BAGIAN XXII
‘’DIA DATANG LAGI … ‘’
Kematian dari sesepuh di desa tersebut penuh dengan kebingungan para warga. Mereka terkejut saat mendapati jasad dari sesepuh itu berlumurkan penuh darah dan beberapa goresan luka di bagian perut seperti bentuk cakaran.
Semua diam dan terbungkam. Tidak ada yang ingin campur akan kematian dari sesepuh dari desa itu sendiri.
Para warga menyebut sesepuh itu dengan nama Mbah Jayo. Dia adalah orang pertama yang menempati alas wingit bersamaan dengan seorang anaknya yang menurut para warga, anak tersebut menghilang saat bermain-main di sekitaran alas wingit.
Ada yang mengatakan, jika anak dari mbah jayo ini sudah diambil oleh para penghuni alas wingit.
Dan tentunya, alasan mengapa mbah jayo sendiri menumbalkan banyak bayi dan juga orang-orang yang berada di desanya adalah karena ini adalah bentuk penangguhan dari mbah jayo sendiri agar anaknya bisa kembali kea lam manusia.
Kematian Mbah Jayo benar-benar diperlakukan tidak selayaknya manusia. Tidak ada para warga yang mau memandikan, mengkafani atau mungkin mereka tidak mengetahui kepercayaan apa yang dianut oleh Mbah Jayo sendiri.
Mereka hanya menguburkan Mbah Jayo seperti layaknya orang meninggal pada umumnya.
Sebenarnya, para warga di sini tidak tega melihat dengan apa yang mereka lakukan kepada Mbah Jayo.
Namun, para warga yang memang sudah mengetahui sifat dari mbah jayo yang buruk itu, mereka tidak ingin terlalu dalam untuk mengetahui penyebab dari kematian mbah jayo sendiri.
Semenjak kematian Mbah Jayo, kehidupan di desa tersebut menjadi aman. Para warga bebas untuk melakukan apapun dan sudah tidak takut lagi akan rumor-rumor yang beredar terkait alas wingit.
Mereka hidup secara damai tanpa rasa ketakutan yang terkadang sering digandrungi dengan para penghuni dari alas wingit yang mengerikan itu.
Dengan kedamaian yang sudah tercipta, akhirnya, bapak pun meminta kepada Raden Kuncoro beserta dengan yang lainnya untuk kembali ke desa itu.
Awalnya, mereka semua tidak setuju. Alasannya adalah karena desa tersebut sudah bukan lagi tempat yang sekiranya memberikan hak kehidupan yang selayaknya seperti apa yang mereka inginkan
Namun, bapak sendiri menjelaskan bahwa, semenjak kematian dari Mbah Jayo, para warga sudah bisa menerima orang-orang luar untuk bermukim di desa tersebut.
Semakin ditekan, ibu, raden kuncoro dan isterinya semakin ragu. Mereka bertiga seperti tidak sepakat dengan keputusan tiba-tiba yang diambil oleh bapak untuk kehidupan selanjutnya.
Mungkin bapak lupa terkait salah seorang di balik tragedi kematian Mbah Jayo. Ya, pria misterius itu! Dia belum diketahui keberadaannya semenjak kematian dari Mbah Jayo sendiri.
Apa mungkin, dia bersembunyi sejenak untuk mengatur ritme strategi yang tepat ketika nanti tiba waktunya?
Bapak pun kembali menegaskan kepada ibu, raden kuncoro dan juga isterinya,
‘’Kita memang belum tahu siapa pelaku itu. Namun, ada beberapa kemungkinan jika dia akan kembali ke desa tersebut.’’ Jelas Bapak
‘’Maksud Mas Arto?’’ Tanya Raden Kuncoro
‘’Jika dia memang seorang warga dari desa tersebut, tentunya, dia akan kesulitan karena desa tersebut semakin hari akan semakin banyak pendatang. Rumor dari alas wingit juga akan tenggelam dengan sendirinya.’’
Raden Kuncoro mengangguk paham. Ia mengerti apa yang dimaksudkan oleh Bapak terkait langkah-langkah yang bakal diambil oleh pria misterius tersebut setelah kematian Mbah Jayo.
‘’Kita harus segera menempati tempat di desa tersebut. Kita masih belum aman dari kejaran Raden Angkoro dan yang lainnya.’’
