Ketika saya bilang: siwak, berkuda, atau memanah bukanlah ajaran agama, saya dituduh anti-sunnah.
Padahal itu cuma beda MENGARTIKAN SUNNAH. Kalau sunnah diartikan meniru persis semua yang dilakukan Nabi, saya pikir itu nggak paham konteks tentang sunnah.
Tak bisa bedakan mana tindakan Nabi yang merupakan wujud dari "pesan" Allah kpd Nabi, dan mana tindakan Nabi yang berdasarkan teknologi dan budaya saat itu.
Tak bisa bedakan mana yang harus ditiru persis, dan mana yang perlu digali maksud kenapa Nabi melakukan/memerintahkan itu.
Kalau MENIRU PERSIS yang dilakukan Nabi dianggap menjalankan sunnah tanpa paham konteks-nya, maka harusnya kita meniru semuanya:
Bentuk rumah, alas rumah, model kamar mandi, alas tidur, alat makan, jenis makanan, bahkan alat penerangan.
Apakah sudah ada usaha meniru Nabi semua?
Selama Anda masih menganggap: siwak, berkuda, memanah, jinten hitam, jenggot, pakaian arab, atau sejenisnya adalah ajaran agama, berarti Anda pada dasarnya nggak paham KENAPA AGAMA DITURUNKAN. Anda nggak paham KENAPA NABI MUHAMMAD SAW DIUTUS.
Ada tidak orang yang ingin bentuk rumahnya dan peralatan rumah seperti Nabi dan bilang ingin menjunjung tinggi sunnah?
Apakah ada yang begitu?
Padahal kita pernah dengar ucapan sejenis ini, "Kita sikat gigi pakai odol, tapi kita tetap bersiwak untuk mendapat sunnah-nya."
Sikat gigi pakai odol itu ya sudah menjalankan sunnah Nabi.
Menjalankan sunnah Nabi ya tak harus sama persis. Yang terpenting adalah berusaha memahami maksud Nabi kenapa Nabi memerintahkan itu.
Menjalankan sunnah tanpa melihat latar belakang kondisi saat itu. Tanpa mau berusaha menggali: kenapa saat itu diperintahkan seperti itu, apa tujuannya diperintahkan, dst.
Pemikiran sempit mengartikan sunnah seperti itu untuk saat ini jelas tak bisa diterima.
Sayangnya, masih banyak yang bersikukuh:
- Lantang bilang bahwa siwak adalah pembersih gigi paling hebat sepanjang masa. Biasanya disertakan hasil penelitian ilmiah. Pokoknya yakin siwak itu keputusan Tuhan yang terbaik.
- Lantang mengatakan bahwa suatu saat dunia akan kembali ke zaman dulu. Tak ada mesin, tak ada listrik, sehingga kuda akan dipakai lagi, senjata pun kembali ke memanah.
Di saat orang lain mimpi hidup di luar bumi, ada muslim yang mimpi dunia balik tanpa teknologi. Menyedihkan.
Di saat ilmuwan berpikir keras supaya bisa punya kendaraan antar planet, ada muslim yang masih bermimpi bahwa nanti dunia kembali pakai kuda sebagai kendaraan.
Betapa menyedihkan dan BIKIN MALU pemikiran Islam yang jelas-jelas dipersiapkan hingga akhir zaman.
Ada juga yang mengatakan bahwa teori saya ini merendahkan hasil pemikiran para ulama besar zaman dulu.
Padahal ulama besar dulu ya pakai logika saat itu. Mereka tentu benar utk saat itu. Namun apakah hasil pemikiran itu tak mungkin diubah saat zaman berganti?
Ada juga yang bilang: "Agama itu mutlak. Islam sudah sempurna. Tak mungkin berubah. Kok kamu mengubah agama."
Islam sempurna. Betul. Justru karena sempurna itulah dia bisa disesuaikan dengan perubahan zaman. Mematikan tafsir akan Islam justru membuat Islam tampak tak sempurna.
Saya tak mengubah Islam. Islam dgn Rukun Islam dan Rukun Iman tentu tetap seperti itu.
Namun, bagaimana hidup sebagai muslim sebagai bagian dari masyarakat dunia itu perlu dipikir. Tentu tak harus sama dengan saya. Tapi jelas ada yang perlu dikoreksi, termasuk pengertian sunnah.
Zaman jelas-jelas berubah. Sedemikian berubahnya. Perubahan super-cepat 50 tahun terakhir dan akan semakin gila perubahannya 50 tahun ke depan.
Mengartikan sunnah seperti yang selama ini diajarkan akan sulit diterima logika masa depan. Contoh di atas cukup jelas.
-akhir utas-
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
Saya meyakini agama dan budaya seharusnya kita pilah.
