak yang tadi malam kamu lihat di depan rumah??). Kata Mbok Menik menyela cerita itu.

“Ho.o Mbok, bener, koyo sing meruhi aku sakdurunge aku mangkat ning Mbah Juwarno!!”.
(iya Mbok, betul, seperti yang aku lihat sebelum aku berangkat ke tempat Mbah Juwarno tadi). Jawab Sulis membenarkan perkataan dari Mbok Menik.
Waluyo tampak resah mendengar cerita itu, matanya langsung menatap ke arah Mbah Juwarno, menyiratkan sebuah pertanyaan yang langsung --
-- di jawab oleh Mbah Juwarno kalau itu bukanlah arwah Pratikno, melainkan jin kiriman yang sedang menjelma untuk mengacaukan kehidupan Waluyo.
“Jelas mbiyen kowe mesti akeh gawe uwong sengsara, saiki kowe lagi ngunduh wohe, nanging mergo aku nyawang kowe gelem malih dadi becik, sakbisane aku bakal ngrewangi”.
(jelas, dulu kamu pasti banyak membuat orang sengsara, sekarang kamu sedang memanen buahnya, tapi karena aku melihatmu ingin berubah menjadi baik, aku akan membantumu sebisanya). Ungkap Mbah Juwarno kepada Waluyo.
Waluyo hanya terdiam menganggukkan kepalanya, dgn matanya yang berkaca-kaca. Mbah Juwarno menepuk bahunya, mengajak Waluyo masuk untuk memeriksa keadaan Suryani istrinya, & benar saja, belum sampai mereka semua berjalan menuju kamar, Suryani pun memanggil-manggil, dengan nada--
--kesakitan.

“Tulung...tulung..tulung..’. Suara Suryani lirih dari dalam kamarnya.
Mereka pun bergegas menghampiri, dan ternyata apa yang terjadi dengan Sulis tadi, kini juga terjadi kepada Suryani, Hidung dan mulut Suryani berdarah begitu juga dengan kotoran hitam berbau --
--busuk yang diduga keluar dari dubur Suryani kini sudah memenuhi sebagian ranjangnya.

“Tenang..tenang”. Ucap Mbah Juwarno sambil menutup hidungnya karena tak bisa dipungkiri baunya kini tercium sangat busuk.
Atas arahan Mbah Juwarno, tanpa ragu Waluyo pun memindahkan istrinya ke ruang tengah, Mbok Menik dan Sulis bolak-balik membawa perlengkapan untuk membersihkan tempat tidur majikannya itu.

“Kasur buang wae!!”.
(Kasurnya dibuang saja!!). Ucap Mbah Juwarno.
Setelah Mbok Menik menyiapkan air hangat, kini Waluyo memindahkan istrinya ke kamar mandi untuk dibersihkan, bersama Mbok Menik, Waluyo menyeka dan memandikan istrinya, menggantikannya baju dan memapahnya kembali keruang tengah.
“Ono opo iki Mas!!!”.
(Ada apa ini Mas!!). Ucap Suryani dengan lesu mempertanyakan apa yang terjadi.

Waluyo tak berkata banyak, ia hanya menjawab, semua akan di urus oleh Mbah Juwarno. Hingga suasana kacau saat itu di pecahkan oleh suara adzan subuh yang berkumandang.
Sekitar pukul 05.00 pagi, Mbah Juwarno berpamitan pulang, diantar oleh Waluyo, sementara Mbok Menik dan Sulis yang sudah terlihat lelah setelah melalui malam yang kacau tadi pun juga berpamitan pulang sejenak ke rumahnya sesudah Waluyo kembali dari mengantar Mbah Juwarno.
Suryani yang sudah agak pulih sekarang tengah duduk di ruang Tamu bersama Waluyo, memandangi lalu-lalang orang di depan rumah tanpa ada percakapan. Sungguh pagi yang terasa aneh dan lesu setelah apa yang mereka lalui semalam. Waluyo bangkit dari duduknya dan berjalan menuju--
-- dapur untuk memanaskan air dan membuat kopinya sendiri. Seraya pandangannya tertuju di kandang lembu miliknya di belakang rumah, ia sedikit heran karena tak ada aktivitas berisik dari kandang itu seperti biasanya. Firasatnya mulai tak enak, ia pun menyesap kopinya terlebih--
-- dahulu sebelum akhirnya memutuskan untuk memeriksanya. Dan ia tersentak setelah melihat apa yang terjadi. Sapi-sapinya yang berjumlah 4 ekor, tampak sudah limbung tersungkur dengan semua lidahnya yang menjulur, jelas mereka sudah mati. Waluyo hanya bisa menghela nafasnya--
--panjang-panjang, menahan emosi yang sudah sesak di dadanya. Dengan perlahan ia berjalan masuk kembali ke dalam rumahnya, menyambar kopi di atas meja dapur dan kembali duduk dengan Suryani di ruang tamu.