Memang benar. Bapak masih waspada akan kehadiran dari Raden Angkoro dan yang lainnya.
Bapak rasa, desa tersebut sangatlah aman dari kejaran orang-orang yang ingin membunuh seluruh anggota keluarga ningrat.
Alhasil, dengan penekanan yang diberikan oleh bapak, raden kuncoro pun menyetujuinya untuk kembali lagi ke desa tersebut.
Mereka pun segera meninggalkan tempat yang sekarang mereka tempati guna menuju ke tempat yang memang sudah ada di desa tersebut.
Entah mengapa, saat pemberangkatan ke desa tersebut, lagi-lagi, keanehan terjadi kepada Ibu.
Ibu seperti tidak yakin jika menempati kembali ke desa tersebut adalah pilihan yang baik.
Namun, apapun itu, ibu tetap menghormati keputusan Bapak. Dan memang benar, tujuan dari Bapak sendiri adalah menghindari kejaran Raden Angkoro beserta yang lainnya.
Setibanya di desa tersebut, bapak dan yang lainnya terkejut. Mereka seperti melihat keajaiban yang langka dari desa itu sendiri.
Desa yang dulunya sebagai desa mati, kini berubah menjadi desa yang penuh dengan kehidupan.
Orang-orang di sana menjadi sangat ramah. Banyak pendatang juga yang ditawarkan oleh orang-orang desa untuk mampir ke tempatnya.
Tidak lain dan tidak bukan adalah bapak dan juga Raden Kuncoro beserta dengan yang lainnya.
‘’Pak, silahkan mampir ke tempat kami.’’ Ucap seorang wanita dengan sangat ramah
Awalnya, bapak menolak. Namun karena tidak enak dengan tawaran yang hangat itu, akhirnya, mereka pun menerima tawaran tersebut.
Bapak dan yang lainnya disuguhkan teh hangat manis beserta dengan ketan goreng yang dibuat sendiri orang wanita itu.
‘’Ngomong-ngomong, kalian semua pendatang dari mana?’’ Tanya wanita itu
‘’Kami sebenarnya sudah pernah menempati desa ini. Tapi, karena memang dulunya ada masalah, akhirnya kami pergi menempati desa ini.’’ Ucap Raden Kuncoro dengan polosnya
‘’Masalah? Masalah apa?” Tanya wanita itu
Raden Kuncoro pun menatap wajah bapak. Ia seperti kebingungan untuk menjelaskan inti masalah yang dimaksud oleh Raden Kuncoro.
‘’Berawal dari saat kami mendapati ada keanehan yang terjadi di desa ini, sampai akhirnya, ada salah seorang yang memang menumbalkan banyak warga hanya demi kepuasan dirinya.’’ Jelas Bapak
‘’Maksudnya Mbah Jayo?’’
Bapak dan Raden Kuncoro pun terkejut. ternyata, rumor tentang Mbah Jayo sudah tersebar luas dan diketahui oleh orang-orang yang mungkin bapak sendiri belum mengenal wanita ini.
‘’Kamu mengenal Mbah Jayo?’’ Tanya Ibu
Wanita itu tersenyum. Ia kemudian memperlihatkan lengan tangan kanannya yang penuh dengan luka akibat memiliki konflik yang sama seperti Mbah Jayo.
‘’Kurang lebih 2 tahun sebelum terjadinya kasus besar-besaran yang terjadi di desa ini. Aku sendiri adalah korban yang sama. Mbah Jayo sempat ining memperkosaku hanya untuk menembus tawaran yang diminta oleh penghuni dari alas wingit itu sendiri.’’ Jelas wanita itu
Penuturan dari wanita itu membuat mereka yang berada di tempat duduk langsung terkejut. Pasalnya, satu persatu masalah dan keburukan dari Mbah Jayo itu sendiri sudah terungkap dengan sendirinya.
‘’Lalu? Apa yang dilakukan olehmu saat Mbah Jayo memaksa melakukan itu?’’ Tanya Ibu
Wanita itu sejenak meminum terlebih dahulu. Tampaknya, akan ada penjelasan yang semakin lebar terkait Mbah Jayo, penumbalan dan desa alas wingit.
‘’Aku sebenarnya sama seperti kalian. Aku melarikan diri ke tempat yang jauh dari desa ini. Tujuanku adalah untuk bisa terhindar dari kejaran Mbah Jayo.’’