Memilah bukan berarti menjauhkan keduanya. Keduanya tetap dalam konteks menjalankan Islam. Namun dengan memilah, kita jadi paham mana yang harus meniru persis Nabi dan mana yang tidak.
Nabi Muhammad adalah utusan Allah untuk menyampaikan ajaran agama dengan segala ritual ibadahnya, namun untuk urusan hidup keduniaan, tak perlu kita meniru persis apa yang dilakukan Nabi.
Kita harus memandang Islam ke masa depan, bukan kembali ke masa lalu.
Agar lebih mudah, saya membagi dalam 2 kolom seperti di infografis yang saya sertakan.
>Kolom Agama<
Kolom agama berisi tentang semua hal yang berhubungan dengan ibadah vertikal atau hablumminallah. Mulai dari Rukun Islam sebagai kewajiban, hingga ibadah-ibadah sunnah lainnya.
Bagi cebong:
Jokowi difitnah, tapi Anies memang tak bisa kerja.
Ya sama saja, bagi kadrun:
Anies difitnah, tapi Jokowi memang anti-Islam.
Semua itu kan SUDUT PANDANGMU. Dan itu TERSERAH!
Tapi yang jelas keduany melahirkan fenomena anti-Jokowi dan anti-Anies.
Nggak semua penduduk memilih capres di TPS memakai alasan yang sama dengan Anda. Ada banyak orang yg nggak ikutan hiruk pikuk Twitter yang nyoblos ya sesuai hati nurani mereka.
Harus diperjelas: Saya bilang "ada banyak", bukan "semua", atau "mayoritas", atau yang lain.
Ada orang yang suka ungkit2 bahwa Singapura dulu negara Melayu dan sekarang dikuasai pendatang. Atau suka bilang bahwa Spanyol dulu pernah dikuasai Islam.
Itu adalah orang2 yang tak bisa move on.
Itu seperti fans MU yg sukanya cuma ngomongin zaman Sir Alex :)
Ada juga yang suka mengungkit bahwa Islam dulu pernah mendominasi ilmu pengetahuan dunia.
Orang-orang itu semacam terjebak di romantisme zaman dulu yang terlihat lagi bingung bagaimana caranya bisa mengembalikan kejayaan yang dia banggakan.
Orang-orang seperti itu harusnya sadar bahwa Islam saat ini "terlihat" tertinggal itu justru karena orang-orangnya mayoritas seperti mereka yang memperburuk citra Islam.
Saat itu Islam bisa berkembang justru karena pemikirannya terbuka sehingga bisa bersaing di urusan dunia.
Saya sama sekali tak setuju jika anjing disebut binatang paling hina. Dalam sejarah Islam, sering sekali anjing jadi cerita yang baik. Sama sekali tak menunjukkan bahwa anjing itu hina dan kotor.
Bahkan soal najis, saya termasuk yang yakin bahwa anjing tidaklah najis.
Saya pernah mengagumi Amien Rais.
Saya pernah mengagumi Cak Nun.
Saya pernah mengagumi Anies Baswedan.
Saya pernah mengagumi UAS.
Saya pernah mengagumi Aa Gym.
Saya pernah mengagumi Yusuf Mansur.
Jika sekarang tak lagi, bukan karena saya yang berubah, tapi mereka yang berubah.
Ada yang anggap tulisan saya ini berarti: SEMUA ORANG BERUBAH, HANYA SAYA YANG TAK BERUBAH.
Tidak. Banyak tokoh yang tak berubah.
Ada yang dari awal saya kagum dan hingga sekarang saya tetap kagum.
Ada juga yang dari awal saya tidak kagum, dan sampai sekarang juga tidak.
Saya hanya sampaikan pendapat saya tentang tokoh2 itu yg memang pernah saya kagumi. Namun seiring waktu, ada hal dari mereka yg berubah hingga merubah penilaian saya. Tentu ini pendapat pribadi saya.
Dalam hal ini konteksnya tokoh Islam ya, semua yg saya sebut adlh tokoh Islam.
Meski Jokowi sudah tak mungkin lagi melanjutkan jabatannya di tahun 2024, tapi suara (pemilih) Jokowi dan anti-Jokowi, terus dipelihara oleh kedua belah pihak.
Cebong-Kadrun akan tetap hadir di Pilpres 2024 nanti.
Kita mungkin banyak yang terganggu dengan adanya polarisasi cebong-kadrun, tapi orang-orang di atas sana, masih menganggap bahwa pendukung Jokowi maupun anti-Jokowi adalah kantong suara yang efektif untuk dikendalikan.
Kegaduhan yang terus terjadi saat ini adalah bukti bahwa kantong suara kedua kubu terus dipelihara.
Masyarakat akan terus dipengaruhi terus-menerus untuk memilih kubu: Jokowi dan anti-Jokowi.