Suryani tampak masih melamun, Hingga Waluyo yang duduk di sampingnya--
--pun menyadarkan lamunannya.

“Sapine mati kabeh buk!!”.
(Sapi kita mati semua buk!!). Ucap Waluyo dengan wajah yang mulai putus asa.

“Kok bisa mas!!”. Jawab Suryani terkejut.
Waluyo hanya diam, namun dengan wajah sayu Suryani mencoba menenangkan suaminya itu, lagi pula matinya 4 ekor sapi itu belum cukup untuk membuat pasangan Waluyo dan Suryani ini bangkrut, mengingat harta simpanannya yang masih cukup banyak.
Tapi bagi mereka mungkin ini bukan masalah harta, namun perihal ketentraman hidup mereka kedepannya. Waluyo menengadahkan kepalanya dan menyandarkannya di bantalan kursi ruang tamunya itu, seraya menghela nafas ia memejamkan matanya, semalaman ia tak tidur sama sekali, --
--tentu kini ia merasa kantuk. Begitu juga dengan Suryani yang juga beranjak masuk dan merebahkan tubuhnya di kursi ruang tengah. Hingga entah selang berapa lama kemudian, Mbah Juwarno datang disusul oleh Sulis dan Mbok Menik beberapa saat setelahnya.
“Pak...”. Ucap Sulis pelan sambil sedikit menggoyangkan tubuh Waluyo yang tertidur di kursi.
Hingga ia pun terbangun, begitu juga dengan Suryani yang juga dibangunkan oleh Mbok Menik. Mbah Juwarno tampak menggenggam bungkusan kain merah di tangannya.
“iki Ndog Banyak, wes tak rajah gawe tolak balak, mugo-mugo iki kuat gawe bentengi omah iki”.
(ini telur angsa, sudah saya rajah untuk tolak bala, semoga ini kuat untuk membentengi rumah ini). Ucap Mbah Juwarno sambil menunjukkan bungkusan kain merah yg berisi telur angsa itu.
“Sapine mati kabeh Mbah!!, niku kingnopo? Nopo enten hubungane kalih niki?”.

(Sapi saya mati semua mbah!! Itu kenapa? Apa ada hububganya dengan ini?). Tanya Waluyo menyambut pernyataan dari Mbah Juwarno tadi.
Mbah Juwarno tak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya saja, dan langsung menyuruh Sulis untuk mengambil paku dan palu. Suryani dan Mbok Menik keluar membawakan minuman dan sedikit hidangan untuk Mbah Juwarno.
“Ono opo jare Mas?”.
(Ada apa katanya Mas?). Kata Suryani dengan pelan kepada Waluyo.

Bersambung karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Singkat waktu dipasanglah bungkusan merah berisi telur angsa itu di atas pintu masuk. Lagi-lagi Mbah Juwarno kembali berujar, semoga benda ini kuat untuk menahan serangan teluh yang belum diketahui asalnya ini.
Setelah itu Mbah Juwarno langsung mengajak mereka semua untuk ke belakang,

“Ayo ning mburi, Sapine ndang dipendem!!”.

(Ayo kita kebelakang, Sapi-sapi itu harus segera kita kuburkan!!). Kata Mbah Juwarno seraya bergegas ke kandang lembu milik Waluyo itu.
Sulis, dan Waluyo kini saling berjibaku untuk menggali lubang, sementara Mbah Juwarno sibuk memotong-motong sapi-sapi itu menjadi beberapa bagian dibantu oleh Mbok Menik dan Suryani tentunya. Setelah selesai dikuburkanlah bagian-bagian tubuh --
--dari sapi itu dengan menyisakan ekornya yang kini dibakar oleh Mbah Juwarno hingga menjadi arang. Berjam-jam proses itu dilakukan hingga selesai ketika waktu sudah menjelang sore.
“Sing waspodo lan eling terus marang Gusti!!”

(Tetaplah waspada dan selalu ingat dengan Tuhan!!). Ucap Mbah Juwarno sebelum berpamitan meninggalkan Waluyo dan Suryani.
Mbok Menik, Sulis tampak sudah membersihkan diri, begitu juga dengan Waluyo dan Suryani yang kini sedang menyantap mie instan di atas meja makannya.
“Kene lho Mbok, Lis, Mangan sek”.