Ternyata, bukan bapak dan yang lainnya saja yang melarikan diri dari kejaran Mbah Jayo. Ada juga beberapa warga yang melarikan diri semenjak mengetahui aksi buruk yang dilakukan oleh Mbah Jayo.
Suasana menjadi hening sejenak. Bapak mencoba mencari topik segar yang lainnya agar bisa mengalihkan pembahasan yang sangat sensitive itu.
‘’Ngomong-ngomong, suamimu mana?’’ Tanya Bapak kepada wanita itu
‘’Suamiku biasanya pulang malam. Ia bekerja di luar desa.’’ Jelas Wanita itu
Bapak mengangguk paham. Itu berarti, di saat wanita itu pergi melarikan diri, sang suami menetap di rumah untuk menjaga rumah dan juga memberikan kehidupan kepada wanita itu.
‘’Panggil aku Arumi. Kalau kalian butuh apa-apa, kalian bisa mampir ke rumahku.’’ Senyum manis Arumi kepada Bapak dan juga yang lainnya.
Alhasil, mereka pun saling memperkenalkan diri satu sama lain untuk menciptakan keakraban di antara mereka. Sambil menyantap ketan goreng dan membahas yang lainnya, mereka pun akhirnya bisa akrab layaknya ikatan saudara.
Waktu berjalan dengan cepat. Desa alas wingit yang dulu ditakuti sebagai desa penuh dengan tumbal, kini terkenal dengan desa yang ramah dan padat akan penduduknya.
Sampai-sampai, banyak orang yang terus berdatangan ke desa tersebut dan membangun rumah di sana.
Dengan kemajuan seperti ini, bapak dan ibu pun bisa hidup dengan tentram. Mereka tidak lagi memikirkan nasib keluarga ningrat dan orang-orang yang selama ini mengejarnya hanya untuk dijadikan tumbal
Waktu semakin terus berjalan. Tahun pertama bapak menempati desa alas wingit, bapak melihat perkembangan yang sangat maju di desa tersebut.
Di tahun ini jugalah, ibu mengandung anak kedua yang merupakan aku sendiri (Aisyah).
Kala itu, bapak yang mengetahui jika ibu hamil sungguh tidak bisa dibayangkan. Perasaan senang dan haru menjadi satu.
Sampai-sampai, dengan pemberitaan gembira seperti ini, bapak pun mengadakan acara syukuran bersama dengan para warga yang ada di desa.
Bapak juga turut mengundang Mbak Arumi yang kebetulan sudah menjadi orang terdekat keluargaku.
Mbak arumi diberi tugas oleh bapak untuk menyiapkan makanan kepada orang-orang desa.
Karena acaranya adalah berdo’a bersama, jadi, acara syukuran saat itu diadakan dengan se-sederhana mungkin.
Tepat di malam jum’at kliwon, para warga pun berdatangan ke rumah bapak. Mereka berduyun-duyun mendatangi rumah bapak sembari bersilaturahmi satu sama lain.
Ibu dan Nyi Ratih yang kebetulan berada di belakang, harus menyiapkan makanan dan minuman untuk para tamu yang baru datang.
Tidak lupa pula Mbak Arumi. Karena suaminya masih berada di luar desa, mbak arumi pun bersedia untuk membantu menyukseskan acara syukuran tersebut.
Saat ibu dan nyai ratih sedang berbincang-bincang, mbak arumi tiba-tiba menghampiri keduanya sembari menanyakan minuman untuk para tamu yang baru saja datang,
‘’Bu? Minuman udah dibuat semua?’’ Tanya Mbak Arumi kepada Ibu
‘’Ooh mbak arumi. Ini udah semua. Silahkan bawa aja ke depan.’’ Ucap Ibu
‘’Oke bu.’’
Mbak Arumi pun membawa minuman itu ke ruangan depan. Ia kemudian kembali algi ke dapur untuk menunggu acara selesai.
Kebetulan, saat itu, ibu dan juga nyai ratih sedang membicarakan mbak arumi,
‘’Mbak, sini. Kita ngobrol-ngobrol dulu.’’
Mbak Arumi pun mengangguk paham. Ia kemudian duduk di dekat nyai ratih.
