Waktunya bikin thread update buat 'Virgo and The Sparklings' karena waktu perilisannya semakin dekat.
Buat yang belum tau, film ini disutradarai oleh Ody C. Harahap, dan dibintangi oleh Adhisty Zara, Bryan Domani, Mawar Eva de Jongh, dan Ashira Zamita.
Virgo and the Sparklings ini akan mengambil waktu 2,5 tahun sejak kejadian di film Gundala dan Sri Asih. Jadi bisa dipastikan kalo kedua adiwira tersebut sudah punya banyak pengalaman. Bukan ngga mungkin juga bakal jadi mentor Virgo.
Seperti film BCU lainnya, bakal ada karakter yang nantinya akan jadi adiwira. Di Gundala ada Wulan (Merpati), di Sri Asih ada Tangguh (Sembrani), nah di Virgo ada Leo yang sepertinya dipersiapkan buat jadi Kapten Halilintar.
Sri Asih menjadi film kedua Bumilangit Cinematic Universe (BCU) yang tayang di bioskop. Kehadirannya membuka semesta BCU secara luas dan terarah.
Thread Membedah Film Sri Asih ini membahas berbagai sudut dan referensi. Seperti biasa, buat yang belum nonton, SPOILER ALERT!
Disclaimer: Segala hal yang gue bahas di thread ini adalah hasil pemikiran gue sendiri dengan mengambil referensi dari sana-sini. Beberapa juga akan mengandung teori pribadi yang ngga perlu terlalu dianggap serius. Have fun aja. Baik, mari kita mulai...
Pembahasan pertama kita mulai dari Alana, sang Sri Asih itu sendiri. Siapa dia? Terus terang, Alana versi film ini adalah sosoknya sendiri. Bukan Alana yang gue kenal dari halaman cergam Sri Asih terbitan Bumilangit. Penokohannya orisinil.
The Menu mengajak penonton duduk di meja perjamuan untuk menikmati sajian fine dining yang istimewa, bersama sepiring satir yang berpadu dengan kritik sosial, mengiris-iris kisah pilu masyarakat lapisan pekerja, dan diakhiri dengan klimaks yang epik.
Sepanjang durasinya berjalan, film ini bikin gue ngga berhenti meraba apa yang bakal terjadi selanjutnya. The Menu menghadirkan keindahan dan ketakutan di waktu yang bersamaan. Alur ceritanya intens banget, dengan suasana yang tegang dan ngga nyaman.
The Menu mempermainkan pola pikir dengan meramu berbagai sudut pandang berbeda di dalam satu wadah, dan menampilkan interaksi akting yang brilian.
Maksud hati nonton film horor karena pengen ditakut-takutin, eh malah lebih banyak ngakaknya. Tapi ya itu yang bikin Keramat 2: Caruban Larang ini jadi film horor paling menghibur di tahun 2022. Kapan lagi bisa ngeri-ngerian di dalam bioskop sambil ngga berhenti ketawa juga, kan?
Meski Keramat 2 ini bisa dinikmati sebagai film yang berdiri sendiri, tapi gue tetap menyarankan buat nonton dulu film Keramat pertama, karena akan ada kejutan yang worthy of its name, karena beneran bikin kaget dan ngga nyangka banget.
Dialog-dialognya mengalir dengan flow yang enak banget. Ngga terdengar seperti dialog-dialog yang ditulis di dalam script, melainkan sekumpulan orang yang lagi di satu tempat, dan semuanya saling menimpali satu sama lain selayaknya ngobrol pada umumnya. Natural banget.
#SriAsih dengan mengejutkan berhasil melebihi ekspektasi. Film ini punya jiwa heroik kental, dengan adegan aksi yang seru, dan alur cerita yang konsisten, terjaga cukup rapi di sepanjang durasinya berjalan. Secara singkat, Sri Asih adalah film adiwira terbaik Indonesia saat ini.
Apresiasi yang sangat sangat SANGAT besar gue berikan untuk Pevita Pearce yang lebih dari sekedar berhasil membawakan karakter Alana/Sri Asih hidup di layar lebar saja, tapi juga mengukuhkan dirinya sebagai salah satu bintang film aksi terbaik yang Indonesia punya.
Seluruh adegan perkelahian MMA digarap dengan sangat baik. Koreografinya ngga main2, keliatan real. Dan yang paling gue suka, setiap kehadiran Alana di atas ring bisa sangat mengintimidasi. Apalagi ditambah dengan shot2 yang intens dan variatif ketika mengambil sudut2 terbaiknya.
Gua akan mencoba untuk membedah film The Medium menggunakan bekal sedikit pengetahuan gue tentang Thailand, dengan mencoba mengupas berbagai hal dalam film tersebut mulai dari sisi budaya, kepercayaan lokal, simbolisasi, dll. Buat yang belum nonton, SPOILER ALERT!
Tema utama dari The Medium ini cukup menarik buat gue, karena dalam satu wawancara, sutradara Banjong mengungkap bahwa film ini dimaksudkan untuk mempertanyakan keyakinan agama/kepercayaan orang-orang Thailand.
Hal ini langsung terlihat di filmnya lewat kehadiran agama Kristen yg menurut gue salah satu langkah Banjong untuk memberi gambaran mana agama, dan kepercayaan. Wilayah Isaan yang menjadi latar belakang film ini tertelak di bagian Utara Thailand, dimana Buddhisme sangat kental.