(Sini lho Mbok, Lis Makan dulu). Ucap Suryani mengetahui Mbok Menik dan Sulis tengah mengobrolkan sesuatu di area dapur.
Sulis dan Mbok Menik bergegas mengiyakan ajakan majikannya itu dan menghampirinya ke ruang makan. Merekapun makan bersama dalam satu meja dengan wajah Mbok Menik yang gelisah, Berharap kejadian di atas meja makan kemarin tak terulang lagi.
Bagian 1 selesai, Berlanjut ke bagian 2 - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Sampai jumpa di bagian berikutnya.
Btw cerita "SurengKala" Ini sudah tamat ya di @karyakarsa_id , ada 4 bagian. Untuk sementara Bagian 2 - 4 masih nongkrong di Karyakarsa, buat yang buru-buru pengen baca, silahkan bila berkenan, mampir ke Karyakarsaku ya. karyakarsa.com/AgilRSapoetra
((Via web aja biar lebih murah))

SurengKala Bagian 2 - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

Bagian 3 - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

Bagian 4 (akhir) - karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…

• • •

Missing some Tweet in this thread? You can try to force a refresh
 

Keep Current with gil

gil Profile picture

Stay in touch and get notified when new unrolls are available from this author!

Read all threads

This Thread may be Removed Anytime!

PDF

Twitter may remove this content at anytime! Save it as PDF for later use!

Try unrolling a thread yourself!

how to unroll video
  1. Follow @ThreadReaderApp to mention us!

  2. From a Twitter thread mention us with a keyword "unroll"
@threadreaderapp unroll

Practice here first or read more on our help page!

More from @AgilRSapoetra

Mar 22
GUMBOLO PATI #11

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
Bagian sebelumnya di @X :

Selanjutnya di @karyakarsa_id :
11.

12.

13. (Tamat) - ongoing.

*****

GUMBOLO PATI #11

Tiga hari berlalu sudah, sejak ‘Bedhong Mayit’ itu di ambil kembali dari almarhum Pak-
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-Broto. & sudah selama tiga hari ini pula Pak Dirja hampir dibuat putus asa, karena teror dari jin kafan yg semakin mengerikan saja.

Bagaimana tidak, semalam ada kejadian yg hampir saja mencelakai Darwis. Cucu mendiang Mbah Gajul atau anak Pak Dirja itu hampir menelungkupkan ke-
Read 71 tweets
Mar 15
GUMBOLO PATI #10

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu. @bacahorror @IDN_Horor @menghorror @ceritaht #bacahorror Image
Part sebelumnya #9

On @karyakarsa_id

10.
11.
12.
13 -Tamat. (On going)

“GUMBOLO PATI” #10.

Sore ini, sekira pukul 16.00.
Tampak Pak Dirja & Darwis sudah berada di dekat mulut-
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
-terminal, di dalam mobil pinjaman dari kantornya, mereka menunggu Pak Sukoco untuk melayat ke tempat Pak Broto.

Sekira 5 menit menunggu, Pak Sukoco pun muncul, dengan pakaian rapinya, ia langsung masuk ke dalam mobil, dan mengajak untuk segera berangkat.

“Ayo berangkat”. Ka-
Read 74 tweets
Feb 23
GUMBOLO PATI #7

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu.

@bacahorror @IDN_Horor @menghorror #bacahorror #menghorror #Idnhorror Image
10.
11.
12.

GUMBOLO PATI #7

Pak Dirja dan Darwis pun baru sampai di huniannya sekira pukul 23.30 malam, ini tentu teramat tak masuk akal, karena dibutuhkan waktu hampir 11 jam untuk mereka sampai di-karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Read 66 tweets
Feb 9
GUMBOLO PATI #4

Bedhong Mayit 2

"Terlambat, kita sudah terlanjur terikat, ku ucapkan selamat datang wahai inangku sekarang, akulah 'GUMBOLO PATI', Sang Gembala Kematian penjaga 'Kain Rombeng' itu.

@bacahorror @IDN_Horor @menghorror #bacahorror #menghorror #Idnhorror Image
9.
10.
11.

GUMBOLO PATI #6

Adzan subuh sudah berkumandang sekira tiga puluh menit yg lalu, namun Pak Dirja & Darwis, masih dalam keadaan yg sama, saling diam, dengan mata terjaga, bahkan dari semalam, ham-karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
karyakarsa.com/AgilRSapoetra/…
Read 77 tweets

Did Thread Reader help you today?

Support us! We are indie developers!


This site is made by just two indie developers on a laptop doing marketing, support and development! Read more about the story.

Become a Premium Member ($3/month or $30/year) and get exclusive features!

Become Premium

Don't want to be a Premium member but still want to support us?

Make a small donation by buying us coffee ($5) or help with server cost ($10)

Donate via Paypal

Or Donate anonymously using crypto!

Ethereum

0xfe58350B80634f60Fa6Dc149a72b4DFbc17D341E copy

Bitcoin

3ATGMxNzCUFzxpMCHL5sWSt4DVtS8UqXpi copy

Thank you for your support!

Follow Us!

:(