‘’Mbak, kalo suami mbak kerjanya apa? Kebetulan, kita sudah satu tahun lebih gak tahu pekerjaan dari suami mbak arumi.’’ Ucap Nyai Ratih
Mbak Arumi pun terdiam. Ia sembari memikirkan apa yang ingin dibicarakannya kepada Ibu dan juga Nyai Ratih.
‘’Kerja apa emangnya, mbak?’’ Tanya Ibu sembari menekankan pertanyaan itu lagi.
Mbak Arumi pun mengehela nafas sejenak. Ia kemudian menatap ibu dan juga Nyai Ratih dengan tatapan yang penuh dengan kecemasan,
‘’Sebenarnya, suamiku sudah lama tidak kembali semenjak tragedi terbunuhnya Mbah Jayo. Aku sendiri belum mengetahui pekerjaannya secara pasti. Tapi, terakhir ia bilang, kalo pekerjaannya adalah sebagai tukang sembelih kambing.’’ Jelas Mbak Arumi
’Tukang sembelih kambing? Maksudnya penjagal kambing?” Tanya Ibu
‘’Ia, benar. Dia bekerja di salah satu peternakan di luar desa ini. Makanya, setiap kali suamiku pulang, ia selalu membawa kepala kambing.’’
Ibu dan Nyai Ratih pun kompak mengucapkan ‘’Ooh … ‘’ terkait apa yang abru saja Mbak Arumi jelaskan.
Mbak Arumi hanya terdiam. Matanya penuh dengan keraguan dan ketakutan. Tampaknya, sosok seperti Mbak Arumi ini adalah wanita yang baik.
Ia rela menunggu satu tahun terakhir hanya untuk menunggu kedatangan suaminya yang katanya masih berada di luar desa dengan pekerjaan sebagai penjagal daging kambing.
Ia rela menunggu satu tahun terakhir hanya untuk menunggu kedatangan suaminya yang katanya masih berada di luar desa dengan pekerjaan sebagai penjagal daging kambing.
Lanjut malem yak!!
Setelah obrolan itu selesai, mereka pun segera membawa makanan dan minuman ke depan sembari meminta berdo’a bersama agar selalu diberikan kelancaran dan kekuatan dalam menjalani kehidupan.
Para warga yang sewaktu itu tergabung dalam silaturahmi antar satu sama lain, akhirnya menjadi akrab dan lama-lama menjadi kompak.
Sudah hampir jam 10 malam. Mbak Arumi belum tidur. Ia masih membereskan depan rumah ibu yang masih berserakan.
Melihat hal itu, ia langsung membereskan semuanya agar bisa pulang ke rumah dan beristirahat.
Selesai membereskan semuanya, mbak arumi ijin pamit pulang ke rumah.
Namun, saat dalam perjalanan pulang, mbak arumi mendengar sesuatu dari atas rumah ibu dan bapak.
Seperti suara orang tertawa namun suaranya sangat lirih hingga membuat sekujur tubuh mbak arumi merinding seketika.
Karena penasaran, mbak arumi pun menengok ke arah belakang.
Saat dirinya melihat ke arah belakang, dari atas rumah, terlihat seorang wanita dengan mengenakan pakaian berwarna merah dan wajahnya tertutup rambut sedang terduduk sembari memainkan kakinya.
Mbak Arumi yang melihat hal itu langsung terkejut. Ia kemudian berteriak sekencang-kencangnya,
‘’DEMITTTTTT!’’
Mbak Arumi pun pingsan di tempat. Bersamaan dengan itu, sosok wanita berbaju merah terbang ke arah hutan alas wingit sembari memekikkan tawa yang sangat mengerikan.
Ibu dan bapak yang kebetulan mendengar suara teriakan itu langsung keluar rumah. ia terkejut saat melihat Mbak Arumi sudah terbujur kaku di tanah dengan wajah yang sedikit pucat.
‘’Mbak? Mbak Arumi kenapa?’’ Tanya Ibu
Bapak pun segera membawa Mbak Arumi masuk ke dalam rumah. Ibu segera memanggil Nyi Ratih dan juga Raden Kuncoro.
Malam itu, mereka semua terkejut karena mendapati Mbak Arumi yang berteriak kencang lalu pingsan di tempat.
Sembari menunggu Mbak Arumi siuman, ibu mengoleskan minyak penghangat tubuh ke dahi Mbak Arumi.
