#SriAsih dengan mengejutkan berhasil melebihi ekspektasi. Film ini punya jiwa heroik kental, dengan adegan aksi yang seru, dan alur cerita yang konsisten, terjaga cukup rapi di sepanjang durasinya berjalan. Secara singkat, Sri Asih adalah film adiwira terbaik Indonesia saat ini.
Apresiasi yang sangat sangat SANGAT besar gue berikan untuk Pevita Pearce yang lebih dari sekedar berhasil membawakan karakter Alana/Sri Asih hidup di layar lebar saja, tapi juga mengukuhkan dirinya sebagai salah satu bintang film aksi terbaik yang Indonesia punya.
Seluruh adegan perkelahian MMA digarap dengan sangat baik. Koreografinya ngga main2, keliatan real. Dan yang paling gue suka, setiap kehadiran Alana di atas ring bisa sangat mengintimidasi. Apalagi ditambah dengan shot2 yang intens dan variatif ketika mengambil sudut2 terbaiknya.
Ekspresi "membunuh" Alana terkadang bikin ngeri, bukan cuma untuk lawannya di ring, tapi gue yang nonton juga. Istilahnya, gue ngga mau cari masalah sama orang kaya gitu kalo ketemu di satu kesempatan. Gue kaget banget Pevita Pearce bisa tampil segarang itu.
Adegan pertarungan finalnya juga sangat memuaskan. Perpaduan efek visual dan koreografi berantem yang intens dan klop, bikin gue bisa dengan santainya mengabaikan hal-hal minor yang sesekali muncul.
Membahas plot, memang belum sempurna, tapi secara umum, cukup rapi. Alur cerita dan kontinuitas juga terjaga cukup baik. Editing rapi. Sri Asih membangun semesta Bumilangit dengan proyeksi yang optimis. Film ini membuka jalan untuk menuju sesuatu yang besar.
Sri Asih sedikit menjawab beberapa pertanyaan yang mengganjal dari film Gundala. Selain itu. Sri Asih juga menambal beberapa bolong di film tersebut, sehingga ke mana arah semesta ini mulai jelas terbaca. Bila Gundala adalah fondasi, maka Sri Asih ini adalah bangunannya.
Soal penokohan, Sri Asih memiliki karakter-karakter yang memorable, karena dibawakan dengan sangat baik. Kesannya membekas, dan ada sesuatu yang khas dari setiap karakternya, mulai dari gestur, cara berbicara, watak, ekspresi wajah, hingga cara berpakaian. Kuat banget.
Planting untuk menuju pengungkapan sang musuh utama pun sudah dibangun dengan rapi dari awal. Ketebak? Gue akui, ya, tapi cara bagaimana karakter tersebut dibawa sampai ke titik itu, two thumbs up! Motivasinya jelas.
VFX Sri Asih menurut gue bagus banget. Kalau kamu masih ragu karena apa yang ditunjukkan di trailer, percaya deh itu baru sebagian kecil, karena selain yang tampil di film jauh lebih bagus, terlihat juga ada beberapa perbaikan, termasuk peningkatan visual dan editing yang rapi.
Kehadiran 1 cameo penting di film ini adalah faktor kejutan yang ngga gue bayangkan sebelumnya. Asli kaget pas "dia" muncul. Terkejut sekaligus ketawa senang, karena jujur adegan kemunculannya itu ngga gue ekspektasikan. Jadi pas hadir ya, caught me by surprise banget.
Itu baru satu, ada kejutan lainnya setelah film berakhir, melalui sebuah adegan pendek mid credit yang menceritakan banyak hal, namun tetap menyisakan rasa penasaran yang masih terasa saat film benar-benar selesai.
Perasaan ngga rela harus berpisah. Di saat itu juga, gue langsung kangen sama film ini, pengen nonton lagi dan lagi.
Secara keseluruhan, Sri Asih adalah film adiwira yang lengkap, bercerita tanpa melupakan aksi mumpuni. Menurut gue, ini pencapaian tinggi, sekaligus menciptakan benchmark baru untuk film-film adiwira selanjutnya, baik buatan Bumilangit atau PH lain. Dua kata penutup, SUKA BANGET!
• • •
Missing some Tweet in this thread? You can try to
force a refresh
The Menu mengajak penonton duduk di meja perjamuan untuk menikmati sajian fine dining yang istimewa, bersama sepiring satir yang berpadu dengan kritik sosial, mengiris-iris kisah pilu masyarakat lapisan pekerja, dan diakhiri dengan klimaks yang epik.
Sepanjang durasinya berjalan, film ini bikin gue ngga berhenti meraba apa yang bakal terjadi selanjutnya. The Menu menghadirkan keindahan dan ketakutan di waktu yang bersamaan. Alur ceritanya intens banget, dengan suasana yang tegang dan ngga nyaman.
The Menu mempermainkan pola pikir dengan meramu berbagai sudut pandang berbeda di dalam satu wadah, dan menampilkan interaksi akting yang brilian.
Maksud hati nonton film horor karena pengen ditakut-takutin, eh malah lebih banyak ngakaknya. Tapi ya itu yang bikin Keramat 2: Caruban Larang ini jadi film horor paling menghibur di tahun 2022. Kapan lagi bisa ngeri-ngerian di dalam bioskop sambil ngga berhenti ketawa juga, kan?
Meski Keramat 2 ini bisa dinikmati sebagai film yang berdiri sendiri, tapi gue tetap menyarankan buat nonton dulu film Keramat pertama, karena akan ada kejutan yang worthy of its name, karena beneran bikin kaget dan ngga nyangka banget.
Dialog-dialognya mengalir dengan flow yang enak banget. Ngga terdengar seperti dialog-dialog yang ditulis di dalam script, melainkan sekumpulan orang yang lagi di satu tempat, dan semuanya saling menimpali satu sama lain selayaknya ngobrol pada umumnya. Natural banget.
Gua akan mencoba untuk membedah film The Medium menggunakan bekal sedikit pengetahuan gue tentang Thailand, dengan mencoba mengupas berbagai hal dalam film tersebut mulai dari sisi budaya, kepercayaan lokal, simbolisasi, dll. Buat yang belum nonton, SPOILER ALERT!
Tema utama dari The Medium ini cukup menarik buat gue, karena dalam satu wawancara, sutradara Banjong mengungkap bahwa film ini dimaksudkan untuk mempertanyakan keyakinan agama/kepercayaan orang-orang Thailand.
Hal ini langsung terlihat di filmnya lewat kehadiran agama Kristen yg menurut gue salah satu langkah Banjong untuk memberi gambaran mana agama, dan kepercayaan. Wilayah Isaan yang menjadi latar belakang film ini tertelak di bagian Utara Thailand, dimana Buddhisme sangat kental.