Tidak lama kemudian, mbak arumi pun sadar. Namun, ada yang aneh tepat di saat mbak arumi sudah sadarkan diri.
Ia seperti orang ketakutan dan segera memeluk tubuh ibuku.
‘’Ada apa, mbak?’’ Tanya Ibu
‘’Bu! Ada demit, bu!’’ Ucap Mbak Arumi
‘’Demit? Dimana?”
‘’Di atas rumah Ibu!’’
Bapak dan Raden Kuncoro pun terkejut mendengar hal itu. Pasalnya, selama kematian Mbah Jayo, tidak ada lagi teror-teror yang mengerikan yang menyerang warga desa ini.
‘’Apa ciri-cirinya?’’ Tanya Bapak
Mbak Arumi pun mencoba menenangkan diri. Ia kemudian menghela nafas panjang dan minum terdahulu agar bisa menceritakan dengan jelas kepada Bapak.
‘’Dia (sosok itu) menggunakan pakaian serba merah. Rambutnya panjang hingga menutupi wajahnya. Lalu, dia tertawa sembari memainkan kakinya.’’
Deg! Sosok yang barusan diceritakan oleh Mbak Arumi merupakan sosok yang sama seperti saat dimana bapak dan juga Raden Kuncoro mengetahuinya di hutan alas wingit.
Tampaknya, ada seseorang yang sengaja mengundang sosok itu ke rumahnya. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa sosok itu baru muncul sekarang setelah 1 tahun lamanya tidak pernah terlihat?
Dan yang anehnya lagi, mengapa hanya ibu saja yang diteror oleh sosok tersebut?
Bapak mencoba untuk menenangkan keadaan. Ia kemudian meminta kepada Raden Kuncoro untuk mengantarkannya ke rumah malam itu juga.
Alhasil, raden kuncoro pun mengantarkan Mbak Arumi untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, raden kuncoro pun terkejut karena di depan rumah mbak arumi sudah penuh dengan tetesan darah.
‘’Mbak? Ini darah apa?’’ Tanya Raden Kuncoro
‘’Oh ini, mas. Ini darah kambing. Suami saya sepertinya sudah datang, mas.’’
Tidak lama kemudian, pintu rumah dibuka dengan lebar. Keluarlah seorang pria dengan mengenakan pakaian serba hitam dengan kedua tanah yang dipenuhi dengan darah.
‘’Nah, ini suami saya. Namanya Kang Didik.’’
Raden Kuncoro pun melihat pria yang disebut-sebut sebagai suami dari Mbak Arumi dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Ia tampak familiar. Raden Kuncoro seperti sudah pernah mendapati pria ini. Entah dimana, rasanya, ia pernah bertemu dengan perawakan yang mirip seperti suami dari Mbak Arumi.
‘’kenalkan, saya didik. Suami dari Arumi.’’ Ucap Kang Didik sembari menundukkan badannya.
Ia tidak mau bersalaman dengan Raden Kuncoro karena kedua tangannya penuh dengan darah.
‘’Saya Raden Kuncoro.’’ Ucap Raden Kuncoro
‘’Terima kasih ya, mas. Mohon maaf sampai ngerepotin harus nganterin sampai rumah.’’
‘’Oh gak apa-apa, mbak. Saya ijin pamit dulu, ya.’’
Tatkala Raden Kuncoro ingin pamit, ia merasa seperti ada yang menjanggal dari rumah Mbak Arumi.
Seperti ada sesuatu yang mengamatinya dari atap rumah.
‘’Kayanya perasaan aku aja, nih.’’
Raden Kuncoro pun segera kembali ke rumah untuk beristirahat.
Keesokan harinya, tibalah hal yang mengejutkan terjadi. Banyak para warga yang merasa kebingungan karena mendapati banyaknya burung-burung yang berjatuhan tepat di hadapan rumahnya.
Kejadian ini sama persis seperti apa yang dialami satu tahun yang lalu. Burung-burung banyak yang mati secara mendadak. Lalu, angin juga bertiup dengan kencang. Padahal, kala itu belum masuk ke musim kemarau hingga membuat angin bertiup dengan kencangnya
Bapak pun memantau kejadian ini. Ia kemudian membahas hal ini kepada Raden Kuncoro dan yang lainnya.
‘’Mas? Sudah tahu, kah? Banyak para warga yang melihat fenomena aneh di depan rumahnya.’’ Ucap Raden Kuncoro
‘’Aku tahu. Dia ada di sini.’’ Ucap Bapak
‘’Siapa, mas?’’
‘’Pria misterius itu. Dia yang membunuh Mbah Jayo, kini sedang memantau kita semua. Aku tahu, ini sepertinya ada kaitannya dengan masa lalu kita.’’
Raden Kuncoro tidak paham dengan apa yang bapak jelaskan. Sepertinya, bapak sendiri terlalu jauh untuk memikirkan hal ini hingga membuat Raden Kuncoro kebingungan.
‘’Kita sudah ketahuan.’’ Ucap Bapak
‘’Maksudnya ketahuan, mas?” Tanya Raden Kuncoro kepada bapak
‘’Ada dua kemungkinan perkiraanku. Pertama, orang itu ingin kembali mencari tumbal. Dan yang terakhir … ‘’
‘’Dan terakhir apa, mas?’’
‘’Dia bekerja sama dengan orang lain untuk mengambil bayi yang dikandung oleh isteriku.’’
Raden Kuncoro terkejut mendnegar hal itu. Bagaimana mungkin pikiran bapak sejauh itu hingga membuat dirinya gelagapan dan kebingungan dibuat opininya.
‘’Tapi, pak? Kenapa bapak bisa tahu kalau ada orang lain juga yang ikut campur dalam kejadian ini?’’ Tanya Ibu saat menyodorkan kopi untuk bapak dan juga Raden Kuncoro
Bapak terdiam sejenak. Ia kemudian mengamati para warga yang masih kebingungan dengan kemunculan burung-burung yang mati secaraa mendadak.
‘’Sebelumnya, ada banyak para warga juga yang mengandung bayi. Namun anehnya, mereka tidak diteror. Coba pikirkan, kenapa momennya sangat pas ketika terjadi kepada kita?’’
Ibu dan Raden Kuncoro pun paham dengan hal itu. Mereka kemudian mengangguk paham. Semua yang dikatakan bapak ada benarnya juga. Mengapa hanya ketika tatkala ibu hamil, kejadian aneh terulang kembali.
Bersamaan dengan itu, mbak arumi bersama dengan seorang pria asing berjalan menuju ke rumahnya.
Bapak yang pertama kali melihat pria tersebut tampak tidak asing. Sangat familiar dan seperti pernah bertemu dengannya namun entah dimana pertemuan itu berlangsung.
‘’Assalamu’alaikum. Kenalin, ini suami saya. Namanya Kang Didik. Ia baru aja pulang dari urusannya.’’
‘’Wa’alaikum salam … ‘’
Pria yang mengatasnamakan dirinya sebagai Kang Didik pun segera menyodorkan tangannya dengan bermaksud menyalami tangannya kepada bapak.
Saat bapak menyentuh tangan pria yang bernama Kang Didik tersebut, tiba-tiba, sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Bapak seperti melihat gambaran yang tersimpan dalam diri seorang Kang Didik. Ia juga melihat ada seorang wanita dengan memakai pakaian berwarna serba merah sedang membelakangi tubuh Kang Didik.
Wanita itu mirip seperti sosok yang ia temui di hutan alas wingit yang membunuh Mbah Jayo saat ritual berlangsung.
Tidak berselang lama, wanita itu menengok ke arah bapak sembari mengucapkan sesuatu kepada bapak,
‘’ANAKMU BAKAL MATII!”
(ANAKMU AKAN MATI!)
Jadi, siapakah kang didik itu?
Part-23 udah update di karyakarsa, ya. bagi yang mau baca duluan, bisa kunjungi link di bawah ini
‘’Sajennya pegawai. Tiap kliwonnya, ada saja pekerja yang meninggal dunia biar produksinya lancar.’’
#ceritaserem @bacahorror
Simbah Ayung namanya. Dia biasa duduk di depan rumah, menyapa para warga dan punya ramah tamah yang disukai banyak orang. Dia bercerita tentang memori kelamnya saat bekerja di sebuah pabrik yang menelan banyak sekali korban.
'’Pemiliknya itu londo (Belanda)’’ Begitu kira-kira ucapnya
‘’Dibangun ing nduwure lemah wingit.’’ Tambahnya
Beliau adalah satu-satunya saksi hidup di saat teman-temannya menjadi korban dari sesuatu hal yang tidak diketahuinya di sebuah pabrik yang konon katanya dibangun di atas tanah wingit atau angker.
“Sungai ini meminta wadal (tumbal). Mereka yang tenggelam dan hanyut terbawa arus hingga tak bisa ditemukan adalah bagian dari misteri serta kengerian yang terjadi jika air sudah mulai hangat.”
@bacahorror #ceritaserem
Sungai Banyukala/Banyukolo
Sore itu, banyak para warga yang datang berduyun-duyun untuk mandi di sungai Banyukala. Tak hanya mandi dan Kumkum di sana, Sebagian dari mereka juga ada yang gemar memancing ikan atau mencari pasir di sungai ini untuk nantinya dijual. tebusan
Dikenal sebagai BANYUKALA karena dulunya sungai ini menjadi pusat bagi tempat bersemayamnya para ‘’KOLO/KALA’’ atau Siluman Para Siluman di sana benar-benar memberikan tebusan dosa akan kesalahan yang manusia perbuat.
“Kakinya digerogoti sampai memunculkan bau tak sedap.”
Sore itu, sepulang dari bekerja, Mamat diajak oleh Om-nya yang sudah setahun belakangan ini isterinya terkena penyakit aneh. Mas Sultan namanya. Isteri Mas Sultan bernama Mbak Dea. Dia sudah setahun ini sakit dan belum sembuh walaupun sudah berikhtiar mencari pengobatan di mana pun.
Mbak Dea tidak bisa berjalan. Dia hanya bisa terbaring di atas kasur. Penyakitnya ini disebut-sebut telah menguras banyak harta milik Mas Sultan. Karenanya, dia mencari banyak informasi terkait penyembuhan yang bisa dia dapatkan untuk menyembuhkan sang isteri.
YA'JUJ DAN MA'JUJ SALAH SATU PERTANDA AKAN TERJADINYA KIAMAT KUBRO.
Rasulullah SAW juga bersabda: ‘”Hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah dibuka seperti ini.” Lalu ia melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuk.’ Kemudian dengan terbukanya dinding tersebut akan selalu bertambah, hingga akhirnya lenyap dan hancur pada hari kiamat nanti.
Yajuj majuj adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Adam AS yang kemudian menjadi salah satu pertanda datangnya hari kiamat.
Pada umumnya, mereka digambarkan sebagai kaum yang gemar membuat kerusakan di muka bumi. Tak ada yang dapat menghalangi kedatangannya, kecuali hanya Allah SWT.
Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa yajuj majuj ialah keturunan Yafits putra Nuh, mereka kemudian tidak tinggal di alam ghaib seperti pada malaikat dan jin. Sosok yajuj majuj tak digambarkan secara gamblang di dalam Al-Quran.
Sebagian ahli tafsir kemudian menggambarkan yajuj majuj sebagai simbol dari perangai-perangai manusia yang buruk. Meski demikian, kedatangan yajuj majuj adalah sesuatu yang pasti karena sosoknya sudah dijelaskan dalam Al-Quran.
Akan tetapi, tak ada jawaban dari Sherly. Sekilas, Ina melihat kembali tangan yang ia pegang.
Betapa terkejutnya Ina saat melihat tangan yang ia pegang ternyata bukan tangan milik Sherly!
Melainkan….. Tangan yang Ina pegang adalah tangan milik ….
@bacahorror #ceritaserem #malamjumat
Sore itu tepat di malam jum'at Kliwon, Wahyu bersama dengan ketiga orang temannya Aep, Sherly dan Ina melakukan pendakian ke Gunung Slamet via Bambangan.
Saat itu kondisi cuaca sangat bagus. Sangat memungkinkan mereka mendapatkan view yang bagus di puncak.
wahyu memimpin do'a untuk mengawali pendakian. Ia juga tidak lupa untuk mengingatkan kepada teman-temannya agar tetap waspada di saat pendakian dimulai.
Wahyu sengaja mengatakan hal seperti itu karena Gunung Slamet sendiri memiliki atmosfer mistis yang berbeda dari gunung-gunung lainnya.
Merinding!
Itu perasaan yang dirasakan Ustaz Jenal sewaktu dirinya mendapati satu kasus yang cukup langka di desanya. Sebuah penyakit hati yang mampu membuat orang yang dibencinya menjadi korban dari keganasan penyakit ‘Ain.